Semua member Spica berkumpul pada ruang tengah kantor, menikmati pesta kecil-kecilan yang diadakan oleh Produser mereka. Kini pada meja telah tersusun beberapa kotak donat bermacam-macam rasa serta minuman dingin yang tentu disukai oleh setiap gadis. Sambil mengunyah donat dan menyeruput minuman manis, para gadis duduk dengan penuh senangnya, tidak menyangka bahwa Produser membawa ini semua setelah latihan berat yang dilewati hari ini. Menyaksikan kejadian tidak wajar ini tentu Lea dan Dara curiga dan langsung menanyakan ada apa gerangan pada Rian."Anu... sebenarnya..."Seusai Rian membisikkan mengenai kebenarannya kepada kedua wanita itu, langsung ekspresi mereka berubah menjadi masam. Rian memahami kekesalan serta kegundahan yang dirasakan keduanya seusai mengetahui bahwa ada udang di balik batu."Produser belakangan ini suka pergi mulu deh..." ucap Lily sembari membuka pembicaraan."Iya, kita sekarang jadi sama Manajer terus. Ya kan?""Mungkin aja kita tuh dah diduain gak sih? Produser selingkuh kayanya loh.""Seorang Produser?! Selingkuh!?"Perbincangan yang sebelumnya ringan kini berubah menjadi gosip para cewek berkat Lily, Rain, dan Dewi yang terbawa oleh suasana. Gadis-gadis lain lantas ikut menimpali kemungkinan mengenai Rian yang mungkin saja betulan selingkuh, berusaha menggoda pria di hadapan mereka."Engga kok... selingkuh darimana. Aku habis bahas mengenai lagu kedua sama komposer." Balas Rian sembari mendekat ke arah mereka."Enak gak donatnya?" tanya Rian kepada Wulan yang sejak tadi tidak berhenti menguyah donat di hadapannya."Euwnak! Ewnak Produser—""Iya kah? Soalnya aku belum pernah coba sendiri sih, cuma denger kalau itu toko yang agak terkenal."Menyaksikan gerak-gerik Produser yang terlalu baik kepada setiap idolnya menyebabkan beberapa gadis merasa penuh curiga. Mereka ialah Valentin dan Istar yang sangat paham mengenai bagaimana Produser mereka itu, sehingga langsung blak-blakan berkata."Produser, pasti ada sesuatu...""Perasaan gue juga gak enak dari tadi, tumben-tumbenan Produser beli donat di tempat mahal kek gini loh—"Rian tertawa kecil melihat ketidakmampuan dirinya untuk menyembunyikan rahasia dari para member, padahal ia berniat untuk membiarkan mereka merasa senang terlebih dahulu karena habis lelah menjalani latihan selama sehari penuh. Ia menghela napas dan kemudian menatap semua gadis yang kini menghentikan apapun yang tengah mereka lakukan, seakan tidak percaya."Produser... kamu mau ngesuap kita pakai donat?!""Jahat... Produser jahat banget...""Aku benar-benar tidak percaya.""Cia, Yuna... Isla... kata-kata kalian bisa micu kesalah pahaman loh. Ekhem— Jadi begini." Rian lantas bersiap untuk mengutarakan kabar kepada setiap member Spica.Semua member Spica berhenti makan dan fokus pada Rian, kecuali Wulan yang masih mengunyah donat, sembari menatap Rian seakan tengah menonton televisi."Kita dapat tawaran manggung... dari KoMIKaL, event kreator yang bakal diadain di pertengahan Juli nanti... bertempat pada Pelita Convention Center.""KoMIKaL... kata Produser."Cia dan Yuna mengenal mengenai event tersebut sebab sering diadakan pada Indonesia. KoMIKaL adalah event besar tahunan bagi setiap penggemar Jejepangan terutama kreator lokal yang berfokus dalam pembuatan karya berupa komik, novel, lagu, game, dan bahkan idol. Mereka sering menghadirkan nama-nama besar di dunia pop culture Jepang untuk hadir di acara mereka, yang dapat dikatakan bahwa tawaran tersebut sangat tidak terduga."Tapi, terlalu dadakan... banget deh.""Iya, schedule kita udah sibuk kan.""Bentar lagi Dreamy Festival juga, mana latihan aja masih kurang bagus.""Koreografi buat lagu kedua aja belum ada."Rian mendengarkan dengan seksama kekhawatiran yang diutarakan oleh Yuna, Valentin, Dewi dan Celi, member lain pun mengeluarkan reaksi yang tampak setuju atas keraguan tadi. Ia mengerti bahwa para gadis merasa tertekan dengan semua yang harus mereka lakukan, terutama mengenai persiapan untuk Dreamy Festival dan lagu kedua yang akan segera dirilis."Sebetulnya... aku masih khawatir mengenai betapa capeknya beberapa dari kita, Produser. Koreografi baru untuk lagu pertama saja masih belum mengalami peningkatan, kalau kita tetap maksa tampil begitu... bukan hanya ngecewain fans tapi bisa beresiko cidera juga." Celi yang merupakan member paling dewasa di antara semuanya menyuarakan pendapat.Semua orang terdiam sejenak, mengingat kejadian latihan tadi ketika Lily sempat terjatuh cukup keras dan membuat semua orang panik. Menyaksikan banyak di antara mereka yang saling diam satu sama lain, Rian kebingungan karena bahkan Lea saja sampai terdiam menunduk. Menyadari bahwa banyak yang khawatir tentang dirinya, Lily mencoba menyemangati teman-temannya."Pe-Pendapat dari kak Celi memang ada benarnya. Ta... tapi, aku percaya kita bisa impruv sebelum event itu kok. Event itu bisa jadi batu loncatan buat Spica juga kan, bisa nambah ketenaran kita... mengingat fans Spica yang masih sedikit. Te-tentu gak boleh dilewati kan? Temen-temen? Produser?"Semua anggota Spica merenung. Mereka tahu betapa kerasnya Lily