Seusai berhasil mendapatkan salinan lagu tersebut dari Cia, Rian langsung melaksanakan tugasnya untuk menyusun lirik yang masih kosong. Ia mendengarkannya sampai habis, mendapatkan kesimpulan berupa melodi agu yang mirip tipe vocaloid, penuh energi dan techno, menantangnya untuk menciptakan sesuatu yang belum terpikirkan oleh idol lain. Ditengah kesibukan baru Rian, Lea mengambil alih tanggung jawabnya sebagai produser, mengawasi latihan member Spica.Di kantor, Dara menyaksikan kesibukan produser tersebut. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah dan kembali ke agensi sembari membawa satu kardus besar berisikan banyak koleksi CD serta pernak-pernik idol yang ia punya. Tumpukan CD dan pernak-pernik tersebut memenuhi meja, membuatnya tercengang.Dirinya sangat fokus mendengarkan CD demi CD dan menyaksikan penampilan idol untuk mencari ide. Di depan komputer, ia mengetik lirik demi lirik yang sesuai dengan apa yang ia rasakan ketika mendengar lantunan lagu dari kakak Cia. Sedikit demi sedikit mulai mengisi puzzle tersebut dari frasa demi frasa sesuai dengan nuansa teknologi yang penuh energi dari lagu."Kami pulang!!!""Hah... walo dah sering latihan, tetep aja capek ya rasanya.""Iya, apalagi jadwalnya nambah terus..."Rian begitu fokus dalam mengerjakan lirik lagu hingga tak menyadari aktivitas di sekitarnya. Para member Spica yang bising ketika baru pulang dari latihan pun sama sekali tidak mengganggu fokusnya. Sehingga Dara memberikan isyarat kepada mereka semua untuk tidak mengganggu produser mereka sementara waktu.Bahkan setelah semua orang pulang, Rian memutuskan untuk tetap di kantor demi bisa lebih fokus. Ia begadang hingga tengah malam, minum minuman energi agar tetap terjaga, dan tidur di sofa saat matahari sudah naik. Siang hari, ia kembali bangun dan melanjutkan pekerjaannya. Setiap hari, Rian melakukan rutinitasnya tersebut tiada henti, sedangkan Dara dan Lea memastikan tidak ada yang mengganggu konsentrasinya. Member Spica yang lain memahami bahwa produser tengah serius mengerjakan lagu pertama mereka, memelankan suara serta saling menasihati satu sama lain agar tidak membuat kegaduhan, sembari menyaksikan kegiatannya dari jauh."Jadi... jadi juga... selesai!" teriak Rian dengan penuh bangga ketika ia berhasil menyelesaikan kalimat terakhir dari lagu tersebut.Dalam waktu sekitar tiga hari, Rian berhasil menyusun lirik bagi lagu sepanjang tiga menit itu. Tema lagunya ialah mengenai seorang cewek yang ingin menyelamatkan idolanya dari kehidupan yang monoton, berjuang untuk bisa mendapatkan perhatiannya dan terus mendukung idola tersebut dari belakang agar terus melangkah maju.Pada hari itu juga, Rian dan Lea memperdengarkan lagu pertama Spica kepada pelatih tari yaitu Ruri. Lagu dengan irama techno modern tersebut membuat Ruri berpikir keras mengenai koreografi seperti apa yang tepat untuk menyesuaikan dengan alunan musiknya. Kabar mengenai selesainya lagu menyebar ke para member Spica, menyebabkan semangat mereka naik karena tidak sabar mendengar lagu pertama mereka. Tetapi, Produser justru menahan antusiasme mereka sembari mengatakan bahwa lagu tersebut belum sepenuhnya siap. Dia menjelaskan bahwa mereka masih membutuhkan seseorang yang bisa mengedit audio dan seorang lead singer sebagai penyanyi sementara."Maka dari itu, kita butuh seseorang yang bisa mengedit, sedang coba kucari orang itu sekarang." Ujar Rian di depan setiap gadis.Cia, dengan penuh semangat dan kebahagiaan karena mengetahui lagu tersebut telah memiliki lirik, segera menawarkan diri. "Aku bisa ngedit walau gak jago-jago amat, Produser." katanya dengan senyum terpancar pada bibir."Lead singer bukan? Aku bisa menjadi penyanyinya, kalau Produser mau." Di belakang Cia, Yuna mengangkat tangan."Betulkah?! Kalian berdua mau?!" Rian begitu bahagia mendengar tawaran tersebut.Kegiatan pun terpisah menjadi dua, ketika member lain melakukan latihan koreografi dengan Ruri, Cia dan Yuna mengurusi pengeditan lagu bersama Rian. Cia lantas teringat bahwa mereka perlu datang ke rumahnya untuk mengedit lagu, karena peralatan editing ada di studio mendiang kakaknya. Meski agak ragu, Cia tahu ia tidak bisa mundur sekarang karena impiannya sudah begitu dekat untuk diraih."Kalo gitu, kita perlu pergi ke rumahku... ke studio."xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxRian dan Yuna pun datang ke rumah Cia, kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh ibu Cia. Mereka dijamu begitu ramah pada ruang tengah sembari ngobrol ringan, menyatakan betapa bangganya dia karena Cia berhasil menjadi idol."Tia dari dulu emang pengin banget jadi idol, makanya ibu terimakasih banget karena bisa wujudin keinginan anak perempuan satu itu." kata ibu Cia dengan muka berseri-seri."Cia juga idol yang paling semangat sendiri tiap kali berlatih bu, dia anak yang gak kenal menyerah. Di sana ia akrab dengan yang lain, seperti Yuna yang ikut juga bersama kami." Balas Rian sembari mengenalkan Yuna.Cia merasa risih dengan obrolan tentang dirinya, sehingga berusaha menutup pembicaraan itu dan segera membawa Rian dan Yuna ke studio di ruangan bawah tanah, menjauhkan mereka dari ibunya."Udah dulu ya bu, kita sibuk banget sih soalnya. Ngobrolnya lain kali aja." Potong Cia.Menuruni tangga yang terletak di ruangan belakang, mereka perlahan turun menuju ke ruang bawah tanah dan memasuki studio milik kakak Cia. Studio tersebut memang sangat cocok untuk proses editing sebab kedap suara serta peralatan penunjang editing audio terjaga dengan baik dan rapi berkat keuletan Cia yang sering