Memasuki bulan Juni, kegiatan Spica semakin sibuk dengan berbagai jadwal selain latihan. Sebab viralnya video yang direkam oleh salah seorang tamu pada acara pernikahan kemarin, membuat nama Spica melejit seketika. Kini mereka pun dibanjiri oleh banyak tawaran pekerjaan dan keuangan RP710 mulai sedikit membaik. Dengan situasi finansial yang aman, Rian segera mencari produser musik untuk membuat lagu kedua bagi Spica."Dah ada gambaran soal siapa yang mau dijadiin komposernya?" ujar Lea saat Rian tengah mencari nama-nama yang telah disusunnya dari beberapa hari kemarin."Sebenernya banyak yang bagus... kaya NeoNova, Vortex, Jun Aria... tapi entah kenapa aliran musik mereka agak kurang cocok buat konsep lagu kedua ini...""Mau dibuat bagaimana memang?""Aku pengin... lagu yang bisa bikin penggemarnya semangat nge-chant. Biar idol dan fans saling semangat dalam nyanyiin lagunya.""Permintaanmu agak sulit juga... bikin lagu yang begituan susah loh. Yakin bisa selesein sebelum Dreamy Festival?" Lea kembali mengingatkan Rian mengenai tujuan utama mereka, yang tersisa sekitar satu bulan lagi."Makdarit, kita butuh lagu kedua ini... kalau pakai satu lagu doang, bisa-bisa kita kalah sebelum tanding di Dreamy Festival."Saat tengah men-scroll postingan dari media sosialnya, perhatian Rian terhenti oleh sebuah postingan pada reels. Video singkat di sana menunjukkan keasyikan beberapa penggemar Jejepangan yang saling menari bersama dalam alunan lagu, mereka saling menerikkan kata-kata yang sama dan membuat suasana semakin meriah. Rian seakan mengenal dengan lagu yang dibawakan pada event tersebut, dan rupanya benar dugaan yang ia kira."Lagu ini... buatan ZEN kan."Belakangan ini, komunitas Jejepangan sedang ramai dengan postingan lagu-lagu dari seorang VocaP yang dikenal sebagai ZEN. Sebab banyak lagu Vocaloid yang kebanyakan menggunakan bahasa Jepang atau Inggris, ZEN yang menciptakan lagu Vocaloid menggunakan bahasa Indonesia membuat karyanya menjadi keunikan serta ikon di kalangan penyuka Jejepangan Indonesia. Lagu-lagu ZEN sangat digemari di media sosial dan platform streaming, dengan lirik yang penuh ceria dan melodi yang catchy, menjadikannya pamor bagi para wibu."Si ZEN ya? Di reels-ku sering muncul juga editan lagu dari tu orang." Ujar Lea setelah ikut mengintip postingan dari hp Rian."Bisa gak ya, buat kontak dia...""Kudenger dia agak susah buat dikontak, tapi soal karya, ga bisa diremehin kualitasnya.""Nah itu, ZEN emang susah banget buat diajak kerjasama... dia jarang banget collab sama creator lain" jawab Rian dengan penuh keraguan.Rian sering mendengarkan lagu-lagu yang diciptakan oleh ZEN di waktu luangnya. Jenis musik yang dimiliki ZEN sangat sesuai dengan gambaran lagu kedua Spica nanti. Meski begitu, ia terbilang salah satu musisi yang sangat susah untuk diminta komisi. Sejauh ini, hanya sedikit saja yang dapat berkolaborasi dengan ZEN dalam hal pembuatan lagu. Meski begitu, Rian memaksakan dirinya untuk coba mengontak VocaP tersebut. Berbekal dengan keras kepala yang ia miliki Rian mulai menghubungi ZEN melalui berbagai platform, baik dari Fastgram, UsTube, sampai Melodify saja ia jamah demi bisa mendapatkan jawaban dari sang VocaP.Dalam kamar gelap yang penuh dengan barang-barang berserakan, seorang pria dengan rambut ikal yang acak-acakan memandangi layar terang di depan wajahnya. Ia adalah ZEN, seorang produser musik Vocaloid yang tengah naik daun. Di hadapannya, terdapat tiga layar monitor yang semuanya menampilkan detail mengenai lagu baru yang tengah dikerjakan. Sesekali, ia menggerakkan slider audio di atas meja untuk menyesuaikan irama yang tengah coba disusun pada monitor."Err... kurang... kurang pas kalo gini. Khk—" berkali-kali ia menggarukkan tangan pada kepala, berpikir seperti apakah nada yang cocok untuk mengisi bagian kosong pada lagu itu.