Chereads / IDOLIZE / Chapter 20 - Bab 18: Kembali

Chapter 20 - Bab 18: Kembali

Pagi yang cerah menyambut Rian dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar. Setelah malam yang terasa begitu panjang, ia terbangun dengan perasaan campur aduk. Saat ia keluar dari kamar, Nenek Celi sudah menyiapkan sarapan dan mengundangnya untuk makan bersama. Rian dengan sopan menyanggupi, lalu duduk di meja makan, mendapati makanan sederhana namun lezat, dipenuhi berbagai macam sayuran segar yang diolah dengan kearifan lokal.Namun, satu hal segera menarik perhatiannya—Celi tidak ada di sana. Rian menoleh ke arah nenek, yang langsung bertanya,"Apa kalian berdua sudah baikan?"Rian menghela napas, memutar ulang percakapan semalam dalam benaknya. Lantas menjawab,"Belum, Nek.""Gitu ya. Kalau nyari dia, tadi sehabis sarapan dia langsung pergi, katanya mau jalan-jalan ke sekitar."Anggukan lemas Rian berikan seakan memahami bahwa gadis tersebut masih belum ingin berjumpa kembali dengan dirinya. Seusai sarapan, ia berniat untuk pergi mengejar keberadaan Celi tetapi langkah terhenti tepat di depan pintu rumah ketika mendengar suara riuh berasal dari sana."Siapa gerangan?" kata sang Nenek begitu ketukan pintu terdengar."Saya... tidak tahu, tapi sepertinya begitu ramai."Rian dan sang nenek saling berpandangan, lalu bergegas membuka pintu. Saat pintu berderit terbuka, di luar sana berdirilah seluruh member Spica—dengan wajah yang tampak cemas serta kelelahan setelah perjalanan panjang. Lea, sang manajer, berada di tengah-tengah mereka, tampak pasrah dengan situasi."Produser! Kenapa gak ngajak kami sih!" seru Lily berdiri paling depan di antara semua."Bener, masa gak bilang ke kami kalau mau pergi sendiri!""Kami gak bisa diem begitu aja, minta ke Manajer buat dianter kemari." Balas Wulan dan Cia yang tampak penuh tekad."Kalian naik mobil dari Jakarta ke sini?"Lea menghela napas panjang, sambil mengusap keningnya. Dapat terlihat kantung mata dari sana, menggambarkan bahwa mereka memang betul-betul menempuh perjalanan sejauh itu."Mereka nggak mau nyerah, Produser. Dan aku sendirian kuat nahan mereka, jadi terpaksa kami bawa mobil kantor dari Jakarta ke Bandung. Dara bakal ngamuk karena pengeluaran ini, tapi aku sendiri nggak punya pilihan.""Tanpa kehadiran Celi, koreografi tari kita bagai kehilangan sesuatu yang begitu besar." Kata Dewi dengan nada begitu serius."Karena tidak adanya Celi, kita juga jadi sering salah. Karena tak ada lagi yang bisa mengajari, atau bahkan memberi kritik sewaktu menari." Tambah Isla.Yuna yang merasa bersalah sejak awal, menunduk dan berkata dengan suara penuh penyesalan, "Aku... seharusnya bicara lebih awal. Kalau saja aku bilang semuanya dari awal, mungkin Celi nggak akan..."Tetapi, anggota lain langsung menenangkan Yuna mengatakan bahwa semua orang pasti pernah membuat kesalahan. "Kamu sudah cukup berani untuk mengatakannya, Yuna. Yang terpenting, kita sekarang bisa memahami alasan kenapa Celi pergi."Mendengar betapa pedulinya para gadis ini kepada cucunya, Nenek Celi tersenyum lebar, rasa bangga dan haru terlihat di matanya."Kalian semua anak-anak yang baik. Aku tahu Celi pasti merasa beruntung memiliki teman seperti kalian." Ujarnya dengan lembut."Oh, kalo kalian masih belum capek dari perjalanan. Celi mungkin saja ada di sungai yang berada tidak jauh dari desa. Dia sering ke sana buat menenangkan diri." Saran sang nenek.Mendengar itu, tanpa berpikir panjang, Rian dan para gadis Spica segera berlari menuju sungai yang ditunjukkan nenek, meninggalkan sang nenek dan Manajer Lea di rumah. Hati mereka dipenuhi harapan untuk menemukan Celi dan mengajaknya kembali. Ketika mereka tiba di dekat sungai, suara aliran air yang tenang terdengar. Mereka berhenti sejenak, memandang sekitar, berharap bisa melihat sosok yang mereka cari. Dan di kejauhan, di tepi sungai, mereka melihat seorang gadis duduk sendirian, menatap air yang mengalir. Tanpa menunggu lama, setiap orang segera berteriak memanggil nama gadis tersebut."Ceeliiiii!!!"Celi menoleh dengan kaget saat mendengar suara serentak memanggil namanya. Begitu ia menyaksikan bahwa seluruh anggota Spica berada di seberang sungai, naluri pertamanya adalah untuk lari. Tanpa berkata apa-apa ia mulai berlari secepat mungkin, berharap bisa menghindari mereka. Namun, Rian dan seluruh gadis Spica segera ikut mengejarnya, membuat situasi berubah menjadi semacam kejar-kejaran yang penuh dengan kekacauan."Kok malah lari sih!""Celiii! Ayo kita pulang ke Spica lagi!""Ceeliiii, hah... hah..."Rian, yang berlari paling depan, terlihat kesulitan mengejar Celi karena dia mengenakan sepatu kantor, yang jelas bukan untuk medan yang licin dan berbatu seperti tepi sungai itu. Melihat situasi yang sulit, salah satu gadis, yaitu Isla dengan cerdik menyuruh Wulan