Pria itu menyeringai, "Hanya menjalankan sebuah perintah dari seseorang yang kau singgung karena julukan 'wanita phoniex' mu itu."
Kening Fangyin mengernyit, "...?"
"Seorang wanita mulia pemilik mahkota phoniex, mendengar orang-orang di luar sana memuji keindahan, keanggunan dan kewibawaan sang 'wanita phoniex' yang ternyata hanya seorang wanita penghibur— tidakkah itu kedengarannya sangat tidak pantas?"
Fangyin tersentak untuk beberapa saat.
"Bagaimana mungkin gelar phoniex jatuh kepada seorang wanita penghibur, bukannya pada seorang wanita yang mulia sang pemilik mahkota phoniex..."
Sepasang mata Fangyin berkedip-kedip dalam kejutan dan keringat dingin perlahan membanjiri pelipisnya ketika rasa sakit seperti sengatan lebah itu, perlahan berubah seperti jutaan duri yang menusuk-nusuk jantungnya.
"M-maksudmu, yang mulia permaisuri yang memerintahkan mu melakukan ini p-padaku?" Ujarnya. Tampak sepasang matanya menyipit menahan rasa sakit yang tidak tergambarkan.
Sepasang mata pria itu berkilat dingin sebagai jawaban. Melihat reaksi tubuh wanita itu, tampaknya racun mematikan itu mulai bekerja.
"Aku akan memberikan penawar nya."
"..." Fangyin mencabut jarum tipis itu dari dadanya dan seteguk darah hitam keluar dari mulutnya. Ia menatap pria itu dengan sorot mata yang menanggung kesakitan.
"Asal kau mau melayaniku di ranjang malam ini."
"Aku lebih baik mati daripada mengotori tubuhku." Fangyin menatap nyalang pria itu dan ia mendesis kesakitan. Bibirnya yang memerah darah perlahan mulai dilapisi jejak warna keunguan.
"Hanya lima menit tersisa. Jika dalam kurun waktu tersebut kau tidak segera meminum penawar nya, kau akan tewas begitu saja malam ini."
Fangyin perlahan bangkit dan dengan tertatih -tatih ia mendatangi dipan tidurnya. Ia perlahan berbaring dengan gerakan yang anggun dan dengan tenang memejamkan matanya.
Lima menit berlalu. 'Wanita phoniex' itupun telah menghembuskan nafas terakhirnya.
——
Tepat di sebuah mansion yang besar dan luas. Segalanya terurus dan terawat dengan sangat baik terkecuali bagian sayap kiri yang terlihat suram dan terasing.
Saat matahari berada di posisi tegaknya, sinarnya yang kuat telah menembus kaca jendela Prancis yang besar di sebuah kamar di lantai dua. Hanya sinarnya itu tersegel oleh tirai merah marun yang belum di singkap, karenanya seisi kamar yang luas itu terlihat gelap.
Seorang wanita yang berbaring di ranjang dalam posisi lurus dan kedua tangannya yang terlipat rapi di atas dada. Tampak bulu matanya berkibar pelan dan perlahan terangkat, menampilkan sepasang mata hitam jernihnya yang seperti pualam. Sepasang bola matanya itu menatap ke langit-langit beberapa saat, kemudian bergerak ke kanan-kiri, penuh kebingungan melihat ke sekeliling.
"Di mana ini?"
Tiba-tiba gelombang kesadaran yang berbeda, menyerangnya. Sekumpulan informasi dan pengalaman pahit seseorang, bertubi-tubi memborbardir kepalanya, membuat kepalanya terasa berat untuk beberapa saat.
"Ingatan yang menyedihkan apa ini?" Fangyin memukul ringan kepalanya. Masih belum sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi.
"Bukankah seharusnya aku sudah mati sekarang?" Ia ingat terakhir kali telah berbaring di atas dipan tidurnya, menunggu waktu kematiannya tiba dalam lima menit akibat jarum beracun.
Tapi kenapa tiba-tiba ia terbangun dan mendapati semuanya berbeda?
Fangyin perlahan turun dari ranjang tempatnya berbaring. Tidak seperti dipan tidurnya, tempat itu lebih nyaman dan jauh lebih empuk. Lalu ia perlahan melangkah ke depan cermin bundar, memandangi pantulan wajahnya hanya untuk membuatnya terkejut.