berusaha dan betapa besar semangatnya untuk melihat Spica sukses. Satu per satu, mereka mulai merasa termotivasi oleh kata-kata Lily. Jika Lily saja, yang sering terjatuh, tetap berani untuk melangkah maju kenapa mereka malah memilih untuk diam dan bahkan melangkah mundur. Walau ada ketakutan dan kekhawatiran menanti di depan, mereka perlu berpikir mengenai kebaikan Spica juga."Aku sebetulnya menolak mengenai tawarannya, Produser. Tapi, kebijakan baru dari Dreamy Festival bikin aku dukung dengan penuh tindakan gegabah ini." Lea mulai membuka mulut.Lea baru kali ini merasakan sepenuhnya apa yang biasa Rian rasakan, ia benar-benar tidak memiliki pilihan lain, hampir berada di kebuntuan. Ketika Produser pergi untuk melakukan pekerjaan lain, ia justru tidak bisa memberikan yang terbaik untuk meningkatkan kemampuan setiap idol, bahkan pengetahuannya di bidang media sosial pun serasa tidak berguna. Sebab yang fans inginkan adalah penampilan langsung dari idol, menyaksikan lewat dunia virtual terasa sangat jauh berbeda dibandingkan empat mata."Semuanya, kita harus menerima tawaran ini, mau tidak mau." Suara Lea meninggi, menekankan ketegasan di balik sana.Para anggota Spica terdiam, memperhatikan Lea dengan seksama. Mereka tahu bahwa jika Lea berbicara dengan nada seperti ini, pasti ada sesuatu yang serius. Rian pun kaget karena menjumpai sosok Lea yang penuh ketegasan, sudah lama ia tidak menyaksikannya."Tahun ini, kebijakan kontroversial ditetapkan untuk Dreamy Festival. Sebuah persyaratan baru yang menyatakan bahwa setiap idol baru yang ingin tampil di festival harus memiliki minimal 1000 penggemar. Mereka bilang ini dilakukan untuk memperkuat kompetisi di antara setiap idol. Sedangkan Spica, Spica... masih jauh dari ketetapan itu karena penggemar kita masih di kisaran 500." jelas Lea dengan nada berat.Ia kemudian menghadap ke arah Rian, kedua matanya mengarah tepat pada Rian. Bahkan bahasa yang ia ucapkan tadi adalah bahasa formal yang sangat tidak mau Lea gunakan, mengartikan saat ini Lea sangatlah serius."Sebagai Manajer, aku harus meminta maaf begitu dalam kepadamu, Produser dan juga kepada setiap member Spica. Karena belakangan ini, aku gagal dalam menjalankan tugas sebagai Manajer, tidak berhasil meningkatkan baik kemampuan dan jumlah penggemar kita."Tiba-tiba saja situasi di antara mereka menjadi begitu berat, setiap orang kaget karena permintaan maaf dari Manajer mereka."Manajer! Kamu gak perlu minta maaf begitu—""Betul kata Produser, Manajer. Sebaiknya kita pikirkan saja bagaimana cara mengatasi hal ini—" Dara ikut masuk dalam perbincangan, berusaha mencairkan suasana."Engga, aku tetep harus minta maaf. Karena, jika kita tidak meningkatkan jumlah penggemar kita secepatnya, kita tidak akan bisa tampil di Dreamy Festival. Maka dari itulah... aku memohon dengan sangatnya kepada Spica, untuk tampil di event tersebut."Semua anggota Spica terkejut mendengar kabar tersebut. Mereka menyadari bahwa kini berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Melihat keseriusan dan keprihatinan di wajah manajer mereka, setiap member saling memandang wajah satu sama lain berusaha mencari sebuah jawaban yang tepat."Manajer benar." Menjadi garda terdepan, Lily memberikan suara bagi setiap gadis yang masih penuh gundah."Kita harus mengambilnya. Manajer saja sampai memohon ke kita. Dan, jangan khawatir semua... aku berjanji gak bakal ngulagi kesalahan yang sama kembali. Lily... bakal berjuang keras biar gak lagi jatuh!"Menyaksikan Lily yang mengutarakan semangat serta janjinya, para anggota Spica merasa tergerak. Mereka saling bertukar pandang menyatukan tekad demi tekad yang semakin menguat, satu per satu mereka pun mengangguk setuju."Terimakasih... terimakasih banyak kalian semua."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari yang melelahkan akhirnya mendekati akhir, menjelang malam Valentin sampai pada kontrakannya setelah menaiki kereta listrik yang penuh sesak oleh para pekerja kantoran. Kaki yang terasa berat membawanya ke sudut favorit di ruang tamunya, di dekat jendela yang menghadap pada dunia luar. Dia duduk dengan nyaman, membiarkan tubuhnya terbenam dalam kursi empuk sambil memandangi langit yang memerah dan jingga. Di luar, matahari mulai tenggelam, meninggalkan jejak keemasan yang membentang di cakrawala, seolah mengucapkan selamat tinggal pada hari yang melelahkan itu.Tetapi ketenangan yang ia rasakan hanyalah fana belaka setelah hp yang ditaruh pada meja mulai berdering. Ia melihat nama ayahnya tertera di layar, seketika perasaan cemas langsung menghinggapinya."Halo Ayah, selamat sore. Apa ada sesuatu?" sapa Valentin dengan suara pelan."Citra, bagaimana perkembangan Spica? Aku dengar Dreamy Festival menetapkan kebijakan baru tahun ini. Spica pasti kesulitan dengan persyaratan baru itu," kata ayahnya dengan nada yang tegas.Valentin merasa enggan untuk mengungkapkan apapun. "Agensi pun merasa kesulitan mengenai itu, Ayah. Tapi tidak ada kabar bagus yang dapat kusampaikan." jawabnya singkat."Jangan coba bodohi diriku. Tidak mungkin Spica tidak melakukan apapun