merawatnya.Yuna terkesima melihat betapa bagusnya kondisi peralatan tersebut dan berkata, "Bagus banget loh buat sekelas studio di rumah, pasti mahal semua.""Semuanya milik kakakku. Dia emang suka banget bikin lagu, makanya... ya sebagus ini." ucapnya ketika tengah menyetel peralatan itu.Perekaman lagu segera dimulai, Rian menunggu di dekat pintu agar tidak mengganggu proses mereka berdua. Cia mengarahkan Yuna untuk memulai perekaman setelah pengecekan dianggap cukup. Berkat keterampilan yang ia pelajari dari kakaknya semasa masih hidup, Cia dapat memastikan setiap detail suara direkam dengan sempurna. Yuna, dengan lirik yang telah diberikan oleh Rian berusaha keras mengambil setiap perasaan yang Rian curahkan dalam setiap katanya, bernyanyi sepenuh hati. Suaranya mengalun dengan indah, serta tuning dari Cia berhasil menyatukannya dengan irama techno modern dari lagu tersebut.Setelah perekaman audio Yuna selesai dan beberapa kali dilakukannya penyesuaian suara yang dibantu oleh Rian, nyanyian Yuna berhasil ditambahkan pada lagu. Sementara Cia melakukan proses editing, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di studio. Pada kesempatan itu, Rian menanyakan lokasi kamar kecil pada Cia."Naik tangga, belok kanan, kamar mandinya di ujung lorong." Ucap Cia kepada Rian.Ketika kembali dari toilet, Rian tidak sengaja berpapasan dengan ibu Cia yang baru saja membawa minuman dan jajanan kecil ke studio."Ah, Produser. Terimakasih banyak ya, saya benar-benar berterimakasih ke Produser." ucap ibu Cia dengan tulus."Belakangan ini, anak saya jadi riang dan penuh semangat setelah jadi idol. Dia bahkan sampai bawa teman-temannya berkunjung ke rumah. Kalau boleh, saya ingin mengobrol sebentar dengan bapak Produser."Rian pun tidak bisa menolak ajakan dari ibu Cia sebab salah satu tugasnya sebagai produser adalah memastikan hubungan tetap terjalin antara idol, kehidupan pribadi, dan agensi mereka. Justru ini kesempatan bagus agar bisa mendekatkan diri kepada kehidupan idolnya."Tia, sedari kecil, sangat suka bilang kepadaku kalau dia ingin menjadi idol. Semua itu berkat kakaknya yang menggemari musik, jadi ia ingin menjadi membantu kakaknya yang ingin menjadi musisi terkenal"Mereka berbincang sebentar tentang berbagai hal, termasuk tentang bagaimana Cia selalu merawat studio milik kakaknya dan betapa pentingnya musik bagi kedua anaknya tersebut. Berkata mungkin saja semua itu sudah keturunan sebab ayah Cia juga musisi terkenal, seorang pianis yang sekarang tengah bertugas di luar negeri.Rian mendengarkan dengan penuh perhatian ketika ibu Cia menceritakan tentang masa lalu anaknya."Sepertinya memang benar apa kata ibu, Cia di studio saja sangat suka duduk sembari mendengar lagu di headphone besarnya itu.""Sudah bawaan sepertinya. Bahkan waktu turun ke studio tadi, saya merasa nostalgia lihat dia begitu semangat. Sampai teringat masa-masa ketika Tia dan kakaknya selalu menghabiskan waktu bersama di studio buat bikin lagu."Rian merasa ada sesuatu yang lebih mendalam di balik cerita itu. "Apa kakak Cia sekarang tidak sedang di rumah? Sepertinya tadi saya belum berjumpa dengannya." Tanya Rian pelan.Ekspresi ibu Cia berubah menjadi murung. "Kakak Tia... sudah tiada. Dia... meninggal saat Tia naik ke satu SMA. Meninggal saat sedang melakukan perjalanan ke luar kota. Sejak kakaknya meninggal, anak itu berubah sepenuhnya. Dia jadi pemurung, tidak mau lagi bergaul, dan lebih suka menghabiskan waktunya di dalam kamar."Rian merasa terkejut dan sedih mendengar cerita itu. "Saya benar-benar minta maaf dan turut berbelasungkawa," ia sangat bersalah sebab menanyakan hal barusan."Tidak apa, Produser. Meskipun begitu, entah karena ia sendiri yang ingin atau merasa bersalah kepada mendiang kakaknya, Cia terus berlatih dan mendaftar ke agensi idol walau berkali-kali gagal. Dia... tidak pernah berhenti, walau berkali-kali pulang dengan wajah kecewa sebab ditolak di berbagai agensi. Sampai... ia bisa diterima di agensi kalian.""Saya sangat menyukai dengan semangat serta perjuangan yang Cia miliki. Saya yakin bahwa kakaknya pasti merasa bangga pada Cia sekarang, yang berhasil menjadi idol kami."Cia yang menyadari bahwa Rian sudah terlalu lama pergi ke toilet merasa ada yang tidak beres. Ia langsung bergegas menaiki tangga, dan rupanya firasatnya benar, Rian tengah mengobrol dengan ibunya. Dengan cepat, Cia menyerobot perbincangan antara mereka berdua, menghentikan obrolan sepenuhnya."Ibu! Jangan gangguin ah! Orang lagi kerja juga!" kata Cia dengan nada kesal, sambil menyeret Rian agar segera kembali ke studio untuk pengecekan ulang.Saat menuruni tangga, perasaan khawatir dan takut menghantui pikiran Cia. Ia bertanya kepada Rian dengan suara bergetar, "Apa... ibu cerita soal sesuatu, terutama mengenai kakak?""Ya... dia bercerita mengenai kamu dan kakakmu. Aku... sama sekali tidak tahu, Cia... aku..." Rian menjawab begitu lirih, mengutarakan kesedihan padanya.Cia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Produser, tolong jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Aku gak pengin yang lain tahu soal ini... kecuali aku sendiri yang cerita.""Aku janji."Cia merasa lega mendengar jawaban Rian. Mereka kembali ke studio, dan Cia langsung fokus pada pengecekan ulang lagu. Meski hatinya masih tidak karuan, ia berusaha menyembunyikan keringat dingin serta ketakutan yang melanda dirinya agar tak terlihat oleh Yuna."Oh, balik juga Produser. Kok lama?" tanya Yuna."Errr... namanya panggilan alam, mau bagaimana lagi bukan."Yuna, yang menyaksikan mereka kembali, merasakan ada yang berbeda, tetapi memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dengan tekun, memastikan bahwa lagu pertama Spica selesai secepat dan sebagus mungkin.