*ting*Suara dari notifikasi yang masuk lewat komputer mengalihkan perhatian ZEN, pada layar monitor sebelah kiri terlihat beberapa pesan masuk berderetan. Satu pesan menarik perhatiannya, sebuah tawaran kerja sama dari label musik terkenal yang berharap untuk bisa bekerja dengan ZEN. Ia menatap layar dengan tatapan kosong, membiarkan pesan masuk tersebut tanpa peduli sama sekali. Pernah dirinya menerima tawaran dari sebuah perusahaan besar yang mengaku ingin bekerja dengannya untuk menciptakan lagu dengan ciri khas ZEN. Namun, setelah berbulan-bulan kerja keras, aliran musik miliknya diubah sepenuhnya oleh pihak peminta, sehingga lagu tersebut kehilangan semua karakteristik yang ia banggakan. Kejadian itu membuat ZEN merasa dikhianati dan kecewa, sebab ia menganggap setiap lagu layaknya anak kandung, ia merasa bahwa mereka telah melecehkan anak tercintanya. Sejak saat itu, ZEN menutup diri dari dunia luar, menolak semua tawaran dan komisi. Ia lebih memilih bekerja solo, demi melindungi ciri khas miliknya sendiri.ZEN menarik napas panjang, mencoba menghilangkan rasa marah dan kekecewaan yang kembali muncul. Ia tahu bahwa keputusan ini membuatnya menjadi seorang VocaP yang dingin dan misterius di mata banyak orang. Tetapi, ia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi karya-karyanya dari tangan-tangan yang tidak menghargai seni dan keaslian musiknya. Dengan satu gerakan cepat, ZEN menutup pesan demi pesan, dan kembali fokus pada layar di depannya, melanjutkan pengerjaan lagu baru yang sedang diciptakannya. Ia lebih suka membiarkan dunia luar berusaha memahaminya dari kejauhan, sementara ia tetap setia pada musik dan identitas yang telah ia bangun dengan susah payah."Kok gak dibales-bales..."Selama berhari-hari pesan yang telah dikirimkan oleh Rian pada setiap media sosial milik ZEN sama sekali tidak mendapat jawaban. Padahal ia telah mengirim menggunakan akun milik RP710, yaitu sebagai salah satu penawar kerjasama yang baik, benar, dan tentu saja profesional nan resmi. Mengetahui bahwa cara biasa saja tidak mempan, ia mengetahui satu cara lain yang sangat cocok dipakai oleh ZEN yang begitu Rian kenal."Yang bener aja, kamu minta izin buat pinjem akun Spica buat gituan...?" Lea mengomentari kelakuan Rian."Cuma cara ini doang yang manjur Lea, percaya deh."Rian menulis komentar dengan hati-hati, berharap menarik perhatian ZEN. Pada beberapa lagu ZEN yang telah di posting di platform musik ia menuliskan,"Hai Kak ZEN! Kami dari grup idol Spica sangat suka sama lagu-lagu kak ZEN loh! Kami rasa musik kak ZEN sangat cocok dengan gaya musik kami dan ingin sekali mengajak berkolaborasi. Kalau kakak tertarik bisa cek lagu kami, 'Kaulah Idola Bagiku', dan beri tahu kami pendapat kakak mengenai lagu tersebut. Kami sangat berharap bisa bekerja sama dengan Kak ZEN. Terima kasih!"Setelah meninggalkan komentar tersebut, Rian terus memantau respons dari ZEN. Ia memberi tahu Lea dan Dara tentang rencana tersebut, karena mereka berdua yang mengurus sepenuhnya akun Spica. Sementara menunggu, Rian juga memastikan bahwa akun media sosial Spica aktif dan terus memposting konten yang menarik untuk menjaga minat dan perhatian publik, termasuk ZEN, terhadap grup idol tersebut."Apa ini... mereka selalu ngirim komentar beda-beda tapi maksudnya sama di setiap laguku... apa coba grup Spica ini..."Kegiatan rutin ZEN untuk mengecek kolom komentar tampaknya benar-benar terganggu oleh rencana yang telah dijalankan oleh Rian. ZEN mencoba mengabaikan rasa penasaran itu, tetapi dorongan untuk mengetahui lebih lanjut terlalu kuat. Dia membuka browser dan mencari lebih banyak informasi tentang grup idol Spica, ia sepertinya agak kenal sebab grup tersebut yang viral beberapa hari kemarin karena penampilannya di acara nikahan. Ketika menemukan video yang viral itu, ia mendengarkan lagunya dengan saksama, dan perasaan tidak nyaman semakin kuat."Penampilan mereka biasa aja... tetapi... lagunya..."ZEN merasakan debaran aneh dalam dadanya saat mengenali gaya musik yang begitu mirip dengan karya mendiang WinKaP. Meski berusaha menepis perasaannya, rasa penasaran semakin menggerogoti pikirannya. WinKaP, merupakan VocaP yang begitu dihormati oleh ZEN, ia meninggal beberapa tahun lalu, meninggalkan jejak besar di dunia VocaP lokal. Karya-karya WinKaP selalu memiliki ciri khas yang unik, dan ZEN merasa bahwa lagu yang digunakan Spica memiliki unsur-unsur yang begitu cocok dengan aliran WinKaP.ZEN menghubungi Rian melalui platform media sosial, di mana Spica meninggalkan komentar. Pesan ZEN singkat, tetapi jelas."Hai juga Spica! Senang kamu tertarik dengan lagu-lagu yang kubuat. Aku juga mampir buat liat penampilanmu, mungkin kita bisa berkolaborasi suatu hari nanti!""Hmm...?! HMMM?! Dibales?! Betulan dibales?!"Rian, yang terus-menerus memantau akun media sosial Spica, segera melihat pesan dari ZEN. Teriakan penuh gembiranya mengagetkan setiap orang di kantor agensi, termasuk setiap member Spica yang tengah beristirahat."Ada apa Produser?!" tanya Dewi penuh penasaran."Ah, engga... anu... bukan apa-apa kok." Rian berusaha menyembunyikan mengenai jawaban yang didapatnya kepada setiap gadis.