25 Agustus 2035,Di tengah kerumunan yang penuh semangat, seseorang berdiri dengan mata yang berkilauan penuh haru di hadapan panggung megah tempat Dreamy Festival berlangsung. Suasana di sekelilingnya dipenuhi dengan kegembiraan dan antusiasme para penggemar yang juga tak sabar menyaksikan penampilan idol mereka. Lampu-lampu panggung berkilau dan musik penuh ceria yang menggema semakin menambah kegembiraan setiap fans yang datang pada saat ini.Bagi setiap penggemar idol, dapat hadir pada Dreamy Festival merupakan sebuah impian yang paling awal. Karena hanya di sinilah penggemar dapat menyaksikan langsung lahirnya grup idol yang nantinya bergabung bersama gugusan bintang yang bersinar paling terang bersama jejeran idol top lain, para fans bisa membanggakan diri bahwa mereka dapat berdiri langsung di tempat awal para idol tersebut dan menjadi yang pertama mendukung mereka.Dengan senyum lebar yang tak bisa disembunyikan, Rian merasakan campuran perasaan bangga dan emosional. Di sekelilingnya, ia melihat banyak wajah lain yang juga tampak tersentuh oleh momen tersebut, seolah-olah mereka semua berbagi ikatan emosional yang sama. Rian berdiri di samping panggung utama, tengah menyaksikan pemandangan megah yang terpampang di depan matanya. Lampu-lampu panggung yang gemerlap, banner-banner besar yang menghiasi sekeliling, serta lautan penonton yang berkumpul dengan penuh semangat. Panggung Dreamy Festival menjadi simbol impian bagi banyak orang, termasuk Rian sendiri."Tidak kukira, aku bisa sampai di sini... bukan sebagai fans, tetapi seorang Produser."Sekilas, Rian teringat akan dirinya di masa lalu. Dulu, ia hanya seorang pemuda di tengah kerumunan, berdiri dalam antrian panjang bersama ribuan penggemar lainnya. Waktu itu, ia selalu menantikan keajaiban yang setiap idol akan hadirkan di panggung. Setiap momen, dari saat tirai terangkat hingga musik pertama dinyanyikan terasa bagai dunia mimpi. Matanya berbinar ketika menatap para idol di atas panggung. Saat itu, ia menemukan kesenangan, kebahagiaan, dan harapan di dalam penampilan mereka.Ia mengingat dirinya semasa muda, penuh akan impian untuk membangun sebuah grup idol yang bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain, seperti apa yang dulu ia rasakan. Rian ingin memberitahukan pada dunia, sebuah perasaan yang sama— yaitu semangat, kerja keras, dan kegembiraan yang terpancar dalam setiap senyum dan gerakan para idol. Dan sekarang, ia berdiri di sini, tidak lagi sebagai penonton, tetapi sebagai produser. Grup idol yang dulu hanya ada dalam mimpinya kini berdiri di belakang panggung, bersiap untuk tampil.Dari samping ia merasakan seseorang menepuk pundaknya, mendapati seorang gadis muncul dengan sebuah senyuman jahil terpancar dari wajahnya."Ngelamun apaan sih, Produser?" kata Rain dengan nada bercanda.Rian, yang tersadar dari pikirannya, tertawa kecil."Aku masih belum percaya kalau kita bisa sampai di tahap ini. Setelah semua yang kita lalui, memulai semuanya dari nol sampai akhirnya bisa berdiri di atas panggung sebesar ini.""Produser, kita belum tampil loh. Jangan terharu dulu dong. Walau ya, kami juga ngerasain hal yang sama kaya Produser kok." Balas Dewi."Kita dah dipanggil buat ke ruangan!" seru Lea saat tengah berbincang dengan panitia.Para member lainnya pun segera bergegas, bersiap-siap untuk penampilan mereka yang paling dinanti. Sementara itu, Rian menghela napas dalam-dalam, seolah melepaskan beban dan perasaan gugupnya. Namun, ia juga tahu bahwa ada sesuatu yang harus ia selesaikan sebelum Spica naik ke panggung."Kalian pergi sama Manajer dulu, aku mengurus sesuatu sebentar." Katanya, dengan setiap gadis membalas berupa anggukan.Bergegas berjalan melewati arahan dari setiap panitia, Rian sampai di bagian stand merch di mana setiap grup idol yang tampil pada Dreamy Festival menjajakan pernak-pernik suvenir mereka. Mengitari stand, Rian mengamati lautan merchandise yang terpajang di segala arah. Terdapat poster-poster besar menampilkan setiap anggota