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxSetelah melalui minggu yang penuh kerja keras, Rian memperkenalkan lagu baru yang telah selesai. Saat diperdengarkan kepada setiap gadis, mereka langsung mengutarakan pendapat masing-masing. Meski terbilang lagu yang ringan serta liriknya kurang dalam, mayoritas berkata bahwa cukup puas sebab dalam waktu seminggu saja mereka bisa mendapatkan lagu idol dengan kualitas seperti ini.Para gadis mulai berlatih menggunakan lagu yang telah jadi di lokasi latihan menyanyi. Susunan untuk lagunya ialah Yuna sebagai lead singer, Valentin sebagai penyanyi kedua, dan Lily sebagai penyanyi ketiga. Karena lagu tersebut merupakan lagu techno pelan yang mengedepankan kesan anak muda, suara mereka bertiga cocok untuk mengisi lagu tersebut. Sementara yang lain berperan sebagai back dancer dan back singer.Di luar ruangan latihan, Lea menerima telepon ketika para gadis tengah berlatih. Rupanya telepon tersebut dari temannya yang hendak menikah. Tiba-tiba saja, temannya bilang mereka seenggaknya tampil sekitar setengah jam untuk menggantikan rundown. Lea langsung bingung mengenai informasi yang disampaikan tadi, memutuskan untuk menahan info itu agar dibahas seusai latihan di kantor agensi."Yang bener aja Lea... itu beneran temenmu minta gitu?"Pada kantor agensi, seusai setiap gadis pulang setelah latihan, Rian dan Lea saling bersiteru di ruangan kantor. Mereka tengah membahas mengenai informasi yang diutarakan oleh pihak seberang, mengatakan bahwa Spica harus tampil setidaknya selama setengah jam."Waktu kita tinggal dua minggu loh! Dua minggu aja buat latihan satu lagu terbilang nekat. Ditambah harus tampil 30 menit, mau ngisi apa coba?!" ujar Rian, ia benar-benar bingung."Aku... juga gak ngira bakal begitu, Produser. Maaf... aku bener-bener minta maaf.""Udah, kamu gak salah sepenuhnya, Manajer. Sekarang kita harus pikirin gimana caranya ngisi rundown selama 30 menit itu."Dari seberang meja, Dara tiba-tiba saja mengangkat tangannya. Ia yang biasanya tidak mau atau bahkan tidak dianjurkan terlibat urusan antara Manajer dan Produser sebab posisinya yang tidak cocok, kini hendak menyeberang batas tersebut."Apa... saya boleh ikut mengutarakan pendapat?" tanyanya, penuh cemas."Tentu... tentu boleh Dara.""Bagaimana kalau..."Dara mengeluarkan catatan yang telah ia kumpulkan selama ini dari hasil monitoring Rian dan Lea. Catatan tersebut lengkap berisikan informasi dari setiap gadis yang telah tercatat dari awal hingga sekarang, seperti kepribadian mereka, sifat, kesukaan, dan perkembangan setiap gadis. Dara menyarankan bahwa mereka bisa menggunakan catatan itu untuk memikirkan rundown seperti apa yang cocok."Dara...!!!""Dara!!! Suka deh~"Mata Rian dan Lea terbelalak lebar, seakan telah berhasil menemukan jalan di antara banyaknya tembok. Langsung mereka berdua memegang tangan Dara dan berterimakasih dengan sangatnya. Dara merasa risih terhadap ucapan terimakasih mereka yang berlebihan, namun ia senang bisa membantu.Pada minggu ketiga, yaitu minggu terakhir sebelum acara, Rian memberitahukan mengenai rundown 30 menit kepada tiap gadis. Tentu, setiap gadis memberikan reaksi penolakan yang sangat luar biasa."Tiga puluh menit?! Gila!" Istar langsung reflek mengatakan keterkejutannya.Yuna menambahkan, "Kita bahkan baru selesai bikin satu lagu. Gimana caranya mengisi acara selama setengah jam?""Bener Produser... kita harus ngapain coba?"Rian mencoba menenangkan mereka, sembari membawa Dara untuk berdiri di hadapan setiap gadis. Mendapati bahwa Dara berdiri di depan member Spica, tentunya semakin membuat mereka kebingungan. Tanpa menunggu lama, pada papan tulis Dara segera menuliskan mengenai rundown yang telah disusun begitu matang oleh tim agensi."Selama beberapa bulan ini, perkembangan kalian kami monitor. Dengan itulah, apa yang tertulis di papan tulis ini ialah segmen yang sangat cocok bagi setiap member yang berada di sana."Menyaksikan penjelasan Dara, para gadis kini mengamati begitu serius apa yang telah ditetapkan di sana. Dapat terlihat wajah-wajah setiap orang yang penuh oleh keraguan dan merasa lelah sebab terus menerus dihadapi oleh perubahan yang tidak terkira. Rian paham mengenai kerisauan setiap gadis, kekhawatiran serta rasa takut apabila tidak dapat menampilkan yang terbaik setelah berlatih begitu keras selama ini."Acara tinggal satu minggu lagi, dan dalam satu minggu penuh, kita perlu mengerahkan semuanya dalam latihan. Event itu sangat penting bagi Spica, sebab di sanalah kali pertama kita akan melakukan live stage. Jika kita bisa melakukannya dengan baik, aku jamin bahwa Spica bisa tampil hebat di Dreamy Festival di bulan Agustus nanti." Rian berusaha mendorong mereka sedikit dengan sebuah ucapannya."Ah iya, bentar lagi Dreamy Fest ya.""Aku sampai lupa soal itu, dan bener kata Produser... ini live stage pertama kita.""Produser dan yang lain sudah berusaha keras nyusun rundown itu... mungkin, semuanya bakal baik-baik saja."Para gadis mendapatkan sedikit semangat dari ucapan Rian. Mereka merasakan antusiasme dan keyakinan dari kata-kata Rian, yang membuat mereka merasa lebih siap menghadapi rintangan yang menanti di depan. Rian kemudian menaruh tangan di hadapan mereka semua, bersiap untuk melakukan sorakan.Menyaksikan uluran tangan Produser mereka, satu per satu dari member mulai ikut menaruh tangan di atas satu sama lain. Valentin, Yuna, Lily, Cia, dan