Sejak mereka resmi menjadi Spica, tim agensi bekerja keras untuk mempromosikan setiap member. Setelah dua minggu, hasil kerja keras itu mulai membuahkan hasil dengan beberapa tawaran pekerjaan yang mulai datang. Tawaran-tawaran yang datang disortir sesuai dengan kemampuan dan kesiapan masing-masing member.Tawaran pertama ditetapkan untuk Valentin, Istar, Dewi, dan Yuna. Pekerjaan tersebut berupa pengambilan foto untuk majalah bulanan kota. Lea ditugaskan menjadi penanggung jawab kelompok, sementara Rian tetap berada di agensi dengan gadis-gadis lainnya.Di hari yang telah ditentukan, mereka semua segera pergi ke tempat pemotretan menggunakan mobil agensi. Perjalanan ke lokasi terasa panjang, terutama karena mereka kian meninggalkan hiruk pikuk kota dan menuju ke area yang lebih asri."Loh fotonya bukan di studio?" Istar mulai merasakan kecurigaan ketika melihat banyak pepohonan di kanan kiri jalan."Agak jauh juga kita dari tadi naik mobilnya... mau kemana ya..." Dewi pun sedikit khawatir. Sementara Yuna terus terdiam sembari menunggu Lea untuk menjalaskan segalanya."Ah... aku juga ngiranya bakal di studio. Tapi tim staff bilang tadi pagi buat ganti schedule-nya, pindah lokasi katanya. Maaf ya...""Apa-apaan coba..."Sekitar hampir satu jam mereka menaiki mobil, akhirnya gadis-gadis tersebut sampai pada lokasi yang telah ditentukan. Keluar dari mobil, mereka menyaksikan setiap tim tengah mempersiapkan perlengkapan berupa kamera dan lightning. Pemandangan di sekitar begitu hijau dikelilingi oleh sawah, sungai, dan pepohonan rindang."Dari majalahnya sendiri pengin ngambil tema nature senatural mungkin, jadi mau gak mau kita pilih tempat ini." Ujar salah seorang staff ketika Lea bertanya sewaktu turun."Mayan sih bisa sekalian liburan...""Iya, pemandangannya bagus loh...""Yakin kita mau foto di tempat beginian..."Begitu tiba di lokasi pemotretan, mereka disambut oleh staf wanita yang ramah. Staf tersebut mengarahkan mereka untuk berganti pakaian ke kebaya yang telah disiapkan. Warna-warna kebaya yang bervariatif membuat para gadis terlihat anggun dan menawan. Namun, karena beberapa dari mereka baru pertama kali mengenakan pakaian tradisional, mereka kesulitan untuk berjalan bahkan bergerak."Gimana cara jalannya coba...""Roknya... ketat banget...""Istar, jangan dipaksa gitu, nanti sobek! Pelan-pelan jalannya..." Dewi mencoba untuk mengajari Istar bagaimana cara bergerak dalam kebaya."Heh, terakhir aku pakai ginian waktu SD loh." Sedangkan Yuna mengagumi kebaya biru yang dikenakan olehnya."Widih, cantik banget deh neng."Lea menjumpai keempat dari mereka yang telah berganti, setelahnya mendampingi untuk pergi ke lokasi pemotretan pertama. Area pemotretan pertama sulit dijangkau ditambah setiap gadis yang mengenakan baju ketat menambah tantangan. Salah satu kejadian yang cukup mengkhawatirkan adalah ketika Istar terperosok ke sungai kecil."Wua—!"Sebab jalanan sempit bertanah yang licin, kaki Istar terperosok jatuh ke sungai kecil di bawahnya."Istar! Kamu gapapa?!" Lea segera membantu Istar bangun, khawatir kalau saja dia terluka atau cidera.Beruntung, Istar tidak mengalami luka apapun, hanya saja rok kebaya serta alas kaki yang dikenakannya kini basah kuyup sebab tercebur. Ketika pengambilan foto, setiap staff mengakali kejadian tadi dengan berusaha untuk menutupi bagian bawah Istar agar tidak terlihat dalam kamera.Kemudian di tempat