untuk mengatasi kebijakan itu. Dengan penggemar yang masih sedikit, kalian pasti berada di kebuntuan. Beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi." Balas ayahnya dengan nada tinggi, sama sekali tidak puas.Gadis tersebut terdiam sejenak termenung memandangi langit-langit kamarnya, sekelebat pikiran mengenai teman-temannya di Spica terbesit, membuat Valentin penuh keraguan. Waktu yang dihabiskan bersama mereka membuat Valentin semakin lembek, ia paham bahwa kehadirannya di Spica hanya sebagai alat bagi ayahnya seorang, tetapi perlakuan yang Valentin dapatkan di sana justru berlawanan. Ia dianggap sebagai seseorang yang berarti."Citra. Kamu bisa sejauh ini karena diriku. Jika coba macam-macam, aku bisa merenggut segalanya dengan mudah darimu." Ancam ayahnya dari balik telepon.Dengan hati yang sepenuhnya tertutup, Valentin mematikan segala perasaan yang ia miliki padanya dalam sekejap. Ia sadar bahwa dirinya berada di antara dua warna, semua ini mengenai hitam atau putih, tidak ada yang namanya abu-abu bagi gadis tersebut."Spica akan tampil di KoMIKaL bulan depan.""KoMIKaL? Bagaimana bisa mereka mendapatkan kontrak secepat itu. Akan kugunakan informasi darimu, Citra. Lanjutkan pengamatannya." Ucap ayahnya.Kini Valentin terdiam mendengarkan suara telepon yang telah terputus, menyadari lagi-lagi ia dibiarkan untuk terus melakukan pekerjaan buruk ini tanpa bisa melawan sama sekali. Kebebasan telah lama direnggut dari tangan Valentin, sama seperti keadaannya sekarang, yang hanya dapat menyaksikan burung-burung beterbangan pada langit senja nan luas. Sementara dirinya terkurung dalam penjara bening bernama jendela di hadapannya.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Juli 2035,Mendekati hari event, Spica pun ditawari untuk mengikuti gladi yang diadakan oleh panitia KoMIKaL. Mereka pun sampai di Pelita Convention Center yang luas, gedung tersebut kini tengah riuh panas oleh persiapan yang tak henti-hentinya. Para panitia yang berpakaian seragam hitam dengan topi berlogo acara sibuk mengatur berbagai elemen. Mereka memeriksa setiap detail dekorasi dengan seksama: lampu-lampu LED yang menyala dalam nuansa merah jambu dan biru, banner-banner berhiaskan maskot dari event tersebut, serta kain-kain warna-warni yang menggantung di dinding dan langit-langit. Beberapa dari mereka menggunakan tablet untuk mengecek daftar tugas, sementara yang lain memegang alat komunikasi untuk saling mengabarkan satu sama lain."Gladi tuh sesibuk ini ya...""Baru kali ini loh aku bisa dateng ke acara Jejepangan yang masih disiapin..."Setiap member Spica mengalihkan pandangan mereka ke segala arah, terkesima oleh seriusnya suasana persiapan tersebut. Mendekati ke arah panggung utama, tim teknis bekerja keras untuk menyelesaikan pengaturan. Panggung utama dihiasi dengan backdrop megah yang menampilkan ilustrasi kota nan futuristik dan simbol-simbol ikonik dari budaya Jepang pop. Para pekerja mengatur peralatan audio dan visual, menghubungkan kabel, dan memastikan mikrofon serta proyektor berfungsi dengan baik. Terdapat juga beberapa teknisi yang memeriksa sistem pencahayaan yang akan menyoroti panggung dengan efek dramatis."Oh? Rian! Lama tak jumpa!" seseorang di dekat tangga panggung menyadari kehadiran mereka dengan memanggil nama Produser."Andi! Lama gak jumpa darimana! Terakhir ketemu di Komik Kreator tahun kemarin kan?!" jawab Rian sambil tersenyum kembali."Hahaha iya juga ya. Makasih ya sebelumnya, dah mau nerima tawaran dari kami buat jadi pengisi acara.""Justru aku ikut terimakasih juga padamu karena dah nawarin.""Yah, beneran loh. Kami beneran berterima kasih sama Spica. Kebanyakan grup idol sedang sibuk mempersiapkan diri untuk Dreamy Festival, jadi kami beruntung kalian bisa hadir.""Jadi kami jadi pilihan kedua nih?" ucap Rian dengan nada bercanda karena merasa bahwa Spica seperti rencana cadangan bagi mereka."Ya... anu... itu sih..."Sementara Rian dan temannya berbincang-bincang, Lea menggiring para anggota Spica yang lain untuk berganti terlebih dahulu pada ruang ganti yang telah disediakan. Panitia pun membukakan pintu ruangan ganti, pada tengah ruangan terdapat beberapa sofa dan kursi nyaman di mana para guest terkenal dari kultur pop Jepang berkumpul. Mereka ialah para cosplayer, mengenakan kostum ikonik dari karakter-karakter anime serta game yang tengah populer belakangan ini."Ga-Gak mungkin... mereka tuh...""Bagus banget loh kostum mereka...""Itu karakter dari anime itu kan? Mirip loh, mirip banget.""Wah! Ada Ranger juga!"Kekaguman tiada henti diucapkan oleh setiap member Spica saat berada dalam satu ruangan yang penuh oleh cosplayer terkemuka dengan make-up serta kostum tiada tanding mereka. Tanpa disadari dua orang personil yaitu Yuna dan Cia telah menghilang dari barisan, mereka mendekati beberapa cosplayer, dan meminta foto bersama cosplayer tersebut. Mereka berdua tampak sangat antusias, seakan telah lupa dengan tujuan awal mereka berada di sana."Yuna! Cia! Kalian itu ya... kita di sini buat gladi! Jangan ganggu orang lain!" Manajer segera menghampiri