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Spica dengan ZEN lantas mengadakan sebuah pertemuan virtual antara mereka berdua, perwakilan dari Spica tentu saja adalah Rian sehingga ia mempersiapkan diri pada ruangan terpisah di kantor. Selama pertemuan virtual tersebut, suasana penuh dengan ketegangan, sebab Rian baru pertama kali ini bisa berjumpa dengan salah satu VocaP terkenal. ZEN, hadir ke dalam ruangan rapat menggunakan avatar virtualnya, mendengarkan penjelasan Rian dengan seksama."Saya ucapkan terimakasih pada kak ZEN karena telah hadir di pertemuan pertama ini. Izinkan saya memperkenalkan diri, saya Produser dari Spica, Rian. Sebetulnya—"Rian langsung menuju pada pembahasan utama tanpa adanya basa-basi sebab mengetahui bahwa ZEN memiliki banyak projek yang harus dikerjakan, tentu ia tidak suka apabila pertemuannya terlalu terbelit-belit. Lagu baru Spica ingin membawakan ekspresi penuh cinta para idol kepada para penggemar."Maka dari itu, kami ingin menggunakan genre musik beraliran j-pop penuh enerji."ZEN, meski masih skeptis, sedikit tertarik ide detail yang telah ditunjukkan oleh Rian. Sebab sejauh ini dia adalah komisioner yang benar-benar memiliki gambaran dan visi mengenai lagunya sendiri, tidak seperti yang lain.Dalam waktu yang dapat dikatakan cukup singkat, ZEN menyusun melodi pendek yang sesuai dengan gambaran Rian, sampai rela menghentikan sementara proyek pribadi yang tengah ia kerjakan. Saat pertemuan visual dimulai, ZEN dengan tenang memutar melodi pendek yang telah disusunnya. Melodi tersebut menggema dengan tempo cepat dan variasi instrumen EDM yang dinamis, meski begitu menurut ZEN tersendiri melodi itu sangat tidak cocok sebagai lagu grup idol. Rian mendengarkan dengan seksama, ekspresi wajahnya tak berubah sedikit pun, menunjukkan keseriusannya.'Kalau dia emang sama seperti yang lain... pasti bakal nolak langsung dan nyuruh ganti sepenuhnya melodi tadi.' Pikir ZEN dalam hati.Ketika melodi berakhir, ZEN menatap layar, menunggu respons Rian. Rian mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya memberikan pendapatnya."Kak Zen...""Panggil ZEN saja tidak apa kok.""Kalau begitu, ZEN. Boleh saya ucapkan pendapat jujur mengenai melodi barusan?""Silahkan."Pria dihadapannya tersebut terlihat begitu serius, ZEN menunggu dengan penuh debar pendapat seperti apa yang akan diutarakan olehnya."Melodi barusan, bisa dikatakan memang sesuai dengan gambaran yang saya katakan beberapa hari kemarin. Kebanyakan lagu idol akan memakai instrumen biasa seperti gitar atau drum sebagai pendamping nyanyian. Yang Spica inginkan ialah musik eksperimental, menggabungkan EDM dan nuansa modern. Tapi kurasa... ZEN, anda sedikit menahan diri anda ya? Sebab, saya rasa bahwa tidak ada sentuhan sama sekali dari ZEN dalam melodi yang baru saja saya dengar tadi."ZEN terkejut mendengar komentar Rian yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. Alih-alih mengkritik tempo dan instrumen yang digunakan, Rian malah merasa bahwa lagu tersebut tidak mencerminkan gaya khas ZEN yang dia kagumi. Ini membuat ZEN berpikir sejenak, merenung mengenai pendapat yang baru saja Rian ucapkan padanya."ZEN, salah satu alasan kami ingin bekerja sama dengan Anda adalah karena gaya unik dan inovatif Anda. Kami tidak ingin mengubah siapa Anda sebagai musisi. Kami justru ingin mengekspresikan semangat dan energi Spica melalui sentuhan khas Anda. Maka dari itu, saya ingin pada ZEN agar tidak menahan diri sama sekali. Yang kami butuhkan dan ingin, adalah denpa-song milik seorang ZEN.""Kamu... kamu tahu soal denpa-song?!" kedua