yang berada tidak begitu jauh dari Rian untuk mendorong sang Produser, berharap dorongan itu akan mempercepat langkahnya."Wulan, dorong Produser. Kalo kamu dorong... mungkin saja Produser bisa kena.""Dorong? Oh, oke!"Seketika Wulan melompat begitu cepat ke depan dengan kedua tangannya yang mendorong punggung Rian dari belakang. Rian yang dikejutkan oleh dorongan tersebut tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya sehingga yang terjadi justru lebih dramatis—dorongan itu membuat Rian meluncur dengan cepat ke depan, hingga akhirnya menabrak Celi dengan cukup keras. Mereka berdua jatuh berguling ke dalam sungai, membuat cipratan air yang besar."Waduh, malah jatuh ke sungai..." Wulan terdiam di tempat ketika menyaksikan kejadian tadi."Mereka... bisa renang kan ya." Rain justru mengkhawatirkan hal lain yang lebih penting.Dalam kepakan penuh panik serta basah kuyup di antara sekumpulan air sungai yang dingin, Celi marah-marah dengan wajah yang memerah penuh campuran frustasi serta jengkel."Kenapa kalian semua malah datang ke sini?! Seharusnya kalian cari saja orang lain! Aku sudah berenti. Kalian harus merelakan aku pergi!"Rian yang juga basah dari kepala hingga kaki, muncul dari dalam air dan menatap Celi dengan serius. Dengan nada tegas, dia berkata,"Yang kami butuhkan bukan orang lain, Celi. Yang kami butuhkan adalah kamu. Kamu tak bisa digantikan, kamulah yang membuat tarian Spica menjadi hidup.""Kalian akan membuangku. Suatu saat nanti, ketika aku melakukan kesalahan, kalian akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan mereka dulu padaku." Ucap Celi dengan menggigit bibirnya, menahan emosi yang semakin bergejolak layaknya aliran deras sungai.Rian menatapnya dengan penuh keyakinan, matanya memancarkan ketulusan. "Tidak, Celi. Kami gak bakal ngelakuin itu. Konstelasi tanpa satu bintang akan kehilangan makna seutuhnya. Kamu adalah bagian dari konstelasi Spica, dan tanpa dirimu, ia akan kehilangan cahayanya."Celi terdiam, kata-kata Rian menusuk tepat ke hatinya. Perasaan takut dan rasa tidak percaya yang selama ini menghantui pikirannya mulai goyah. Untuk pertama kalinya, Celi merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada tempat di mana dia bisa diterima apa adanya tanpa harus takut dibuang atau ditinggalkan. Air sungai yang mengalir di sekitar mereka seolah ikut menjadi saksi bisu dari perasaan yang perlahan mulai terbawa mengikuti aliran."Celi, kita gak bakal ngelakuin itu!""Tanpamu kita hilang satu, ayo kembalilah, Celi!""Celi..."Satu persatu member Spica memberikan dukungan serta permintaan kepada Celi agar dirinya kembali lagi pada RP710. Mereka sampai datang jauh-jauh dari Jakarta, pada tempat antah berantah di pinggiran Bandung, demi menjumpai dirinya yang melarikan diri. Mereka semua berbicara dengan tulus, mengungkapkan kerinduan akan sosok dirinya, mengatakan betapa pentingnya Celi bagi mereka."Kalian... emang yah..."Mata Celi mulai berkaca-kaca, beruntunglah dirinya yang telah basah tersebut menjadikan air mata yang telah menetes seakan tidak terlihat. Rian yang masih berada di sungai, mengulurkan tangan padanya, memberikan tawaran tulus untuk membantunya keluar. Tetapi alih-alih menerima tawarannya Celi menunjukkan sebuah senyum licik, ia tiba-tiba menyelam ke bawah air, dan keluar dari dalam sana begitu cepat ke pinggiran sungai, menciptakan cipratan besar yang seketika membasahi semua orang yang berada cukup dekat dengan aliran air. Suara tawa dan teriakan terkejut memenuhi udara ketika air dingin menghujani mereka."Waaaahh!!!""Aduh—"Senyuman penuh jahil ditunjukkan oleh Celi, seakan menantang mereka semua untuk ikut masuk bersama mereka. Menjawab tantangan tersebut lantas satu per satu anggota Spica mulai masuk ke dalam sungai, terjun dan bermain air bersama Celi. Beberapa dari mereka saling menyiram, tertawa dan bercanda dengan riang, sementara yang lain hanya duduk di pinggiran, khawatir karena tidak bisa berenang, tapi tetap ikut bersenang-senang dengan cara mereka sendiri.Rian yang berhasil berenang ke tepian, tersenyum melihat pemandangan tersebut. Di tengah hiruk-pikuk kegembiraan, dia menyadari kehadiran seseorang yang berjalan kepadanya—Lea, manajer mereka, yang tampak bingung."Loh? Kupikir kamu lagi istirahat, kok malah ke sini?" tanya Rian.Lea menggeleng, tampak tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Aku penasaran jadi ngikuti dari belakang, tapi... Rian, waktu kita semakin mepet. Dreamy Festival tinggal beberapa hari lagi, dan kalian malah di sini bermain air?!"Rian tertawa kecil, mencoba menenangkan Lea. "Anggap saja ini refreshing. Mereka butuh istirahat bentar setelah semua latihan sama masalah yang datang terus menerus."Tetapi wajah Lea tiba-tiba berubah menjadi pucat. Dengan cemas, dia berkata, "Rian... masalahnya