keduanya, menyeret mereka untuk kembali ke barisan."Eeeh... aku mau foto bentar sama Pink Magi!""Aku juga pengin foto sama Reinhard—! Bentar doang kok, Manajer!" pinta Yuna dengan memelas."Kalian bisa lakuin abis selese nanti! Sekarang ganti!"Dengan sedikit kecewa, Yuna dan Cia mengikuti instruksi Lea dan mulai bersiap-siap. Di tengah suasana tersebut, para gadis Spica lainnya merasakan sesuatu yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Mereka tidak menyangka bahwa Spica akan berdampingan dengan orang-orang terkenal di acara tersebut, membuat beberapa dari mereka merasa minder."Ternyata seruangan sama orang-orang terkenal bikin grogi ya." Bisik Dewi pada Istar."Ya, gue juga paham rasanya kok. Apalagi kalo sama artis yang sering muncul di film, jadi salting tau.""Tetap fokus... tetap fokus... ga boleh takut... jangan takut..." Wulan berusaha menjaga ketenangannya dengan mengulang-ulang ucapan tadi.Setelah berganti pakaian, para anggota Spica menunggu giliran di samping panggung. Mereka menyaksikan penampilan para guest lain yang sedang melakukan gladi resik, dan perasaan dag dig dug memenuhi hati mereka. Tidak bisa disangkal, para guest tersebut memiliki kemampuan luar biasa, setara dengan nama besar mereka."Hebat.. mereka banyak yang begitu hebat.""Acara gede emang pasti manggilnya guest yang gede juga...""Kita mah apa atuh..."Isla, Celi, dan Rain saling bergumam satu sama lain. Diikuti oleh member lain yang juga merasakan tekanan semakin meningkat. Mereka tahu bahwa mereka harus memberikan yang terbaik untuk bersaing di acara sebesar ini. Ketika Produser tidak ada di tempat, Lea, manajer mereka, mengambil alih untuk memberikan motivasi."Kalian semua, aku tahu kebanyakan dari kalian pasti ngerasa minder, wajar kok ngerasa begitu. Yang terpenting bagi kalian sekarang cuma dua hal doang. Yaitu PD sama kemampuan sendiri... dan percaya sama kemampuan anggota yang lain juga." kata Lea dengan suara lembut namun penuh semangat di baliknya."Ayo semua! Ini baru gladi loh? Masa kita dah ngelembek waktu gladi!" Lily mengikuti di belakang, berusaha mengumpulkan motivasi teman-teman yang lain."Ah iya, ini baru sebatas gladi ya. Nikmati aja." Celi menepuk bahu setiap orang sembari berjalan ke depan, bersiap naik ke atas panggung.Akhirnya, giliran mereka tiba. Dengan langkah penuh keyakinan, mereka naik ke atas panggung gladi resik. Lampu sorot menyala, dan musik mulai mengalun. Mereka memulai penampilan mereka begitu lancar mengikuti intuisi yang telah mereka latih selama ini. Setiap gerakan, setiap nada, dilakukan penuh ceria. Meskipun perasaan cemas masih ada, mereka berusaha menikmati setiap detik di atas panggung."Bagaimana, kak Manajer? Apa ada yang perlu diubah lagi?" seorang panitia berdiri di samping Lea ketika ia mengamati dari bawah panggung."Hmm... kayanya pencahayaannya kurang loh, bagian belakang agak gelap. Sama, nanti pas acara kabelnya bakal disusun kan ya? Takut ketika nari para gadis itu kesandung." kritik Lea kepadanya."Mengenai itu—"Di atas panggung sekarang memang masih kurang untuk kriteria gladi, kabel-kabel begitu berserakan, serta monitor yang menampilkan berbagai parameter teknis. Tim audio sedang sibuk menyesuaikan volume dan equalizer untuk memastikan setiap nada dan beat terdengar sempurna. Terkadang, suara bass atau treble yang terlalu kuat memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian cepat, sementara anggota grup mendengarkan dengan seksama, kadang dengan mic di tangan, siap untuk memberikan umpan balik."Agak ke kiri, oke sip! Coba nyalain lagi!" Pada bawah tangga, panitia tengah mengintruksikan kepada temannya yang tengah membetulkan pencahayaan.Pencahayaan adalah elemen penting lainnya yang sedang diperiksa. Teknisi pencahayaan mengatur lampu agar menciptakan efek dramatis dan atmosfer yang sesuai dengan mood setiap lagu. Mereka mencoba berbagai warna dan intensitas cahaya, berkoordinasi dengan tim kreatif untuk memastikan bahwa pencahayaan dapat mendukung penampilan setiap guest secara maksimal.Setelah gladi resik selesai, para anggota Spica berkumpul di ruang istirahat untuk beristirahat sejenak. Sementara itu, Lea dan Rian sedang berdiskusi dengan panitia mengenai acara di hari esok. Mereka saling berkomentar mengenai penampilan mereka tadi, membahas kekurangan atas persiapan acara, saling mengoreksi kesalahan, dan kekhawatiran mengenai acara besok."Gimana sih caranya biar bisa gerak cepet waktu di chorus?!" ujar Wulan begitu kesal."Wulan... itu langkah kakimu yang kelambatan tadi, harusnya udah mulai gerak waktu di irama sebelumnya.""Kok kak Celi bisa tau? Padahal di barisan kedua loh.""Kan dah kubilang tadi. Saking lambatnya aku bisa liat kamu telat gerak waktu lagi muter..."Yang paling berkembang dari semuanya adalah Lily. Ia akhirnya bisa melakukan gerakan yang selama ini menghantuinya dalam tarian tersebut setelah sebelumnya sering salah. Dengan senyum lebar di wajahnya, Lily mengucapkan terima kasih kepada Celi dan Rain."Kak Celi! Rain! Makasih banget ya! Beneran! Berkat kalian aku akhirnya bisa ngelakuin tanpa salah