Entah sudah berapa kali Kairos terbangun, "Aduh.."
Kali ini kepalanya sedikit lebih jernih dari sebelumnya. Ia menatap sekeliling dengan mata terbelalak, terkejut dengan lingkungan barunya. Ranjang mewah dengan kain lembut, dinding yang dihiasi corak emas, dan perabotan elegan menghiasi ruangan.
Sebuah lukisan besar tergantung di dinding, menambah nuansa keagungan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Woah..." gumam Kairos, kagum dengan pemandangan mewah di sekitarnya. Ia belum pernah melihat kamar sebagus ini, apalagi tidur di dalamnya. Dia masih terpesona saat pintu terbuka tiba-tiba.
Seorang pria masuk ke dalam ruangan, hanya mengenakan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya. Rambutnya basah, meneteskan air ke tubuhnya yang berotot dan tinggi.
Otot-otot pria itu tampak jelas-kekar, dengan perut six-pack yang sempurna. Kairos tak siap menghadapi pemandangan itu. Matanya membesar, terkejut, dan wajahnya memerah seketika.
"Ahhh!!" teriaknya kencang sambil buru-buru menutup matanya, merasa sangat malu. Tapi anehnya, pria itu tampak tenang, seolah tidak mendengar teriakan Kairos. Ia dengan santai mengeringkan rambutnya menggunakan handuk, seakan kehadiran Kairos sama sekali tidak mengganggunya.
Kairos membuka matanya sedikit, berharap pria itu sudah berpakaian. Namun, alih-alih, pria itu melepas lilitan handuknya tanpa ragu-ragu.
Memperlihatkan belalainya yang begitu besar, Kairos langsung menutup matanya lagi dengan cepat, tubuhnya gemetar karena malu dan ketidaknyamanan.
"Kenapa aku di sini...?" pikir Kairos panik, tak tahu harus berbuat apa atau bagaimana mengatasi situasi canggung ini.
Namun tiba-tiba, ia teringat sesuatu, "Loh? Tanganku? Kakiku?" Ia melihat tubuhnya dan...
"AKU MASIH JADI BINTANGG?!?!" Teriaknya, yang tentu tidak akan terdengar oleh Cylus.
Dirinya sekarang sedang tergeletak di meja tidur di sebelah ranjang Cylus, ditemani oleh lampu tidur disebelahnya.
Cylus sekarang sudah mengenakan pakaian ia berjalan mendekati sesuatu di meja, bintang kecil yang bersinar redup-bintang yang tak lain adalah Kairos dalam wujud magisnya.
Cylus mengambil bintang itu dan mulai mengusap-usapnya menggunakan handuk yang baru saja dipakai. "Hmm, debuan," gumamnya sambil terus membersihkan bintang itu.
"Ihhh, Blehh! Blehh!" Kairos merasakan dampaknya langsung. Wajahnya, yang seharusnya aman di balik cahayanya, kini seperti diobrak-abrik oleh handuk bekas itu. Bahan handuk kasar itu mengenai mulutnya, membuat Kairos merasa jijik.
"Jangan ahh!" teriak Kairos dalam hati, meski suaranya tak keluar. Tapi tentu saja, Cylus tidak mendengarnya. Ia terus membersihkan bintang itu dengan sangat santai, seolah-olah yang dia pegang hanyalah benda mati, bukan makhluk hidup.
Setelah puas dengan "pekerjaan bersih-bersih" itu, Cylus meletakkan bintang kecil Kairos kembali ke meja dengan sembarang. Ia berbalik dan berjalan menuju pintu, ingin mengembalikkan handuknya.
Kairos, yang masih dalam bentuk bintang, hanya bisa mengerang dalam diam. "Aku harus keluar dari sini...," pikirnya, merasa benar-benar dipermainkan oleh situasi yang tidak dia pahami.
"Uhgg...Uhg...Eh? Kok ngga bisa gerak???" Ia mencoba untuk menggerakkan tubuhnya berkali-kali, tapi tidak membuahkan hasil. "Aku ngga bisa gerak!"
Ia tidak tahu, bahwa tubuhnya sekarang terpaksa masuk ke dalam fase regenerasi, yang membutuhkan waktu cukup lama karena luka pada dirinya yang parah.
"Hahh..." Kairos menghela nafas, merasa lelah dengan semua usaha yang ia lakukan untuk bergerak.
Malam semakin larut, dan ketenangan memenuhi ruangan. Tak lama kemudian, Cylus kembali masuk setelah mengembalikan handuknya, mematikan lampu tanpa berkata sepatah kata pun. Dia langsung membaringkan dirinya di ranjang, tampak lelah setelah seharian penuh beraktivitas. Suasana gelap dan hening.
Kairos, yang masih terjebak dalam wujud bintang kecilnya, memandangi Cylus dari meja di samping ranjang. Dia memperhatikan wajah Cylus yang terlihat dingin dan tegas meski dalam kegelapan, rahangnya yang kuat tampak semakin jelas dalam bayang-bayang redup dari cahaya bulan yang menembus jendela.
"Ganteng..." gumamnya tanpa sadar, lalu langsung menggigit bibir. "Ck! Apaan dah, ganteng gimana, orang jeleknya kaya gitu kok!" Kairos mencoba menepis pikirannya sendiri, berusaha keras untuk tidak mengakui bahwa ada sesuatu yang menarik dari sosok pria di depannya.
Tapi tak bisa dipungkiri, dia teringat bagaimana Cylus tadi dengan cueknya membersihkan tubuh bintang kecilnya menggunakan handuk bekas. "Handuknya dibuat lap-lap aku lagi, ewh jijik," pikir Kairos kesal, tapi ia tetap memperhatikan Cylus, seolah terhipnotis oleh ketenangan pria itu.
Cahaya bulan yang samar-samar menyinari ruangan membuat bayangan di wajah Cylus tampak misterius dan semakin sulit diabaikan. Kairos menghela napas panjang, merasa tidak berdaya, baik terhadap situasi yang menimpanya maupun perasaannya yang campur aduk.
Dalam diam, Kairos memikirkan nasibnya esok hari-apa yang akan terjadi padanya? Bagaimana ia bisa keluar dari situasi ini? Namun, semakin lama ia merenung, semakin berat matanya. Keletihan yang dirasakannya mulai mengambil alih, dan akhirnya, dia tertidur dalam bentuk bintang kecil yang tergeletak di meja.
Di dalam kamar yang gelap itu, hanya terdengar suara napas yang tenang dari kedua orang yang berada di dalamnya. Hanya cahaya bulan yang terus menari di ruangan, menemani malam yang sunyi itu.
---To Be Continued...
Cylus : 🍆gimana?
Kairos : AAAaaaaaA! Ibu tolonggg 😭