Setelah keberhasilan Spica tampil di Dreamy Festival, yang dihadapi oleh RP710 merupakan keadaan yang begitu bertolak belakang. Di satu sisi, mereka berhasil mencapai tujuan besar mereka dengan tampil di event paling bergengsi tersebut, tetapi di sisi lain, peringkat ketiga yang diraih oleh Spica tidak sesuai dengan harapan dari Apollo Production, perusahaan yang selama ini menaungi mereka dari belakang. CEO dari Apollo Production, yang terkenal ambisius dan tak mengenal kompromi, memanggil Dara sebagai perwakilan dari Apollo Production dan Rian yaitu produser dari RP710, untuk segera menghadap dirinya."Kita, bakal baik-baik saja kan ya..." ujar Rian saat dirinya berdiri tegap pada tempat pertemuan."Produser, selama anda percaya pada saya semuanya bisa berakhir baik-baik saja. Terdapat sekitar tiga puluh persen kemungkinan kita bisa keluar dari sini hidup-hidup.""Ucapanmu barusan sama sekali gak bisa bikin diriku tenang, Dara."Saat mereka menuju tempat pertemuan yang sangat rahasia, suasana di antara Dara dan Rian terasa tegang. Sebelum mereka memasuki ruangan, Dara berhenti sejenak dan menatap Rian dengan serius."Dengar, Produser. Saya yang akan menangani ini. Jangan bicara apapun yang bisa memperburuk keadaan. Biarkan saya yang berbicara langsung dengan Direktur," ucapnya tegas."O-Oke deh... siap." Rian, meski agak cemas, mengangguk dengan patuh.Begitu mereka memasuki ruangan, atmosfernya langsung terasa berat dan penuh ketegangan. Ruangan tersebut minim cahaya, hanya disinari oleh beberapa lampu di sudut, menambah kesan formal dan menekan. Di ujung meja panjang, Direktur Apollo Production duduk dengan ekspresi datar yang sulit ditebak, namun aura ketidakpuasannya sangat jelas terasa. Matanya tajam menatap Dara dan Rian, seakan-akan memotong segala formalitas yang biasanya ada di pertemuan semacam ini."Selamat siang, bapak Direktur. Saya—""Tidak perlu berbasa-basi, langsung kita bahas ke inti semuanya. Aku tidak punya waktu luang."Bahkan sebelum sempat Dara menyambut perkataannya langsung dipotong, mereka berdua hanya dapat terdiam mematung tak bisa melakukan banyak hal sebab di sekitar para bawahan Direktur telah menjaga begitu ketat. Kursi yang ada di depan Rian dan Dara pun terasa sangat jauh, tak diizinkan untuk duduk sekalipun."Jadi, kalian berpikir jika laporan yang kalian berikan itu sebuah keberhasilan? Kalian memang berhasil membawa RP710 ke Dreamy Festival, tapi apa-apaan peringkat itu. Setelah semua dana dan investasi yang kusuntik ke kalian, hanya peringkat tiga saja yang didapat?" Suara sang Direktur terdengar pelan, namun penuh dengan nada sarkastis.Dara yang telah membawa koper kini tengah menyiapkan argumennya, segera angkat bicara menjawab."Direktur, maaf atas kelancangan saya. Namun ini merupakan sebuah permulaan yang bagus bagi agensi RP710, Spica yaitu grup idol yang kami bina berhasil ikut serta dalam kompetisi Dreamy Festival yang penuh persaingan ini dan bisa mendapatkan peringkat ketiga. Seperti yang Direktur ketahui, pendaftaran Dreamy Festival di tahun 2035 mendapat peningkatan begitu drastis sehingga perlu melakukan pemotongan peserta dengan peraturan barunya.""Permulaan, enam bulan itu bukan waktu yang lama. Kalian buang-buang anggaran yang telah kuberikan. Talenta yang kalian bina bahkan tidak mumpuni."Rian yang terus terdiam merasakan dorongan keras untuk berbicara, meski Dara sempat memberikan isyarat mata agar memintanya terus bersabar. Ia tahu apa yang dikatakan Direktur tidak sepenuhnya adil. Ia merasa para anggota Spica telah memberikan yang terbaik meski harus menghadapi banyak kendala, termasuk sabotase. Tapi sebelum ia bisa mengeluarkan sepatah kata pun, Dara segera mengambil alih pembicaraan lagi."Direktur, saya paham sepenuhnya ketidakpuasan Anda. Namun, tolong ingat bahwa Spica masih dalam proses pertumbuhan.""Padahal aku berharap banyak kepada produser kalian, tetapi ini yang didapatkan?!""Direktur. Kami memulai segalanya dari nol seperti yang Direktur perintahkan, maka dari itu izinkan saya memberikan setiap data yang telah disusun."Dara tidak menyia-nyiakan momentum yang tengah ia dapatkan sehingga langsung mengeluarkan segala yang berada dalam koper kecil yang dibawanya. Demi bisa meredam kemarahan Direktur yang tengah memuncak serta menahan keinginan Rian untuk berbicara."Direktur, izinkan saya menjelaskan segalanya dari awal. Saat Produser Rian diberikan perintah untuk mendirikan agensi RP710, kami sama sekali tidak mendapat dana yang mencukupi hingga hampir berada di titik kebangkrutan. Tetapi berkat manajemen yang tepat dari Produser Rian, kebangkrutan tersebut dapat dicegah hingga kami mendapatkan 10 gadis dengan berbagai talenta, mendirikan Spica. Dalam kurun waktu enam bulan tersebut, keuangan kami telah mencapai tahap stabil. Yang memungkinkan kami membeli perangkat penunjang bagi kantor, membuat dua lagu orisinal, dan bahkan menciptakan kostum untuk setiap penampilan mereka. Sampai akhirnya dapat tampil di Dreamy Festival."Dara dengan sigap menunjukkan angka-angka yang telah disiapkannya grafik keuangan yang meningkat, laporan tentang popularitas online yang terus bertambah, serta penjualan merchandise yang mulai stabil. Ia berharap data ini bisa membuktikan bahwa ada kemajuan signifikan yang tidak bisa diabaikan. Direktur sempat mengawasi data-data yang diberikan oleh Dara dengan begitu seriusnya, sementara