selanjutnya, sesuatu yang serupa terjadi. Pengambilan foto Dewi awalnya begitu tenang tanpa ada masalah, tetapi ketika tiba-tiba saja ada ulat yang jatuh ke baju Dewi menyebabkan gadis tersebut panik bukan kepalang. Ia yang sangat takut pada serangga segera berlari dan rok yang ia kenakan tertarik sehingga menyebabkannya jatuh tersungkur di tanah."Aduh... dahiku...""Dewi!"Tanpa menunggu lama ia segera disuruh untuk beristirahat sejenak, Lea membantunya dengan memberikan penanganan pada dahi Dewi yang sedikit benjol sebab jatuh cukup keras di tanah. Berkali-kali Istar hendak mengungkapkan kekesalannya, tetapi Lea berusaha keras menahan supaya biar Lea saja yang menangani nanti."Kita... bakal aman-aman aja kan ya...""G-Ga tau deh... moga aja..."Baik Valentin dan Yuna kini penuh kekhawatiran karena kedua temannya saja mengalami kejadian tidak mengenakkan. Tetapi tampaknya kekhawatiran mereka langsung kandas segera. Dikarenakan melewati area yang penuh oleh semak-semak belukar dan jalan yang penuh bebatuan, masalah menimpa mereka berdua karena kebaya mereka robek. Valentin tersandung akar pohon dan Yuna terjebak di semak-semak berduri."Yang bener aja!" Yuna berusaha keras untuk melepaskan diri dari semak berduri."Ampun deh..." sedangkan Valentin menutupi rok yang sobek tersebut dengan peniti yang diberikan oleh staff.Meskipun menghadapi banyak kendala, pengambilan foto berjalan cukup baik. Mereka terus mengingat nasihat Rian untuk tetap profesional meskipun merasa lelah dan kesal. Di hadapan kamera mereka berhasil menampilkan kemampuan terbaik dengan wajah dan pose yang memukau, sehingga berhasil menyelesaikan sesi pemotretan dengan baik.Begitu pengambilan foto selesai, setiap gadis duduk di dekat mobil sambil menikmati minuman dingin. Mereka saling mengeluhkan kejadian-kejadian yang menimpa mereka selama sesi pemotretan. Valentin dan Yuna berbagi cerita tentang kebaya mereka yang robek, sementara Istar dan Dewi mengisahkan momen-momen menakutkan yang mereka alami.Di sisi lain, Lea menghadapi keributan dengan staf majalah terkait kebaya yang robek. Pada awalnya, mereka hampir disuruh untuk ganti rugi atas kerusakan properti tersebut. Staf pemotretan tidak bisa banyak membantu karena dari awal kesalahan memang ada pada tim majalah yang memilih lokasi ekstrim. Lea, tetap dengan ketenangan dan ketegasannya, menjelaskan bahwa kerusakan tersebut adalah ketidaksengajaan. Ia bahkan berbalik mengancam akan membawa masalah ini lebih jauh, dengan menyebut bahwa staf majalah berniat mencelakakan model karena melakukan pemotretan di tempat yang tidak aman."Bukan hanya anda yang dirugikan, agensi kami juga sama. Kalau anggota idol kami sampai kenapa-napa, apa pihak majalah bisa menanganinya?" ucap Lea begitu keras.Setelah mendengar ancaman tersebut, pihak majalah hanya bisa diam dan akhirnya mengaku bersalah. Mereka memahami bahwa situasi tadi bisa saja menjadi petaka. Staf pemotretan sangat berterima kasih kepada mereka semua dan justru meminta maaf atas kejadian-kejadian barusan."Kami benar-benar minta maaf... seharusnya semuanya tidak jadi seperti ini. Seharusnya kami juga lebih tegas dalam bernegosiasi dengan pihak majalah." kata penanggung jawab staff foto begitu menyesal."Selama member kami bisa pulang dengan selamat tanpa cidera kami maafkan. Kalau begitu kami undur diri terlebih dahulu, terimakasih atas hari ini."Di dalam mobil selama perjalanan