Satu minggu penuh dalam pengambilan video syuting yang amat menguras tenaga serta pikiran, Spica pun berhasil menyelesaikan video klip untuk lagu kedua mereka. Demi memanfaatkan momentum yang telah terbentuk setelah Dreamy Festival serta keputusan dari Apollo Production, RP710 segera menyusun strategi mereka untuk menaikkan popularitas. Dengan kerjasama yang dijalin antara agensi RP710 dan toko musik lokal, mereka merancang sebuah event promosi kecil-kecilan, yaitu jumpa fans yang diadakan di toko musik tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan CD dan memperkuat hubungan antara Spica dan para penggemarnya."Emangnya jaman sekarang masih ada yang suka dengerin CD ya...""Bukan CD lagi, Lily. Sekarang dah pakai HCD...""Keduanya kedengeran sama di kupingku tau..."Sembari menunggu di dalam toko musik tersebut, semua member Spica tengah berdiri di belakang konter mereka masing-masing. Tengah memandangi para staff disertai produser mereka yang tengah sibuk memastikan bahwa persiapan untuk promosi di hari ini berjalan dengan lancar."Jangan salah, berkat perkembangan teknologi, kini CD musik kembali digemari loh. Karena bukan hanya menghadirkan lagu saja, tapi experience. Kamu dah pernah dengerin pakai Lyrical Player belum? Sama pake earphone keluaran 00X?""Eee... belum sih.""Kalo belum ya ga pantes buat komentar gitu." Yuna yang ikut nimbrung di pembahasan antara Lily dan Rain seakan kesal sehingga membuang muka."Maaf... aku beneran minta maaf...""Lily sih komentar macem-macem." Rain menyenggol gadis tersebut sembari tersenyum jahil."Ngeliat poster sama muka kita ada di mana-mana agak gimana gitu...""Iya ya... kaya kita yang nguasai toko ini sepenuhnya..."Valentin serta Dewi tengah memandang ke sekitar, poster besar Spica menghiasi dinding, dan di setiap sudut terdengar lagu-lagu mereka yang diputar untuk menciptakan atmosfer yang cocok. Para idol Spica pun mengenakan kostum yang seharusnya mereka pakai di Dreamy Festival, menunjukkan sedikit spoiler bagi para penggemar nanti yang akan membeli CD."Oh? Dah ada yang nungguin tuh di luar... makin nambah banyak lagi.""Lah, iya bener."Istar menyadari kini barisan penggemar telah mulai terlihat dari luar jendela, Wulan yang ada di sampingnya tak bisa berhenti mengamati para fans tersebut yang kini tengah diatur barisannya oleh para staff. Sebelum pintu toko dibuka untuk memulai penjualan, Lea sebagai manajer berdiri di hadapan para idol Spica yang tampak canggung dan tegang. Mereka akan segera bertemu dengan para penggemar secara langsung serta meski sudah berkali-kali berlatih, momen ini tetap terasa menegangkan bagi beberapa dari mereka."Perhatian wahai para idol Spica!" tegas Lea dengan wajah yang serius penuh keyakinan, layaknya seorang pemimpin.Segera setiap idol mengalihkan pandangan kepada Lea seorang. Ia mengingatkan kembali apa yang telah mereka diskusikan selama beberapa hari terakhir."Ingat apa yang sudah disampaikan kemarin. Di event ini yang terpenting ialah impresi. Bagaimana cara kalian tersenyum, menyapa, dan bahkan berjabat tangan serta menandatangani CD nanti menjadi acuan para fans terhadap para idol mereka. Mereka datang datang karena mereka suka dan berharap pada kalian. Jadi tunjukkan bahwa kalian tidak akan mengkhianati mereka."Banyak dari para idol mengangguk, walau rasa gugup masih terlihat di beberapa wajah. Lea, yang memahami bahwa beberapa dari mereka masih khawatir, menambahkan,"Serta, kalo ada masalah, jika kalian ngerasa ngga nyaman atau ada masalah, cukup angkat tangan. Aku sama Produser bakal selalu ada di dekat kalian, siap membantu kapan pun."Setelah itu, Lea menyeret Rian ke depan agar dia juga memberikan pesannya. Dengan senyum gugup, Rian menghadap