yang lainnya bergabung dengan semangat yang membara di mata mereka. Tidak lupa Lea pun ikut dalam sorakan, menarik tangan Dara dengan penuh paksaan ke dalamnya."Demi Spica dan Dreamy Festival!" Rian berteriak penuh semangat."Demi Spica dan Dreamy Festival!" para gadis meneriakkan semangatnya satu sama lain, suaranya menggelegar dalam penjuru ruangan.Mereka merasa lebih kuat dan bersatu setelah sorakan itu. Mereka tahu bahwa latihan selama seminggu ke depan akan sangat berat, tetapi dengan semangat dan dukungan satu sama lain, mereka yakin bisa melaluinya. Setiap hari, mereka berlatih dengan giat, memperbaiki gerakan tarian, menyempurnakan vokal, dan memastikan semua segmen dalam rundown bisa berjalan dengan baik.Hari demi hari, mereka terus berlatih tanpa henti. Pelatih tari mereka yaitu Ruri memberikan masukan yang sangat berharga, membantu mereka menyempurnakan setiap gerakan. Dara juga terus memantau perkembangan gadis-gadis, mencatat setiap hal yang berubah serta mengabarkan jika terdapat kesalahan atau sesuatu yang terlupa dari Lea dan Rian.Pada malam sebelum acara, Rian mengumpulkan semua member Spica untuk memberikan pesan terakhir. "Besok adalah hari besar kita. Ingatlah semua yang telah kita pelajari dan latih selama ini. Kita adalah Spica, kita bakal buktikan pada mereka bahwa sekecil apapun bintang, pasti tetap terlihat terang di angkasa!""Baik, Produser!"xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxEsok hari adalah hari yang telah ditunggu-tunggu. Setiap gadis merasa berdebar ketika berada di belakang panggung, tengah menunggu giliran dengan penuh deg-degan. Mereka memakai kostum yang sama seperti yang mereka kenakan ketika melakukan pengambilan foto, padahal agensi telah menawarkan kepada member bahwa mereka bisa saja menyewa kostum untuk live. Tetapi secara serempak menolak usulan tersebut, sembari berkata bahwa kostum kasual inilah yang menggambarkan Spica untuk saat ini.Di ruang ganti, Lea berusaha menjawab setiap gundah gulana serta kekhawatiran para member. Ia mencoba membuat mereka tenang dan fokus sebelum tampil."Manajer, rambutku dah bagus kan? Gak ada yang ngikal?""Udah kok, kusisir lagi deh biar lurus.""Manajer... kalo nanti aku lupa gerakan gimana...""Kamu dah latihan keras kan selama ini, jangan khawatir, jangan mikir kamu bakal lupa. Bilang aja pada dirimu sendiri bahwa aku bakal inget!" ujar Lea satu persatu menjawabi pertanyaan mereka dengan penuh keyakinan.Istar, yang biasanya selalu PD pada dirinya sendiri sampai tidak memegang hp sama sekali, berusaha mengingat-ingat lirik lagu. Rain pun terus menerus membantu Lily untuk menghafalkan satu gerakan tari yang masih susah dilakukannya. Dewi, Yuna, dan Wulan sama-sama diam mematung karena mengalami demam panggung yang begitu hebat. Dan para gadis lain yaitu Celi, Cia, dan Isla paling tenang karena kepala mereka tidak memikirkan apapun betulan kosong melompong."Panggilan pada Spica! Sebentar lagi giliran kalian, bisa mulai siap-siap di deket panggung!"Saat mendengar panggilan dari pengurus acara, para gadis segera bergidik dan refleks berdiri. Mereka mengikuti arahan dari staf, dan kini berjalan menuju dekat panggung di mana Rian, Produser mereka, telah menunggu. Ia mengucapkan kekagumannya pada acara pernikahan ini,"Gak nyangka aku nikahan temenmu bakal semegah ini Lea, sampai menyewa satu gedung penuh dengan aula sebesar ini.""Dia tuh CEO, tentu aja pengin nikahannya berkesan dong." Jawab Lea.Rian mengamati setiap gadis yang semakin panik ketika mengintip ke arah penonton. Jumlah tamu undangan yang hadir di acara pernikahan ini sangat banyak, dan mereka harus tampil di hadapan mereka semua. Mereka juga tidak sengaja mendengar dari MC bahwa yang hadir sekarang sekitar 500 orang lebih.Rian mendekati para member Spica dengan senyum lebar di wajahnya."Bagaimana rasanya, melihat panggung untuk pertama kali?" katanya, suaranya bergetar sedikit saat mengucapkannya.Mereka semua segera mengalihkan pandangan pada Produser yang kini berdiri di bawah tangga, mengamati mereka satu per satu."Jadi inget ya, waktu kali pertama aku bertemu kalian. Gak pernah aku menyangka bahwa hari ini bakal tiba, hari di mana aku bisa menyaksikan kalian naik ke panggung untuk pertama kali."Mata Rian berkunang-kunang, hampir menitikkan air mata, ia terbawa oleh emosi yang mulai mengisi kepalanya. Melihat produser mereka mulai mewek, para gadis langsung menggoda Rian."Aduh, aduh, kok Produser malah nangis sih." goda Rain sambil tertawa."Jangan nangis dulu dong Produser! Kita manggung aja belum!" tambah Istar dengan senyum penuh sombong.Rian berusaha keras menyembunyikan tangisannya, tapi justru membuat mereka semua tertawa bersama. Tawa mereka mengisi ruangan, menurunkan tensi dan menenangkan hati yang sebelumnya tegang. Melihat bahwa Produser mereka saja sampai sebegitu terharu kepada mereka, tentu semakin menguatkan tekad dari gadis-gadis."Sebentar lagi! Grup Spica, mohon bersiap di tangga!" suara dari pengurus panggung terdengar."Oke, semua, kita bisa lakuin ini. Ayo kita tunjukkan ke mereka bagaimanakah Spica itu!"Para gadis merapat, saling menggenggam tangan satu sama lain. Mereka merasakan kebersamaan dan dukungan yang begitu kuat. Dengan semangat yang menyala-nyala, mereka bersiap untuk tampil di panggung, siap untuk memberi penampilan terbaik mereka pada live pertama."Mari kita sambut, Grup Idol, Spica!!!" panggil MC dari atas panggung.Satu persatu gadis Spica menaiki panggung dengan langkah penuh percaya diri, membentuk barisan pada panggung."Waduh, ada sepuluh cewek