setiap gadis mengeluh mengenai apa yang mereka alami hari ini. Badan penuh lelah, serta beberapa trauma akan apa yang terjadi selama sesi pemotretan."Ga lagi-lagi deh...""Aku masih geli soal ulat tadi loh, gede banget soalnya.""Untung aja gak lecet waktu ngelewatin semak-semak tadi...""Makasih banyak manajer, berkatmu kita gak jadi ganti rugi!"Pada balik kemudi Lea menasihati mereka, "Ini baru awal loh. Ke depan, mungkin aja kalian bisa dapet pekerjaan yang lebih sulit. Anggap aja kejadian hari ini itu pengalaman penting, hahaha...""Pengalaman apaan, pengalaman mencekam yang ada!"
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara kelompok Lea dan yang lainnya tengah pulang ke studio, gadis-gadis Spica lainnya mengeluhkan kepada Rian karena mereka tidak mendapatkan pekerjaan."Kok kita masih belum dapet tawaran sih...""Produser, aku juga mau dapet kerja...""Produser, ayo dong..."Baik Lily, Cia, dan Rain saling bekerjasama untuk membujuk produser mereka layaknya anak kecil."Kali aja mereka dapet kerja duluan gara-gara cantik, kan mereka cewe-cewe cantik semua." Ujar Rain sedikit memicu api."Bener kah?! Yang bener aja produser!" Dan yang terbakar olehnya adalah Wulan.Rian dengan tenang mengatakan kepada setiap gadis untuk tetap menunggu dan bersabar, karena dirinya juga tengah melakukan negosiasi untuk mendapatkan pekerjaan bagi mereka."Kalian bakal dapet kok, sabar ya, sabar dulu." ujar Rian berusaha menenangkan mereka.Celi, yang tiduran di sofa, ikut memberikan pendapatnya. "Santai aja, mumpung kita bisa santai sekarang," katanya seakan tidak memikirkannya sama sekali. Ia dengan Isla sejak tadi tengah menikmati tontonan televisi sembari memakan cemilan, menunggu sesi latihan.Lantas tiba-tiba saja Cia teringat akan sesuatu saat menyaksikan Celi yang tengah tiduran. Kalau tidak salah dia adalah salah satu member dance cover, ia penasaran selama ini bagaimana kehidupannya semasa masih berada di sana."Kak Celi, mau tanya boleh?" Cia mendekat ke sofa."Hm? Tanya apa? Celi aja gapapa kok, ga usah pake kak gitu deh, kita kan udah deket~""Kalo gitu, Ce-Celi... dulu pernah jadi member dance cover kan? Aku... agak penasaran soal pengalaman Celi sebelumnya.""Eh? Cerita soal masa lalu nih? Ikut dong ikut!"Perhatian Lily dan Rain yang tadi tengah mengganggu produser kini beralih ke arah mereka berdua. Setiap member kini tengah berkumpul di dekat sofa, seakan menunggu Celi mulai bercerita. Melihat wajah-wajah anak muda di depannya ini penuh oleh rasa ingin tahu, Celi yang tengah tiduran mau tidak mau segera bersandar."Aku emang mantan member dance cover sih, bener. Tapi inget aja ya, dance cover sama idol itu sepenuhnya beda loh. Idol bisa dapat banyak kerjaan di luar nari dan nyanyi, seperti jadi model, promosi, bahkan jadi penyiar. Sedangkan dance cover ya nyanyi sama nari doang. Jadi, kalo soal cari kerja sebangsanya kalian gak bisa minta saran ke aku... yang bisa kukasih ajaran cuma nari doang."Seusai menjelaskan hal tersebut ia kembali tiduran. Cia merasa sedikit kecewa sebab rencananya gagal, padahal ia bisa mengeruk sedikit informasi mengenai pekerjaan idol darinya, tetapi ternyata percuma. Berbeda dengan gadis-gadis lain, mereka justru saling mengobrol satu sama lain mengenai apa yang dijelaskan Celi tadi."Jadi jenis kerjaan kita bakal banyak nanti?""Bisa jadi penyiar radio?! Yang bener aja!""Apa... aku bisa ngejalanin semuanya, di