bukan cuma itu. Mereka semua datang ke sini gak bawa baju ganti sama sekali!"Rian terdiam sejenak, memandangi para gadis yang tampak gembira bermain air di sungai, ucapan Lea memberikan sebuah masalah baru yang harus kembali dihadapi oleh Rian setelah sebelumnya satu masalah telah selesai. Kepanikan mulai muncul di benaknya, menyadari bahwa jika mereka memang tidak membawa baju ganti, lantas apa yang harus dia lakukan pada gadis-gadis yang penuh basah kuyup tersebut."Yah, yang nanti bisa pikir nanti... ahahaha..." ujar Rian.Sebuah momen kikuk tiba di mana Rian dan Lea saling berpandangan, terdiam di tengah kegembiraan yang tampak tak terkendali di sungai. Mereka dilanda kebingungan sambil menyaksikan seluruh anggota Spica, yang tanpa sadar telah melupakan sejenak segala kesulitan di tengah keseruan mereka pada sungai nan dingin ini.Seusai setiap dari gadis puas bermain di sungai, dengan pakaian penuh basah kuyup mereka berjalan beriringan segera pulang menuju ke rumah nenek Celi. Udara pagi yang sejuk menambah sedikit kenyamanan meskipun mereka semua menggigil kedinginan, sebisa mungkin mereka harus cepat-cepat agar bisa mengeringkan badan."Wah, sepertinya kalian dah cukup bersenang-senang ya..." ujar sang nenek begitu mendapati sekumpulan gadis muda menggigil di depan pintu."Kami... lupa bawa baju ganti nek, ahaha..." balas Lily dengan setelahnya ia bersin."Soal itu ga usah khawatir, karena dulu setiap anak serta cucuku sering datang kemari... mereka juga terkadang meninggalkan barang bawaan, seperti baju-baju."Nenek berjalan perlahan menuju ke ruangan miliknya, menunjukkan almari besar berdiri di sana. Begitu lemari terbuka, koleksi baju yang ia miliki tidak dapat terhitung karena bertumpuk begitu rapi serta menggunung."Setelah kalian mengeringkan diri, pilih saja baju yang kalian suka!"Suasana rumah begitu riuh oleh para member Spica yang saling bergurau satu sama lain ketika mengeringkan diri, sementara Rian sebagai pria satu-satunya terpaksa mengungsi sebentar di luar. Duduk pada bangku kosong menyapa setiap warga desa yang datang lewat untuk menjalankan rutinitas mereka. Beberapa telah memakai baju tersebut, tetapi seperti yang dikhawatirkan tidak semua pakaian tersebut sesuai dengan ukuran atau bahkan kenyamanan mereka. Beberapa ada yang mengeluh pelan, terutama saat mencoba baju-baju yang terasa terlalu sempit atau kebesaran. Menyaksikan teman-temannya yang merasa tak nyaman, Celi terpikirkan oleh suatu hal."Ah iya, kalo masalah baju, kita tinggal pergi ke kota aja gak sih? Gak jauh dari sini, ibuku punya toko baju yang mungkin aja bisa ngatasi soal ini." Ucap gadis tersebut sembari tersenyum ringan.Mata semua orang langsung berbinar. Beberapa dari mereka, terutama Valentin dan Istar, sangat antusias."Jangan bilang toko baju milik ibumu itu...""Toko baju distro sih, jadi mungkin kurang cocok seleranya—""Distro ?! Wah, menarik nih! Gue dari lama penasaran sama style distro-nya Bandung!" mata Istar semakin berbinar-binar saat membayangkan pakaian-pakaian dengan style tersebut di kepalanya."Kota Bandung emang dikenal dengan julukan Kota Distro sih... pastinya kualitas baju sama style fashion mereka gak bisa diremehin."Setelah diberitahukan sang nenek bahwa setiap gadis telah selesai berganti, Rian akhirnya memasuki rumah dan mendengar pembicaraan ramai setiap gadis di ruang tamu."Lagi ngomongin apa?" tanyanya."Soal masalah baju. Celi tadi bilang kalau ibunya punya toko baju distro, jadi mungkin aja kita bisa mampir."Pria tersebut tertegun sejenak, seakan tengah memikirkan banyak hal seperti keuangan dan bahkan Lea yang masih jatuh tepar kelelahan di kasur kecil. Tetapi ia juga tidak bisa membiarkan para gadis tersebut memakai baju yang tidak nyaman."Kalo sebentar aja sih, gapapa. Tapi habis itu kalian istirahat loh ya? Lea juga masih kecapekan, jangan sampai satu persatu jatuh sakit gara-gara perjalanan jauh.""Hore!!!"Dengan keputusan itu, Rian akhirnya berperan kembali sebagai supir bagi gadis-gadis Spica. Mereka semua tidak bisa berhenti membahas mengenai baju seperti apa yang akan merkea beli selama berada dalam mobil, tertawa dan berbincang sepanjang perjalanan menuju Bandung, meninggalkan desa kecil yang tenang di belakang mereka. Ketika tiba di kota, suasana langsung berubah. Jalanan yang ramai dan hiruk-pikuk kota Bandung seakan mengingatkan kembali pada kota lama mereka. Grup tersebut pun berhenti di depan sebuah toko distro dengan hiasan penuh menariknya. Pada kaca bening di depan toko menunjukkan berbagai koleksi baju yang dipajang dengan rapi. Semua anggota Spica langsung terpikat dengan display yang ciamik di hadapan mereka.Saat mereka memasuki toko, para karyawan yang sedang sibuk langsung terkejut mendapati segerombolan pelanggan yang datang sekaligus. Keramaian ini membuat