tadi!""Sama-sama, jangan panggil pake kak ah kalian semua. Aku jadi ngerasa tua...""Masama, kan kita bestie. Wajar dong!" balas Rain dengan sebuah pelukan ringan.Belakangan ini, atas permintaan dari Lily sendiri, Celi dan Rain meluangkan waktu mereka untuk membantu Lily berlatih di taman pada hari kosong mereka. Celi, yang sangat pandai meniru tarian, mampu menirukan gerakan barisan depan dengan cepat dan mengajarkannya langsung kepada Lily. Sementara itu, Rain membantu Lily menyesuaikan nyanyian dengan gerakan tari, karena barisan dua juga mendapat porsi menyanyi yang cukup banyak sebagai backsinger."Makasih banget... makasih.""Udah ah, jangan terharu gitu. Tampil aja belum!" Canda Celi kepada Lily yang sekarang matanya berkaca-kaca.Sementara itu, Lea dan Rian menyelesaikan diskusi mereka dengan panitia, memastikan semua persiapan berjalan lancar. Kembali ke ruang istirahat, Lea melihat semangat tinggi di wajah para gadis Spica dan merasa bangga dengan dedikasi mereka."Gladi yang bagus semuanya! Kita juga dah selesai bahas mengenai acara sama panitia, mungkin bahas di agensi aja apa ya, Produser?" kata Lea ketika berdiri di depan para gadis."Bisa, kita bahas nanti saja. Kayanya kalian juga dah pada capek kan. Maaf ya ga bisa liat gladi tadi, soalnya bahas ini itu sama panitia.""Kok bisa malah Produser gak liat gladi kita, jadi sedih nih aku." Goda Rain kepada Rian."Iya tuh, bagai cinta yang tak terbalaskan gak sih..." Dewi ikut-ikutan bergurau."Ja-Jangan gitu dong... aku beneran minta maaf nih.""Maaf doang gak cukup, kayanya perlu sesuatu deh... iya gak sih?" Istar memahami bahwa setiap member lain berusaha untuk membujuk Rian agar memberikan hadiah bagi mereka."Oke deh... sebagai permintaan maaf, aku bakal traktir kalian. Tapi inget, jangan yang mahal-mahal ya!""Nah gitu dong! Kita terima permintaan maaf Produser!" ucap seluruh member Spica, merayakan keberhasilan atas membujuk Produser dan gladi resik mereka.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Para gadis Spica melangkah keluar dari mobil, terperanga oleh keramaian yang telah muncul di hadapan mereka. Hari tersebut telah tiba yaitu hari pertama KoMIKaL di Pelita Convention Center dan suasana di luar venue sangatlah ramai. Suara bising dari kerumunan, panitia yang tengah mengatur antrian, dan obrolan penuh antusiasme langsung menyergap mereka."Seramai ini ya ternyata..." Valentin baru pernah menyaksikan antrian sepanjang itu di depan matanya."Wajar, hari pertama pasti seramai ini. Ah... kalo semisal aku gak manggung, sekarang aku lagi ikut antri di sana." Balas Cia.Produser lantas memandu setiap member untuk segera menuju ke area khusus di belakang gedung. Sembari melewati panitia yang tengah bersiaga, mereka melihat sekeliling dan kagum melihat banyak orang mengenakan kostum cosplay yang sangat detail dan kreatif. Ada seorang pria dengan kostum Mecha yang mengesankan dan sekelompok gadis dengan pakaian cosplay dari seri mahou shoujo terkenal. Tidak hanya mengenai cosplay saja, acara KoMIKaL diperuntukkan bagi setiap penggiat karya. Ruang luas pada tengah gedung konvensi bisa menampung stan-stan yang berjejer menawarkan berbagai barang dan merchandise yang mengesankan.Begitu acara telah dibuka, jalanan kini dibanjiri oleh berbagai orang yang telah lama menunggu. Suasana event begitu hidup dengan pengunjung yang sekarang memenuhi stan-stan indie, berburu akan karya-karya kreatif mereka. Walau fokus eventnya memang karya indie, tetapi perhatian sebagian besar orang juga tertuju pada panggung utama, di mana beberapa orang tengah sabar menunggu penampilan para guest terkenal.Di backstage, anggota Spica saling menyemangati satu sama lain sambil menunggu giliran mereka untuk tampil. Mereka berusaha tetap tenang meskipun jantung mereka berdegup kencang."Walau kita pernah ngelakuin ini sebelumnya, entah kenapa tetap deg-degan ya." Kata Dewi sembari memegangi tangannya sendiri begitu erat, demi menahan gugup."Duh, perutku sakit... mules...""Wulan, jangan dipikirin gitu! Kalo terus dipikir nanti makin sakit. Itu namanya kram perut karena serangan panik." Yuna berusaha untuk menenangkan Wulan yang tengah tertunduk kesakitan."Air, kasih air deh!""Aku adanya minuman penyegar, gapapa?" Celi memberikan botol minuman di tangannya pada Lily untuk segera diminumkan ke Wulan.Saat suasana semakin tegang dan penuh kecemasan, Valentin kembali dari toilet. Saat ia tengah berjalan melewati lorong hendak bergabung dengan yang lain, ia melihat seseorang yang tampak tidak asing. Perawakannya begitu mirip sebab terdapat luka pada muka pria itu, Valentin sangat mengenalnya, ia adalah salah satu bawahan dari ayahnya yang kini tampak menyamar sebagai panitia acara lengkap dengan baju serta topi hitam."Lagi ngapain dia di sini?!" pikirnya gelisah.Mungkinkah orang itu dikirim langsung oleh ayahnya, untuk mengawasi Valentin atau justru melakukan sesuatu yang lain. Namun, sebelum Valentin bisa memikirkan lebih jauh atau mengambil tindakan, nama mereka telah dipanggil untuk bersiaga di depan panggung."Valentin! Lu lama amat, kita sampai mau manggil