depan banyak orang...""Bisa Isla! Percaya diri aja! PD!""Ah ya! Bisa-bisa!" ucap Rian begitu keras.Suara kencang yang terdengar dari produser segera mengalihkan perhatian setiap gadis. Rian yang sejak tadi tengah menelepon seseorang terlihat begitu senang. Sejak tadi dirinya tidak berhenti menelepon sana sini, sehingga terkadang membuat setiap orang yang mendengar penuh oleh rasa penasaran."Segera? Hari ini? Sebentar..."Dara yang tengah mengerjakan sesuatu pada komputer langsung diganggu oleh Rian. Mereka saling mengobrol sesuatu yang cukup rumit, sebab sesekali Rian menggaruk-garuk kepalanya seakan berpikir begitu keras. Pandangannya kini mengarah pada setiap member Spica yang tengah begitu fokus mengamatinya. Menggunakan telepon milik Dara, ia kini menggunakan dua telepon untuk saling berbicara secara bersamaan. Tentu saja menyaksikan hal gila seperti itu membuat para gadis tercengang, Produser mereka sekarang ini tengah menggunakan dua telepon pada kedua telinganya, langsung."Ruri, ya, ini aku Rian dari RP710. Untuk latihan hari ini, apa bisa sedikit diundur?""Ah ya, kami sedang coba sesuaikan dengan jadwal kami terlebih dahulu."Menyadari bahwa Rian kini tengah menelepon tempat latihan, ekspresi mereka langsung penuh bahagia. Lantas mereka segera menyelinap turun ke sofa untuk membicarakan mengenai obrolan produser tadi."Produser lagi bahas soal kerjaan gak sih?""Kayanya iya loh, soalnya kayak serius gitu.""Ditambah dia telepon kak Ruri, latihannya mau diundur juga...""Kita dapat kerjaan?! Hore!"Selesai menelepon, segera Rian mendekati tiap gadis. Obrolan kecil yang penuh oleh bisikan itu langsung berhenti seketika. Mereka duduk dengan sopan di sofa, bagai murid yang tengah menunggu untuk ditunjuk."Errr... aku baru saja dapat telepon dari salah satu sales product, katanya mereka butuh model untuk promosi. Dan mereka nawarin pekerjaan buat Spica, hari ini juga. Makanya, buat latihan... nanti di undur jadi malam hari. Kalian gapapa kan?"Sekitar ada satu menit mereka saling memandang satu sama lain sembari berpikir, sebab hari ini ialah hari sabtu jadi kebanyakan dari mereka memiliki waktu luang. Sehingga tidak ada masalah sama sekali, serentak mereka menjawab dengan jawaban yang sama."Aman!"Pekerjaan yang mereka dapatkan kali ini adalah menjadi promotor produk minuman energi. Dikarenakan mobil tengah dipakai, mau tidak mau mereka semua pergi dengan menaiki bus kota. Sesampainya di lokasi, Rian segera bernegosiasi dengan penanggung jawab, sementara setiap gadis disuruh untuk memakai kostum yang telah disediakan berupa seragam olahraga. Lily dan Isla mengenakan seragam voli, Wulan dan Celi mengenakan seragam sepakbola, sedangkan Rain beda sendiri menggunakan kostum cheerleader.Setelah mengenakan kostum tersebut, mereka disuruh untuk membagikan selebaran kepada setiap orang yang tengah berjalan di sekitar tempat promosi. Di bawah panas terik, setiap gadis berjuang keras untuk membagikan selebaran itu, tidak sedikit dari mereka yang kesulitan dan merasa gerah di tengah siang panas."Silahkan kak!""Silahkan selebarannya...""Silahkan!"Menyaksikan gadis-gadis tersebut kepanasan, Rian merasa begitu dibodohi oleh pihak promotor. Padahal pada perjanjian awal mereka diinginkan untuk menjadi model foto promosi serta rekaman video, tetapi kenapa malah berubah begini. Dia mendekati penanggung jawab dengan wajah penuh keseriusan."Permisi, bukannya