pemilik toko, ibu Celi, yang sedang berada di belakang, keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ketika matanya menangkap sosok Celi di antara mereka, wajahnya langsung cerah. Dengan penuh kebahagiaan, ia segera menghampiri anaknya."Celi! Ie teh... bener maneh ? Mani tos lami teu aya kabar!" ucap ibunya sambil memeluknya erat. Senyum hangat terpancar di wajahnya."Enya bu... hampura. Celi teh, sibuk wae pan.""Terus ie teh balad joget nu eta nya ? Tapi asa beda ti nu kamari mah, naon ngaran na nu kamari teh... Kawaii... Kawaii Seka...?"Meski tidak ada yang begitu memahami pembicaraan mereka yang sepenuhnya memakai bahasa Sunda, ketika mendengar nama Kawaii Sekai disebut suasana tiba-tiba menjadi canggung. Para anggota Spica yang tadinya bersemangat langsung terdiam. Beberapa dari mereka bertukar pandang, takut membuat Celi merasa tidak nyaman. Tetapi gadis itu justru sama sekali tidak peduli, menunjukkan senyum penuh ketenangan ia menatap ibunya seraya berkata."Nya memang sanes nu kamari bu, ari nu kamari mah Kawaii Sekai. Itu dulu, buat sekarang... Celi teh bareng sama mereka. Mereka temen-temen baru Celi di Spica."Pernyataan itu disambut dengan senyum dan anggukan dari anggota Spica. Mereka merasa tersentuh melihat betapa tegar dan percaya dirinya Celi dalam menghadapi masa lalunya. Yuna yang berdiri di samping Celi bahkan sedikit tersenyum, merasa bahwa ia sudah lebih kuat dari sebelumnya. Satu per satu dari setiap gadis memperkenalkan diri mereka di hadapan ibu Celi, menceritakan betapa senangnya mereka memiliki teman seperti Celi dalam Spica.Tanpa lama-lama lagi, ia langsung memberi isyarat kepada setiap karyawan agar segera melayani mereka dengan sepenuh hati. Tentu banyak gadis Spica yang masih belum paham mengenai berbagai pakaian bergaya streetwear di sekitar. Pakaian tersebut menampilkan gaya street yang kasual namun keren, baju serta jaket oversize penuh warna mencolok dan desain edgy, benar-benar berbeda dari pakaian yang biasanya dipakai oleh gadis-gadis remaja."Aku... nggak yakin ini cocok untukku." Gumam Dewi sambil memegang hoodie oversized berwarna neon. Matanya melirik Isla, yang sedang mencoba jaket bomber hitam yang hanya menampakkan kepalanya saja."Jadi ini yang namanya distro..." Wulan tertawa kecil, memegang kaos dengan gambar besar di bagian depan, lalu memutar tubuhnya ke depan cermin.Celi yang menyaksikan itu semua segera tertawa karena kekonyolan yang ditunjukkan kawan-kawannya."Inti dari gaya distro itu nyaman buat dipakai jalan. Makanya banyak yang nyeleneh dan gajelas gini. Kalian pilih aja mana yang menurut diri kalian nyaman sama enak, kalo butuh bantuan tanya aku atau teteh-teteh ini."Para karyawan toko dengan sigap memberikan saran. Mereka menjelaskan bagaimana streetwear bukan sekadar mode, tapi juga menunjukkan rasa PD serta mengekspresikan diri. Mereka seakan paham mengapa Celi sangat menyukai memakai pakaian seperti ini, memang sangat menggambarkan Celi."Gini gimana?" seru Rain sambil berputar dengan t-shirt longgar dan celana cargo."Wuah, bagus juga kombinasinya. Pilihin buatku juga dong!" Cia segera meminta saran kepada Rain begitu menyaksikan susunan baju miliknya.Di tengah ramainya kondisi toko miliknya, terdapat seseorang yang tengah duduk begitu tenangnya di seberang. Pandangan Ibu Celi tidak bisa terlepas dari kehadiran seorang pria yang hanya ada satu-satunya pada saat ini, pada seorang Rian."Kamu, nak Rian ya? Celi sering bercerita tentangmu. Saya sangat berterima kasih karena dah ngawasi Celi selama ini."Rian berdiri dengan sikap sedikit canggung saat Ibu Celi tiba-tiba saja mengajaknya bicara."Ah, Bu. Saya juga berterimakasih ke Celi..." ia sedikit bingung hendak mengatakan apa kepadanya.Ibu Celi tersenyum, meskipun terlihat lelah dengan beban kekhawatiran yang lama tersimpan di matanya."Saya senang sekali melihat anak saya kembali menari, setelah apa yang terjadi padanya dulu. Sejak masuk ke grup tarinya dulu... entah mengapa saya kadang bisa melihat betapa tersakitinya dia, meskipun dia sendiri tidak pernah benar-benar mengatakannya. Menari adalah kesukaannya, tetapi saat itu... dia tampak seperti semakin menjauh dari kebahagiaannya sendiri."Rian merasa kesedihan yang sama saat mendengar itu. Dia sudah mendengar cerita tentang bagaimana Celi berjuang di Kawaii Sekai, tapi mendengar dari sudut pandang ibunya membuatnya terasa lebih mendalam."Saya sangat menyesal karena tidak bisa membantu Celi waktu itu. Namun, di grup yang barunya ini saya bisa menjamin satu hal yang pasti. Di Spica, saya akan memastikan bahwa Celi tidak akan mengalami hal yang sama lagi. Mereka semua, gadis-gadis itu sangat menghargai keberadaan Celi, dan kami tahu betapa pentingnya dirinya bagi kami."Ibu Celi tersenyum tipis, menatap Rian dengan penuh harap. "Saya percaya padamu, Rian. Saya bisa melihat perubahan di matanya, sedikit demi sedikit. Dia lebih hidup sekarang... setelah bertemu dengan teman-temannya yang baru, termasuk Anda."Rian merasa lega mendengar itu, namun juga terselip tanggung jawab besar di pundaknya. "Terima kasih atas kepercayaan Ibu. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga agar Celi tetap bahagia dan bisa terus melakukan apa yang dia cintai."Celi yang mendengar pembicaraan itu dari jauh hanya mengintip dari balik rak baju, hatinya terasa hangat. Meskipun dirinya belum sepenuhnya yakin bisa kembali menari, mendengar bagaimana Rian berjanji pada ibunya membuatnya berpikir ulang. Mungkin, untuk pertama kalinya, dia benar-benar punya kesempatan untuk menari tanpa rasa takut akan dibuang suatu saat nanti.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Dalam perjalanan pulang, mobil yang membawa seluruh member Spica berderu pelan di jalan yang mulai sepi. Mereka semua mengenakan baju baru hasil dari kunjungan ke toko ibu Celi, meskipun rasa senang sedikit tercampur dengan keluhan tentang gaji mereka yang akan dipotong bulan depan."Masa kita dipotong gajinya sih..." keluh Yuna seakan masih tidak percaya."Iya, gak bisa kasih gratis kah, anggap saja hadiah gitu...""Bener kata Yuna sama Lily!"Lea yang tengah duduk di kursi depan sembari fokus menyetir agak kesal mendengar keluhan dari setiap gadis. Padahal mereka telah membuat dirinya serta agensi melakukan hal di luar ekspetasi, seperti meminta untuk diantarkan jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung, tanpa persiapan sama sekali dan bahkan sampai basah kuyup semasa tinggal di desa pinggiran Bandung yang tentu saja begitu dingin."Kita dah bahas tadi bukan, kalo kebanyakan pengeluaran, yang ada RP710 bisa minus anggarannya. Uang kita saja dah menipis habis beli kostum kemarin.""Ihh..."Meski masih tidak bisa menerimanya, tapi mereka bisa memaklumi setelah dijelaskan seperti tadi oleh Manajer mereka sendiri. Sementara itu di sebelah kursi pengemudi, Rian tertidur begitu pulas walau ada keributan di dalam mobil sekalipun. Wajah dari pria tersebut tampak begitu pulas nan tenang, seakan telah melewati hari yang begitu panjang serta melelahkan. Celi, yang duduk di belakangnya, memperhatikan sosok Rian dengan diam-diam dari atas. Kenangan lama kembali muncul dalam pikirannya—tentang bagaimana Rian selalu hadir di setiap penampilannya ketika ia masih di Kawaii Sekai."Ainaaaa!!! Aku bakal terus dukung kamu!!!!"Ia bahkan masih dapat mendengar suara teriakannya, menggema di antara para penggemar lain, meneriakkan dukungan pada dirinya seorang. Rian bukan sekadar produser baginya. Ia sangat ingat bagaimana dirinya dulu berdiri di panggung, merasa hampa dan tidak yakin dengan dirinya sendiri, tetapi setiap kali ia mendongak ke arah penonton, selalu ada satu suara yang meneriakkan namanya dengan penuh semangat. Suara yang memberikan kekuatan di saat-saat sulit, yang membuatnya tetap bertahan.Perlahan, Celi membisikkan sesuatu, hampir seperti rahasia kecil yang hanya untuk dirinya sendiri."Alasan aku masih menari sampai sekarang... adalah karena kamu, Rian."Senyum lembut terlukis di balik wajahnya, menandakan betapa bersyukur Celi karena pernah berjumpa dengan pria tersebut. Dengan perasaan damai, Celi akhirnya memejamkan mata. Dalam keheningan sore itu, diiringi suara mesin mobil yang mengalun pelan, ia tertidur dengan tenang, merasa lega untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------"Apa-apaan!"Pada kota Jakarta, sebuah kota yang dipenuhi oleh ambisi serta persaingan sengit bagi setiap orang yang mendiaminya, sebuah perusahaan raksasa bernama Arclight Corporation menguasai sebagian besar pasar yang berada di sana. Kali ini mereka tengah mengincar sebuah pasar yang belum pernah dijamah sebelumnya, yaitu pasar dunia hiburan. Perusahaan yang mereka incar yaitu, Apollo Production, berkiprah pada industri hiburan menolak tawaran untuk merger dengan Arclight Corporation. Selain itu, mereka tiba-tiba mendapatkan sorotan karena grup idol mereka yang baru, Spica, dengan cepat meraih popularitas. Grup idol ini digawangi oleh seorang produser misterius yang tidak banyak dikenal di luar kalangan industri. Direktur Arclight, Simione August Martadinata, memandang Spica sebagai ancaman yang harus segera dihentikan.Direktur tersebut, yang dikenal dengan sebutan August selalu dikenal sebagai pria yang penuh oleh perhitungan dan tak mengenal kekalahan, ia sebelumnya telah mengambil langkah untuk menghancurkan perusahaan tersebut dari dalam. Sampai-sampai mengirim putrinya sendiri, yaitu Citra, agar menyusup sebagai member grup tersebut, berharap bisa menggali kelemahan internal yang bisa dimanfaatkan. Tetapi, tampaknya Citra tidak dapat diandalkan sebagai seorang