mata ZEN terbuka lebar, tidak percaya bahwa ada seseorang yang mengenal mengenai aliran musik yang telah lama ditinggalkan itu."Tentu. Selain jadi produser, saya juga seorang penggemar idol keras. Kultur idol itu bermula dari denpa-song dan saya ingin memberitahukan pada dunia mengenai perasaan awal mengenal idol itu bagaimana. Maka dari itu, ZEN-lah yang cocok menggambarkannya.""Begitu...kah."ZEN menatap layar dengan ekspresi yang sulit dibaca, antara terkejut dan penasaran. Ia mendengarkan penjelasan Rian dengan seksama, mencoba memahami niat sebenarnya di balik permintaan tersebut. Setelah Rian selesai berbicara, ZEN akhirnya merespons."Rian, aku gak nyangka kamu begitu paham soal denpa song dan musik Vocaloid secara umum." kata ZEN, suaranya menunjukkan sedikit kekaguman."Aku terbiasa mendengar permintaan untuk menyesuaikan aliran musikku agar lebih mainstream, tapi kamu justru ingin tetap mempertahankan keunikannya.""Saya mengikuti anda kok, ZEN, bahkan sejak channel anda masih kecil, sama seperti VocaP lainnya. Lagu dengan aliran denpa memiliki kemampuan untuk menarik perhatian dan membuat pendengarnya merasa bersemangat, bahkan jika lagunya tampak acak dan tanpa makna. Yang terpenting adalah energi yang disampaikan.""Kalo itu yang kamu pengin, aku bakal bikin segera.""Oke, akan kami nantikan hasilnya nan—"Sebelum sempat Rian menutup pertemuan mereka pada hari ini, ZEN langsung menghentikan obrolan dengan keluar dari ruang rapat virtual tersebut. Tangannya telah begitu gatal selepas diberitahukan agar dirinya bisa bebas dalam membuat lagu, untuk pertama kalinya, saat menjalankan sebuah kolaborasi. Tentu saja ZEN begitu bersemangat, ditambah lagi mendapati seseorang yang mampu memahami maksud dari aliran musik miliknya itu."Ah iya... aku lupa ngomong sesuatu tadi."Saat Rian tengah khawatir apabila membuat kesalahan saat berbicara di pertemuan tadi sebab ZEN tiba-tiba keluar dari room, sebuah pesan didapatinya."Apa kita boleh ketemuan buat bahas lagu yang sudah jadi nanti? Kalau bisa, pertemuan real-time, offline.""Eh? Yang bener aja...!""Produser, dari kemarin produser aneh deh tiba-tiba teriak-teriak sendiri..." Lily yang tengah duduk di sofa kembali dikagetkan oleh perilaku produsernya."Iya, dapet pesan dari pacar atau gimana.""Produser punya pacar?!"Seorang produser?! Gak mungkin kayanya..."Mendengar betapa para gadis itu meragukan gosip akan kemungkinan itu membuat Rian sedikit sedih. Lantas seperti biasa, ia harus menyembunyikan mengenai apa yang tengah dikerjakannya sekarang. Sebab apabila ketahuan dengan siapakan Spica akan bekerjasama dalam pembuatan lagu, akan sangat fatal, informasi penting bisa saja tersebar."Bukan, ini pesan dari pihak lain. Pesan penting.""Boong... liat doang liat..." Rain berusaha mendekati produser, bermaksud untuk mengintip dari balik hpnya."Rain, ga boleh gitu. Daripada ngeledek produser, mending kalian istirahat dan pikirin lagi mengenai saran-saran Ruri di latihan tadi." Omel Manajer kepadanya."Erp—" Ia langsung terdiam dan mundur lagi ke sofa."Kita punya waktu sedikit lagi buat ke Dreamy Festival. Tapi kebanyakan dari kalian saja masih kesulitan untuk menyempurnakan lagu pertama..." tambah Manajer."Ah... mulai... gue gak mau dengerin soal itu lagi..." Istar berusaha untuk menutupi telinganya, menghindar."Tapi manajer... kita juga sudah berusaha loh..." Dewi berusaha untuk membujuk sedikit."Kerjaan juga nambah terus manajer... sulit fokus." Pendapat dari Yuna tidak bisa untuk dihiraukan juga."Aku pun paham kalo makin sini kalian makin sibuk, tapi gitu aja belum cukup. Biar kukasih tau—"Ketika para member Spica tengah dihabisi oleh ceramah dari Lea, Rian kini tengah memikirkan mengenai pesan yang baru masuk dari ZEN. Ia meminta untuk berjumpa langsung empat mata, sebuah tawaran yang super duper langka tentunya, karena kebanyakan VocaP akan memilih untuk menyembunyikan identitas asli mereka dengan tidak mau berjumpa offline. Tetapi ZEN justru memintanya untuk melanggar hal tersebut."Tenang saja, kita bakal berjumpa ditempat yang kutentukan. Jadi aman." Pesan balasan dari ZEN masuk saat Rian berusaha memastikan mengenai ajakannya."Akunya yang ngerasa gak aman soalnya..."Sebetulnya dari ZEN sendiri juga merasa bahwa keputusan yang diambilnya begitu riskan. Karena bisa saja identitas aslinya bocor yang menyebabkan kejadian seperti doxxing bisa saja terjadi. Tetapi, hal itu tidak berarti dibandingkan tujuan utamanya. Yaitu untuk mendekati Spica terutama Produser mereka untuk menguak kebenaran dibalik lagu pertama Spica."WinKaP... jangan bilang kalau kamu masih hidup..." ujar ZEN sebelum kembali pada layar monitornya.