grup idol dengan senyum cerah mereka, t-shirt dengan desain yang modis, serta aksesori seperti pin, gantungan kunci, dan bahkan photocard yang menampilkan foto-foto eksklusif dari para idol.Tetapi Rian memiliki tujuan tersendiri, bukan sebagai pengamat atau seorang pembeli tetapi hendak mengecek stand milik Spica yang tentu saja ikut serta meramaikan area itu. Dari kejauhan, ia melihat sebuah stand yang dihiasi dengan poster-poster dan barang-barang bertema Spica."Bagaimana Dara, semuanya aman?" Sapa Rian.Saat mendekat Rian tidak menyangka akan apa yang ia saksikan sekarang. Dara, yang merupakan gadis dengan sikap serius nan tegasnya, kini tampak benar-benar berbeda. Ia mengenakan serangkaian pernak-pernik berbau idol—sebuah paduan antara pin, gantungan kunci, dan bahkan headband dengan gambar-gambar dari Spica. Semua itu menciptakan tampilan yang sangat kontras dengan image serius yang biasa dimilikinya."Aman, tidak ada masalah sama sekali."Di balik meja stand, ia berdiri tegap dengan ekspresi wajah yang tetap serius nan fokus, seolah-olah sedang menjalankan tugasnya dengan disiplin. Tetapi, kehadiran pernak-pernik tersebut menciptakan ironi yang mencolok. Dia mengenakan headband dengan logo Spica serta sebuah pin besar dengan gambar Cia dengan pose love-nya."Kamu... kok penampilannya gitu.""Hm? Ah, soal pernak-pernik yang kupakai ini? Semuanya untuk promosi, tentu pelanggan akan lebih percaya apabila penjualnya sendiri memakai merchandise yang mereka produksi bukan?"Rian tertawa kecil, tidak percaya akan jawaban muncul dari gadis itu. Setiap kali ada pengunjung yang datang, ia dengan sikap profesionalnya mampu memberikan pelayanan terbaik sambil mengenakan pernak-pernik idol yang mencolok tersebut. Melihatnya begitu bersemangat dan berusaha keras untuk menjalani pekerjaannya dengan sepenuh hati, Rian merasa sangat menghargai dedikasinya."Untuk penjualannya bagaimana?""Sejauh ini cukup banyak penggemar yang mampir. Meski, kebanyakan dari mereka berkata mengenal Spica dari video-video viral serta meme.""Yang bener aja... mereka tau kita dari meme? Bukan dari video perform?" Rian menghela napas panjang, agak kecewa mendengar alasan di balik popularitas itu."Yah, setidaknya itu bisa meningkatkan jumlah fans Spica. Mereka baru akan tahu penampilan aslinya nanti sewaktu di panggung bukan? Semoga saja dari itu akan semakin bertambah."Rian mencoba tersenyum mendengar penjelasan Dara, meski tetap ada sedikit kekecewaan. Baginya, Spica seharusnya dikenal karena bakat mereka, bukan hanya karena konten viral. Namun ia juga tahu bahwa di dunia hiburan, perhatian adalah segalanya—tidak peduli bagaimana cara meraihnya."Aku juga sepertinya perlu terimakasih sama CEO BelanjaAja abis ini...""Benar, kita beruntung karena mereka menepati janji dengan men-sponsori Spica. Kalau semisal tidak, di hari ini pun kita tidak bisa mendirikan stand merch."Di sebuah ruang kecil yang diterangi lampu hangat, sekumpulan gadis muda berkumpul, mengelilingi meja bundar yang dipenuhi camilan dan minuman. Mereka adalah anggota grup Spica yang kini tengah bersiap menantikan penampilan mereka di sebuah panggung yang telah dinantikan selama ini, yaitu panggung Dreamy Festival. Sebuah layar monitor yang berada di dinding menampilkan grup idol lain yang tengah tampil di panggung. Sorak-sorai dan semangat yang memenuhi venue festival terdengar samar-samar hingga ke ruangan mereka, menyebabkan perasaan penuh ketegangan semakin meningkat."Masih gak percaya, kalau aku bisa sampai di titik ini." Ujar Lily begitu pelan, membuka pembicaraan."Sama, satu-satunya hal yang terlintas ya waktu audisi dulu... saat pertama kali ketemu kalian. Waktu itu gugup banget, kemudian ada diajak ngobrol, dan sekarang bisa di grup yang sama." Cia membalas obrolan itu, sembari memandang Wulan yang dulu pertama kali mengajak ngobrol dirinya.Setiap member mulai saling bertukar cerita, mengenang perjalanan mereka selama di Spica. "Ingat nggak waktu kita latihan sampai tengah malam