para gadis dan berbicara,"Aku tahu kalian mungkin ngerasa tegang, tapi ingat, ini adalah event dasar bagi seorang idol. Fans kalian sudah menunggu lama untuk momen ini, jadi tetaplah rileks dan bersikap natural. Sebagai seorang fans idol pun, aku paham mengenai betapa pentingnya event ini. Maka dari itu, tunjukkan saja bahwa kalian memanglah seorang idol di mata mereka."Mendengar hal itu, para idol Spica mengangguk lebih mantap. Rian memberikan mereka satu anggukan sebagai dukungan terakhir sebelum Lea memberikan isyarat kepada kru toko untuk mulai membuka pintu."Silahkan antri sesuai giliran! Bagi yang ingin membeli harap datang terlebih dahulu ke kasir! Kalian akan mendapatkan tiket sesuai dengan paket dari pembelian di kasir!" Para staff tidak berhenti memberikan himbauan bagi setiap penggemar yang mulai bergerombolan masuk ke dalam.Mengamati setiap idol dari jauh, Rian dan Lea berada pada kursi yang tidak jauh dari konter. Lea tersenyum melihat antusiasme para fans yang memadati toko, sementara Rian meskipun tampak sedikit cemas, merasa lega melihat bagaimana Spica dapat memberikan interaksi yang hangat dengan penggemarnya."Eee? Jadi kakak dah ngikuti kami dari live pertama?""I-iya, yang waktu kalian tampil di acara kondangan itu.""Waah... gak kusangka kalo ada yang ngikuti dari sejauh sana.""Iya, hehe... dari situ aku mulai ngefans sama kak Rain. Soalnya imut banget waktu nari...""Tentu dong! Dari semua member kan aku yang paling imut." Balas Rain dengan menirukan pose double peace yang ia pelajari dari Cia, sedangkan Lily di sampingnya memandang dengan wajah penuh tidak percaya bahwa Rain bisa sePD itu menunjukkan gerakan tersebut di hadapan banyak orang."Ka-Kalo aku ngefansnya sama kak Lily...""Iya kah? Padahal aku biasa-biasa aja loh...""Engga kok! Kak Lily tuh tiap kali muncul entah kenapa bawa aura penuh semangat gimana gitu... aku yang nonton aja jadi ikut kebawa semangat.""Heee... aku tuh emang gitu ya orangnya?"Rain dan Lily, yang memiliki daya tarik remaja, menjadi favorit di kalangan fans muda. Mereka dengan riang melayani setiap orang, bahkan sempat berbincang sejenak dengan fans yang penasaran mengenai kegiatan mereka di balik layar. Kebanyakan dari fans menyukai mereka berdua sebab menghadirkan duo kombi yang tak bisa saling terlepas satu sama lain, seakan selalu berada dalam satu layar terus menerus. Jika ada Rain... maka ada Lily di sampingnya dan jika Lily di situ, maka Rain akan selalu ada di sana."Boleh minta foto bareng gak kak?""Hah? Oh, selfie, boleh kok boleh.""Kak Valentin kok bisa cantik banget kaya gitu, perawatannya gimana?""Aku cuma pakai produk kecantikan biasa kok, mau kukasih saran apa aja yang kupakai?"Sedangkan bagi Valentin dan Istar, bagi kedua gadis tersebut yang memiliki pesona modis tak tertandingi tentu kebanyakan meraih fans wanita yang penasaran akan kecantikan dan betapa trendy-nya penampilan mereka. Tidak sedikit yang meminta foto bersama atau sekedar bertanya mengenai bagaimana mereka bisa mencapai tahap kecantikan seperti sekarang."Celi... kamu jangan senderan gitu dong...""Eee... punggungku sakit kalau berdiri terus-terusan, biarin aku duduk bentar aja, bentarrrr aja...""Engga bisa gitu Celi! Itu fansmu dah pada nungguin buat tanda tangan!!!""Eh ah— gapapa kok kak... sambil duduk aja gapapa... hehe...""Tuh, fansmu aja sampai pengertian gitu! Ayo berdiri cepet!"Bagi konter Dewi serta Celi menghadapi kehebohan yang berbeda dibandingkan konter lain, sebab interaksi unik antara mereka berdua, justru setiap fans terhibur oleh hal tersebut dibandingkan interaksi antara fans dan idol. Seorang Dewi dengan sifat lembut nan perhatian melawan Celi yang begitu malas tapi memiliki pesona dibalik sikap