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di tempat latihan tari, suasana menjadi tegang ketika Ruri mengomentari hasil latihan setiap gadis dengan kritikan tajam. Dia memperhatikan setiap gerakan dengan teliti, mencatat setiap kesalahan yang dilakukan oleh para anggota Spica. Beberapa minggu telah berlalu dari penampilan mereka di acara pernikahan, tetapi ia merasa bahwa para gadis tersebut bukannya semakin berkembang justru malah tidak terlihat adanya perubahan signifikan."Gerakan kalian masih kaku banget! Selaraskan gerakan satu sama lain! Inget, kalian itu nari bukan demi diri sendiri, liat sekeliling!" ucapnya begitu keras di hadapan setiap orang.Para gadis mulai mengeluh, mengungkapkan rasa lelah mereka. "Latihan belakangan ini bukannya berat banget... Istirahatnya aja makin dikit." Ujar Dewi sembari terus menyesuaikan langkahnya.Ruri menghela napas panjang, mencoba menahan kesabarannya. "Aku ngerti kalian lelah, tapi ini baru permulaan. Koreografi ini baru lagu pertama. Kalo begini doang kalian kesulitan, gimana buat lagu kedua nanti? Yang kita incer itu Dreamy Festival, tentu grup idol yang tampil di sana juga gak kaleng-kaleng."Beberapa gadis tampak frustrasi, sementara yang lain terlihat telah kehabisan nafas. Celi, sebagai salah seorang yang cukup paham mengenai bidang tari segera menyuarakan ."Ayo semua! Liat kanan kiri! Kalo bingung kalian liat yang paling jago aja, coba ikuti gerakanku!""Ee... tapi tiap formasi beda-beda gerakannya..." balas Wulan."Oiya ya, berarti ikuti gerakan masing-masing formasi aja hehe... yang formasi tengah ikuti gerakanku! Ayo ayo!""Barisan yang paling susah tuh depan... liat deh, bahkan Valentin aja kesulitan. Yuna yang jadi lead singer aja ngos-ngosan... ditambah Lily..."Lily berusaha keras mengikuti irama cepat dari lagu yang tengah dinyanyikan, namun konsentrasinya sudah mulai buyar karena kelelahan yang terkumpul. Ketika hendak melakukan gerakan untuk berpindah posisi, langkahnya mengenai kakinya sendiri dan ia pun jatuh tersungkur ke lantai. Ruri segera menghentikan lagu ketika menyaksikan Lily terjatuh, sementara gadis-gadis lain buru-buru memastikan keadaan Lily."Lily! Kamu gapapa?!" Rain menjadi yang paling depan, memastikan sahabatnya tidak terluka.Lily mengangguk, meskipun jelas bahwa dia masih merasa sakit. "Gapapa kok, aku kurang fokus aja tadi."Ruri berjalan mendekat, wajahnya tampak tegang. "Lily, fokus! Kesalahan barusan bisa riskan kalo kejadian di atas panggung!""Hah?! Dia jatuh begini dan pelatih justru ngomelin Lily?!" Rain tidak terima setelah Ruri tetap memarahi Lily yang masih kesakitan.Gadis-gadis lain mulai berargumen, "Pelatih, kayanya emang koreografinya terlalu sulit deh. Bisa gak kita turunin temponya kaya waktu dulu? Aku rasa barisan depan yang paling berat, soalnya sambil nyanyi juga." Komentar Cia.Ruri menolak mentah-mentah saran mereka. "Ngga, tempo dan koreografi sudah dirancang buat nyeimbangin lagu kedua. Nurunin tempo berarti nurunin standar kita. Soal ini biar aku yang urus, kalian istirahat dulu aja."Para gadis mengangguk, berpikir bahwa mungkin yang terbaik untuk sekarang adalah mendinginkan kepala terlebih dahulu, mengambil waktu untuk beristirahat sejenak. Mereka duduk, minum air, dan mengumpulkan tenaga sambil mendiskusikan cara untuk memperbaiki gerakan mereka. Lily duduk dengan lemas di lantai latihan, menunduk dengan tangan menopang kepalanya. Rain duduk di sampingnya, mencoba menyemangati sahabatnya yang tengah terpuruk."Jangan dipikirin gitu deh, Lily. Nanti makin sakit." Ujar Rain begitu lembut sembari mengelus dahi Lily yang masih merah.Lily dengan suara kecil, berkata sembari matanya mulai berkaca-kaca. "Aku ngerasa masih belum berkembang, Rain. Masih aja