karena nggak bisa kompak di satu gerakan?" tanya Yuna sambil tertawa, mengingat salah satu kenangan paling melelahkan mereka."Ah waktu itu! Celi beneran sabar banget waktu, ngajarin satu persatu dari kita gerakannya." Balas Dewi dengan setiap mata beralih ke Celi, gadis itu kini tersenyum malu-malu namun terlihat begitu bahagia mendengar kenangan itu."Gue gak ngira bisa tampil di Dreamy Festival. Padahal gue gak bisa ngapa-ngapain... semuanya tuh berkat kalian semua." ujar Istar sembari pandangannya mengarah ke layar yang menampilkan idol-idol lain."Semuanya bagai mimpi, mimpi yang menjadi kenyataan. Melalui latihan yang begitu berat, pekerjaan yang silih berganti, serta suka duka yang kita alami. Baik tawa, tangis, semuanya... demi saat ini."Isla yang begitu pendiam saja ikut dalam percakapan tersebut, hingga menyampaikan pendapat yang membuat setiap orang tertegun. Lantas obrolan mereka terus mengalir, penuh dengan kenangan indah dan tantangan yang sudah mereka hadapi bersama. Saat itu, semua ketegangan dan kegelisahan mereka kian mereda. Mereka sadar, penampilan di Dreamy Festival adalah puncak dari semua kerja keras mereka, dan Spica siap melangkah ke panggung dengan senyum dan hati yang dipenuhi kebanggaan."Kalian dah bisa mulai siap-siap sekarang! Pakai make up sama kostum dulu, kayanya bentar lagi kita bakal dipanggil deh." Dari arah pintu Lea menyerukan kepada setiap gadis, menghentikan dari oborolan tadi.Segera mereka berjalan dengan keceriaan, berjalan bersama percakapan penuh hangat serta tawa. Momen yang tadinya berisikan ketegangan kini perlahan luntur, diganti oleh antusiasme akan penampilan yang hendak ditunjukkan di atas panggung nanti. Tetapi, suasana ceria ini tiba-tiba berubah menjadi kekacauan ketika mereka memasuki ruang ganti untuk berganti kostum. Ruangan yang seharusnya tertata rapi dengan kostum-kostum mereka tergantung di sana, kini dipenuhi oleh kekacauan yang tak bisa diutarakan. Kostum-kostum mereka yang siap dikenakan, terlihat hancur berantakan dan penuh dengan kotoran. Ada noda-noda yang tampak seperti lumpur dan minyak, dan beberapa kostum bahkan robek."Apa-apaan ini?!""Ko... Kok GINI?!""Siapa yang ngelakuin ini semua!!"Kaget dan bingung, para gadis saling menatap dengan mata yang melebar. Salah seorang dari mereka, Cia, langsung berlari mendekat ke kostum yang menjadi miliknya tidak percaya menyaksikan baju yang begitu indah tersebut kini telah penuh kerusakan"Kenapa... kenapa..." ujarnya dengan suara penuh gemetar.Lea yang baru saja tiba mendengar keributan itu, bergegas mendekati para gadis yang kini tengah mengerumuni rak kostum."Bagaimana bisa!!" teriak Lea, ia berusaha menahan amarahnya sambil memeriksa pakaian yang telah rusak.Tanpa menunggu lama, dia segera meminta panitia festival untuk memberi penjelasan, tetapi mereka tidak mengetahui apa-apa. Ruang ganti seharusnya terjaga dan hanya diakses oleh mereka yang memiliki izin. Beberapa dari gadis berusaha keras untuk membersihkan noda-noda yang bisa dibersihkan meski disadarkan bahwa mereka tak punya cukup waktu atau alat yang cukup untuk membetulkan semuanya."Jahat... jahat banget..." Valentin tertegun, menyerah ketika bajunya tidak bisa dibetulkan lagi seperti sedia kala.Para member Spica terdiam, merasakan campuran emosi marah, kecewa, dan putus asa. Celi, yang sangat memahami kerja keras mereka selama ini menatap segalanya dengan mata berkaca-kaca."Jadi, ini akhirnya? Kita nggak bisa tampil hanya karena ini?" tanyanya dengan suara yang serak, menahan air matanya agar tidak jatuh.Situasi semakin genting ketika penampilan idol kelima selesai, tanda bahwa giliran Spica semakin mendekat. Para member mulai merasa tegang, sementara Lea terus memantau waktu dan menyuruh setiap gadis untuk memakai make-up secepat mungkin."Manajer, semuanya, yang bener aja soal it—" seru seorang pria terdengar dari arah lorong, membuka pintu begitu keras.Ketika Rian tiba dan melihat situasi yang sebenarnya, wajahnya berubah menjadi pucat sepenuhnya. Ia