ternyata! Mic-nya gak bakal cukup nih, monitor, ini kasih mic lagi dong!" ujar MC acara berniat untuk bercanda, para tamu pun tertawa mendengar candaan tadi.Selepas diberikan beberapa mic yang diperlukan, MC mempersilahkan mereka untuk saling memperkenalkan diri. Para gadis bergantian mengambil mic dan memperkenalkan diri mereka dengan gaya khas masing-masing. Yuna, sebagai lead singer, memulai perkenalan dengan senyum lebar."Hai semua, aku Yuna! Terima kasih ya sudah ngundang kami ke sini!"Valentin menyusul, "Halo-halo, aku Valentin. Senang bisa bertemu kalian semua!"Lily mengambil alih, "Hai-hai, namaku Lily. Hari ini kita bakal tampil loh!!!""Lily, ini mau tampil tau." Timpal Yuna dari balik mic."Oiya..." Lily baru sadar oleh itu tapi tawaan kembali terdengar, mengira bahwa Lily bermaksud untuk melawak tadi.Setiap member berbicara dengan riang dan penuh semangat, menceritakan sedikit kisah mereka dan bagaimana mereka bisa bergabung dengan Spica. Mereka juga menyelipkan beberapa candaan dan sindiran ringan tentang RP710, membuat penonton tertawa. Rian dan Lea mengawasi dari sisi panggung dengan penuh cemas, berharap tidak ada hal buruk yang terjadi, mereka juga agak was-was kalau sampai ada candaan yang terlalu vulgar.Untuk 10 menit pertama, perkenalan dan perbincangan riang dari setiap member mengalir lancar. Mereka berbagi cerita tentang perjalanan mereka dari awal audisi, latihan keras, dan impian mereka untuk menjadi grup idol terkenal. Dukungan serta tawa dari penonton semakin membuat mereka merasa nyaman dan percaya diri di atas panggung."Oke, kayanya dah cukup ya kenalannya. Kenalan mulu deh, kapan deketnya hehe." Ujar MC."Kita mulai aja deh yang dah ditunggu-tunggu! Waktunya kita buat liat penampilan spesial dari Spica!!!"Lampu panggung mulai berkilauan, musik intro mulai terdengar, dan para member Spica bersiap untuk memberikan penampilan terbaik mereka. Saat musik mulai terdengar, setiap member Spica langsung fokus pada lagu tersebut. Gerakan pertama mereka begitu bagus dan selaras, menunjukkan hasil latihan keras selama ini. Yuna maju sedikit ke depan untuk menyanyikan lirik lagunya, dengan penyanyi kedua dan ketiga di belakangnya."Hari yang sama seperti biasa.Engkau merasa jenuh tak terkira.Kehilangan arah.Tanpa adanya cahaya."Yuna tampil sangat memukau dengan suaranya yang penuh perasaan, menggetarkan hati para penonton. Setiap nada yang dinyanyikan Yuna membawa emosi mendalam yang membuat penonton terpesona. Para tamu undangan, yang awalnya mungkin hanya ingin melihat penampilan hiburan, kini benar-benar terlibat dan menikmati pertunjukan."Kau adalah idolaku...""Idolaku...""Beri terang dalam hidupku...""Dalam hidupku..."Saat memasuki bagian chorus, yang termasuk sulit, beberapa gadis sempat melakukan kesalahan kecil seperti telat bergerak atau lupa mengucapkan lirik. Tetapi berkat susunan formasi grup yang solid, berhasil membantu menutupi kekurangan tersebut. Yang terpenting ialah gadis-gadis yang melakukan kesalahan itu tidaklah ragu atau bahkan malu, mereka tetap menunjukkan kepercayaan diri yang hebat."Walau kau tak tahu sekalipun, meski usahaku tak ternilai apapun. Saat kumelihat senyum di wajahmu, sudah cukup membuatku bahagia."Kemudian saat memasuki sesi rap Valentin bertukar posisi sejenak sambil memberikan mic padanya, Istar mengagetkan penonton dengan nyanyian cepatnya. Kecepatan dan kelancaran rap-nya sangat natural dan memukau, menambahkan elemen kejutan pada penampilan mereka."Sosok dirimu, yang selalu tersenyum. Paras wajahmu, indah berseri. Suara indahmu, bagaikan melodi. Selalu membuatku, tergila-gila tiada henti."Para penonton memberikan tepuk tangan yang meriah, menunjukkan apresiasi mereka terhadap rap yang dipertunjukkan Istar. Semangat dan energi dari Spica terus mengalir sepanjang penampilan mereka. Setiap member memberikan yang terbaik, memastikan bahwa penonton mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan."Jadilah dirimu sendiri."Ketika lagu berakhir, para penonton berdiri dan memberikan tepuk tangan yang gemuruh, menunjukkan bahwa penampilan pertama Spica telah sukses besar. Di belakang panggung, Rian dan Lea tersenyum lebar, merasa bangga dan lega. Mereka tahu bahwa kerja keras dan dedikasi para gadis telah membuahkan hasil yang luar biasa."Okeeee!!! Selesaiiiii!!!" teriakan penuh bahagia terdengar saat mereka menuruni tangga panggung.Setelah penampilan selesai, para member Spica berkumpul, saling memeluk dan merayakan kesuksesan mereka. Rian dan Lea memberikan waktu bagi para gadis untuk saling mengungkapkan kebahagiaan mereka, sebab yang paling bangga tentu saja para gadis tersebut dengan diri mereka sendiri. Karena pada detik ini juga, mereka telah berhasil melakukan live pertama."Kalo gitu, kuserahin sisanya ke kamu ya Rian." Lea menepuk pundak Rian, sementara dirinya bersiap untuk naik ke panggung.Setelah penampilan pertama selesai, para gadis Spica diberi waktu istirahat selama sepuluh menit. Lea naik ke atas panggung bersama MC, mewakili Spica sebagai tamu kehormatan dari temannya yang telah menikah. Sementara itu, Rian memberikan minuman kepada setiap gadis dan mendengarkan keluhan serta curhatan mereka selama istirahat."Ah iya, Yuna, Isla, jangan lupa sehabis ini giliran kalian buat tampil. Jadi istirahat sebanyak mungkin."Rian mengingatkan Yuna dan Isla tentang segmen duet mereka yang akan datang. Meskipun hanya memiliki waktu seminggu untuk berlatih, kedua gadis tersebut berhasil mengingat lagu populer yang akan mereka bawakan dengan bagus. Alasan memilih mereka berdua tentu