Chereads / Terra Vespera 18+ (BL) / Chapter 6 - Chapter 5. Forest Guard.

Chapter 6 - Chapter 5. Forest Guard.

Setelah mengatakan itu, ia langsung berlari menuju arah suara mengerikan itu tanpa pikir panjang. Langkah kakinya membelah semak-semak, seolah tak peduli pada bahaya yang mungkin ada di depannya.

"Gavin! Gavin!!" teriak salah satu teman laki-lakinya, mencoba menghentikan pria yang sudah melaju kencang itu, tapi seruannya diabaikan begitu saja.

"Ni orang apaan dah," kata Aric sambil menggelengkan kepala.

Leira, dengan nada sarkastis, menambahkan, "Otaknya di pantat kali ya."

Kairos menghela napas, menyadari situasinya mulai semakin berbahaya. "Ayo, kita susul aja deh. Bahaya kalo dia sendirian kesitu."

Gina, salah satu anggota tim mereka, memutar bola matanya dan menjawab dengan nada enggan, "Gamau ah. Masa kita disuruh nyusul kebodohan dia?"

Aric merapatkan tangan ke dadanya dan dengan nada penuh rasa simpati berkata, "Jujur gua ga tega juga liat dia sendirian kesana. Mau gimana pun, kan kita satu tim."

Kairos mengangguk setuju. "Iya, ayo. Kita gak bisa biarin dia gitu aja."

Gina mendesah keras dan mendecak kesal, "Ck! Nyusahin banget sih, dasar." Meski begitu, dia tetap melangkah bersama yang lain.

Mereka semua bergegas mengikuti Gavin dari belakang, langkah kaki mereka semakin cepat, dan perasaan cemas semakin terasa di udara. Suara gemuruh di kejauhan semakin jelas, dan firasat buruk semakin mencengkeram hati mereka semua.

... Tiba-tiba, Gavin berlari ke arah mereka dengan wajah pucat dan teriakannya mengoyak ketenangan hutan, "KABUR! KABURR!!" Teriaknya panik, napasnya tersengal-sengal.

Mata Kairos, Aric, dan yang lainnya langsung melebar saat mereka melihat apa yang mengejar Gavin dari belakang. Sebuah monster besar dengan kepala seperti tumbuhan aneh yang mengeluarkan lendir hijau kental. Tubuhnya penuh dengan akar-akar hidup yang berkelap-kelip seolah dipenuhi energi jahat, dan setiap hentakan kakinya menghentak tanah dengan berat.

"Astaga... itu apaan?!" seru Leira dengan wajah pucat, langkahnya mundur sejenak.

Gina, yang tadi enggan menyusul Gavin, sekarang berdiri membeku, mulutnya terbuka lebar tanpa suara.

Kairos langsung bersuara, "Lari! Kita nggak mungkin bisa ngelawan itu sekarang!" teriaknya, matanya terpaku pada monster besar yang menghantam tanah dengan langkah-langkah beratnya.

Aric yang biasanya suka bercanda, kali ini hanya fokus untuk bertahan hidup. "Ayo cepet! Jangan diem!" teriaknya sambil menggenggam tangan Leira yang masih terkejut.

Mereka semua langsung berlari sekuat tenaga, menyusul Gavin yang sudah setengah jalan. Tanah di bawah kaki mereka bergetar setiap kali monster itu menghentakkan kakinya, suara dengusan monster dan bunyi lendir yang menetes semakin dekat di belakang mereka.

"Nih monster ga bakal berhenti ngejar kita!" Aric berteriak sambil menoleh ke belakang, melihat betapa dekatnya monster itu.

Kairos berpikir cepat. Mereka tak bisa terus berlari tanpa rencana. "Ada jalan keluar gak di depan?!"

Leira yang akhirnya bisa bicara lagi setelah shock, "Bentar!" Dengan cepat ia menggunakan matanya dengan kekuatan magis. Seketika bola matanya berubah menjadi kuning menyala, ia dapat melihat seluruh tempat di area ini.

Kemudia ia teriak, "Ada sungai di sebelah kiri, mungkin kita bisa jebak dia!"

"Bagus, ke sungai!" seru Kairos sambil mengarahkan timnya. Mereka harus bergerak lebih cepat jika ingin punya kesempatan bertahan hidup dari monster raksasa yang mengerikan itu.

Tetapi, rencana mereka tidak berjalan dengan mulus, Monster itu mengeluarkan Tali tumbuhan dengan cepat yang melilit mereka ber 7 dan mengangkatnya ke hadapannya.

Suara jeritan terdengar dari tiap anggota tim. Gina berteriak ketakutan, Kairos menggeliat mencoba melepaskan dirinya, Leira terengah-engah karena lilitan yang semakin erat di tubuhnya.

"Ahh! Apa ini?!" jerit Gina saat lilitan semakin kuat, napasnya mulai terengah-engah.

"Le-lepasin!" Leira juga berusaha melawan, namun tubuhnya semakin terikat oleh tali tumbuhan yang tampak hidup dan ganas.

Kairos merasa lilitan di tubuhnya semakin ketat, membuat napasnya sesak. "Eugh! Kita nggak bisa terus begini!" gumamnya, berusaha memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini.

Aric, yang berusaha meraih pisaunya, berteriak, "Api! Kita butuh api!" katanya, suaranya tegang, "Gavin! Mana api lu?!"

Gavin, yang masih digenggam erat oleh tali tumbuhan itu, langsung bereaksi. Dia memfokuskan energinya, mencoba memanipulasi magis apinya secepat mungkin. Tubuhnya mulai memanas, dan api mulai menyala dari tangannya.

Tali tumbuhan yang melilit mereka merespons cepat, dan monster itu mengeluarkan suara menggelegar penuh rasa sakit. "GrrAAhHh!!" teriaknya, mengguncang tanah di bawah mereka.

Dalam kemarahan dan rasa sakit, monster itu dengan kasar melempar mereka semua ke berbagai arah, tubuh mereka melayang di udara sebelum terhempas ke tanah dengan keras. Mereka terpisah, masing-masing terjatuh di area yang berbeda di hutan.

---To Be Continued...