tidak mengira bahwa apa yang dikatakan Lea melewati telepon adalah sebuah kebenaran, mendapati kekacauan seperti ini dan tak ada banyak waktu untuk mencari solusi, otak Rian berputar begitu cepatnya."Kita gak bawa baju ganti loh." Ujar Lea kepada Rian yang terdiam menatap sekeliling."Bisa-bisanya... sial. Aku sebetulnya kepikiran mengenai suatu ide... walau itu ide paling buruk yang bisa terpikirkan olehku."Beruntung ia pergi untuk menyambangi daerah merchandise terlebih dahulu tadi, sehingga sesuatu terlintas segera dari kepalanya. Seusai berlari secepat mungkin untuk membawa kardus dari stand ke ruang ganti, Rian segera membuka kardus berisi t-shirt berlogo Spica—merchandise yang tadinya disiapkan untuk dijual."Pakai ini. Walau terlihat jelek, setidaknya kita harus bisa tampil di atas panggung." Serunya sembari mengeluarkan t-shirt demi t-shirt, membagikan rata kepada seluruh member Spica."Kita bakal pakai ini... setelah punya kostum sebagus itu?" balas Istar dengan nada tak yakin, mencerminkan perasaan sama yang tercermin dari gadis lain."Aku paham frustasi kalian. Amarah, tidak percaya, serta kecewa yang kalian rasakan sekarang. Tapi, singkirkan itu semua. Yang terpenting ialah penampilan kalian serta para fans yang telah menanti kalian di luar sana!" jawab Rian tegas."Yang Produser katakan ada benarnya, meski ini semua tidak seperti yang kita harapkan... kerja keras kita tidak akan hancur hanya karena kostum. Spica bisa berdiri hingga sekarang itu karena tarian, nyanyian, serta semangat kita bersama!"Menyaksikan tekad yang sama sekali tidak luntur dari Produser serta Lily, satu persatu gadis-gadis Spica mengenakan t-shirt tersebut. Setelah selesai berbenah, perasaan gelisah yang belum tuntas kian bertambah kembali ketika Spica berpapasan dengan Kawaii Sekai pada belakang panggung. Wajah para member Kawaii Sekai memancarkan kebanggaan setelah selesai tampil dengan gemilang, sedangkan suara sorak-sorai penonton masih bergema di kejauhan, memenuhi setiap sudut ruangan. Saat mata mereka jatuh ke arah gadis-gadis Spica, sekilas senyum sinis dan tawa kecil penuh ejekan terlihat di wajah mereka."Heh... kalian bener tampil pake baju gitu?" celetuk salah satu member Kawaii Sekai memandangi mereka dari bawah ke atas. Sementara member lainnya terkekeh, membisikkan candaan lain yang bisa terdengar oleh Spica.Para member Spica terdiam, rahang mereka mengeras menahan amarah. Wulan mengepalkan tangannya erat-erat, sedangkan Cia yang berada di sampingnya mencoba menenangkan gadis tersebut dengan memeganginya. Celi yang berada di tengah-tengah rekan-rekannya, merasakan darahnya mendidih mendengar hinaan tersebut. Hatinya dipenuhi oleh campuran kemarahan dan rasa tidak percaya bahwa orang-orang yang dulu ia anggap teman justru merendahkan Spica, teman-temannya sekarang."Kupikir kalian grup idol gede, nyatanya gini kah."Sebelum sempat seseorang dari mereka memberanikan diri untuk membalas, Celi mengambil langkah maju dan menatap seluruh member Kawaii Sekai dengan mata penuh serius. Lantas mulai berkata dengan suara lantang,"Meski gini pun, Spica bakal ngadepin kalian. Kami bakal buktiin kalo kami emang idol!" Suaranya penuh tekad, memecahkan ketegangan dan seolah menantang setiap orang yang ada di sana.Lalu ia memandangi teman-temannya di Spica satu persatu, mata mereka bertemu, mencari jawaban."Ya kan, temen-temen?" tanya Celi, memancing semangat yang masih terpendam.Wajah-wajah murung dari anggota Spica perlahan berubah. Seolah tersulut oleh api keberanian yang dibawa Celi, mereka merasakan energi baru mengalir. Wulan, dengan mata berbinar, mengepalkan tinjunya dan berseru,"Ya! Bakal kita tunjukin kalau Spica gak bakal kalah!"Satu demi satu, gadis-gadis Spica menambahkan suara mereka, menegaskan tekad dan semangat mereka untuk tidak menyerah. Rasa gugup, takut, dan rasa tidak percaya diri yang sebelumnya menyelimuti mereka kini lenyap, digantikan oleh keyakinan yang kuat. Menyaksikan perubahan suasana yang begitu cepat, ketua Kawaii Sekai memandang Celi dan tim Spica dengan sorot mata yang tak bisa ditebak. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada anggota grupnya untuk mundur. Dengan anggun dan tenang, ia melangkah maju dan menatap Celi."Gitu kah, kita liat aja nanti hasilnya." Ucap ketua tersebut sembari menunjukkan senyum menantang.Begitu kehadiran setiap personil terlihat menaiki panggung, riuh sorak suara penonton menggema memenuhi lapangan. Dukungan serta teriakan penuh semangat terdengar di setiap sudut, mengelu-elukan nama grup idol mereka, "Spica! Spica!", berulangkali terus diteriakkan, seolah menjadi mantra yang membangkitkan gairah setiap penggemar yang hadir hari itu. Tetapi saat member yang muncul telah lengkap berbaris di atas panggung, riuh tersebut perlahan berubah menjadi bisikan penuh kebingungan.Para penonton memandang ke arah panggung dengan ekspresi terkejut. Idol-idol yang mereka lihat tidak sepenuhnya seperti yang mereka ekspektasikan. Pakaian, kostum yang mereka kenakan sangat berbeda dibandingkan grup idol lain yang telah tampil sebelum ini. Kebingungan terlihat jelas menyelimuti kerumunan. Beberapa orang saling memandang satu sama lain, mencoba mencari jawaban atas apa yang sedang terjadi. Meski dihadapkan pada kebingungan penonton, wajah para anggota Spica tidaklah bergeming sama sekali.Di tengah sorotan lampu yang terang dan tatapan penuh tanya dari penonton, gadis-gadis Spica berdiri tegak. Tidak ada sedikit pun kesedihan atau keraguan di wajah mereka. Senyuman lebar menghiasi wajah-wajah gadis tersebut, menunjukkan keyakinan dan semangat yang mengalir dalam diri mereka."Spica! Spica! Spica!"Perasaan tersebut muncul karena sosok seseorang yang berada di tengah-tengah lautan fans, di mana mata mereka tertuju pada satu sosok yang berdiri begitu menonjol. Di sana, di tengah kerumunan penggemar yang mengayunkan lightstick, berdiri Rian, sang produser. Dia mengenakan atribut lengkap layaknya seorang penggemar sejati—ikat kepala, baju berlogo, serta lightstick Spica yang bersinar terang pada kedua tangannya. Rian tidak hanya berdiri di sana sebagai produser, tetapi sebagai seorang penggemar yang tulus. Tatapan matanya penuh kebanggaan, serta mulutnya tak henti-henti meneriakkan dukungan."Produser tuh memang..."Tekad mereka pun semakin mantap. Mereka mengingat latihan keras, usaha tanpa henti, dan dukungan yang telah diberikan oleh Rian dan para penggemar. Semua persiapan ini bukan untuk mengecewakan mereka yang telah memberikan cinta dan dukungan. Setiap gadis mengambil napas dalam-dalam, menenangkan diri dari gugup yang sempat menyelinap, dan bersiap untuk memberikan penampilan terbaik mereka.Musik mulai mengalun, dan sorotan lampu menyoroti mereka. Di tengah keriuhan dan kebingungan, mereka berdansa dengan ritme yang sempurna, gerakan yang selaras, dan senyuman penuh percaya diri. Dengan setiap lirik yang dinyanyikan dan setiap langkah tarian yang dilakukan, mereka mengirimkan pesan kepada para penonton.Inilah kami, kami adalah Spica."Cintaku hanya untukmu saja, S-PI-CA!"Kebingungan di antara para penggemar perlahan berubah menjadi kekaguman. Walau terdapat kekurangan berupa kostum yang tidak sesuai, tetapi pesona dan energi Spica masih tetaplah sama, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Para penggemar mulai bersorak kembali, mendukung setiap gerakan dan lirik yang disuguhkan. Mereka mengangkat lightstick tinggi-tinggi, menciptakan lautan cahaya yang berkilauan."Oi oi oi!"Di tengah penampilan mereka, para anggota Spica bertukar pandang sekejap dengan Rian yang kini mengangkat lightsticknya lebih tinggi lagi. Dalam momen yang begitu singkat itu, cukup untuk memberi mereka kekuatan dan keberanian pada setiap gadis agar terus meluapkan segalanya. Rian tidak pernah ragu pada mereka, sama seperti para penggemar mereka di antara dirinya, dan Spica pun tidak akan mengecewakan harapan serta cinta yang telah diberikan oleh mereka."Ikuzo! Ikuyo? Ganbarou!!!!"Saat lagu mencapai klimaks, sorak sorai