Rian terus menerus keringat dingin menantikan jawaban."Data yang kau berikan memang cermat seperti biasa, Dara. Kuakui kecakapan RP710 dalam manajemen bisnis. Tetapi argumenku tetap sama, aku masih tidak terima mengenai peringkat ketiga. Di industri ini, hanya peringkat pertama yang diperhitungkan. Kalian tahu itu. Tidak ada yang akan peduli pada grup idol yang hanya berada di posisi ketiga."Dara merasakan tekanan yang semakin meningkat, tetapi ia tahu bahwa ini bukan saatnya mundur. Sebab ia memiliki satu kartu as yang selama ini dipendamnya, yaitu untuk saat inilah, saat tepat untuk mengungkapkannya."Direktur, saya paham betapa pentingnya meraih puncak, tapi terdapat masalah lain yang perlu Anda ketahui. Dreamy Festival tahun ini tidak bersih. Ada beberapa kebocoran, terutama dalam hal keamanan dan integritas kompetisi.""Kebocoran? Yang benar saja.""Kostum Spica dirusak di ruang ganti mereka sebelum penampilan, dan itu bukan kebetulan. Ada bukti bahwa beberapa idol lain juga mengalami sabotase sebelum atau ketika perform mereka. Bahkan, kami mendapatkan informasi bahwa ada dugaan pengaturan dalam voting. Voting online dan beberapa suara dari penonton di tempat diduga telah diatur untuk menguntungkan beberapa grup tertentu. Itu sebabnya, meskipun Spica memberikan penampilan sempurna, mereka hanya berada di peringkat ketiga." Lanjut Dara."Oi, kalian! Katakan padaku apa kabar ini benar!" Direktur segera berteriak pada setiap bawahan lain yang berada di dalam ruangan."Be-betul bapak Direktur. Beberapa hari ini kami mendapat desas desus yang sama mengenai terjadinya kecurangan pada Dreamy Festival tahun ini. Kabar hangat mengenai saksi berupa staf panitia yang mendengar diskusi mencurigakan mengenai pengaturan voting pun sedang menaik." Balas salah satu bawahan.Setelah mendengar setiap argumen yang disampaikan oleh Dara, Direktur Apollo Production duduk lebih tenang di kursinya. Ia terkejut dengan seberapa dalam Dara telah menggali informasi mengenai ketidakberesan di Dreamy Festival. Tak disangka bahwa tim mereka memiliki bukti-bukti yang cukup solid untuk menunjukkan adanya sabotase dan kecurangan, yang menjadi penyebab Spica gagal meraih peringkat pertama.Setelah beberapa saat hening, Direktur mengangguk perlahan, akhirnya menerima argumen tersebut. "Baiklah. Dara, aku tidak menyangka kau punya data selengkap ini.""Hanya untuk kali ini saja, kumaklumi kekalahan kalian. Rian, kau sebagai produser, tugasmu memastikan Spica tidak hanya bertahan di industri idol saja tapi bisa menjadi yang terbaik seperti Sirius."Menyebut nama Sirius membuat suasana di ruangan menjadi lebih tegang, terutama Rian sendiri. Sirius sampai sekarang masih merupakan grup idol terbesar di Indonesia yang telah mendominasi industri idol, angkatan mereka saja sudah mencapai hitungan jari. Diberikan perintah untuk sama seperti Sirius tentu merupakan tantangan paling sulit yang bisa diterima oleh setiap produser idol manapun."Pada tahun depan, yaitu pada acara Rising Star adalah kesempatan terakhir kalian untuk menunjukkan bahwa RP710 bukanlah omong kosong belaka.""Baik, Direktur. Akan saya pastikan Spica akan siap untuk Rising Star." Rian menegakkan tubuhnya, merasa adrenalin mengalir di nadinya. Tugas ini bukanlah tugas yang mudah baginya, atau bagi Spica, dan dia sama sekali tidak bisa mundur."Kau hanya punya waktu sampai akhir tahun depan, Rian. Aku berharap kau bisa mewujudkannya. Jika tidak, jangan harap ada kesempatan kedua." Direktur menatap Rian tajam, memastikan bahwa dia memahami beratnya tugas ini.Keluar dari ruangan dengan beban di hati yang sedikit lebih ringan, Dara dan Rian akhirnya bisa bernapas lega. Setelah pertemuan yang intens dengan Direktur Apollo Production, mereka diberi izin untuk kembali ke agensi dengan kabar baik. Investasi akan terus dikirimkan pada RP710 dan bahkan akan diberikan personel tambahan dari Apollo Production, meski kedatangannya masih dirahasiakan."Hah... akhirnya, selesai.."Begitu sampai di luar gedung ketegangan yang menumpuk selama pertemuan akhirnya memukul Rian dengan keras. Kakinya yang sebelumnya tegang kini tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dan ia jatuh lemas, berlutut di tanah. Ia tertawa kecil, lebih sebagai bentuk pelepasan dari ketegangan."Aku sampai mikir kalau bakal bener-bener dihabisi di dalam sana..." katanya dengan suara serak."Dara, makasih... makasih banget dah bantu tadi. Semua yang kamu lakukan begitu sempurna, memang yang terbaik deh kam—"Namun ketika Rian menoleh ke arah Dara, ia melihat bahwa Dara pun tidak dalam kondisi lebih baik. Wanita itu kini tengah bersandar pada besi tangga, napasnya berat, wajahnya menunjukkan kelelahan yang luar biasa. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun, tetapi ekspresinya cukup untuk menunjukkan betapa besarnya tekanan yang ia rasakan selama pertemuan tadi. Walau terlihat begitu kuat di hadapan Direktur, Dara akhirnya menunjukkan bahwa ia juga terpengaruh oleh situasi yang penuh tekanan itu."Kamu pun sama juga kah, ternyata. Kuharap kita gak bakal ketemu Direktur lagi, seengaknya sampai tahun depan... ahaha..." ujar Rian dengan tawa yang lemah.Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen ketenangan setelah badai pertemuan dengan Direktur. Meskipun perasaan lega mulai meresap, mereka tahu bahwa ini hanyalah awal dari tantangan berikutnya. Rising Star kini menanti dan mereka harus segera bersiap jika ingin Spica bersaing di level tertinggi. Yaitu level yang setara dengan Sirius."Oke, waktunya pulang ke agensi. Pasti yang lain dah nungguin kabar dari kita." kata Rian setelah beberapa saat, mencoba mengumpulkan energi untuk berdiri.Dara tersenyum kecil, meskipun matanya menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang mendalam. "Ya, mereka pasti penasaran."xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxBegitu tiba di agensi, Rian segera mengabarkan kepada Lea mengenai hasil dari pertemuan. Ia menjelaskan bahwa perusahaan mereka akan terus berinvestasi pada RP710, tetapi dengan syarat yang berat berupa Spica harus mencapai level Sirius pada acara Rising Star yang akan datang."Syarat macam apa itu, gak masuk akal." Ujar Lea sang manajer yang tengah duduk di sofa sembari menikmati minuman dinginnya."Aku juga berpikir sama...""Padahal kita dah bisa ke Dreamy Festival bahkan sampai jadi juara ketiga. Masih belum puas? Dara kurang ngasih datanya ke Direktur kalian mungkin.""Dara dah berusaha keras banget kok. Semua argumen dia keluarin, bahkan soal dugaan sabotase di Dreamy Festival. Tapi memang Direktur sekeras itu, semuanya masih belum terasa cukup baginya." Geleng Rian berusaha membela usaha Dara.Lea mendesah frustrasi, tetapi ia tahu Rian berkata jujur. "Kalo gitu kita harus nemuin cara buat capai tu semua. Ini semua ga bisa diselesin hanya dengan latihan keras doang. Kita butuh strategi lebih."Di sisi lain, begitu setiap idol datang pada kantor agensi, pemberitahuan mengenai hasil pertemuan menjadikan berbagai tanggapan muncul. Meski Rian hanya memberitahukan mengenai Spica yang harus tampil di Rising Star, mereka menanggapinya dengan penuh semangat."Kita, tampil di Rising Star? Emangnya bisa ya..." tanya Rain yang masih tak percaya mengenai keputusan Produser.Cia yang paham betul mengenai dunia idol berpikir begitu keras, "Panggung segede Rising Star... artinya kita bakal tanding sama grup gede semacam Sirius...""Artinya panggung gede kan? Gak peduli seberat apa tantangannya! Bakal kita libas si Sirius itu!" Wulan yang penuh semangat tersenyum penuh yakin.Tetapi tidak semua idol menunjukkan reaksi kegembiraan yang sama. Yuna yang selalu analitis mengernyitkan dahinya."Sirius itu sudah berdiri sejak lama, sekarang saja sudah mencapai angkatan ke-11nya. Peringkat mereka saja tidak bisa diturunkan selama bertahun-tahun. Kita bener-bener harus bekerja keras kalau mau setara."Valentin yang berlaku sebagai mata-mata dari perusahaan ayahnya pun merasa kesulitan mengikuti permintaan dari RP710, dirinya tidak yakin bahwa Spica bisa menang melawan Sirius sepenuhnya tapi tetap memberikan pendapat agar tidak mencurigakan."Walau berat aku percaya ada kesempatan.""Benar, aku percaya pada kemungkinan. Apapun bisa terjadi di dunia ini." Balas Isla layaknya seseorang yang penuh kebijakan.Wulan, Yuna, dan Lily serempak mengangguk setuju, optimisme mulai merasuki grup mereka. Tantangan besar ini tidak menakutkan Spica, melainkan justru memberikan mereka motivasi lebih untuk menunjukkan potensi mereka di panggung terbesar. Tetapi di tengah pembicaraan barusan, Celi mengutarakan pemikiran berat miliknya."Di Rising Star... kita gak cuma ngelawan Sirius. Banyak idol dari Dreamy Festival yang pasti juga ngincer, kaya Girlish 10... dan juga Kawaii Sekai. Banyak hal lain yang bakal mempengaruhi, ga hanya performa latihan... tapi di belakang kaya penjualan, kepopuleran, dan jumlah fans."Setelah mendengarkan pendapat yang beragam dari para idol terutama mendapati tanggapan serius dari Celi, Rian memutuskan untuk segera mengambil alih pembahasan. Ia menatap setiap idol di ruangan dengan tekad yang bulat."Semua gak akan mudah, Rising Star itu panggung terbesar buat setiap idol dan kita bakal ngehadapi grup-grup idol terbaik lainnya. Seluruh staff di RP710 akan pastikan bahwa kalian, Spica, tidak akan kalah lagi seperti di Dreamy Festival. Kalian sudah menunjukkan pada kami kalau Spica pantas untuk bersaing di antara mereka, maka dari itu, waktunya kita tunjukkan bahwa level kita juga setara dengan grup-grup idol itu!"Tiba-tiba, atmosfer di ruangan berubah. Para idol yang awalnya merasa khawatir dan tegang, kini mulai menunjukkan semangat mereka. Satu per satu mereka mulai memberikan dukungan mereka terhadap Rian. Melihat semangat dan dukungan dari para idol membuat Rian merasa lebih tenang. Ia tersenyum kecil, merasa terharu dengan dukungan mereka. Walaupun momen kebersamaan ini segera diinterupsi oleh Lea, yang mengingatkan mereka bahwa mereka masih memiliki tugas penting lainnya."Susah cukup ya, jangan lupa kalau kita ada jadwal penting hari ini. Kalian harus datang ke rekaman video klip lagu kedua, ayo, siap-siap sekarang."Ucapan Lea segera membawa suasana ruangan kembali serius. Para idol yang tadinya semangat mengobrol, kini kembali ke mode kerja mereka. Mental yang telah dilatih selama setengah tahun tampaknya membuahkan hasil, ekspresi yang ditunjukkan gadis-gadis tersebut menunjukkan fokus yang sama seperti hendak tampil pada panggung, wajah penuh profesionalitas."Waktunya berangkat!"Berkat kesuksesan penjualan merchandise selama Dreamy Festival, Spica kini tengah berusaha untuk melakukan pengambilan video klip demi perilisan CD pertama mereka. Seluruh merchandise, terutama baju yang dikenakan oleh para member selama panggung