kikuk dan bikin salah, sampai nyusahin yang lain.""Gak ada yang bisa nebak hari buruk, loh. Yang penting sekarang tuh gimana kita bangkit abis jatuh. Kamu dah berkembang kok, aku sendiri yang paham soal itu. Buktinya sekarang kamu di barisan paling depan kan?" Rain memandang Lily dengan sebuah senyuman kecil.Lea, yang mengawasi mereka dari kejauhan, memperhatikan interaksi antar setiap gadis serta bagaimana Ruri terus menekan mereka agar semakin fokus. Dia tahu betapa kerasnya latihan yang telah dilalui oleh setiap gadis, tetapi performa mereka masih jauh dari yang RP710 harapkan. Jika terus seperti ini, mereka mungkin akan tumbang sebelum bisa menarikan lagu kedua yang lebih sulit."Moga aja mental mereka gak ikutan lelah juga..." kata Lea sembari menghela nafas panjang."Yang lain bisa istirahat dulu, agenda abis ini seperti biasa, yaitu streaming konten. Giliran hari ini tuh..."Ketika para gadis kembali ke agensi setelah latihan yang melelahkan, mereka segera disambut oleh kegiatan baru lainnya yaitu streaming. Berkat ide dari Lea untuk mempromosikan Spica ke media sosial, mereka menyulap ruangan gudang menjadi ruang multi-fungsi yang dapat digunakan sebagai ruangan streaming juga. Meskipun ruangan tersebut masih tidak kedap suara dan persiapannya agak mendadak, setidaknya peralatan pendampingnya berupa mikrofon, webcam, greenscreen, dan sebangsanya begitu lengkap untuk kegiatan itu."Istar, Dewi, sama Valentin ya?""Ya..." Dewi membalas dengan suara sangat lemas."Topiknya apa sih, gue lupa.""QnA soal baju yang cocok buat musim ujan kalo gasalah?"Konten-konten yang mereka buat berupa sesi pertanyaan yaitu QnA, main game, behind-the-scene, dan beberapa tantangan-tantangan yang tengah ramai dilakukan belakangan ini. Sudah tiga kali kegiatan streaming ini dilakukan dan konten yang diciptakan bisa dihitung dengan jari. Walau begitu, jangkauan video tersebut tampaknya masih sangat jauh karena jumlah penontonnya masih sangat sedikit.Setelah itu, Lea mulai menyiapkan ruangan untuk sesi streaming Istar, Dewi, dan Valentin. Mereka mengatur kamera, mikrofon, dan pencahayaan seadanya. Meski masih banyak kekurangan dalam persiapan, tetapi dapat diatasi dengan kemampuan Lea yang memahami content-creator menyebabkan hasil streaming bisa menghibur setiap penonton."Halo-halo! Balik lagi di... Trend-Talk bareng Spica! Pastinya pada udah gak sabar kan??""Tentu dong~ Kali ini kita bakal bahas apa nih Istar?""Errr... apa ya, baju yang cocok di musim ujan kan? Emangnya siapa yang mau pake baju bagus di musim ujan coba, tentu yang cocok pake jas ujan lah!""Iya sih... tapi, kali aja ada jas ujan yang trendy buat dipake gitu. Kaya bikinan Zion belakangan ini tuh.""Oh?! Itu ya! Gue juga pengin beli!"" Jas hujan aja ada trendnya?—"Saat sesi streaming tengah berlangsung, suara-suara kecil dari luar terkadang terdengar, tetapi para gadis tetap fokus dan berusaha menutupi suara tersebut dengan obrolan menarik lainnya. Mereka membahas topik yang tengah dibicarakan dengan penuh antusias, menjawab pertanyaan dari penonton, dan berbagi cerita menarik. Reaksi dari penonton pun positif, banyak yang mengungkapkan dukungan mereka akan Spica, dan beberapa ada yang mengkritik juga karena kualitas videonya yang kurang bagus."Oke, kita masuk ke sesi baca chat ya...""Kak, aku mau tanya...."Mendekati akhir dari streaming, ketiga member kini tengah melakukan sesi membaca komentar-komentar yang masuk pada stream. Dewi terhenti ketika menyaksikan kolom komentar, dikejutkan oleh banyak komentar sama yang muncul berulang kali di chat."Kapan rilis lagu keduanya?" adalah komentar yang di-spam oleh para fans.Mereka saling bertukar pandang, seakan mencari jawaban apa yang tepat untuk membalasnya. Valentin, yang berada di tengah-tengah mereka bertiga berusaha tetap tenang sembari menyusun kata-kata."Ah, makasih banyak sebelumnya ya buat setiap komentar yang dateng! Wah, aku gak nyangka loh para fans ternyata begitu nantiin lagu kedua dari Spica loh. Kayanya lagu pertama kita sukses besar nih!" ujar Valentin sembari mencuri-curi pandang pada Dewi."Iya nih! Sekarang berapa ya jumlah penontonnya, aku lupa deh. Istar tau gak?""Eh...? Ah—" Istar yang sebelumnya