loh." Sapa Istar kepadanya.Ia segera bergabung kembali dengan anggota lainnya yang telah bersiap-siap di depan panggung. Ketika Spica bersiap untuk naik ke panggung, Produser mereka muncul di balik tirai, memberikan dukungan dengan senyuman penuh keyakinan."Sudah siap untuk live kedua? Dari wajah-wajahnya keliatan siap deh." Ucap Rian ketika melihat mata penuh api terpancar dari Lily yang berada di barisan terdepan.Sementara dari belakang Lea menasihati satu persatu dari mereka dengan tegas,"Rileks, jangan gugup, jangan takut. Kalian itu datang untuk menampilkan yang terbaik, bukan untuk bertarung. Ingatlah bahwa kalian di sini untuk memberikan kebahagiaan pada setiap fans!"Dengan anggukan mantap, Spica melangkah ke atas panggung. Saat mereka masuk, suasana langsung meledak dengan sorakan dari para pengunjung. Sambutan meriah itu memberi mereka tambahan energi, dan mereka membalas dengan sapaan yang penuh gairah, menyemangati penonton yang ada di hadapan mereka."Selamat pagi pengunjung KoMIKaL semuanya! Sudah siap belum buat ngidol bareng Spica?!!" seru Lily dengan senyum lebar, diikuti oleh anggota lainnya yang melambai penuh semangat kepada penonton.Saat lagu mulai terputar, energi di panggung semakin membara. Semakin banyak penonton yang berdatangan untuk menonton penampilan mereka. Lily penuh oleh fokus saat menari saat pikirannya mulai mengingat akan kerja kerasnya selama ini, memikirkan semua perjuangan dan dukungan yang diterimanya dari Celi, Rain, dan anggota lainnya. Ia harus membuktikannya, terutama pada gerakan sulit yang sebelumnya menjadi tantangan besar baginya.'Tenang saja Lily! Kamu sudah berlatih! Kamu bisa, kamu bisa membuktikannya! Semua ini demi yang lainnya juga!'Tetapi, begitu mereka memasuki bagian tarian yang paling sulit, sesuatu yang aneh terjadi. Lily tiba-tiba merasakan ada perubahan pada tangga nada yang tidak sesuai dengan koreografi yang telah mereka latih. Perubahan dalam lagu itu terasa begitu kecil tetapi cukup untuk mengacaukan fokus gadis itu sepenuhnya.'Loh? Seharusnya... gak begini. Kenapa begini? Apa... yang harus kulakuin?' ujar Lily dalam benaknya.Ketika mencoba melakukan gerakan tersebut, pikirannya buyar, dan tanpa diduga, ia tersandung dan jatuh di tengah panggung. Waktu seakan bergerak begitu lambat. Terjatuh di depan penonton adalah mimpi buruk bagi setiap idol, dan Lily merasakan beban malu dan kekecewaan menghantamnya begitu keras."Gawat!" Rian yang menyaksikan dari pinggir panggung dilanda kepanikan luar biasa.'Berdiri! Lily... ayo! Berdiri!' teriak Lily sepenuh tenaga, meski tubuhnya sekarang seakan tidak mau mendengar jeritan hatinya.Ia merasa seolah-olah seluruh panggung menghilang, dan ia terjebak dalam kegelapan. Tubuhnya tidak mau merespons, berkali-kali ia terus menyuruh dirinya untuk bangkit dan melanjutkan tarian. Tetapi, semakin ia mencoba, semakin dalam ia terjatuh pikiran-pikiran yang kini menghantuinya berupa kegagalan, kekecewaan, dan ketakutan akan ejekan yang mungkin akan ia terima dari semua orang. Pikiran-pikiran itu membuatnya terdiam, seolah-olah dunia di sekelilingnya berhenti."Lily!"Sebelum sempat kegelapan itu menelan Lily sepenuhnya, sebuah cahaya muncul—Rain, yang berada di barisan kedua, dengan cepat merespons situasi. Tanpa ragu, Rain mengimprovisasi gerakannya, mencoba menyelamatkan situasi dengan mengubah momen jatuhnya Lily menjadi bagian dari tarian mereka. Ia mendekati Lily dengan gerakan yang elegan, seolah-olah semua yang terjadi adalah bagian dari koreografi yang telah dirancang.Rain mengulurkan tangannya kepada gadis itu, "Berdiri, Lily!" ujarnya.Saat menyaksikan wajah dari seorang gadis yang perasaannya telah hancur lebur, Rain ikut terpukul. Lily tampak blank, matanya berkaca-kaca, hampir menangis karena merasa telah mengacaukan semuanya. Rasa malu dan kecewa membanjiri pikirannya, membuatnya merasa tidak mampu melanjutkan. Seakan ia tengah menyaksikan dirinya di masa lalu, yang sama seperti Lily sekarang, jatuh terdiam tanpa tahu arah. Dengan suara yang dipenuhi dengan tekad, Rain berkata,"Kalo kamu terus diam, semuanya gak bakal berubah, Lily!"Menyadari bahwa ucapan tersebut tidak cukup untuk menyadarkan sahabatnya, Rain segera menggerakkan wajah Lily. Sembari berkata dengan penuh kekuatan,"Lihatlah sekitarmu, Lily. Jangan hanya melihat dirimu sendiri. Lihat para pengunjung yang ada di depanmu, lihat ke samping ke member Spica lain, dan bahkan Produser sama Manajer!"Lily, yang masih tertegun mulai mengalihkan pandangan dari dalam dirinya sendiri dan melihat ke sekeliling. Ia melihat wajah-wajah para pengunjung yang penuh semangat, masih bersorak dan memberikan dukungan meski ia baru saja melakukan kesalahan. Ia melihat teman-teman segrupnya, terus menari sembari menutupi Lily yang tengah terjatuh, siap menanggung beban bersamanya."Ce.. li?"Ia melihat Celi, yang kini melangkah ke barisan depan, menggantikan posisinya sementara. Padahal ia merupakan penari barisan kedua, tetapi berusaha menggantikan gerakan barisan depan yang jauh lebih susah, sampai terkadang dirinya telat waktu