malasnya tersebut."Foto? Boleh! Tanda tangan?! Sini sini!""Se-Sebentar dulu..."Tanpa menunggu lama Wulan segera mengambil CD yang berada di tangan seorang fans dan segera menanda tanganinya. Bahkan setiap permintaan dari para fans langsung ia tanggapi dengan suara begitu lantang, penuh oleh api yang membara layaknya semangat yang Wulan miliki."Kak Cia tuh kecil ya... imut banget deh.""Hah?! Kecil katamu? Bentar... kalo dipikir lagi iya sih aku yang paling pendek...""Ya kan? Imut banget kaya tupai.""Tupai?! Apaan coba kok kaya tupai!!!"Di tengah riuhnya suasana jumpa fans di toko musik, konter Cia dan Wulan menjadi yang paling ramai dan penuh tawa. Wulan yang selalu bersemangat menanggapi setiap pertanyaan dari para fans dengan suara lantang dan penuh antusias, membuat setiap percakapan begitu aktif. Para fans menyukai energinya yang tak ada habisnya, seolah berbicara dengan seorang teman lama yang sangat akrab. Sementara itu, Cia, yang memiliki suara cempreng, justru menjadi sasaran keisengan para fans. Mereka sering kali sengaja menggodanya hanya untuk melihat reaksinya yang imut. Cia, dengan senyumnya yang ceria, meskipun sedikit malu, tetap melayani para fans dengan caranya yang menggemaskan."Suara Kak Yuna... merdu... aku selalu dengerin terus ga ada henti-hentinya tiap hari.""Sama, makanya kalau semisal Kak Yuna punya single sendiri, bakal kuborong.""Bener, bener. Bagai putri duyung suaranya... indah...""Pu-Putri duyung ya... makasih banget pujiannya, ahahaha..."Pada sebelah mereka Yuna tampak sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang suaranya. Beberapa fans dengan penuh kekaguman membandingkan suaranya dengan nyanyian memikat seorang putri duyung. Yuna tersenyum canggung mendengar komentar itu, meski dalam hatinya ia teringat mitos bahwa putri duyung sebenarnya menyanyi untuk menenggelamkan para pelaut. Membuatnya hanya dapat tersenyum tipis sebab tidak tahu bahwa fans tersebut bermaksud untuk menyanjungnya atau ada makna lain."Te-Terimakasih banyak...""Semangat ya, Kak Isla!"Sementara itu, konter Isla menghadapi situasi yang sangat berbeda. Konternya terlihat lebih sepi dibandingkan yang lain, hanya sedikit fans yang datang menghampirinya. Isla, yang pada dasarnya adalah gadis pendiam dan pemalu, terlihat sangat canggung dan kesulitan untuk berinteraksi. Setiap kali seorang fans mendatanginya, dia tampak tegang, bahkan tangannya bergetar ketika memberikan tanda tangan atau sekedar berjabat tangan. Meski para fans tetap tersenyum ramah, Isla masih merasa kesulitan untuk berbicara dengan normal, sering kali menghindari tatapan mata mereka.Isla terhanyut dalam pikirannya saat duduk di konternya yang sepi. Dia menyadari bahwa dibandingkan dengan idol lainnya, dirinya adalah yang paling sulit berinteraksi dengan orang lain. Setiap percakapan dengan fans selalu terasa berat, seolah-olah ada dinding tak terlihat yang menghalanginya untuk bisa membuka diri. Kenyataan ini menyesakkan dada, terutama ketika dia melihat betapa mudahnya Cia, Wulan, atau Lily berinteraksi dengan para fans, penuh dengan tawa dan semangat.Dia teringat kembali ketika Rian dan Lea menyelamatkan dirinya dari perundungan yang Isla hadapi sewaktu di sekolah. Itu membuatnya sadar bahwa, meski dia telah melangkah maju dalam karir idol, dirinya masih terjebak dalam keraguan yang sama. Bahwa bukan ia sendiri yang mampu berdiri dan menghadapi masalahnya. Tetapi orang lain yang selalu melindunginya, seolah dirinya tidak mampu bertahan di tengah kerasnya dunia. Di kepalanya gambaran itu semakin jelas, dirinya sama seperti serangga kecil yang tak berarti di hadapan makhluk-makhluk lain yang lebih kuat dan lebih berani.Tetapi meski pikirannya dirundung rasa