mata-mata dan gagal memberikan informasi yang berguna."Padahal dia selalu berhasil selama ini... mau bagaimana lagi, panggilkan aku dirinya!" Ia segera memanggil seseorang untuk datang menuju ke ruangannya melalui alat komunikasi.Merasa semakin terdesak, August kini mengubah strateginya. Dia memanggil salah satu petinggi perusahaannya yang paling cerdas, Darius."Apa anda memanggil saya, Direktur?" Pria tersebut segera datang menuju ke ruangan, tepat setelah dirinya mendapat panggilan."Aku punya tugas bagimu. Setelah mendengar bahwa dirimu cukup mendalami dunia hiburan.""Ya, Direktur, jika saya bisa membantu maka akan saya lakukan." Ucapnya begitu pelan sembari menunduk, tidak ingin membuat gerakan yang menyinggung pimpinan tertinggi di hadapannya."Dirikanlah grup idol, lalu tampillah di Dreamy Festival. Aku tidak ingin Apollo Production menang dengan idol bernama Spica itu."Darius, yang selama ini diam-diam menyimpan obsesi terhadap dunia hiburan dan para idol, terperinga begitu mendengar mengenai tantangan tersebut. Seketika ia menunduk begitu dalam sembari berkata,"Baik, saya akan segera laksanakan.""Untuk dana sebangsanya akan diatur nanti, selama kabar bagus yang kudapatkan."Pria itu tanpa menunggu lama lagi mulai mempelajari setiap aspek tentang Spica—dari gerakan panggung mereka hingga latar belakang pribadi para anggotanya. Di sinilah dia menemukan sesuatu yang menarik, salah satu anggota Spica bernama Celi ternyata pernah menjadi anggota dari grup dance cover besar bernama Kawaii Sekai, sebuah grup yang pernah mendominasi panggung di event Jejepangan, tetapi perlahan pamornya menurun sebab skandal besar. Tidak ada yang berhasil menguak mengenai masa lalu dari gadis itu, yang ternyata adalah Aina, gadis yang menjadi pelaku skandal besar Kawaii Sekai. Darius paham bahwa informasi penting itu adalah kunci untuk menghancurkan Spica sepenuhnya.Darius melangkah dengan tenang memasuki studio dari grup dance cover Kawaii Sekai. Tempat tersebut nampak begitu muram, terasa begitu sepi serta ditinggalkan. Dinding yang penuh oleh hiasan serta poster kian memudar, serta suasana penuh suram mengisi udara di sekitar. Grup yang pernah mendominasi panggung event, menghiburan ratusan ribu penggemar, dan sering manggung di sana-sini kini menjadi bayang-bayang saja. Skandal besar yang mengguncang mereka bertahun-tahun yang lalu telah merusak reputasi grup itu, dan lebih parah lagi, menghancurkan persahabatan antar anggota yang dulu tak terpisahkan.Dia sangat tahu bahwa waktu telah meninggalkan Kawaii Sekai, tapi itulah yang dia cari—kesempatan untuk menghidupkan kembali nama mereka, tapi kali ini segalanya harus sesuai seperti rencana yang telah ia susun. Dia memiliki sebuah misi besar dan Kawaii Sekai adalah bagian penting dari strateginya untuk menyaingi Spica.Pada ruangan kantor yang sederhana, dia bertemu dengan manajer Kawaii Sekai, seorang pria paruh baya bernama Hiroshi. Ia merupakan orang Jepang yang memang memiliki niatan mendirikan sebuah grup tari bergaya Jepang, tetapi kini sosok tersebut hanya menyisakan seorang pria penuh lelah, yang telah berjuang bertahun-tahun dan patah semangat. Mereka sempat berbasa-basi sebentar, sebelum Darius langsung ke inti pertemuan."Saya memahami bahwa kini kondisi Kawaii Sekai sekarang tengah dalam titik terburuk, baik dari segi anggota maupun finansial. Alasan kedatangan saya kemari ialah menawarkan sebuah solusi. Perusahan saya, Arclight Corporation ingin menjalin kerjasama dengan anda." Ucap Darius dengan penuh ketegasan, menunjukkan otoritasnya.Mata Hiroshi menyipit curiga, tapi rasa penasaran tak bisa dia sembunyikan. "Dan apa yang perusahaan anda inginkan sebagai imbalannya?""Kami ingin menggunakan nama Kawaii Sekai untuk mendirikan grup idol baru. Grup ini akan berfokus sepenuhnya pada dunia idol, bukan dance cover, serta memiliki tujuan utama yaitu memenangkan Dreamy Festival." Balasnya dengan senyuman tipis.Dreamy Festival adalah kompetisi idol yang begitu panas di sini, sebuah acara di mana grup idol baru beradu kemampuan dalam berbagai kategori, mulai dari vokal, koreografi, hingga popularitas. Bisa tampil di Dreamy Festival saja merupakan salah satu tahap terbesar dalam dunia idol. Tetapi memenangkan festival itu? Tentu bisa menjamin grup idol manapun langsung melejit ke puncak. Bagi Kawaii Sekai yang tengah jatuh, tawaran yang diutarakan tadi tidak bisa dibiarkan dengan mudah."Hanya itu, yang kalian inginkan?" Tetapi tampaknya sang Manajer masih menaruh rasa penasaran."Ah satu lagi. Sebetulnya demi mencapai ini saya telah memiliki rencana tersendiri. Oleh sebab itu, apakah anda bisa membantu saya dalam menemukan kembali para 'anggota emas' yang dulu membawa Kawaii Sekai ke puncak kejayaannya?""Maksudmu, anggota-anggota Kawaii Sekai angkatan ke-7?"Darius