sempat bingung, disikut oleh Valentin. Ia memberikan kode berupa gerakan mulut yang menyuruhnya untuk segera buka hp, demi mengecek akun mereka."Wow! Penontonnya sekarang dah sebanyak ini ternyata—!""Wuah... karena video pertama saja sebanyak ini dukungannya, kami lagi coba bikin lagu kedua biar bisa lebih bagus dari yang pertama. Makanya butuh waktu agak lama... maaf ya.""Iya betul! Lagu kedua sedang dikerjakan jadi tolong sabar sedikit lagi ya. Kami akan umumin tanggal rilisnya segera setelah semuanya siap. Jadi cek terus channel kita dan tunggu kehadirannya ya!"Mereka berhasil menenangkan situasi chat dengan teknik untuk mengalihkan topik dari Valentin. Meskipun jawaban ini mungkin tidak sepenuhnya memuaskan rasa penasaran para fans, namun penjelasan tersebut cukup untuk menenangkan mereka sementara waktu. Setelah sesi streaming berakhir, mereka bertiga menemui Manajer untuk membahas pertanyaan yang muncul tersebut. Lea menyadari bahwa para fans sangat menantikan lagu kedua, dan hal tertsebut menambah tekanan untuk segera merilisnya."Gimana nih, Manajer. Kayanya beberapa hari ke depan gak bakal berenti loh spam pertanyaannya." kata Dewi merasa terganggu karenanya."Soal lagu kedua... Produser lagi coba usahain sih. Kemarin dah negosiasi sama pihak sebelah, katanya lagi disusun melodinya. Lirik sih udah selesai... jadi sebisa mungkin tahan dulu aja... dan inget, jangan sampai bocorin apa-apa loh!" adalah jawaban yang diutarakan Lea kepada mereka."Ya... Manajer..."--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika setiap orang tengah meributkan mengenai kapan lagu kedua Spica rilis, kini Produser mereka yaitu Rian tengah melaksanakan sebuah pertemuan rahasia dengan pembuat lagu mereka yaitu ZEN. Sesuai perjanjian sebelumnya, ZEN mengirimkan lokasi pertemuan mereka kepada Rian."Aku agak kaget loh dia bakal milih tempat beginian...""Selamat datang, goshujin-sama! Selamat datang di Maid Sekaii!"Tempat pertemuan mereka ialah café maid yang berada jauh dari hiruk pikuk kota, terletak pada kota baru yang tengah dibangun di ujung pelabuhan Jakarta. Rian menunggu di dalam kafe maid yang dipenuhi suasana imut dan riang. Musik ceria mengalun lembut di latar belakang, dan para maid berkeliling melayani tamu dengan penuh semangat. Produser, yang biasanya sibuk dengan pekerjaan dan urusan agensi, merasa sedikit canggung di tempat seperti ini. Namun, ia mencoba untuk santai dan menikmati suasana sambil menunggu ZEN tiba."Pesanan anda telah sampai goshujin-sama! Mari ikuti saya agar hidangan anda semakin enak—""Eh? Ah... itu ga perlu kok..."Ketika ia hendak disuruh untuk mengikuti gerakan imut dari cewek maid yang ada hadapannya, telepon Rian berbunyi. Sebuah momen yang sangat tepat sehingga Rian bisa menolak ajakan dari maid tersebut. ZEN mengabarkan bahwa dirinya telah sampai di lokasi, Rian segera memberitahukan letak tempat duduknya agar ZEN dapat segera menemukannya."Selamat datang goshuji—"Tak lama kemudian, pintu kafe terbuka dan seorang pria dengan jaket hoodie hitam menutupi sekujur tubuhnya masuk. Wajahnya sebagian tertutup oleh tudung jaket yang terlalu besar dan mulutnya tertutup masker, sangat mencurigakan. Pria itu begitu diam, terus menunduk dan tidak menjawab pertanyaan dari setiap maid, mulai berjalan ke arahnya. Rian yang menyaksikan hal tersebut semakin was-was karena ia semakin mendekat ke tempat duduknya."Apa kamu Rian?" tanya pria bertudung itu, seusai berhenti tepat di depan mejanya."Ah... Iya... anda...?""ZEN. Maaf buat kamu nunggu. Dari segala tempat, cafe ini memang cukup jauh, tapi aman untuk berbicara." kata ZEN dengan suara rendah saat ia mulai duduk di hadapan Rian."Tidak masalah. Saya menghargai keputusan anda untuk menjaga privasi. Senang berjumpa langsung dengan anda, kak ZEN.""ZEN aja gapapa. Ah, tunggu sebentar kalau ingin langsung membahas mengenai lagu. Biarkan aku pesan sesuatu dulu."Meski tadi ia sempat berlaku cukup dingin kepada tiap maid, tampaknya ZEN terlihat sering datang ke café ini sampai hapal mengenai nama-nama menu yang ia pesan tanpa melihat daftar. Padahal Rian sendiri sangat kesulitan ketika mengeja nama menu yang sangat susah, tapi pria dihadapannya ini