rendah diri, Isla masih merasa kuat dengan tekadnya yang tak ingin mengecewakan setiap member Spica. Ia masih ingin berada di antara mereka dan tak ingin menjadi beban, walau dirinya tak pandai berinteraksi sekalipun dia memiliki tugas yang harus dijalankan pada detik ini juga. Dengan menarik napas dalam-dalam, Isla berusaha untuk menjalankan tugasnya. Dia tersenyum kecil kepada fans yang datang, meski tangannya masih tak bisa berhenti gemetar."Terimakasih atas kunjungannya! Kami tunggu kedatangan kalian di lain hari!!!"Setelah penjualan untuk hari ini selesai, para idol Spica merasakan campuran antara kelelahan dan kegembiraan. Meski hari itu terasa panjang dan menguras mental, mereka senang bisa bertemu dan berinteraksi langsung dengan fans. Beberapa dari mereka tertawa saat mengobrol mengenai momen-momen lucu yang terjadi di konter masing-masing, sementara yang lain hanya meregangkan otot mereka setelah duduk lama di konter.Lea mengangguk senang saat melihat bahwa meski lelah, para idolnya tampak puas dengan hasil kerja hari itu. Begitu pula dengan Rian yang menyadari bahwa event seperti ini memang tidak hanya penting untuk penjualan, tetapi juga untuk memperkuat hubungan antara Spica dan penggemarnya. Tetapi, event ini masih belum berakhir, dan mereka harus bersiap untuk esok yang pasti akan sama sibuknya."Oke, semuanya. Buat hari ini sudah cukup, walau perlu diingat ini baru hari pertama. Masih ada enam hari lagi sampai promosinya selesai, jadi jangan maksain diri." Lea berkata dengan tegas, sambil mengisyaratkan agar para idol mulai merapikan meja konter dan barang-barang mereka.Beberapa idol mengangguk, sementara yang lain mengeluh pelan, meski dengan nada bercanda. Mereka mulai membereskan barang-barang, memastikan tidak ada yang tertinggal, sembari berbagi cerita tentang para fans yang mereka temui."Jangan lupa istirahat yang cukup malam ini. Buat yang dapat giliran besok bakal diinformasiin lagi. Kalian bakal dibagi ke kelompok-kelompok berisikan dua pasang member, jadi ingat-ingat ya pasangan kalian tiap harinya." tambah Rian.Setelah semua siap, mereka keluar dari toko musik, menyatu dalam keramaian malam kota yang mulai tenang. Mereka kembali ke agensi, dengan rasa lega setelah melewati hari yang produktif serta persiapan untuk hari esok kembali.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx"Isla kamu gapapa? Kok bengong gitu?"Isla terkejut ketika suara temannya di depan bangku membuyarkan lamunan panjangnya. Dirinya masih terhantui oleh kejadian kemarin, di mana dirinya menjadi idol yang paling sedikit berinteraksi dengan para fans saat penjualan CD. Bahkan saat ini ketika berada di dalam kelas, suasananya tak jauh berbeda. Segala terasa berubah, teman-teman sekelas yang dulu cenderung cuek dan tak menghiraukan kehadiran Isla kini mendadak tertarik padanya."Aku baru tau loh kamu tuh anggota Spica!""Napa gak pernah ngasih tau ke kita-kita sih!""Nanti sehabis pulang mau minta tanda tangan ke Isla gak...""Boleh, aku mau minta foto juga..."Obrolan dan bisikan di sekitar terus berlanjut, sebagian besar tentang dirinya. Obrolan mereka tidak jauh-jauh mengenai penampilannya dan betapa beruntungnya mereka bisa sekelas dengan seorang idol. Isla yang selalu dikelilingi oleh kesunyian, merasa canggung dengan sorotan yang terlalu mendadak ini. Bahkan teman-teman yang biasanya tidak pernah berbicara dengannya kini mencoba mendekat untuk sekedar berkenalan atau berbincang."Boleh ikut ngobrol gak? Aku pengin tanya-tanya ke Isla." Seseorang gadis datang dari arah lain, menyeret kursi untuk ikut berbincang."Eh— Ah... ya... tapi... aku..." Isla merasa detak jantungnya semakin cepat, tangannya berkeringat. Ketidaknyamanan yang ia rasakan