para penggemar semakin menggema. Banyak fans yang merasa bahwa Spica bukanlah grup terbaik yang hadir pada malam ini, tetapi ada satu hal yang pasti dan begitu diyakini oleh setiap orang, bahwa Spica yang berdiri di hadapan mereka adalah idol yang layak didukung. Di atas panggung itu, mereka melihat bukan hanya menyaksikan sebuah grup idol saja, tetapi juga harapan, semangat, dan impian yang terus menyala tiada henti di antara berbagai rintangan.Energi mereka seakan tidak terkuras bahkan hingga akhir lagu kedua, sebab setiap anggota Spica merasakan gelombang emosi yang terpancar begitu kuat dari fans. Musik yang mengiringi langkah mereka terasa bagaikan dorongan terakhir, menuntun mereka untuk mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa. Meski tubuh mulai terasa lelah dan kaki seakan berat untuk melangkah, mereka tetap menari dengan sepenuh hati, menunjukkan performa yang tak tergoyahkan. Setiap gerakan mereka selaras dengan alunan melodi, dan suara riuh para penggemar di sekeliling mereka semakin membakar semangat."Ka-Mi... Ini Ka-Mi! Su... PICA!"Sampai pada gerakan akhir, Spica berhasil menyelesaikan kedua lagu tanpa kesalahan sedikit pun. Penampilan sempurna itu menjadi bukti kerja keras dan dedikasi mereka, serta dorongan yang didapatkan dari dukungan tanpa henti para penggemar dan sang produser. Saat musik berhenti sejenak keheningan menyelimuti panggung, dan mereka hanya bisa mendengar bunyi napas mereka sendiri yang terengah-engah."Selesai...? Kita... beneran bisa nyelesein tanpa salah sama sekali?" ucap Lily terengah-engah, masih tak percaya akan apa yang telah ia lalui."Yap... kerja bagus semua... ini penampilan paling sempurna... yang pernah kita tunjukkan." Jawab Celi dari belakang, memberikan dukungan.Seketika keheningan itu segera berubah menjadi gemuruh sorakan dan tepukan tangan yang begitu meriah.Di hadapan mereka kini riuh oleh teriakan penuh semangat memenuhi udara, membuat setiap anggota Spica tersenyum lebar. Wajah mereka menampilkan ekspresi bahagia bercampur lega, meski keringat bercucuran dan napas mereka masih terengah-engah. Perasaan lelah dan tubuh yang terasa berat seolah sirna digantikan oleh euforia dari dukungan para penonton."Spica! Spica! Spica!""Aku padamu Spicaaaa!!!"Dengan penuh rasa syukur, mereka saling bertatapan saling membagikan perasaan bahagia mereka dengan sebuah senyuman. Mereka berhasil melakukannya—penampilan sempurna yang telah dilatih dengan keras kini dibayar dengan sorakan dan cinta dari para penggemar. Kaki mereka mungkin gemetar karena kelelahan, namun hati mereka begitu ringan dan dipenuhi kebahagiaan. Satu per satu, mereka mengambil mikrofon dan mengucapkan terima kasih kepada para penggemar yang hadir malam itu."Terimakasih semuanya!!!" Yuna meneriakkan perasaannya dengan suara bergetar penuh emosi."Kalian luar biasa banget deh, Spica, denger setiap dukungan kalian kok. Dari depan, hingga barisan paling belakang sana!!!" tambah Valentin disambung oleh anggota lain yang melambaikan tangan mereka.Dengan langkah yang begitu sempoyongan sebab lelah, Spica mulai menuruni panggung. Setiap langkah kaki terasa berat, tetapi ada sedikit tenaga yang mendorong mereka sebab perasaan puas yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Keringat yang mengalir di wajah mereka menjadi saksi dari usaha dan perjuangan yang mereka lalui untuk sampai ke titik ini.Tanpa ada perkataan atau apapun, begitu mencapai belakang panggung mereka saling berpelukan dengan tawa dan senyum yang begitu tulus. Perasaan kesal, capek, serta kecewa memang ada setelah penampilan tadi karena tidak bisa menampilkan form tanpa kostum mereka, tetapi kegembiraan dan rasa terima kasih yang memenuhi hati mereka membuat semua itu terasa sepadan."Kita berhasil! Dreamy Festival, bukan lagi mimpi!"