bergerak. Cia yang bertahan sendiri di barisan kedua sebab dua gadis tengah menangani Lily, menari tanpa keraguan sama sekali. Setiap member lain mencuri pandang ke arah Rain dan Lily, dengan ekspresi yang penuh keyakinan dan kepercayaan, seakan mengisyaratkan bahwa mereka bisa menangani ini bersama."Semuanya..."Lily merasa hatinya sedikit lebih ringan. Meskipun ia telah melakukan kesalahan besar, berkat dukungan dari semua orang di sekelilingnya, situasi ini tidak berubah menjadi bencana. Penonton, bukannya kecewa, malah semakin bersemangat, terus meneriakkan dukungan mereka. Mereka tidak peduli dengan kesalahan yang terjadi, yang mereka pedulikan adalah enerji serta semangat yang Spica tunjukkan di hadapan mereka."Makasih, Rain. Makasih..." Dengan kekuatan baru yang muncul dalam dirinya, Lily meraih tangan Rain.Rain membalas dengan senyum, merasakan kelegaan bahwa Lily telah menemukan kembali semangatnya. Bersama-sama, mereka melanjutkan penampilan live tersebut. Mereka menyelesaikan lagu tanpa semangat yang menurun sama sekali, dan ketika musik berakhir, sorakan penonton membahana ke seluruh ruangan.Setelah selesai penampilan, Spica langsung dihantam oleh MC menuju ke sesi wawancara di tempat. Meski masih penuh lelah dan berdebar, mereka berusaha menjawab pertanyaan dari MC dengan tenang. MC mengajukan berbagai pertanyaan tentang pengalaman mereka, persiapan menuju penampilan, dan semangat yang mereka bawa ke panggung. Semuanya berjalan begitu normal sampai tiba pada titik di mana tanpa sengaja MC terceplos menyebutkan tentang kejadian saat Lily terjatuh di tengah penampilan."Oiya tadi ada momen ngejutin ya, ketika kak Lily jatuh di panggung. Kakak gak apa-apa?" ujar MC tersebut tanpa sadar.Semua orang langsung terkejut mendengar pertanyaan itu, bahkan Rian yang berada di samping panggung sampai hendak marah tetapi ditahan oleh Lea. Para member Spica, terutama Rain dan Celi, merasa kesal karena hal tersebut diangkat di depan banyak orang, dan lebih lagi ditanyakan langsung kepada Lily yang baru saja mengalami kejadian itu.Rain berusaha untuk menggantikan Lily menjawab pertanyaan tadi, tapi kemudian Lily membuka mulutnya. Ia tidak membiarkan pertanyaan itu membuatnya tertekan. Alih-alih menjawab dengan serius, memilih untuk bercanda."Iya! Sebenernya tadi aku niatnya mau bikin lebih wah gitu loh! Tapi sayang, gara-gara terlalu semangat aku sampai kesandung terus jatuh, hehe..." katanya sambil tertawa kecil.Candaannya berhasil meredakan ketegangan. Penonton yang berada di bawah panggung tertawa mendengar komentar Lily, menyukai cara idol itu menghadapi situasi tersebut dengan candaan ringan. Setelah wawancara selesai, Spica turun dari panggung dan menuju ke backstage. Di sana, anggota lain segera mendekati Lily, khawatir tentang keadaannya."Lily, kamu beneran gapapa? Jangan maksain diri oke, kayanya kamu terlalu keras sama dirimu sendiri loh." Kata Dewi penuh kekhawatiran.Lily segera menggelengkan kepalanya, terhenti sejenak pada lorong ruangan."Aku bener-bener muak sama diriku sendiri." ucapnya tiba-tiba, mengejutkan yang lain."Kalian selalu ada buat dukung aku, tapi aku sendiri malah terus-terusan berpikir soal diriku sendiri—soal bagaimana caranya agar aku bisa lebih baik dalam menari. Aku terlalu fokus sama diriku sendiri, sampai-sampai lupa bahwa kita itu adalah grup."Setiap anggota Spica terdiam, mendengarkan setiap perkataan Lily dengan penuh perhatian."Karena itulah, aku gak boleh lagi bikin kalian nyelametin aku terus, aku harus terus maksain diri buat bekerja keras. Karena cuma cara itu doang yang kutahu, dan bisa kulakuin. Di live selanjutnya aku bakal janji gak bakal jatuh dan bikin repot lagi!" kata Lily penuh ketegasan.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di ruang istirahat, anggota Spica duduk bersama, membahas segala keanehan yang mereka rasakan selama penampilan live tadi. Lily kini tengah dipanggil oleh Produser untuk membahas insiden yang terjadi di atas panggung, tidak ada bersama mereka. Meskipun penampilan Spica bisa dikatakan berhasil, tetapi suasana hati para anggota masih dipenuhi dengan rasa khawatir tiada tara.Valentin pun merasa demikian, menyadari memang terdapat sesuatu yang tidak wajar. Dalam benaknya, Lily sama sekali tidak membuat kesalahan, ia sangat yakin mengenai hal itu. Yang tidak wajar adalah mengenai lagu yang terputar, pada titik tertentu, yaitu saat Lily kehilangan fokus ia merasakan nadanya ada yang dirubah bagai seseorang mensabotasenya. Bagi penari di formasi belakang, mungkin tidak ada yang sadar sama sekali tapi bagi penyanyi serta penari bagian depan perubahan sekecil itu bisa sangat terasa. Seorang Yuna pun sadar akan hal itu, sehingga ia bisa mengatasinya karena Yuna itu jenius, ia pasti bisa mengimprovisasi sehingga tidak melakukan kesalahan seperti Lily.'Jangan bilang kalau ini ulah ayah...'Karena ada kemungkinan itulah, Valentin memilih untuk diam di tengah diskusi ramai yang tengah diadakan di depan mereka. Yuna di sisi lain juga tidak mengucapkan apapun karena ia merasa bersalah sebab tidak memberitahukan