"Apa yang kamu bilang?" Teriak salah satu wanita yang duduk di sebuah batu magis besar, dengan tatapan tajam penuh otoritas. Wanita itu adalah Lady Elara Voss, salah satu petinggi terkuat di Sanctum.
"Para pasukan sekarang sudah menuju ke hutan area 2F65 untuk latihan, Lady," ucap Jade, sekretaris pribadinya, dengan suara hati-hati namun tegas.
Lady Elara mengerutkan kening, ekspresi ketidakpercayaannya bercampur dengan rasa khawatir. "Bukannya kemarin sudah diputuskan latihan di Basis saja? Kenapa jadi di hutan?" serunya, nada suara menuntut penjelasan lebih lanjut, bahkan dengan sedikit rasa frustasi.
Wajah Jade tetap tenang, namun ada sedikit ketegangan. "Itu perintah langsung dari Sir Aldric, Lady," jawabnya dengan hati-hati.
Lady Elara berdiri dari duduknya, ingatan tentang rapat beberapa hari lalu kembali berputar di benaknya.
***
Beberapa hari sebelumnya, di ruang besar Sanctum, rapat para petinggi diadakan untuk menentukan program latihan bagi para pasukan baru. Masing-masing petinggi memberikan saran dan pendapat mereka. Di antaranya, ada usulan dari Sir Aldric Vayne untuk mengirim pasukan ke area berbahaya di hutan, 2F65, untuk membasmi monster sebagai ujian pertama mereka.
Lady Elara menentang keras usulan itu. "Mereka masih terlalu muda dan belum berpengalaman! Area itu penuh dengan monster yang bisa membunuh mereka dalam sekejap!" protesnya, didukung oleh beberapa petinggi lain.
Namun, Sir Aldric tetap teguh pada pendapatnya. "Jika kita terus melindungi mereka dari bahaya, kapan mereka akan menjadi kuat? Mereka harus belajar bertahan di dunia nyata, bukan sekadar teori di Basis. Ini adalah kesempatan terbaik untuk membentuk mereka menjadi prajurit tangguh."
Suasana rapat menjadi semakin panas. Para petinggi terbelah dalam pendapat—beberapa mendukung Lady Elara, merasa bahwa keselamatan pasukan baru lebih penting, sementara yang lain mendukung Sir Aldric, percaya bahwa ujian berat adalah jalan satu-satunya menuju kekuatan sejati.
Setelah perdebatan panjang dan tak berkesudahan, diadakan voting. Dan ya, sisi Lady Elara lah yang menang. Kemudian diputuskan bahwa latihan akan dilakukan di lapangan Basis—keputusan yang resmi.
***
Namun sekarang, keputusan itu tampaknya diabaikan. Lady Elara merasa ada sesuatu yang salah. "Aldric," gumamnya pelan, matanya menyala dengan campuran kekhawatiran dan kekecewaan. "Dia memaksakan rencananya."
"Cepat beri tahu para petinggi lainnya, Jade! Aku akan menyusul anak-anak," tegas Lady Elara, suaranya penuh ketegasan saat ia melangkah cepat menuju ruang rahasia, tempat di mana jubah perangnya tersimpan.
"Baik, Lady!" jawab Jade sigap, segera bergegas untuk melaksanakan perintahnya.
Lady Elara mempercepat langkahnya. Di pikirannya, keselamatan para pasukan baru adalah prioritas utama. Jubah perangnya, yang tersimpan di dalam ruang rahasia itu, adalah peninggalan kuno yang dipenuhi dengan kekuatan magis pelindung, dan hanya dikenakan saat keadaan genting seperti ini.
"Aku tidak akan membiarkan mereka dalam bahaya," gumamnya dalam hati, sembari memikirkan bagaimana Sir Aldric telah melanggar keputusan yang telah dibuat bersama.
---
Kairos dan timnya sudah tiba di area 2F65, sebuah tempat sunyi di tengah hutan yang dikelilingi pepohonan raksasa dan bayang-bayang yang tampak bergerak seiring angin. Mereka diberi kantong magis yang berfungsi untuk menyimpan energi dari monster yang telah dikalahkan, dikonversi menjadi poin.
Leira, salah satu gadis dalam kelompok mereka, menyeka keringat di dahinya. "Jadi gimana? Kita mau kemana dulu ini?" tanyanya, suaranya mengandung campuran antusiasme dan kekhawatiran.
Aric, dengan kepercayaan diri yang selalu melekat padanya, mengangkat bahunya. "Kata gua, kita jalan aja dulu ke dalem..." sarannya sambil melangkah maju, disusul oleh yang lain.
Namun, setelah beberapa waktu berjalan tanpa hasil, salah satu anggota laki-laki mengeluh keras. "Ini mana sih monsternya? Dari tadi cuma pohon terus."
Seorang pria lainnya dengan wajah ceria tiba-tiba mendapat ide. "Eh, gimana kalo gua lempar bola api ke langit biar monsternya kesini? Mungkin bakal bikin mereka keluar."
Leira langsung mencibir dan memukul lengannya dengan kesal. "Lu gila ya? Nggak boleh pake api di hutan, ntar kebakar semua, oon!" serunya, merasa khawatir kalau ide itu benar-benar diterapkan.
Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh yang menegangkan, mengguncang tanah di sekitar mereka. "RRrrrrrOOaaaRRR!!"
Aric langsung memasang sikap siaga. "Woi, kalian denger nggak?" katanya, matanya berkeliling ke arah datangnya suara itu.
Semua anggota kelompok menelan ludah, perasaan was-was menjalar ke seluruh tubuh mereka. Suara itu tidak terdengar seperti monster kecil yang mudah dikalahkan.
Kairos, mencoba menenangkan situasi, berkata, "Tenang, tenang... Kita amati dulu dari mana suara itu."
Namun, pria yang sebelumnya mengusulkan bola api tampak bersemangat. "Dih? Langsung aja samperin monsternya! Kok kalian malah pada takut semua? Kalian nggak mau dapet poin?" katanya dengan nada berani, jelas tidak memikirkan bahaya yang mungkin mengintai.
---To Be Continued...
Cylus : Kapan Ketemuuu!!! 😡
Author : Sabar bang, sabarr 😭