mengangguk pelan. Hiroshi terdiam sejenak, berpikir keras. Dia tahu bahwa angkatan ke-7 yang berhasil membawa Kawaii Sekai ke atas kini telah tercerai berai, ia takut apabila menyatukan mereka kembali akan mengulang kejadian yang sama. Tetapi tawaran Darius adalah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan nama Kawaii Sekai dari kehancuran total."Apa anda yakin ingin membawa mereka kembali? Banyak dari mereka yang kini telah memiliki kehidupan dan mungkin saja tidak ingin kembali ke dunia ini." ujar Hiroshi dengan nada ragu."Saya tidak mengatakan itu akan mudah, tapi ada satu alasan yang bisa membawa mereka kembali lagi. Jika anda menerimanya, maka saya yang akan mengurus semua itu. Yang pasti, Kawaii Sekai akan kembali terkenang apabila bekerjasama dengan Arclight Corporation."Hiroshi berpikir panjang, kemudian menghela napas dalam-dalam. Dia tahu dia tidak punya banyak pilihan. Kondisi grup yang sekarang hanya membuat mereka semakin terpuruk, dan dengan finansial yang menipis, tawaran Darius adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk bertahan. Lantas mereka saling menggenggam tangan satu sama lain, menyetujui penawaran dari Arclight Corporation untuk mendirikan sebuah grup idol Kawaii Sekai di bawah naungan mereka.Duduk pada meja kerjanya, Darius mengamati satu persatu berkas dokumen mengenai grup Kawaii Sekai. Hasil pencariannya selama sebulan penuh berhasil menemukan benang merah dari sebuah angkatan bernama angkatan ke-7 tersebut, sang pembawa ketenaran bagi Kawaii Sekai. Lima anggota utama—Rin, Miyu, Nana, Riko, dan Aina sebagai center—telah membuat nama Kawaii Sekai meledak di dunia hiburan. Meski grup itu terkenal di kalangan dance cover, kesuksesan mereka seakan tidak kalah besarnya dengan kepopuleran grup-grup idol yang menaik pada masa itu seperti Sirius."Aina..."Ia memusatkan perhatiannya pada satu nama yang tertera di dokumen, Aina. Dia adalah kunci dari semuanya. Aina bukan hanya sekadar center, tetapi pusat daya tarik yang menjadikan setiap fans tergila-gila pada grup mereka. Bakat, pesona, dan aura cerianya seakan menyihir penonton. Tetapi, setelah skandal besar yang mengguncang grup, Aina menghilang tanpa jejak, meninggalkan Kawaii Sekai dalam kekacauan. Ketidakhadirannya menjadi awal dari kehancuran grup tersebut. Darius tahu bahwa untuk membangkitkan kembali Kawaii Sekai, dia harus menemukan anggota-anggota emas itu, setelah ia mengetahui dimanakah Aina sebenarnya. Tetapi, sebelum itu ia perlu memulai semuanya dengan membawa kembali empat anggota lainnya yang jejaknya berhasil ia temukan."Yang pertama, adalah Rin."Rin merupakan member Kawaii Sekai yang begitu paham mengenai koreografi tarian. Ia merupakan otak dibalik setiap gerakan tari yang membuat Kawaii Sekai berbeda dari grup dance cover lainnya. Setelah kejadian tersebut, Darius berhasil menemukan keberadaannya yang kini bekerja sebagai bartender di sebuah kafe kopi kecil. Sebuah pekerjaan yang jauh dari gemerlap dunia hiburan, tempat bagi gadis tersebut menjalani kehidupan yang tenang dan jauh dari sorotan publik. Tetapi, Darius tahu bahwa di balik ketenangan yang Rin jalani, tentu ia memendam sesuatu di balik semuanya."Apa kamu Rin?" sapa kata Darius sambil duduk di depan meja.Gadis tersebut menghentikan pekerjaannya sejenak, menatap pria di hadapannya dengan mata penuh hati-hati."Namaku bukan Rin.""Oh begitukah? Sayang sekali, padahal aku tengah mencari seorang Rin. Sang jenius yang menjadi otak dari koreografi milik Kawaii Sekai.""Hal seperti itu sudah tidak ada lagi bagiku. Dia telah pergi." Ujarnya."Benarkah? Atau mungkin kau hanya menunggu kesempatan yang tepat untuk kembali? Aku punya tawaran. Aina, salah satu anggotamu dulu belum menyerah pada dunia itu. Ia tengah berada di grup baru bernama Spica sekarang."Mendengar nama Aina, mata Rin tampak sedikit berkilat. Kenangan lama tentang pengkhianatan dan kekecewaan yang menumpuk muncul kembali. Meski dia tidak pernah mengakuinya, Rin masih memendam ambisi untuk menjadi idol, dan dorongan untuk membuktikan dirinya lebih baik daripada Aina selalu ada."Temui aku setelah kerja nanti." Ujar Rin sembari pergi meninggalkan Darius.Senyum menyeringai terlihat dari wajah si pria, memahami bahwa ia telah berhasil mendapatkan perhatian dari anggota pertama. Kali ini tinggal menuju ke anggota selanjutnya yaitu, Miyu. Miyu adalah anggota dengan citra "gadis ceria" yang selalu tersenyum dan dekat dengan para penggemar. Meskipun tidak sekuat yang lain dalam hal teknis tari atau vokal, pesona Miyu yang lembut membuatnya sangat populer di kalangan penggemar remaja."Rupanya benar dia ada di sini."Darius bertemu Miyu pada sebuah event kecil di mana dia sedang mencoba peruntungannya sebagai seorang cosplayer di media sosial. Meski karirnya belum membuahkan