menyebutnya bagai seorang profesional saja."Makasih."Seusai pesanan mereka berdua datang, ZEN segera berubah menjadi mode serius dan mulai membicarakan urusan mereka. ZEN lantas memberikan headphone yang ia bawa dari tasnya kepada Rian, masing-masing memakai headphone tersebut sambil mendengarkan prototipe lagu kedua Spica dari laptop yang ZEN bawa."Aku sudah sesuaikan sesuai sama lirik yang kamu buat. Tapi, kurasa bagian sini masih agak aneh." Ujar ZEN melalui mikrofon headphonenya."Bagian situ ya, menurutku untuk verse-nya sudah cukup kuat. Memang, sepertinya untuk transisi ke chorus perlu dirombak. Apa dibuat lembut mengalun saja?"ZEN mengangguk, menuliskan catatan melewati laptopnya sembari coba untuk mengutak-atik sedikit melodi lagunya agar sesuai dengan gambaran Rian. Meski editing itu hanya berupa editing ringan saja, tetap membuat Rian penuh kagum karena yang Rian saksikan adalah dunia rumit yang sama sekali tidak ia ketahui. Sangat banyak tabel-tabel, kata-kata, serta gelombang suara yang ada pada layar ZEN saat ini dan ia bisa memahami semuanya. Setelah beberapa menit, ia memutar ulang bagian yang telah diubah."Kalo gini, gimana?"Rian mendengarkan dengan seksama, matanya terpejam sementara ia membayangkan para member Spica menari dan menyanyi di atas panggung. Sebab lagu ini akan dinyanyikan dan bukan oleh satu orang saja, ia perlu memikirkan agar setiap member bisa ikut dalam keharmonisan lagu itu."Jauh lebih baik dari tadi.""Oke... trus, masalah selanjutnya ada di chant. Kalau mengikuti alunan tadi, nanti saat memasuki bagian itu akan kurang impact." Saran dari ZEN."Ah... betul juga. Kalau begitu, coba—"Mereka berdua melanjutkan diskusi mereka, saling bertukar ide dan memastikan setiap detail dari lagu tersebut sempurna. Mereka berbicara tentang aransemen musik, pengaturan vokal, dan bahkan koreografi yang bisa cocok dengan irama lagu tersebut. Setiap catatan ZEN simpan dalam laptop dan mereka akhirnya dapat meraih kesimpulan pada akhir diskusi."Untuk garis besarnya aku sudah paham, akan coba kurombak lagi nanti di studio. Kurang peralatan jika di sini.""Terimakasih banyak, ZEN. Saya berterimakasih atas kontribusi anda di kolaborasi ini."Sebelum mereka berdua sempat berpisah, ZEN menyimpan pertanyaan penting yang disimpannya untuk akhir."Aku mendengarkan lagu pertama dari Spica. Dan aku harus akui, melodi di lagu itu mirip sama karya seorang VocaP yang dulu kukenal. Apa aku boleh tau siapa nama komposernya?" ujar ZEN ketika berdiri dari kursi.Rian menarik napas dalam-dalam, pertanyaan yang diajukan oleh ZEN benar-benar mengejutkan dirinya. Ia tidak menduga bahwa intuisi ZEN akan sedalam itu, sampai bisa melacak mengenai lagu mereka. Ia pun tidak boleh asal membocorkan rahasia perusahaan kepada orang lain, sekalipun mereka bekerjasama dengan agensi mereka. Sehingga Rian menyiapkan jawaban paling membosankan yang dapat diucapkan kepada orang tersebut,"Sebuah sanjungan bagi kami jika seorang VocaP hebat seperti ZEN berkata demikian. Nama komposernya sesuai seperti yang tertera di sana, yaitu MIC*3.""MIC*3? Dia seorang VocaP juga? Tapi aku gak pernah denger soal dia...""Ah... bisa dikatakan dia masih baru, sehingga kami berkolaborasi dengannya." Rian tersenyum kecil.Menyadari bahwa pria di hadapannya ini berusaha untuk memanjangkan permainan, ZEN memutuskan untuk ikut dalam permainan yang berusaha Rian mainkan, memandang dengan tatapan penuh tajam."MIC*3, ya? Heh, aku tertarik buat ketemu sama dia suatu saat nanti." gumamnya pelan.ZEN hanya mengangguk tipis, lalu berbalik dan keluar dari kafe maid, meninggalkan Rian yang kini duduk lemas. Beruntunglah ia bisa menjaga identias asli pembuat lagunya, MIC*3 adalah keputusan tepat yang diciptakan oleh Cia, sebab mereka tidak bisa memakai nama asli dari kakaknya yaitu WinKaP sebab telah meninggal, maka Cia memakai nama peninggalan semasa ia bekerjasama dengan kakaknya. Yaitu MIC*3. Perasaan aneh muncul dari benak Rian, ia bingung mengapa ZEN sangat tertarik pada lagu pertama mereka, bahkan kepada pembuat lagunya. Apa dia memiliki hubungan dengan seorang WinKaP? Atau ada hal lain dibaliknya."Dunia VocaP emang nyimpen banyak misterinya ya... nakutin deh..."