membuatnya terbata-bata saat menjawab."Pulang sekolah nanti mau ikut main sama temen-temenku gak?" ujar si gadis sembari menengok pada teman-temannya yang mulai memberikan senyuman kepada Isla.Namun Isla sama sekali tidak menjawab, dirinya menunduk ke bawah dan berpura-pura sibuk merapikan buku-buku dari dalam laci meja. Rasanya sangat sulit bagi penyendiri sepertinya untuk menghadapi sekumpulan orang yang mengajak dirinya untuk pergi. Ia sejak dulu merupakan gadis yang lebih banyak diam mengamati, dibandingkan berbicara dan berinteraksi. Sebab itulah banyak yang merundungi Isla, menjauhi dirinya karena terlalu pemalu serta tertutup."Mu... mu... mungkin lain kali." Balas Isla dengan suara begitu pelan, hampir tak terdengar oleh siapapun.Setiap perhatian dan sorotan orang lain seharusnya membuat Isla senang, karena pada detik ini ia dianggap sebagai seseorang meski lebih ke ketenarannya sebagai idol. Tetapi entah kenapa semua itu justru membuatnya ingin menghindar. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Isla berdiri dari kursinya dan tanpa memberikan tanggapan lain langsung berjalan keluar dari kelas membawa tasnya."Kenapa... rasanya sulit sekali..." bisiknya pada diri sendiri.Pada tempat menunggu bus ia menyandarkan diri, menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan rasa panik yang kian menggerogotinya. Sebagai seorang idol, Isla tahu dirinya harus belajar menghadapi orang banyak, tetapi di dalam hatinya, dia masih merasa menjadi gadis kecil yang tidak tahu cara berhadapan dengan dunia besar yang tiba-tiba berbalik memandanginya.Tik... tik... tik...Di bawah naungan atap halte bus, terdengar suara hujan yang mulai turun deras menimpa jalanan kota. Rintikan suara tersebut seolah menjadi satu-satunya irama yang menemaninya di tengah kesendirian ini. Ia memegangi bajunya begitu erat, mencoba menghangatkan tubuhnya yang mulai terasa dingin oleh angin yang membawa uap air.Pandangannya kini tertuju pada seberang jalan, pada sekelompok remaja yang tengah berlarian di bawah hujan. Tawa mereka bergema melawan derasnya hujan yang mengguyur, seakan tidak peduli akan basah kuyup sama sekali atau dingin yang akan menanti. Wajah mereka penuh dengan keceriaan, mengalir bebas bersamaan dengan angin yang membawa. Isla menatap mereka dalam diam, mulai membandingkan hidup mereka dengan dirinya sendiri.Ia menunduk, menatap genangan air yang berkumpul di jalan di hadapannya. Wajahnya terpantul di permukaan air itu, namun yang ia lihat bukanlah sosok seorang idol yang membawa harapan bagi setiap orang, hanya bayangan akan dirinya yang kosong. Kedua matanya sayu, tanpa ada kilauan hidup. Wajah itu, wajahnya sendiri, tampak begitu datar seakan tak mampu meresapi kebahagiaan yang sederhana seperti yang dimiliki remaja-remaja di seberang jalan."Kenapa... aku tak bisa seperti mereka. Kenapa... aku berbeda?" Isla bergumam pada dirinya sendiri.Hujan semakin deras, tapi tak ada tanda bus yang akan datang. Isla merapatkan tubuhnya lebih erat, merasa seperti dihimpit oleh berat yang tak kasatmata."Apa aku memang cocok menjadi seorang idol...?" pikirnya. Rasa ragu itu terus bergema dalam pikirannya, berpikir mengenai alasan utamanya untuk menjadi seorang idol.'Bisakah diriku bersinar seperti mereka...'Begitu keras ia coba menarik sudut bibirnya, berusaha membentuk senyum di wajah, tetapi otot-otot wajahnya terasa kaku. Setiap usaha terasa sia-sia bagaikan senyum itu tak mau datang sama sekali dari lubuk hatinya. Ia memandangi bayangannya sendiri di genangan air, melihat betapa aneh senyuman yang dipaksakannya itu. Palsu, hampa, dan penuh keterpaksaan.Hujan terus mengguyur deras, membasahi jalanan, menyelimuti dunia di sekelilingnya dengan suasana sendu. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Isla menyerah. Ia melepaskan usahanya untuk tersenyum dan membiarkan wajahnya kembali datar seperti semula. Ekspresi yang kosong, tanpa emosi. Hingga pada akhirnya rintik yang jatuh mengenai genangan air di depannya membuat gambar tersebut pecah, kian melebur dengan air yang tak beraturan.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx"Fiuh, untung yang basah cuma sepatu doang. Deres banget ya ujannya hari ini..."Satu persatu member Spica telah datang pada kantor agensi dengan setiap dari mereka mengeluhkan hal yang sama yaitu hujan deras yang mengguyur. Sementara di kantor semenjak tadi telah terisi oleh para gadis-gadis SMA yang telah sampai terlebih dahulu. Kegiatan mereka sama seperti biasanya yaitu mengobrol dan bersantai sebelum memulai latihan, bedanya beberapa di antara mereka kini tengah mendapat giliran untuk mempromosikan penjualan CD."Hmm..."Sejak tadi Yuna tidak bisa berhenti memperhatikan Isla, sesuatu yang janggal terasa pada gadis kecil itu yang tentunya terasa oleh seorang Yuna. Kedua matanya kini tengah memandangi sebuah akuarium di atas meja, biasanya Isla sangat menyukai taxidermis yang telah ia buat pada akuarium tersebut, dengan matanya yang berbinar. Tapi kali ini wajahnya kosong, pandangannya seolah tidak fokus ke sana, entah memandang apa yang berada di seberang."Yuna, ada apa? Dari tadi kamu liatin Isla mulu."Wulan yang tengah berada di sampingnya sedikit penasaran akan tingkah laku Yuna yang tak berhenti memandangi Isla."Sebenernya aku sedikit penasaran, tapi gak tau sih. Hari ini... Isla agak, kosong daripada biasanya. Aku paham kalau dia itu pendiam, tiap kali dia liatin kumpulan serangganya selalu ngerasa seneng kan? Cuma, saat ini, dia kaya... gak ngerasain apapun loh." Ujar Yuna sembari menghela nafas panjang.Wulan mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat interaksinya dengan Isla selama ini dengan kemudian menjawab,"Yah, mungkin cuma aku aja yang nggak peka. Isla selalu kelihatan sama buatku. Tapi kalau kamu merasa ada yang aneh, mungkin ada benarnya.""Sama, dari dulu aku juga gak bisa baca ekspresi Isla. Mukanya tuh kaya boneka, polos nan dingin. Misterius..." Cia pun ikut membalas dari seberang.Lily dan Rain, yang tadinya asyik mengobrol ikut tertarik mengenai pembahasan yang tengah terjadi di antara mereka."Kamu serius ngerasa ada yang gak beres sama Isla, Yuna?" tanya Lily begitu khawatir."Kalo misal bener, lebih baik kita ajak bicara deh..." Rain menambahkan."Amati aja kalo gak percaya."Yuna tanpa menjelaskan lebih panjang menyuruh mereka untuk memperhatikan gerak-gerik Isla saat ini, lantas mereka semua menatap pada satu arah yang sama. Mereka menatap Isla dengan seksama setelah mendengar ucapan Yuna, mencoba mencari tahu apa yang berbeda dari biasanya. Namun, seperti yang dibilang sebelumnya ekspresi Isla memang selalu terlihat datar dan sulit dipahami. Sampai beberapa menit setelahnya, Isla menghela nafas begitu panjang sampai membuat kelima gadis yang menyaksikan itu kaget bukan kepalang."Memang ada yang gak beres!" adalah apa yang sama-sama terucap di hati mereka, kecuali Wulan yang mengatakannya dengan lantang.Isla yang sedang tenggelam dalam lamunannya tiba-tiba tersentak kaget ketika melihat Wulan, Cia, Lily, dan Rain mendadak mengerubunginya. Ekspresi datarnya berubah sedikit bingung, matanya yang tenang tampak terkejut oleh perhatian mendadak yang diberikan teman-temannya. Yuna yang masih di belakang mereka, juga terkejut dengan gerakan cepat teman-temannya. Dia tidak menyangka mereka akan langsung mengerubungi Isla secepat itu."Isla, kamu lagi kepikiran sesuatu kah?!" tanya Wulan begitu tegas."Kalo kamu butuh temen curhat kita semua ada di sini kok, kita bisa dengerin dan bahkan bantu kalo kamu mau!" tambah Lily sembari memegangi tangan Isla.Cia dan Rain sama-sama mengangguk. Isla tampak semakin bingung dan sedikit canggung. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hatinya, dia merasa senang dengan perhatian yang diberikan oleh mereka semua tetapi di sisi lain, dia tidak yakin bagaimana cara mengungkapkan isi hatinya. Setelah beberapa saat diam, dia akhirnya menggelengkan kepala pelan."Ti... tidak apa-apa. Aku baik-baik saja... tidak ada masalah. Sepertinya, gara-gara terlalu lelah, mungkin..." jawab Isla dengan suara pelan, meskipun suaranya terdengar kurang meyakinkan.Mendengar jawaban tersebut setiap gadis bertukar pandang satu sama lain, tidak yakin bahwa harus percaya atau tidak dengan ucapan yang Isla katakan. Karena terlihat jelas bahwa Isla tidak mau membuka diri, sangat jelas dirinya tidak baik-baik saja.Dari belakang Yuna yang menyaksikan Isla terdiam setelah dikerubungi mereka tidak bisa membiarkan gadis tersebut begitu saja, meski tak suka mencampuri perasaan orang lain, ini menyangkut seorang Isla. Seorang gadis yang sama-sama pernah merasakan bullying seperti dirinya, sehingga ia perlahan berjalan mendekat."Apa yang nge-bully kamu balik lagi? Atau justru pelaku lain?" ujar Yuna begitu tegas."Eh?! Lagi?!""Beneran kah, Isla?! Kalo iya... bawa aku ke sekolahmu, biar kuhabisi mereka!""Bu-Bukan... bukan itu..." Isla panik setelah menyaksikan setiap temannya kini justru meyakini bahwa itulah alasan utamanya."Kalo bukan, sebaiknya cerita. Mereka gak bakal ngehakimi kamu kaya yang lainnya kok."Suara Yuna yang datang kepadanya terdengar begitu lembut, seakan berusaha mengulurkan tangan kepada Isla agar tidak perlu takut. Isla tahu bahwa teman-temannya memiliki niat baik, tetapi ia bingung sebab apa yang ia rasakan juga menyangkut mereka. Dengan hati-hati, Isla menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. Matanya yang sejak tadi memandang lurus ke akuarium kini sedikit melirik ke arah teman-temannya yang berdiri di sekelilingnya, menunggu dengan sabar. Ia akan mencoba percaya terhadap mereka, berusaha mendorong sendiri dirinya untuk melangkah maju."Aku... merasa tidak cocok menjadi seorang idol." Setelah mengambil napas dalam-dalam, Isla akhirnya memutuskan untuk membuka perasaannya, meski suaranya masih terdengar lemah dan pelan.Sebelum sempat ada yang membuka suara, Yuna memberikan isyarat berupa membentangkan tangan agar tidak ada seorang pun yang memotong perkataan Isla."Sewaktu kemarin... ketika penjualan CD... hampir tidak ada fans yang datang ke mejaku. Sementara kalian semua, dikelilingi oleh fans... bahkan bisa mengobrol dan tertawa bersama mereka. Tetapi aku... aku justru merasa canggung. Tidak bisa berbicara dengan baik... bahkan gemetaran saat memberikan tanda tangan. Aku merasa, bahwa diriku hanyalah beban." Isla menundukkan kepalanya, menyaksikan bahwa kini kedua tangan bergetar sebab takut.Suasana mendadak hening. Semua gadis tampak terkejut mendengar curahan hati Isla. Mereka tahu Isla pendiam, tapi tidak pernah menyangka bahwa dia memendam perasaan seberat ini."Aku, tidak pernah berkembang sejak dulu. Bahkan setelah dibantu oleh Produser dan Manajer sekalipun. Aku tidak bisa menjadi seorang idol yang orang-orang harapkan... aku telah mengecewakan kalian."Setiap gadis saling memandang satu sama lain, merasakan kesedihan dari apa yang baru saja Isla beritahukan. Namun bagi seorang Wulan yang begitu tidak menyukai perasaan sedih atau terpuruk, segera mendekat pada Isla dan merangkul dirinya begitu erat."Isla! Kamu itu bukan beban! Jangan pernah mikir gitu. Kita itu satu tim, ingat?! Di tim itu