festival, terjual habis dalam waktu singkat. Kehadiran para gadis yang menari dengan baju itu seakan memberi rasa keterikatan kepada para fans sehingga mereka pun ingin merasa bahwa mereka juga begitu dekat dengan para idol kesukaan mereka, mengakibatkan membludaknya pembeli di stand pada waktu itu.Video klip musik tersebut mengangkat tema yang penuh casual modern, dengan gambaran akan kehidupan para gadis di kota besar yang terhubung dalam lagu denpa electronic milik Spica. Oleh karena itu, pada siang hari para member tengah melaksanakan syuting di antara gedung-gedung tinggi di pusat kota. Adegan yang diambil untuk video klip ini adalah lagu kedua yang penuh oleh semangat, dengan melodi elektronik yang memikat, menonjolkan harmoni vokal yang ceria."Oke, kamera ready! Action!"Di sekitar lokasi syuting, beberapa kru kamera sedang sibuk mengarahkan para idol untuk berbagai adegan. Lily, Valentin, dan Yuna terlihat di tengah trotoar kota, menari dengan gerakan yang selaras dengan ritme musik yang diputar di latar belakang. Mereka bergerak dengan penuh semangat, mengikuti arahan koreografer dan memanfaatkan suasana ramai dari pemandangan perkotaan di sekitar mereka. Kamera bergerak cepat mengikuti setiap gerakan, menangkap setiap gerakan tari serta ekspresi mereka.Sementara itu, di tepian lokasi syuting, beberapa anggota Spica lainnya beristirahat, berlindung dari terik matahari yang menyengat. Isla, Dewi, Istar, dan Wulan duduk di bawah bayangan gedung, menikmati momen istirahat di antara kegiatan syuting. Pengambilan video untuk mereka telah selesai, yaitu bagian belakang. Sedangkan di seberang para truk kecil barisan kedua tengah dirias begitu teliti untuk syuting yang akan dilaksanakan di tempat selanjutnya."Wajahku tadi gak aneh kan ya, tadi mataharinya terik banget jadi aku agak nyipitin mata." Ujar Dewi penuh khawatir akan hasil dari rekaman barusan."Tenang saja, Dewi. Aku ada di sampingmu, setiap gerak gerikmu terlihat baik-baik saja, terutama ekspresi berkedipmu di gerakan ketiga.""Isla, kalo ngomong gitu malah gak bikin si Dewi tenang tau." Balas Istar ketika Dewi justru semakin dibuat khawatir."Kwaliwan lwagi mwobrolin mwawa?" dari arah lain muncul Wulan dengan mulut penuh makanan."Lu— habis nari gitu malah makan sih! Gak takut sakit perut kah?!""Soalnya aku laper. Lagipula habis ini giliran barisan kedua kan? Waktu syutingnya agak lama loh, tadi sesi kita aja habis ada satu jam.""Dari dulu aku selalu berpikir mengenai kamu, Wulan. Makanmu banyak banget gak takut nambah berat badannya kah?""Berat badan? Aku gak pernah ngecek yang begituan.""Ha-Hah?! Kamu gak pernah ngecek?! Tapi... badanmu langsing begitu loh...""Berat badanku dari SMP hingga sekarang pun masih tetap sama.""Isla juga?! Apa aku doang yang khawatir soal berat badan... huhu..."Istar menepuk pundak Dewi dengan tatapan mata yang seakan memahami perasaannya, kedua gadis tersebut mengkhawatirkan sebuah keadaan yang sama, di antara dua orang yang sama sekali tidak khawatir mengenai berat badan. Wulan dengan nafsu makan tiada henti dan semuanya menghilang jadi energi, serta Isla si pendiam yang hanya membutuhkan sedikit kalori dalam setiap harinya."Kalian lagi pada ngobrolin apa?"Tanpa disadari rupanya barisan pertama telah selesai melakukan syuting, kehadiran Valentin yang tengah mengelap keringat masuk dalam obrolan mereka bertiga."Soal berat badan, Wulan selalu banyak makannya kan tapi badannya tetap bagus begitu.""Ah... bahasan sensitif rupanya, kayanya aku gak ikutan deh..."Sebelum sempat Valentin melarikan diri, Dewi menggenggam tangannya seakan sadar akan satu hal."Dewi, lepas Dewi... jangan omongin soal apa yang kamu pikirin sekarang.""Valentin, kamu... ikut gendutan juga ya—""Seorang Valentin?!" Istar terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dewi.Gadis tersebut menunduk bagai telah dikalahkan sepenuhnya, lantas hanya dapat mengatakan sesuatu dengan wajah penuh menyesal kepada kedua gadis di belakang."Setelah kita berhasil manggung di Dreamy Festival, kupikir wajar kalo ngasih diriku self reward. Tapi kayanya... aku ngasih diriku kebanyakan reward..."Valentin teringat kembali akan hari-harinya sehabis Dreamy Festival, diberikan istirahat selama satu minggu penuh membuatnya terlena. Setiap hari dirinya memberikan 'hadiah' atas pencapaiannya berupa kue-kue manis serta es krim mahal yang begitu ia gemari."Sama... kita sama! Gak kusangka... ada yang samaan..." Dewi menggenggam tangan Valentin begitu eratnya, terharu."Gue akui, gue juga gitu. Sampe kepikiran keknya gue lebih nikmatin jajan dibanding tampil di Dreamy Festival." Istar yang berada di belakang pun tersenyum pahit.Ketiga gadis itu saling memandang, merasakan beban yang sama. Momen yang tak terduga itu kini terasa begitu emosional, padahal hanya berupa cerita mengenai berat badan yang bertambah. Sementara di seberang, para member lain kebingungan menyaksikan kehebohan yang terjadi. Tak ada yang paham mengenai apa yang tengah dibahas oleh ketiga gadis itu, sebab kini mereka saling berpelukan satu sama lain."Mereka lagi ngapain coba? Heboh sendiri." Ujar Lily kebingungan setelah selesai mengelap keringatnya."Gatau dah, tapi kayanya asik."Selepas syuting pada tempat ini telah usai, Lea mendatangi mereka untuk memberikan sebuah kabar baru."Oke, kerja bagus kalian semua. Habis ini, kita balik dahulu ke agensi. Studio yang