------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Setelah penampilan penuh memukau dari kesepuluh grup idol, Dreamy Festival telah mencapai titik puncaknya. Setelah kesepuluh grup idol mengerahkan seluruh kemampuan mereka di atas panggung, kini saat-saat paling mendebarkan telah tiba yaitu sesi penilaian. Baik para penggemar maupun setiap grup idol merasa cemas menantikan hasilnya. Di mana panggung festival yang tadi penuh sorak sorai kini menjadi hening, diwarnai dengan ketegangan.Sistem penilaian Dreamy Festival dikenal sangat ketat dan murni bergantung pada dukungan penggemar. Voting tidak hanya dilakukan secara online tetapi juga melalui dukungan langsung dari para fans yang hadir di tempat festival. Dukungan mereka yang datang langsung akan menjadi poin terbesar dan penentu dalam voting ini. Setiap orang yang mendatangi festival diberikan selebaran khusus di pintu masuk, yang kemudian akan mereka isi dengan pilihan grup idol favorit mereka setelah seluruh penampilan selesai. Inilah momen di mana setiap sorak, teriakan, dan tepukan selama penampilan berubah menjadi angka-angka penilaian yang menentukan.Di bagian depan panggung, para penggemar dengan penuh semangat mengisi selebaran mereka, hati mereka berdebar-debar sambil mengingat kembali setiap penampilan dari grup idol yang mereka cintai. Sebagian besar sudah memutuskan sejak awal siapa yang akan mereka pilih, sementara yang lainnya masih bimbang, mengingat momen-momen terbaik dari penampilan para idol di atas panggung. Setiap selebaran adalah harapan, suara, dan cinta yang akan menjadi tolok ukur kesuksesan para idol malam ini."Duh, kok jadi tegang gini ya..." Dewi tidak bisa berhenti memegangi tangan Celi yang berada di sampingnya, bergetar tiada henti."Semuanya diatur pakek voting kan... gak bakal ada kecurangan kan." Istar masih tetap was-was khawatir akan kemungkinan tersebut setelah yang terjadi di ruang ganti tadi."Ya. Sistem voting mereka paling ketat dan aman kok selama ini, buktinya banyak idol baru yang beneran jadi gede setelah meraih peringkat atas." Jawab Lea, menemani mereka menyaksikan dari layar televisi.Keadaan yang sama terjadi pada grup idol lain di ruang tunggu mereka masing-masing, mencoba menenangkan diri di tengah rasa khawatir dan harapan yang membanjiri hati. Senyum canggung, obrolan pelan, dan suara napas yang tertahan menjadi pemandangan umum di sana. Mereka tahu bahwa hasil dari Dreamy Festival, bisa menentukan arah dari perjalanan mereka di dunia idol."Baik! Seluruh hasil voting telah kami kumpulkan dan kini tengah dihitung!" layar televisi menunjukkan MC yang mengumumkan mengenai voting.Lampu-lampu di atas panggung menyala terang, menandakan bahwa saat penilaian akan segera diumumkan. Suasana festival yang tadinya penuh dengan hiruk pikuk sorakan kini berubah menjadi tegang. Di luar, suara bisikan dan tawa cemas terdengar di antara kerumunan, sementara di dalam ruang tunggu, para idol duduk dengan jantung yang berdetak kencang. Beberapa menit lagi, hasil penilaian akan diumumkan, dan di saat itulah mimpi-mimpi akan bersinar atau pudar. Bagi mereka, ini bukan sekadar festival; ini adalah pembuktian dan penentu langkah selanjutnya. Setiap orang menahan napas, menantikan kata-kata yang akan segera mengubah takdir mereka."Kini yang telah ditunggu-tunggu! Peringkat popularitas idol Dreamy Festival... kita mulai dari yang paling belakang yaituuu....!!!"Sorak-sorai para penonton memenuhi udara saat pengumuman dimulai. Layar besar pada panggung kini menunjukkan hitung mundur dari voting. Setiap penggemar dan idol menahan napas, menanti hasil akhir dari kerja keras mereka. Hasil voting yang telah ditunggu-tunggu akhirnya diumumkan."Di peringkat ketiga, dengan penampilannya yang sangat luar biasa, adalah... Spica!" suara dari MC menggema melalui pengeras suara. Hasil tersebut disambut dengan teriakan riuh dari penggemar Spica yang segera mengangkat lightstick mereka tinggi-tinggi, menciptakan lautan cahaya di tengah lapangan."Kita, peringkat tiga?!"Para anggota Spica yang mendengar pengumuman tersebut merasakan berbagai emosi campur aduk. Mereka menghela napas, mencoba menyembunyikan sedikit rasa kecewa. Walau mereka juga tahu