bahwa ada keanehan di saat lagu terputar, memilih terus menari dibandingkan membantu Lily yang terjatuh."Mungkin aja ada yang sabotase penampilan kita..." ujar Rain penuh kecurigaan.Semua anggota terdiam sejenak, mencerna kemungkinan bahwa ada campur tangan dari pihak luar yang sengaja mengacaukan penampilan mereka. Meskipun ini hanya dugaan, pikiran itu membuat suasana semakin tegang. Namun, tidak ada yang bisa menolak mentah-mentah pendapat itu, semakin menguatkan kecurigaan. Mengetahui situasinya semakin runyam dan bisa menghancurkan chemistry antar grup, Celi yang biasanya memilih untuk diam tidak ikut campur segera angkat bicara."Sebenernya... aku ngerasa aneh juga kok." ucapnya dengan suara lembut namun jelas, semua mata kini tertuju pada Celi."Aku bisa tahu soal ini karena aku juga yang ngajarin Lily gerakan barisan depan. Aku hapal betul setiap nada dan gerakannya. Tapi tadi, ada perubahan yang nggak seharusnya terjadi. Kaya, ada kesalahan teknis di audio loh."Mendengar pernyataan Celi, Valentin dan Yuna saling bertukar pandang, mengakui bahwa mereka juga merasakan hal yang sama, meski tidak diungkapkan secara langsung.Celi melanjutkan, "Kesalahan teknis bisa kejadian kapan saja dan kadang kita nggak bisa lakuin apa-apa soal itu. Yang penting sekarang tuh biarin aja yang dah berlalu dan bersiap buat hari esok. Nggak ada gunanya kita lama-lama mikirin soal ini."Kata-kata Celi, meski sederhana, membawa ketenangan pada anggota lain. Mereka menyadari bahwa terus merenungi kejadian tadi hanya akan menambah beban pikiran mereka. Lebih baik fokus pada penampilan berikutnya dan memastikan mereka siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.Lily sampai pada tempat terpencil yang ada di ujung backstage di mana Rian dan Lea tengah menunggunya. Saat ia sampai di sana, hati Lily dipenuhi dengan rasa takut dan cemas. Dia khawatir bahwa kesalahannya tadi akan membawa konsekuensi yang berat—mungkin dia akan diomeli atau bahkan mendapatkan sanksi. Menyadari bahwa Lily begitu ketakutan, Lea segera memberikan isyarat dengan sebuah senyuman ringan, seakan mengatakan padanya tidak perlu khawatir akan apapun."Maaf ya manggil kamu di tempat begini, soalnya ini tempat paling aman buat bicarain semuanya tanpa kedengeran member lain dan bahkan panitia." Kata Rian."Kami manggil kamu bukan buat ngomelin soal tadi kok, justru pengin bahas mengenai hal setelahnya." Lea pun menambahkan.Lily mengangkat pandangannya, penasaran namun penuh was-was. Rian melanjutkan penjelasannya,"Beberapa hari ke depan, kamu bakal diganggu oleh hal ini. Kemungkinan besar, video saat kamu terjatuh tadi terekam oleh seseorang dan bakal disebarin di internet. Kejadian paling bagusnya, video itu cuma lewat doang, dan paling parahnya tentu jadi video viral.""Tapi mengingat betapa gedenya nama KoMIKaL, video itu bakal viral. Makdarit, kamu bisa kena tekanan gede mengenai kejadian viral itu. Kami ingin kalau Lily tetap tenang dan hiraukan aja. Jangan dipikirkan terlalu dalam. Kami bakal coba atasi masalah yang timbul nanti dan yang terpenting, jangan sampai kamu merasa marah atau tergoda untuk merespons di internet. Biarin aja semuanya buat reda dengan sendirinya." Lea menjelaskan begitu panjang lebar."Jadi... Produser sama Manajer manggil aku kemari buat bahas soal itu? Gak... marahin aku soal tadi?" Lily masih tidak percaya mengenai pembicaraan di depannya sekarang."Marah? Tentu aku marah kok, tapi bukan sama kamu, lebih ke panitianya. Makanya aku manggil kamu kemari biar—"Lea segera menghentikan ocehan Rian yang begitu keras itu sebelum ada panitia yang benar-benar mendengar pembicaraan mereka bertiga."Paling itu doang Lily, kamu bisa balik sama yang lain. Intinya, biarin aja oke... jangan terbawa emosi kaya Produsermu sekarang ini." Ucap Lea kepada Lily sembari menahan mulut Rian begitu keras.Gadis itu pun mulai berjalan menjauh sedangkan Rian tetap marah karena merasa bahwa kesalahan Lily bukan sepenuhnya karena gadis itu sendiri. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres saat pertengahan live, seolah-olah ada yang mensabotase lagu mereka, menyebabkan Lily sampai kehilangan fokus. Tetapi sebelum dia sempat mengatakan hal tadi kepada Lily, Lea menahan Rian begitu keras, berkata padanya untuk tidak bilang pada si gadis."Kenapa dibiarin sih?! Kita tuh dirugiin gara-gara kejadian ini, Manajer!""Aku tau kok, aku tau kalo kamu kesel. Tapi inget, aku itu Manajer mereka! Tugasku adalah bikin mereka semakin berkembang. Kejadian tadi bisa jadi pengalaman bagi Lily, kalo Produser ngasih tau soal kemungkinan itu, justru yang ada dia bakal nyalahin panitia dan bisa berakhir nyalahin segalanya tanpa bisa berjalan maju." Kata Lea penuh bijak.Rian akhirnya menyerahkan sepenuhnya urusan ini kepada Lea, yang memiliki pengalaman lebih dalam menangani situasi seperti ini. Menyadari pria di hadapannya ini sudah mulai tenang, ia menepuk pundak Rian."Serahkan saja padaku, aku juga pernah mengalami hal serupa kok. Diliat dari gimana gadis itu menghadapinya, dia bakal baik-baik aja, Lily itu gadis yang kuat ."