saja dari hasil pengamatan, Yuna merupakan gadis yang begitu jenius dalam menyanyi, ia mampu menyanyikan lagu apapun dengan bagus dan Isla, meski suaranya kurang, gadis itu sangat hebat dalam mengingat."Selanjutnya, tentu banyak yang kenal kan lagu abis ni?? Kita bakal disuguhin nih penampilan dari gadis-gadis Spica lagi! Mari kita sambut, Yuna dan Isla!"Seusai Lea selesai mengucapkan pesan serta beberapa obrolan ringan dengan MC dan temannya, Yuna dan Isla menaiki panggung. Melodi mulai mengalun, suara mereka perlahan saling menyelaraskan satu sama lain. Yuna dengan suaranya yang kuat dan emosional, dipadukan dengan suara Isla yang lembut, bisa mengikuti ritme dengan sempurna, lagu yang dipilih oleh Lea begitu cocok untuk suara kedua gadis itu. Dikarenakan lagu itu tengah populer, tentu saja para tamu terhanyut dalam nyanyiannya."Gila, gak kalah ramenya loh dari live kita.""Iya, bagus banget mereka berdua nyanyinya.""Gak kusangka Isla bisa sebagus itu waktu nyanyi...""Hiks, aku jadi ikutan baper dengar lagunya."Para member Spica pun tidak kalah senangnya ketika menyaksikan penampilan Yuna dan Isla dari belakang panggung, menyuarakan dukungan mereka begitu pelan."Rain, Lily, Cia... ayo siap-siap. Abis ini kalian loh. Ingat kan?" Rian segera mengumpulkan ketiga gadis tersebut di antara yang lain."Inget ko, Produser.""Iya iya, inget.""Siap sedia, Produser."Setelah penampilan duet yang memukau dari Yuna dan Isla, giliran trio Rain, Lily, dan Cia naik ke panggung untuk menyajikan drama komedi. Ketiganya memancarkan energi ceria dan spontanitas, membawa tawa dan keceriaan ke seluruh aula."Tadi pagi aku bangun ngarep kali aja ada yang beda, ternyata yang beda cuma harinya doang." Rain segera memulai lawakan pertamanya."Sama, kukira juga bakal ada yang beda, coba berubah gitu. Tapi akhirnya, yang berubah ya tanggal doang." Tidak mau kalah Lily pun menimpal candaan tersebut."Kalian ngomong beda ama berubah terus, udah kaya produk aja. Kali ini kita ada yang beda loh, kali ini ada yang berubah loh!" ucap Cia sembari menirukan sebuah iklan yang tengah terkenal belakangan ini di tv, menyajikan punchline dari lawakan mereka.Lawakan-lawakan tersebut terasa alami sebab si trio sering bercanda dan berbuat kejahilan bersama setiap hari. Penonton terpingkal-pingkal mendengar humor segar dan aksi lucu mereka, tidak menyangka bahwa para idol juga bisa melawak layaknya komedian profesional. Para pengurus panggung pun ikut tertawa mendengar lawakan diucapkan di panggung. Sepuluh menit penampilan mereka sampai-sampai tidak terasa sebab penuh oleh keceriaan."Okeeee!!! Gimana penonton? Asyik gak? Bagus gak penampilan dari gadis-gadis Spica??"Pertanyaan dari MC segera dijawab sorak sorai dari setiap penonton."Kalo gitu, kita ucapin terimakasih dulu gak sih? Sama sepatah dua kata dari Spica buat nutup penampilan mereka?"Setelah rundown berakhir dengan sukses, seluruh penampilan Spica akhirnya mencapai ending. Para gadis berkumpul di panggung, mengucapkan terima kasih dan meminta dukungan dari para tamu undangan. Tepuk tangan meriah dan sorakan penuh semangat memenuhi ruangan, mengiringi kata-kata terima kasih dari para gadis. Melihat betapa para tamu menghargai dan mendukung mereka, beberapa member Spica merasa terharu."Terimakasih banyak!!! Jangan lupa buat terus dukung Spica ya!!!"xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxSetelah penampilan menakjubkan dari Spica, para gadis diberi waktu luang selama setengah jam sebelum kembali ke agensi. Rian pun mendapatkan izin dan justru mereka sangat dipersilahkan untuk ikut menikmati perjamuan yang ada di pernikahan ini."Hmm~ enak, enak banget puddingnya..." ucap Dewi saat menyantap sesendok pudding dari piring kecil."Iya kah? Aku coba—""WULAN! Makannya bukan gitu! Jangan dimakan sekali hap!""Errmgh?!"Menyaksikan bagaimana Wulan melahap pudding vanila di piring dalam sekali makan membuat Valentin kaget bukan kepalang. Ia lantas mengajari dirinya cara memakan makanan penutup tersebut, sedikit demi sedikit menggunakan sendok kecil yang telah disediakan juga di meja."Eh... kelamaan dong makannya kalo dikit dikit gini." Keluhnya."Justru itu esensinya, makanan penutup itu buat dinikmati dalam tiap gigitannya.""Wulan, coba sini deh! Sosis bakar di sini enak!"Saat tengah diajari oleh Valentin, Cia memanggil dirinya, lantas ia langsung berlari melarikan diri dari Valentin yang masih menikmati enaknya pudding tersebut, terbawa dalam rasanya tanpa sadar bahwa anak yang tengah ia ajari telah menghilang."Meski sistemnya pakai prasmanan, aku tidak menyangka makanannya bakal semewah ini.""Sama, tapi emang kalo nikah enaknya pake prasmanan gak sih? Biar bisa ngambil makanan sekali jalan doang.""Bener, jadi abis ngambil tinggal duduk terus makan."Sementara di kursi Celi, Isla, dan Yuna tengah mengobrolkan mengenai pengalaman mereka. Sembari mengamati beberapa dari temannya tengah menyerbu meja makanan, mencoba satu per satu hidangan lezat sebagai balasan atas jerih payah mereka di panggung."Wu-Wulan, serius kamu ngambil sebanyak itu...""Aku dah bilang kalo jangan banyak-banyak, sampai mas-mas yang ngambilin aja gak percaya loh.""Mana aku di belakang mereka lagi, jadi malu...""Habisin loh Wulan, awas aja kalo gak abis!""Tenang! Segini doang sih gampang. Sama... boleh dibungkus gak ya? Aku mau ngasih buat keluarga juga.""Hah?!""Tunggu bentar ya, aku coba tanya!"Lily, Rain, dan Cia benar-benar tidak percaya menyaksikan perbuatan temannya yang satu ini. Sudah membawa makanan dalam satu piring, penuh oleh lauk, nasi, bahkan sampai