bahwa berada di peringkat ketiga dari sepuluh grup idol bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Mau tidak mau hasil tersebut hanya bisa diterima dengan lapang dada, mereka saling menyemangati dan memberikan selamat satu sama lain. Meski belum menjadi yang terbaik, setidaknya Spica telah berhasil menghasilkan yang terbaik dengan kekurangan seperti tadi.Tidak lama kemudian, suara pembawa acara kembali terdengar, "Di peringkat kedua, dengan selisih suara yang tipis dengan Spica, adalah... Kawaii Sekai!"Pengumuman itu membuat suasana menjadi semakin ramai. Para anggota Kawaii Sekai di ruang tunggu terkejut sekaligus terharu. Mereka saling berpelukan dengan gembira, bersyukur atas posisi mereka. Bagi mereka, peringkat kedua adalah penanda bahwa mereka mampu bangkit dari masa lalu dan kembali menunjukkan kekuatan mereka di dunia idol. Sedangkan Celi merasakan keterkejutan luar biasa, tidak menyangka ia akan kalah dari mereka."Dan juara, pertama, Dreamy Festival tahun ini... ialah Girlish 10!" Tepuk tangan dan sorakan dari penggemar Girlish 10 langsung menggelegar. Setiap orang mengangguk paham, mereka menegaskan diri bahwa penampilan grup tersebut memang yang terbaik di tahun ini.Ketika kegembiraan dan euforia pengumuman masih memenuhi udara, tak semua orang merasakan hal yang sama. Di sisi lain ruang tunggu, Valentin, yang menjadi mata-mata bagi perusahaan ayahnya duduk dengan kepala menunduk. Amarah berkecamuk di dalam dirinya. Ia merasa geram dengan hasil ini. Ia tahu, jika saja tidak ada sabotase seperti perusakan kostum yang menimpa Spica sebelum penampilan mereka—perusakan yang ia yakini dilakukan oleh orang-orang dari perusahaan ayahnya—mungkin posisi Spica akan jauh lebih tinggi."Tidak percaya kalau ayah bakal sekejam itu, sampai melakukan ini semua..."Valentin mengepalkan tangannya dengan kuat, mencoba menahan rasa marah. Ia menyaksikan semangat setiap anggota Spica di atas panggung, melihat bagaimana mereka tetap berjuang tanpa menyerah meski dilanda insiden sabotase. Hal itu justru membuat hatinya semakin gusar. Sebelumnya, ia mungkin bisa menerima perintah ayahnya untuk menyusup sebagai bagian dari grup ini, tetapi ia tidak mengira bahwa ayahnya sendiri akan turun dan melakukan hal sejahat itu."Semuanya, kerja bagus! Meski kita meraih peringkat ketiga... kita perlu bangga atas pencapaian ini. Kenapa? Walau kita cuma pake t-shirt, kita bisa dapet peringkat tiga loh! Bayangin kalo misal kita pake kostum, pasti peringkat satu milik kita!"Rian, sang produser berdiri dan mengangguk bangga kepada mereka, memberikan isyarat bahwa perjalanan mereka masih panjang dan kesempatan untuk meraih puncak akan selalu ada. Pada suasana yang penuh campur aduk tersebut, sebuah keputusan besar mulai tumbuh dalam diri Valentin. Yaitu perasaan geram bercampur dengan rasa simpati dan kekagumannya terhadap tekad para gadis Spica. Sambil mengepalkan tangan, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari tahu kebenaran bagi dirinya dan memastikan keadilan bagi Spica—sekalipun itu berarti ia harus menghadapi ayahnya sendiri."Ah Produser ngeles deh, bilang aja kecewa kan karna kita gak peringat satu?" Rain berusaha untuk menggoda Rian."E-engga kok... penampilan kalian emang bagus, aku kesel doang karena kalian gak jadi pemenangnya.""Hee... saking bagusnya, Produser sampai muncul sendiri di depan panggung ya?" Cia pun ikut-ikutan dengan Rain untuk kembali menjahili Rian."Ya... anggap saja, aku kebawa semangat muda hahaha..."Malam itu di tengah kemeriahan dan kegundahan, setiap orang menyadari satu hal bahwa Dreamy Festival bukanlah akhir, melainkan awal dari pertarungan yang sesungguhnya. Spica, Kawaii Sekai, dan bahkan Girlish 10 kini akan melangkah ke depan dengan membawa tekad dan mimpi mereka masing-masing. Sementara di belakang layar, persaingan antar agensi serta produser di antara mereka perlahan memunculkan cerita baru yang akan menentukan masa depan dunia idol."Jadi, setelah ini Spica mau kemana, Produser?"