hasil besar, Miyu masih dikenal di kalangan penggemar lama Kawaii Sekai. Saat Darius mendekatinya, Miyu bingung mengapa ada seseorang mengenakan jas rapi mendatanginya."Kamu, menawarkan aku buat gabung ke grup idol? Aku sudah pernah sebelumnya dan kayanya engga dulu deh.""Apa kamu yakin? Aku berani menjamin kalau grup idol ini akan lebih besar daripada yang pernah kau bayangkan. Kamu bisa dapat perhatian lebih dari sekadar event-event kecil seperti ini. Jika bergabung, pamormu naik kembali—bahkan lebih dari sebelumnya, dari dirimu sewaktu di Kawaii Sekai."Miyu terdiam sejenak begitu ia si pria menyebut nama grup lamanya. Popularitas adalah segalanya bagi Miyu, dan godaan untuk kembali ke sorotan sulit untuk ditolak. Akhirnya, dia tersenyum tipis."Baiklah. Jika itu bisa menaikkan namaku lagi, aku akan ikut."Anggota berikutnya ialah Nana, ia merupakan lead singer yang memiliki suara begitu khas serta kuat menjadikannya penyanyi bagi setiap lagu cover yang ditarikan oleh Kawaii Sekai. Sebelumnya ia memiliki keinginan untuk bisa memiliki lagu sendiri, namun skandal yang melibatkan grup mereka menghalangi mimpi Nana. Banyak perusahaan rekaman menolak bekerja dengannya karena takut akan pengaruh negatif skandal tersebut. Sehingga ia terus memutuskan menetap di Kawaii Sekai sembari melatih kemampuan menyanyi miliknya. Kehadiran Darius, seseorang yang menjalin kerjasama dengan mereka dan memiliki tujuan membuat angkatan baru tentu menarik perhatian Nana."Kudengar kamu sedang cari anggota untuk grup baru, grup idol?" kata Nana dengan nada serius.Darius memandang Nana, gadis tersebut memiliki keinginan tersendiri yang terpendam. Ia mendengar dari sang manajer bahwa Nana masih terus menanyakan mengenai kebenaran dari skandal yang telah terjadi sangat lama itu. Seakan gadis itu merasa bahwa Aina menyembunyikan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang Nana tak pernah ketahui."Benar, aku ingin membentuk grup idol di Kawaii Sekai.""Izinkan aku bergabung denganmu, aku ingin berada di grup baru itu.""Apa kamu yakin? Ini berbeda dengan dance cover yang kamu tahu loh." Ujar Darius berusaha menarik ulur pancingannya."Ya... aku tahu. Meski begitu pun aku ingin bergabung."Lantas, anggota terakhir yang akan diambil oleh Darius adalah Riko. Riko adalah anggota yang paling eksentrik dan dikenal karena gerakan tari yang berani dan tubuhnya yang begitu atletis. Di puncak karir Kawaii Sekai, dia adalah magnet bagi penggemar yang menyukai inovasi dan keberaniannya dalam menari. Ia seringkali disandingkan dengan Aina, menjadi rival atau saingan terberat sampai-sampai menciptakan rivalritas diantara setiap penggemar Kawaii Sekai.Walau skandal besar tersebut telah menghancurkan karir grup mereka secara sepenuhnya, Riko tidak pergi atau luluh seperti anggota lain dan terus menetap pada Kawaii Sekai. Bahkan ia sering melatih para angkatan baru demi dapat menaikkan pamor Kawaii Sekai kembali. Kehadiran sebuah grup idol baru kian terdengar melewati telinganya, sampai gadis tersebut menonton sendiri penampilan Spica. Tidak disangka, ia menemukan seseorang yang sangat dikenalnya berada di sana, yaitu seorang Aina. Saat menyaksikan bahwa ia yang telah menghancurkan segalanya masih dapat kembali menari dan bahkan tampil pada acara yang di mana Kawaii Sekai sering manggung di sana membuat Riko geram."Aku dengar kau ingin membawa grupmu ke Dreamy Festival." kata Riko ketika akhirnya bertemu dengan Darius."Benar. Aku ingin membawa grup baru ini untuk tampil di sana, sebab kudengar bahwa grup idol baru yaitu Spica hendak menuju ke sana juga." Balas Darius.Tatapan mata Riko berubah tajam. "Aku akan ikut. Aku ingin menghadapi mereka, terutama Spica.""Kalau begitu, sudah ditentukan."Dengan keempat anggota utama—Rin, Miyu, Nana, dan Riko—berkumpul kembali, Darius dapat memastikan bahwa tahap kedua dari rencananya telah memperoleh keberhasilan. Setiap anggota memiliki motivasi masing-masing, tetapi semua diarahkan pada satu tujuan melawan Spica. Dan yang terpenting, menghadapi Aina yang menjadi simbol pengkhianatan bagi mereka. Rin ingin membuktikan bahwa dia bisa menjadi center yang lebih baik daripada Aina, Miyu ingin memulihkan popularitasnya, Nana ingin mengungkap kebenaran di balik skandal tersebut, dan Riko ingin membalas dendam pada Aina dan Spica karena telah merenggut segalanya dari mereka.Meski memiliki ambisi masing-masing keempat gadis itumemiliki sebuah kesamaan yang saling terikat yaitu ingin menebus nama KawaiiSekai yang telah tercoreng. Mereka ingin mengembalikan grup itu ke kejayaannya,tidak hanya untuk membuktikan diri di dunia idol, tetapi juga untuk menuntaskan dendam yang belum selesai. Dan panggung terbesar untuk itu adalah Dreamy Festival, di mana Spica akan menjadi musuh utama yang harus mereka kalahkan.