makanan manis yang tersusun layaknya gunung... kini ia hendak menanyakan apa boleh makanannya untuk dibungkus. Tentu mereka merasa malu akan kelakuannya, tapi mau bagaimana lagi, memang itulah si Wulan."Ka-Kak Jasmin... aku boleh selfie bareng kakak gak?""Boleh boleh, abis ini ya.""Aku gak nyangka loh ternyata kak Jasmin itu yang tampil!""Hahaha... emang dari gue-nya sendiri gak pernah ngasih tau sih di sosmed, niatnya buat surprise."Dan tentu saja Istar kini dikerubungi oleh banyak penggemarnya, mereka semua begitu kaget saat menyaksikan bahwa artis sinetron kesukaan mereka telah menjadi seorang idol. Satu persatu dari fans tersebut meminta untuk foto bersama serta menanyakan mengenai beberapa hal kepada seorang Jasmin.Sementara member Spica tengah menikmati waktu mereka, Rian dan Lea berjumpa dengan teman Lea yang mengundang mereka."Terimakasih banyak ya, beneran, aku beneran terima kasih loh. Gak nyangka kalo penampilan kalian bisa se-wah gini. Apalagi sampai ada stand up comedy segala, aku sampe kaget." Ujar temannya tersebut sembari tersenyum penuh bahagia."Kami juga merasa sama, terimakasih sudah mengundang grup kami untuk tampil di acara pernikahan anda." Rian dengan rendah hati menyatakan bahwa mereka senang bisa membantu."Ah iya, kita belum berkenalan ya. Namaku Rizky Dian Alvarro. Panggil aja Rizky. Lalu...""Saya Rian, sebagai Produser dari Agensi RP710 dan juga Spica.""Kalo aku ga perlu kan ya?" Lea sedikit bercanda dengan temannya itu."Kamu sih ga usah, dah sering ketemu juga dulu kan!" ujar Rizky menimpali candaan Lea."Langsung aja ya, aku boleh minta kontak kalian gak? Kali aja bisa minta tampil lagi di acara lain mungkin." Ia lalu menambahkan.Rian dan Lea dengan senang hati memberikan kontak mereka, berharap bisa menjalin kerjasama lebih lanjut. Mereka berbicara tentang kemungkinan acara lain dan betapa bangganya mereka dengan penampilan Spica hari ini. Saat pertukaran kartu bisnis, Rian tiba-tiba bertanya kepada teman Lea."Jadi, anda benar-benar pemilik dari toko online BelanjaAja... ya.""Produser, kamu—" Lea hendak menghentikan tindakan dari Rian, tetapi Rizky justru menanggapi dengan tawaan kecil."Haha, iya, itu aku. Ada apa memangnya?""Sebenarnya... agensi kami tengah mencari sponsor. Jasa yang dapat kami tawarkan seperti penampilan barusan dari Spica, yaitu talenta-talenta yang mungkin bisa membantu dalam sarana promosi atau iklan dari toko online tersebut. Maka dari itu..."Rizky, teman Lea, mendengarkan dengan penuh perhatian. Rian juga menambahkan bahwa grup mereka masih kecil dan belum dikenal, merasa sedikit ragu saat mengutarakan hal tersebut padanya."Ngga... itu salah. Walau kalian grup kecil sekalipun, kalian ada potensi. Toko onlineku, BelanjaAja, awalnya dari startup kecil yang kubikin sama temen-temen kuliah. Sampai bisa sukses kaya sekarang kan, yang penting itu konsisten." Ia berusaha meyakinkan Rian agar tidak ragu mengenai grup mereka."Bakal kupikir mengenai tawaran tadi. Kartu bisnis kalian juga dah ada di aku. Sama... buat buktiin kalo kalian emang sesuai sama tawarannya, coba tampil di salah satu event gede. Baru, bakal kupikirkan soal jadi sponsor.""Terimakasih... terimakasih banyak..."Rian dan Lea mengucapkan terima kasih kepada Rizky atas kesempatan yang diberikan. Rizky kemudian mempersilahkan mereka berdua untuk menikmati perjamuan dari hari bahagianya.Ketika pulang dari acara, para gadis Spica mengeluh tentang betapa lelahnya mereka, tetapi mereka juga membahas mengenai keasyikan acara tersebut. Beberapa dari mereka menyebutkan betapa enaknya makanan yang disajikan, bahkan Wulan membawa pulang makanan dari prasmanan yang dibungkus untuk dibawa pulang. Namun, mereka masih penasaran siapa yang sebenarnya menikah sehingga bisa menyewa gedung sebesar itu dan membuat venue yang begitu megah."Yang nikah siapa sih sebenernya, kok bisa nyewa gedung segede itu?""Iya, aku awalnya ngira kita bakal tampil di pangung kayu, penuh kursi ijo di hadapanku.""Pengisi acaranya aja beberapa penyanyi yang lagi naik daun loh...""Dan kita kok bisa disuruh ngisi di sana..."Lea berbalik dari kursi depan, menyaksikan setiap gadis yang penuh oleh kebingungan."Yang nikah itu bos toko onlen BelanjaAja, dia sendiri yang nawarin ke aku." Ucapnya ringan.Para gadis langsung kaget mendengarnya, terutama Istar dan Valentin yang sering menggunakan aplikasi tersebut. Mereka mulai bertanya-tanya betapa gilanya manajer mereka sampai bisa kenal dengan orang-orang besar seperti itu."Aku jadi yakin manajer itu bukan manajer biasa deh...""Dia selalu punya koneksi sana-sini, orang-orang gede semua lagi..." ucap Valentin dan Istar yang penuh oleh iri."Aku cuma manajer biasa kok~ Cuma orang yang pinter ngomong doang. Tapi ya, karena saking pinter ngomongnya, jadi punya relasi sana-sini hahaha. Maka dari itu semuanya, relasi itu sangat penting, jadi kalian harus jaga relasi kalian sama orang lain, oke?" Lea lantas memberikan mereka sebuah nasihat penting sembari tersenyum jahil.Setibanya di agensi, Rian dan Lea mengadakan pertemuan singkat untuk mengevaluasi penampilan mereka hari itu. Rian memuji usaha dan dedikasi para gadis, sementara Lea memberikan beberapa masukan konstruktif untuk penampilan berikutnya. Walau mereka sudah merasa begitu penat, gadis-gadis tersebut menerima semua masukan dengan penuh perhatian, mencatat apa saja yang perlu mereka kembangkan untuk lain waktu.Setelah agenda hari itu selesai dan setiap gadis telah pergi dari agensi, Cia memutuskan untuk menjadi yang terakhir dan mengatakan kepada teman-temannya bahwa ia akan pulang