mengurus bagian selanjutnya tengah mengalami sedikit trouble, jadi bakal ditunda selama beberapa jam."Setiap anggota Spica membalas dengan sebuah desahan penuh penolakan, tetapi mau tidak mau mereka hanya dapat mengangguk setuju. Setelah seharian berpindah-pindah lokasi, terjebak di tengah hiruk-pikuk jalanan kota yang macet, mereka akhirnya bisa kembali ke agensi untuk beristirahat sejenak. Meski terlihat penuh semangat saat di hadapan kamera, kenyataannya syuting di beberapa tempat membuat mereka cukup kelelahan. Saat tiba di agensi, kebanyakan dari mereka langsung merebahkan diri di sofa dan langsung mengerubuti kulkas kantor yang penuh oleh minuman dingin. Udara sejuk dari AC menjadi pelarian dari panas dan capai yang mereka rasakan."Ah, segarnya... untung aja kita hari ini gak sekolah ya." Lily yang baru saja menenggak sebotol teh dingin mengutarakan betapa bersyukurnya ia.Beruntung bagi Cia, Lily, Rain, Isla, Yuna, dan Wulan, mereka selama seminggu ini tengah menikmati libur sehabis ujian, jadi tidak ada tekanan dari kegiatan sekolah yang mengganggu jadwal syuting mereka. Sambil beristirahat, mereka berenam mulai membahas tentang Ujian Tengah Semester yang baru saja mereka lalui."Sejujurnya aku agak khawatir soal nilai UTS kemarin loh, ntah kenapa kok malah turun." kata Cia sambil menyandarkan kepala di sofa. Meskipun ia terbilang murid yang biasa-biasa saja, ia merasa bahwa dirinya merasa kesulitan pada ujian di semester ini."Mungkin gara-gara kita terlalu sibuk sama kegiatan idol kali ya... punyaku juga turun dikit dari tes-tes sebelumnya." ujar Rain yang duduk di sampingnya.Tetapi di seberang Yuna justru tersenyum santai, "Sebaiknya kalian hati-hati, mengingat sehabis ini ujian kenaikan kelas. Soalnya nilaiku tidak ada masalah.""Ya, aku juga tidak ada masalah." Balas Isla penuh bangga atas dirinya.Namun, di antara mereka, Wulan tampak sedikit cemas meski mencoba menyembunyikannya. Ia menundukkan wajahnya sedikit, tidak ingin terlalu banyak terlibat dalam pembicaraan soal nilai. Sebenarnya nilai ujiannya kali ini turun drastis, sampai-sampai ia sempat dipanggil oleh guru untuk membahas hasil tersebut. Tetapi demi menjaga suasana dan tidak ingin membuat setiap orang khawatir, Wulan hanya tersenyum kecil."Kalian semua juga turun ya? Lain kali kita coba belajar bareng yuk!"Sebelum sempat Wulan untuk terjun dalam pembahasan, Lily bagaikan seperti penyelamat memberikan saran kepada setiap orang. Ia menyadari bahwa setiap teman-temannya juga memiliki nilai yang jelek, termasuk dirinya sehingga menyarankan hal tersebut. Penyebab utamanya tentu karena jadwal Spica yang padat dalam beberapa bulan terakhir menyebabkan kebanyakan gadis tidak bisa fokus atau mengatur waktunya dengan baik. Sebagai idol dan pelajar, menyeimbangkan kedua hal itu bukan perkara mudah, dan mereka mulai merasakan dampaknya."Ngomongin soal UTS ya?"Ketika percakapan mengenai ujian tengah semester dan PR di antara para gadis-gadis SMA itu terdengar oleh Valentin, Dewi, Celi, dan Istar, yaitu mereka yang sudah lulus dari masa sekolah segera memahami kesulitan yang tengah dialami oleh para junior mereka. Mengingat bagaimana mereka pernah melewati masa-masa yang sama, keempatnya pun menawarkan bantuan terutama karena beberapa dari mereka kini tengah melanjutkan pendidikan di universitas."Kalau butuh bantuan soal pelajaran, jangan ragu minta ke kita ya. Aku dan yang lain, yang dah lulus ini mungkin bisa bantu kalo ada soal-soal yang susah." kata Valentin dengan senyum ramah. Ia cukup percaya diri karena masih berkuliah, jadi materi pelajaran sekolah masih sedikit familiar baginya.Dewi dan Celi yang sudah lulus kuliah ikut menawarkan meski sedikit ragu. "Aku sih udah lulus, jadi mungkin agak susah kalau soal pelajaran sekolah sekarang. Tapi aku bisa bantu sebisanya kalau kalian butuh." kata Dewi, diikuti anggukan dari Celi.Mendengar tawaran tersebut, Wulan yang masih cemas dengan nilai-nilainya langsung mengambil kesempatan."Makasih banyak kakak-kakak semua! Kebetulan aku punya beberapa PR yang susah banget, soal matematika... Mungkin bisa bantu aku jawab."Seakan tidak mau membiarkan kesempatan untuk hilang begitu saja, Wulan mengambil buku dari balik tasnya dengan setiap orang kini berkumpul di sekitarnya. Dewi dan Celi memandang soal-soal di buku PR itu dengan wajah serius, tapi segera berkerut bingung."Eh... loh, kok soalnya susah banget dibanding yang kupelajari dulu. Celi paham gak?" kata Dewi sambil tertawa kaku."Aku gak inget ada ginian loh. Kurikulumnya dah beda..." geleng Celi lemah.Valentin mengamati soal itu sambil berpikir keras, belum menemukan jawabannya. Sementara itu, Istar dengan santainya mengeluarkan ponselnya dan langsung membuka aplikasi kalkulator. Sebelum ia sempat mengetikkan angka-angka, Isla tiba-tiba berkata,"Jawabannya 16, kalau nggak salah.""Bener loh, yang dibilang Isla tadi. Barusan gue cek, 16." Istar yang baru saja selesai menghitung menatap ponselnya dan terperanga.Semua orang kagum dengan betapa cepat Isla bisa menemukan jawabannya tanpa bantuan kalkulator. Tidak lama setelah itu, kini berganti pada Lily yang menanyakan PR sejarah yang lebih rumit berharap bisa dapat bantuan dari senior mereka. Tetapi sebelum yang lain bisa berbicara, Yuna sudah langsung menjelaskan panjang lebar tentang peristiwa yang ditanyakan dalam PR tersebut, lengkap dengan rincian tahun, tokoh, dan dampaknya pada sejarah dunia."Le-lengkap banget... bahkan sampai jelasin alur kejadiannya."Seluruh ruangan mendadak sunyi setelah penjelasan Yuna yang begitu detail dan meyakinkan. Para senior yang sebelumnya berniat membantu malah terperangah."Yuna... Isla, kayanya kalian yang pantes dapet gelar sarjana dibanding aku deh." kata Dewi dengan kagum, sementara yang lain tertawa mendengar candaan dari Dewi.