"B-bagaimana mungkin..." Fangyin meraba permukaan wajahnya yang cantik milik seorang gadis dua puluhan. Kontur wajahnya tirus, hidungnya mancung dan bibirnya yang merah muda bak sakura mekar itu, tampak memiliki jejak warna keunguan akibat dari keracunan. Sepasang mata hitamnya terlihat jernih bak batu pualam, namun kala itu terlihat kuyu.
Gadis itu memiliki kulit yang seputih susu, namun saat itu tampak kurang sehat dan pucat.
Fangyin diam sejenak, mengambil waktu untuk berpikir. Setelah memanfaatkan gelombang kesadaran yang tadi sempat menyerangnya bersama ribuan informasi yang tadi menghujani kepalanya, akhirnya Fangyin mengerti situasinya.
"Aku telah berada dalam tubuh seorang gadis bernama Eleanor Xu."
Gadis itu memiliki nasib yang sangat buruk. Ia merupakan putri sah keluarga Xu— salah satu keluarga kaya di kota T. Hanya karena karakternya yang terlalu lugu dan naif, ia dijebak oleh anak haram keluarga Xu dalam hubungan satu malam yang membuatnya berakhir dalam pernikahan dingin yang tidak ia inginkan.
Sejak saat itu ia hidup menderita dengan suaminya yang berdarah dingin dan apatis, sedang anak haram itu telah menggantikan posisinya di keluarganya, menikmati segala kemewahan sebagai satu-satunya putri keluarga Xu.
Karena lelah dengan kehidupannya yang seperti boneka terbuang di tempat itu. Di mana hidup dan matinya tidak ada yang peduli, Eleanor Xu yang telah mengalami depresi begitu lama pun memutuskan untuk meminum racun dan pergi tidur dengan tenang untuk terakhir kalinya.
Fangyin menatap pantulan gadis cantik namun bernasib malang itu di cermin dan meraba permukaan kaca, "Sekarang aku bukan lagi Fangyin, sang wanita penghibur. Tapi sekarang aku adalah Eleanor Xu."
Ia meraba permukaan kulit wajahnya yang dingin dan menatap matanya yang memiliki sedikit hasrat untuk hidup. Tapi dengan sekali kedipan, itu telah berganti dengan sinar penuh kehidupan.
"Aku akan hidup dengan baik dan membantu membalas kan dendam mu, Eleanor Xu."
Ia berjalan dengan kaki telanjang nya menghampiri tirai merah marun dan menyingkap nya dengan sempurna. Sinar matahari yang terik pun menyeruak masuk kedalam, menembus kaca jendela Prancis itu dan jatuh mengenai kulit putih susunya yang pucat dan dingin. Ia merentangkan kedua tangannya dan menatap pemandangan di luar sana.
"Tempat ini cukup luas ternyata. Jika itu dulu, ini mungkin hampir menyaingi sebuah istana kekaisaran." Ia menghela nafas panjang lalu berjalan ke kamar mandi.
Menggunakan informasi sang pemilik tubuh sebelumnya, ia mengatur suhu air hangat untuk mengisi bathub dan berendam. Tak lupa ia menuangkan sabun hingga berbusa dan membilas bersih tubuhnya di bawah air shower.
Lalu ia keluar dengan jubah mandi putihnya, mengambil hairdryer untuk mengeringkan rambutnya.
"Kehidupan modern ini benar-benar luar biasa."
Jika itu dulu, orang-orang perlu bersusah payah mengisi bak untuk berendam, bahkan merebus air jika memerlukan suhu air yang hangat. Tapi sekarang hanya tinggal membuat pengaturan, apapun jenis air yang diinginkan keluar. Bahkan mengeringkan rambut yang basah, tinggal menggunakan mesin pengering.
Ia berjalan ke ruang ganti. Menemukan deretan pakaian dan gaun-gaun yang sangat berbeda dengan di masa terdahulu.
"Ternyata beberapa pakaian di masa ini tampak lebih terbuka dari milik seorang wanita penghibur di masa dahulu."
Ia mengambil sebuah gaun bewarna putih tulang, berlengan panjang dengan aksen mutiara yang mengancing di bagian pergelangannya.
Pemilik terdahulu suka mengenakan pakaian berlengan panjang dengan bagian pergelangan tangan memiliki kancing. Hal itu guna untuk menutupi luka-luka di pergelangan tangannya akibat dari menyakiti dirinya sendiri di karenakan depresi.
Setelah berpakaian tiba-tiba perutnya berbunyi.
"Ah, aku sangat lapar sekarang."
——