gak ada yang namanya beban dan kita di Spica bukan buat bersaing, jadi jangan ngerasa gitu oke?!""Aku agak kesel ngakuin ini, tapi apa yang Wulan bilang tadi itu bener. Setiap idol itu punya keunikan yang beda-beda dan jenis fans juga bermacam-macam. Pasti fans bagimu itu ada, mungkin mereka belum keliatan aja. Jadi, kamu nggak ngecewain siapapun. Semuanya itu butuh waktu." Tambah Cia dengan nada begitu tulus.Lily yang sejak tadi menahan agar tidak menangis segera memegangi tangan Isla, dengan ingus yang ditahan-tahan gadis tersebut berkata,"Aku dulu juga gitu kok Isla... hwee... Aku ngerasa takut kalo diriku nggak cukup baik dan gak bisa menuhi harapan orang lain. Tapi pada akhirnya, kalian semua yang bikin aku sadar... kalo setiap orang suka kita apa adanya. Kamu nggak perlu ngerasa harus berubah jadi orang lain buat disukai... Islaaa...""Lily... elap dulu ingusmu itu, kasian nanti baju Isla kotor, duh kamu ini." Menghampiri Lily, Rain juga mengutarakan perasaannya kepada Isla."Setiap orang itu bisa berkembang Isla, tanpa perlu ngubah diri sendiri sepenuhnya."Perasaan haru kini mulai terasa oleh Isla dengan kehangatan yang kian mengisi hati gadis tersebut. Ia tidak menyangka bahwa untuk pertama kali dalam hidupnya, ketika mengungkapkan apa yang ia rasakan dari lubuk hati, dirinya tidak diejek atau bahkan ditertawakan. Mereka justru peduli padanya, menanggapi seakan masalah yang ada dalam Isla juga sama-sama masalah yang mereka alami. Bahkan kini, di hadapannya, mereka tengah mengobrolkan mengenai bagaimanakah cara mengatasi keraguan yang ada dalam pikirannya."Gimana kalo kita coba bantuin Isla? Buat ngatasi ketakutannya ketika ngobrol sama orang lain.""Maksudmu, kaya bikin Isla ngobrol sama orang random di luar gitu? Kaya bikin konten kecil-kecilan. Misal nanyain orang lewat atau pegawai toko?" Cia yang biasa menyaksikan video di internet mengutarakan pemikirannya."Idemu kayanya terlalu gila deh. Kalo Isla tiba-tiba disuruh ngobrol trus ga bisa ngomong apa-apa malah tambah trauma, parah kamu Cia." Balas Wulan dengan tawa kecil."Ya kita temenin! Kalo ditemenin pasti bisa nambah berani! Lagipula si Rain sama Lily bakal ikut kan? Dia bisa ngajarin caranya ngobrol santai seru!" Cia segera mem-banyol dengan suara cempreng khas miliknya."Bisa sih. Tapi kita coba dari tahap dasar dulu. Misal ngobrol sama temen-temen Spica yang lain? Atau justru sama Produser, Manajer, atau kak Sekretaris." Kata Lily dengan mengangguk pelan."Atau bikin sesi simulasi aja? Kita duduk pura-pura jadi fans, terus Isla bakal nangani kita layaknya idol.""Wah, ide bagus tuh Rain. Kalo menurut Yuna gimana?"Isla yang mendengarkan semua ide-ide itu mulai merasa gugup, tetapi ia merasa senang karena didukung. Sedangkan Yuna yang tadi berperan menjadi seorang penengah dan hendak pergi malah ikut diseret untuk ikut masuk dalam rencana mereka."Loh?! Bentar-bentar! Kok aku harus ikut juga sih?!""Karena kamu tuh cewek SMA! Kamu juga yang bikin kita kepikiran soal Isla kan, jangan coba kabur kamu!" Wulan dengan cepat menyergap Yuna yang hendak berlari kabur."Ah~! Ya udah deh udah... aku ikut. Tapi aku gak bakal bantu banyak loh."Percakapan itu berakhir dengan setiap orang yang memiliki rencana detil untuk membantu mengatasi permasalah Isla. Mereka begitu aktif memberikan ide dan dukungan, sementara Isla mendengarkan setiap ide mereka sembari menimpal sedikit apabila dirinya merasa kesulitan. Meski terkadang ide yang dilontarkan sangat aneh sampai tawa dapat terdengar, walau begitu untuk kali pertama Isla bisa mengobrol dengan senang bersama teman-teman sebayanya."Oke sip! Kalo gitu, di hari libur nanti kita jalanin semuanya, oke?!""Okeeee!!!""Rencana Anti-Minder Isla, dimulai!"