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxSetelah istirahat singkat di agensi, kegiatan syuting video klip berlanjut di dalam studio. Pihak studio yang sebelumnya mengalami masalah teknis, segera mengucapkan permintaan maaf mereka kepada setiap orang terutama kepada Istar. Ia memiliki hubungan baik dengan pihak studio karena sering melalukan syuting di sini semasa dirinya menjadi artis.Rian menerima permintaan maaf tersebut dengan tenang dan memaklumi situasi yang terjadi. Ia hanya berharap bahwa pengambilan video klip kali ini bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Dengan semua persiapan matang, mulai dari kamera canggih yang bisa bergerak otomatis ke berbagai arah, greenscreen yang luas dan fleksibel, hingga pencahayaan sempurna, mereka bersiap untuk merekam bagian paling sulit dari lagu Spica.Sementara menunggu giliran pengambilan adegan selanjutnya, Istar duduk di kursi istirahat, menghela napas sambil menikmati waktu tenangnya. Saat itu, salah seorang kru studio yang mengenal Istar dari kariernya sebelumnya sebagai aktris sinetron mendekatinya."Jasmin, dah lama gak liat kamu mampir loh. Denger-denger, kakakmu dapat tawaran main di serial luar negeri ya, bener kah?"Pertanyaan itu membuat Istar merasa sedikit kesal. Topik tentang kakaknya selalu menjadi hal yang sensitif baginya, terutama saat dibanding-bandingkan. Kakaknya memang sangat terkenal dalam dunia perfilman dalam negeri hingga kini mulai dilirik oleh produser di luar sana, mendengar kabar tersebut tentu membuat Istar naik pitam. Di saat dirinya kesulitan untuk mendapat pekerjaan di dunia sinetron dan kini tengah berjuang di dunia idol, justru kembali diingatkan mengenai hal tersebut.Tetapi ia menahan begitu keras emosi yang hendak meledak demi mempertahankan profesionalitas. Dengan senyuman penuh tegas ia menjawab,"Ya, kakak emang lagi sibuk buat proyek ntu. Tapi gue sendiri lagi fokus di idol sekarang, jadi kerjaan sinetron gue tinggalin bentar."Meskipun jawabannya terdengar tenang, jelas terlihat bahwa Istar berusaha menahan perasaan tersinggung. Baginya, fokus sekarang adalah Spica dan karier idol-nya. Meskipun dunia sinetron sudah membesarkan namanya hingga saat ini, Istar ingin membuktikan bahwa dirinya bisa bersinar dengan caranya sendiri, tanpa harus hidup di bawah bayang-bayang kakaknya.Setelah pengambilan adegan utama di studio selesai, produksi video klip Spica berlanjut ke bagian yang lebih kasual—adegan yang menampilkan kehidupan sehari-hari para member. Adegan-adegan ini dimaksudkan untuk menunjukkan sisi natural dan relatable dari setiap anggota, memberikan keterikatan hubungan mereka kepada para penggemar. Para kru dibagi menjadi beberapa tim, masing-masing bertugas merekam kelompok kecil Spica di berbagai lokasi yang telah dipilih dengan matang.Lily dan Rain menjadi duo pertama yang difokuskan. Setting mereka berada di sebuah taman kecil, di mana keduanya memerankan gadis sekolah yang baru pulang. Mengenakan seragam sekolah yang rapi, mereka duduk di bangku taman sambil meminum minuman dingin, menikmati sore hari yang cerah. Adegan mereka dipenuhi tawa dan canda, dengan Rain yang kerap menjahili Lily, sementara Lily berusaha menjawab dengan sikap manis namun malu-malu. Kesederhanaan momen ini menangkap persahabatan hangat di antara mereka.Di sisi lain, Cia dan Wulan mengambil setting di stadion terdekat yaitu Gelora Madya. Mereka memerankan dua gadis yang sedang berolahraga sore yaitu lari. Cia yang lebih ceria dan agak ceroboh tertinggal di belakang dan akhirnya terjatuh. Wulan yang jauh lebih berpengalaman darinya, membantu Cia berdiri sambil tersenyum lembut. Adegan ini menyoroti hubungan saling mendukung antara dua anggota Spica yang memiliki kepribadian berbeda, namun saling melengkapi.Sedangkan Isla dan Yuna tengah berada di dalam perpustakaan lokal, memerankan gadis yang rajin belajar layaknya mereka berdua. Dengan buku-buku di tangan, keduanya duduk di meja perpustakaan, tenggelam dalam bacaan mereka. Namun sesekali Isla melirik gambar idol yang terpampang dalam hpnya, menunjukkan bahwa meskipun serius dalam belajar, mereka tetap memiliki kesukaan tersendiri. Sedangkan Yuna dengan gantungan kunci idolnya. Mereka berdua saling bertemu dan menyadari kesukaan satu sama lain ketika hendak mengambil buku pada rak yang samaValentin dan Istar memerankan gadis-gadis modis yang terobsesi dengan ketenaran dan media sosial. Dalam klip ini, mereka terlihat duduk di sebuah kafe trendi, dengan ponsel di tangan, sibuk berfoto dan memposting di akun media sosial mereka. Istar dengan rasa percaya diri tanpa habisnya, sementara Valentin lebih elegan.Terakhir, Dewi dan Celi memerankan dua gadis yang sangat berlawanan dalam gaya hidup mereka. Dewi, gadis pekerja keras, terlihat sibuk membantu di sebuah toko kecil, mengangkat barang-barang dan melayani pelanggan dengan sigap. Sementara itu, Celi, yang malas dan baru bangun di siang hari, digambarkan bersantai di rumah