sendiri. Ia menghampiri Rian di mejanya dengan penuh ragu, tampak seperti hendak mengatakan sesuatu yang penting. Rian menyadari hal ini dan segera menawarkan bantuannya."Ada apa Cia, apa kamu perlu sesuatu?""Anu... Produser... sebelumnya, aku... pengin bilang makasih." Ujar Cia dengan suara begitu pelan, menunduk."Cia... terimakasih untuk apa?""Karna... Produser dah mau dengerin saranku... buat pakai lagu buatan kakakku."Rian menggelengkan kepala, "Justru aku yang harus berterimakasih padamu, Cia. Berkat lagu dari kakakmu, Spica bisa terselamatkan. Apa ada sesuatu yang kamu pengin anggap saja balasan atas bantuanmu itu?"Menguatkan tekad serta keberaniannya, Cia menghela nafas sebelum dirinya mengangkat kepala dan berkata,"Apa, aku boleh minta salinan lagu yang dah jadi itu? Aku paham, kalau yang kulakuin mungkin melanggar kode dan lagu itu tidak boleh disebarin ke siapapun karna dah jadi hak milik agensi sepenuhnya. Tapi... aku..." Cia terdiam sejenak saat menyaksikan reaksi Rian.Rian menunjukkan wajah tanpa ekspresinya, memahami apa yang ingin Cia lakukan. Namun ia juga harus menjalankan kebijakan agensi, sehingga dirinya tidak bisa asal setuju. Lantas ia mengalihkan wajah ke arah Dara dan Lea yang mendengarkan percakapan tersebut dari kejauhan. Keduanya kemudian memberi anggukan ringan sebagai tanda persetujuan."Sebenarnya ini tidak boleh dilakukan, tapi... ya, bisa dianggap kalau lagu ini juga buatan kalian. Jadi untuk yang ini, anggap saja kejadian spesial." kata Rian, ia lantas memberikan salinan lagu yang telah selesai itu kepada Cia."Terimakasih... Produser..." Cia menerima lagu tersebut dengan suara yang bergetar.Cia berjalan pulang dengan perasaan yang campur aduk. Di tengah perjalanan, ia memutuskan untuk mampir ke sebuah toko gadget. Di sana, sembari mendengarkan lagu untuk menenangkan perasaannya ia memindahkan lagu pada tangannya ke sebuah 'HCD' atau Hyper-Compact-Disc, perangkat mirip piringan kaset yang jauh lebih kecil dan bisa dimasukkan ke perangkat pemutar musik atau smartphone dengan sangat mudah. HCD sedang booming beberapa tahun terakhir dan menyebabkan naiknya lagi pamor musik di berbagai negara.Seusai memindahkan lagu tersebut, Cia membawa HCD itu dan berjalan menuju sebuah pemakaman. Ia berdiri di sebuah makam, di hadapan batu nisan yang tertulis nama "Wisnu Erin Pratama," beserta tanggal lahir dan meninggalnya. Pada makam ini terbaring kakak Cia, yang meninggal saat Cia berada di sekolah, membuat dirinya terpukul pada saat itu juga. Cia menaruhkan tangannya di makam tersebut, menggenggam HCD di tangan kiri begitu erat. Ia berbicara pelan, seolah-olah kakaknya tersebut berada tepat di depannya."Kak, dah lama kita gak ketemu kan. Maaf ya kalo adikmu ini jarang ke sini." Ujarnya lirih, tanpa sadar kini matanya telah berair, pandangannya perlahan mulai mengabur."Seperti janji Tia ke kakak, sampai sekarang Tia gak berenti buat jadi idol loh. Dah berapa kali ya, puluhan kali kayanya Tia gagal di audisi. Tapi... gak perlu khawatir kok, sekarang Tia bahkan dah jadi idol, diterima di agensi kecil..."Ia berhenti sejenak, mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya. Mengambil pemutar musik yang tersimpan pada jaketnya sembari memasukkan HCD berisikan lagu tersebut ke sana."Kakak masih inget gak, dulu kakak pernah bilang ke Tia, 'Tia, suatu saat nanti pasti lagu kakak bisa dijadiin lagu idol! Trus abis itu, kita bisa ikut nge-chant bareng sama para fans yang gak sadar kalau kita yang bikin tu lagu!'..." tetapi tampaknya air mata tersebut tidak dapat lagi terbendung, terus menetes tiada henti hingga jatuh pada makam."Kakak selalu pengin aku jadi penyanyinya, pengin kita duet bareng, jadi VocaP. Tapi apa... kakak malah ninggalin Tia duluan."HCD yang telah masuk ke dalam perangkat, mulai memutarkan melodi. Musik lantas mengalun, memenuhi keheningan di sekitar makam.Cia mengingat masa lalu, bagaimana kakaknya, Wisnu, adalah seorang VocaP terkenal. Namanya begitu melejit di internet sebagai WinKaP, meski begitu ia tetap humble dan bahkan mengajari adiknya cara membuat musik. Mereka berdua sering menghabiskan waktu di studio, membuat lagu dan bernyanyi, mengenalkan pada Cia mengenai dunia idol dan musiik. Tetapi, semuanya berubah saat Wisnu meninggal dalam kecelakaan. Kehilangan kakaknya membuat Cia depresi, menutup dirinya dari dunia luar, walau begitu Cia tidak pernah melupakan janji mereka berdua dan berusaha keras melanjutkan impian mereka."Lagu yang kuputer ini, lagu yang kakak tinggalkan dulu. Gimana? Apa kakak kesel, waktu denger kalo lagu ini sekarang dah ada vokalnya? Berkat dukungan temen-temen di Spica... Cia sampai bisa kelarin ni lagu loh."Ia duduk di sebelah makam, mendengarkan lagu itu sampai habis. Air mata terus mengalir, tetapi ada senyum kecil di wajahnya. Cia menatap makam kakaknya, seusai lagu tersebut selesai terputar ditaruhkan kembali ke dalam cover dan ia meninggalkan HCD tersebut di atas sana."Kak, apakah Kakak melihatku di atas sana?" suaranya bergetar hebat."Apa Kakak liat aku dan teman-teman yang lain nyanyiin lagu buatan Kakak? Walau... masih banyak salah sana sini, moga aja kakak puas liatnya."Ia berulang kali menghela napas, mencoba menenangkan diri."Maka dari itu, aku mutusin buat gak nyerah, Kak. Untuk sekarang, aku nggak bakal menyusul kakak dulu."Matanya memandang ke arah langit seolah mencari tanda dari kakaknya."Jadi, kakak nggak perlu khawatir soal aku. Karena sekarang bukan cuma Kakak yang ngawasin Tia, tapi juga teman-teman di Spica." katanya pelan sebelum meninggalkan makam.