dengan pakaian tidur, rambut acak-acakan, dan baru bangun saat hari sudah siang. Menyadarkan akan kontras dari dua kehidupan yang berbeda antara satu sama lain.Pada pengambilan adegan kali ini suasana di lokasi syuting semakin seru, namun juga lebih menyulitkan bagi para anggota Spica. Bukan karena setiap arahan dari para kru studio, melainkan karena Produser mereka sendiri yaitu Rian, yang terus mengomentari setiap detail kecil—mulai dari ekspresi wajah hingga gerakan tubuh. Sang produser yang sangat serius mengenai hal ini, menunjukkan taringnya. Dia tidak ragu untuk menyela di tengah pengambilan adegan jika merasa ada yang tidak sesuai dengan karakter yang seharusnya ditampilkan oleh idol-nya."Lily! Wajahmu itu harus lebih natural lagi, tawanya lebih ceria lepas, kaya gini!" ujar Rian sambil memperagakan tawa ceria yang sedikit berlebihan. Di saat Lily berusaha keras memahami justru Rain tertawa lepas melihatnya."Bukan begitu, Wulan! Saat kamu bantu Cia berdiri, kamu harus lebih terlihat kuat tapi lembut! Lihat ini!""Eeeh... tapi kalo gitu mana bisa ketarik...""Kamu nariknya full power banget sampai aku aja kaget tau!" Balas Cia ikut mengomentari.Rian kemudian memperagakan bagaimana cara menarik Cia dengan ekspresi penuh keyakinan. Para kru di belakangnya menahan tawa melihat keseriusan yang dibawa Rian, sementara Wulan dan Cia mencoba sebaik mungkin untuk meniru dengan semirip mungkin.Para anggota Spica sering kali merasa bahwa syuting untuk klip ini adalah yang paling sulit dan melelahkan, padahal untuk adegannya merupakan adegan-adegan yang mudah untuk diperagakan, tapi terasa berat karena Rian selalu memperhatikan detail sekecil apapun. Valentin yang biasanya sangat percaya diri, kali ini justru seringkali mendapatkan komentar tentang cara dia menunjukkan emosi di layar. Istar yang sangat paham mengenai bidangnya sendiri saja terkejut ketika Rian menyuruhnya lebih "girly nan modis" sesuatu yang menurutnya ambigu."Kuperagain, lihat sini."Dari komentar demi komentar, Rian kadang bahkan langsung mengambil alih posisi idol-nya, memperagakan ekspresi sedih, senang, atau bahkan canggung dengan caranya sendiri. Semua kru studio tak bisa menahan tawa, karena apa yang dilakukan Rian terkadang terlalu teatrikal dan membuat mereka terkagum-kagum sebab seorang pria sepertinya bisa meniru adegan gadis dengan baik. Para anggota Spica—meski merasa lelah dengan instruksi Rian yang begitu mendetail—tetap berusaha mengerti bahwa ini semua demi hasil yang terbaik. Mereka tahu betapa Rian peduli pada grup ini dan ingin agar video klip mereka tidak hanya terlihat bagus, tetapi juga benar-benar menggambarkan kepribadian unik dari mereka."Mereka tuh kalo gak diperhatiin kadang lupa sama karakternya sendiri." Ujar Rian setelah beres memberitahu Celi bagaimana cara bangun pagi yang lebih menggugah."Kudunya aku yang bantu mereka meragain loh, bukan kamu. Ngeliat cowo umur 27 taun niruin gerakan cewe tuh agak bikin bulu kudukku merinding.""Jangan gitu dong... ini semua buat Spica juga.""Ahahaha... maaf maaf." Lea tertawa kecil sewaktu menyaksikan Rian yang kini baru merasa malu akan perbuatannya sendiri.Saat Rian mengambil jeda untuk menengguk air, Lea tetap waspada mengawasi setiap gerakan anggota Spica yang tidak sedang syuting. Pandangannya tertuju pada Dewi, yang sedang berbicara dengan seorang pria berjas hitam. Lea memperhatikan ekspresi Dewi yang tampak bimbang, sementara pria tersebut terus mendesaknya sembari menawarkan peluang besar untuk menjadi model majalah fashion.Pria itu menyebutkan bahwa dengan penampilan dan kecantikan yang dimiliki Dewi, dia akan cocok menjadi model dan bahkan bisa meraih kesuksesan besar di dunia fashion. Dewi tampak sedikit tertarik karena tawaran tersebut memang menggiurkan, terutama mengingat dirinya tidak memiliki pekerjaan tetap selain menjadi seorang idol. Dalam kesehariannya ketika tidak ada kegiatan di agensi atau jadwal latihan, Dewi lebih sering menghabiskan waktu di kontrakannya atau berkeliling tanpa tujuan tertentu. Tawaran untuk terjun ke dunia modeling tentu memberi sedikit godaan, setelah mendengar beberapa obrolan dari Istar mengenai hal tersebut."Mungkin... lain kali, akan saya pikirkan terlebih dahulu." Ujar Dewi dengan sopan, menolak tawaran yang diajukan oleh si pria.Lea yang mengamati dari jauh, merasa lega ketika Dewi memilih untuk pergi. Ia mengerti bahwa industri ini penuh dengan godaan dan tidak mudah untuk menolak tawaran yang tampak menguntungkan. Tapi Dewi tampaknya masih memiliki komitmen yang kuat untuk Spica, setidaknya untuk saat ini. Pikiran-pikiran negatif mulai memenuhi diri sang Manajer. Selama syuting, beberapa anggota seperti Valentin, Yuna, dan Lily, didekati oleh fans yang meminta tanda tangan atau sekadar berfoto bersama mereka. Menandakan bahwa mulai mencapai popularitas, dikenal oleh publik. Ia tahu bahwa seiring bertambahnya popularitas, tekanan dan perhatian dari luar akan semakin meningkat, dan tugasnya sebagai manajer adalah melindungi mereka dari segala hal yang bisa mengganggu fokus mereka sebagai idol."Produser.""Hm, ada apa?""Spica tampaknya dah mulai dilirik oleh banyak orang. Semenjak pagi, sering kudapati beberapa fans muncul di sekitar lokasi syuting bahkan mintain tanda tangan atau foto ke beberapa idol.""Bukannya itu bagus."Ia menatap Rian dengan wajah serius setelah melihat situasi yang terjadi pada Dewi dan beberapa idol lainnya."Kamu sadar gak sih, ketenaran yang didapet itu ga semuanya bawa hal baik?" ujarnya tegas.Rian yang masih duduk bersandar di kursi mendongak, "Tentu aku tahu soal itu."Lea menghela napas panjang sebelum melanjutkan."Aku baru saja ngamatin tadi waktu Dewi ditawari jadi model majalah fashion. Dan mungkin itu bukan kali pertama kejadian kaya gitu terjadi. Idol kita mulai dapet pujian dan perhatian lebih dari berbagai arah, dan itu bisa bikin goyah fokus mereka. Beberapa dari mereka masih punya kehidupan lain di luar idol, ada yang masih sekolah, kuliah, karir, dan bahkan ada yang belum punya pekerjaan tetap."Ia berhenti sejenak untuk memastikan Rian memahami situasi."Lihat aja. Wulan, Cia, Lily, Rain, Yuna, sama Isla masih di bangku sekolah. Istar dan Yuna sibuk sama kuliah mereka, sedangkan Dewi sama Celi masih bingung hendak ke mana selain jadi idol. Di titik ini, mereka mungkin dah mulai merasakan dilema antara kehidupan pribadi dan karir sebagai idol. Kalo kita gak waspada, mereka bisa kelabakan, bingung harus memilih mana—diri mereka sendiri atau terus bareng Spica."Rian terlihat merenung mendengar hal itu, menyadari bahwa mungkin selama ini ia terlalu fokus pada pencapaian Spica tanpa benar-benar memikirkan dampak pribadi yang dirasakan oleh para idol."Kamu benar, Manajer. Aku terlalu fokus sama kerjaan dan apa yang harus dilakukan biar bisa terus bikin Spica maju... tanpa mikirin kehidupan mereka." Balasnya sembari terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Lea yang baru saja menamparnya dengan keras."Tapi... aku juga gak berhak mengekang mereka selamanya. Suatu saat mereka bakal punya jalan sendiri-sendiri kan?" adalah apa yang terucap dari Rian selepas itu.Lea yang masih berdiri di dekatnya berhenti sejenak sebelum berbalik, menatap Rian dengan begitu tajam."Rian, kamu sendiri yang harus nentuin, sebagai seorang Produser. Jika enggak, Spica bakal hancur bahkan sebelum mereka punya kesempatan buat mengalahkan Sirius. Kamu masih inget tujuan kita kan? Selain diriin grup idol, kita pengin bawa mereka ke puncak. Bukan cuma buat bertahan dengan keadaan, tapi melawan untuk menang."Rian merasakan beban kata-kata itu menghantamnya dengan berat. Sirius, grup idol besar yang menjadi lambang kesuksesan dalam dunia idol, adalah target akhir yang selalu ada di benaknya. Tapi, sekarang Lea mengingatkan dia bahwa untuk mencapai puncak itu, bukan hanya soal mengarahkan para idol di atas panggung, tapi juga menjaga mereka agar tidak terpecah di sepanjang jalan. Lea melangkah menjauh, berjalan mendekati para idol yang sedang dikerumuni oleh fans. Dengan cepat, dia mulai menyingkirkan setiap orang yang terlalu dekat, memastikan agar idol-idol itu tidak terganggu oleh perhatian yang berlebihan. Sementara pria tersebut memandangi dari jauh, sebagai produser, Rian bertanggung jawab atas masa depan setiap gadis di Spica. Ia yang memegang kemudi—dan ke mana kapal ini akan berlabuh, bergantung pada keputusannya."Masa depan gadis-gadis itu ada di tanganku. Aku sendiri yang memegang kendali atas itu semua..." Keringat dingin mulai mengalir di dahinya, kini menyadari bahwa peran produser tidak hanya tentang memastikan mereka siap hingga tampil panggung, tetapi juga tentang menjaga mimpi dan kehidupan pribadi setiap idol agar tetap utuh.Spica mungkin saja bisa menjadi seperti Sirius, menjadi grup idol yang penuh pamor dan memberikan harapan ke setiap orang, atau justru berakhir sebagai idol biasa yang perlahan-lahan kehilangan fans dan akhirnya graduate satu per satu. Atau lebih buruk lagi—Spica bisa runtuh, membawa setiap impian dan masa depan gadis-gadis itu bersamanya. Semua tergantung pada bagaimana ia mengarahkan mereka."Spicaaa!!! Spicaaa!"Tiba-tiba, suara riuh para fans membangunkannya dari lamunan. Para fans kini semakin bertambah hingga menyulitkan para member Spica, sorak-sorai dan teriakan penuh kegembiraan memenuhi syuting sampai mengganggu para kru. Pemandangan itu yang sebelumnya akan membuatnya bangga, sekarang justru membuatnya sadar akan tanggung jawab yang lebih besar."Aku itu produser mereka, kalau diriku justru diam ragu di sini, maka siapa yang akan maju?"Mendapati situasi semakin riuh tidak kondusif, jika tidak dikendalikan proses syuting akan terganggu dan bahkan member Spica bisa dalam bahaya. Dengan cepat ia bergerak ke arah sumber keributan, sembari berusaha menenangkan para fans bahwa idol-idol tersebut sedang dalam proses syuting."Kami sangat berterima kasih atas dukungan kalian. Tapi para member Spica tengah dalam prosesi syuting, sehingga kami mohon agar tenang dan tidak mengganggu!" tegas Rian sembari terus memastikan jarak fans tidak semakin mendekat.Para fans merasa sedikit enggan untuk menerima perkataan Rian, tetapi sebab gertakan dan postur pria tersebut yang terasa begitu tegas memaksa mereka untuk perlahan-lahan mundur. Beruntung situasi dapat terkendali dengan Rian yang memberikan janji kepada fans bahwa mereka bisa mendapatkan tangan tangan atau berfoto setelah proses syuting telah selesai.Di bawah terik matahari, Rian berdiri tegak melihat para idol Spica yang kembali ke posisi mereka untuk melanjutkan syuting dengan tenang. Hatinya kini lebih teguh daripada sebelumnya."Aku gak bakal biarin mereka jatuh sebelum itu semua terjadi. Bakal kupastiin Spica sampai di puncak... apapun yang terjadi."