di perjanjian kami hanya berperan sebagai model untuk pengambilan foto dan video promosi saja? Kenapa malah jadi membagikan selebaran begini?"Penanggung jawab tersebut nampak tidak bersalah sama sekali, ia lantas menjawab dengan begitu entengnya."Oh, soal itu kami memang belum menjelaskannya ya. Membagikan selebaran juga salah satu bagian dari promosi, soalnya pengambilan foto dan videonya diambil habis membagikan selebaran nanti. Tapi kalau semisal tidak berkenan, kami bisa menawarkan pada yang lain."Rian menarik nafas dalam-dalan, ia berusaha sekeras mungkin untuk menahan kekesalannya. Rupanya memang benar bahwa ada yang tidak beres dari tawaran tersebut, tetapi karena mereka sudah jauh-jauh kemari dan bahkan mengubah jadwal latihan, mau tidak mau harus melakukannya sampai akhir."Lily, Rain, Cia, Wulan, Celi... Isla. Aku dah bicara sama promotornya. Maaf, aku gak bisa negosiasi sama mereka. Untuk pengambilan foto sama video... katanya abis bagiin selebaran.""Hah... panas-panas gini loh, Produser.""Kita harus tetep bagiin nih? Ampun...""Maaf... maaf banget. Bagikan aja sebisa kalian, jangan maksain."Para gadis mengangguk meski wajah mereka menggambarkan penuh ketidakpuasan. Mereka mencoba tetap tersenyum dan melanjutkan tugas mereka, berusaha sebaik mungkin dalam membagikan selebaran dan mempromosikan minuman energi tersebut. Suara dari musik serta promotor pun tidak kalah bisingnya di siang hari ini, bernyanyi di atas panggung.Saat membagikan brosur beberapa gadis menyaksikan Isla dan Celi yang begitu lemas ketika mengulurkan tangan mereka pada pejalan kaki. Suara mereka pun sangat pelan sehingga orang-orang tidak peduli pada kehadiran mereka di sana."Ih! Celi, Isla! Kok kalian gitu baginya!""Eh... harus gimana emangnya?" ujar Celi dengan dirinya yang menunduk."Semangat dikit dong! Kaya Wulan tuh!""Kerasin suaranya!""Suaraku... memang sekecil ini, ga bisa naik lagi..." Isla memang suaranya kecil jadi mau sekeras apapun ia mencoba tetap segitu."Produser tadi juga bilang sebisanya kan... orang kita berdua bisanya segini ya, Isla."Isla mengangguk setuju dengan pendapat Celi. Menyaksikan setiap gadis kini malah saling ribut satu sama lain, Produser mendekati mereka dan berusaha menenangkan keadaan."Udah udah, ga usah saling berantem gitu. Nanti gak selese-selese.""Tapi kalo gitu terus juga ga bakal selese Produser..." bujuk Lily padanya.Rian mengambil beberapa lembar selebaran dari mereka semua kemudian berdiri di depan trotoar. Para gadis bingung akan tindakan produser mereka, tetapi begitu menyaksikan Rian yang mulai mengulurkan kertas ke tiap orang yang lewat akhirnya paham."Silahkan kakak, silahkan! Kami ada promo menarik loh! Ada diskon juga, kalo nunjukin selebaran ini trus dateng ke panggung, ada penawaran menarik!" menggunakan nada penuh riang, Rian membujuk rombongan ibu-ibu yang lewat."Betulan kah mas? Kita cobain apa ya?"Tanpa menunggu lama mereka segera mengambil brosur dari tangan Rian. Selanjutnya ia melakukan aksi lain pada pemuda, bapak-bapak, dan pekerja kantoran. Gadis-gadis itu terperanga menyaksikan betapa hebatnya Rian melakukan pekerjaan tersebut, tanpa waktu lama selebaran di tangannya sudah hampir ludes."Produser! Hebat betul, tadi emang betulan ada info soal diskon sebangsanya?""Seingetku gak ada loh, mereka ga bilang apa-apa!"Rain dan Wulan saling menanyakan mengenai hal tadi. Tetapi jawaban yang mereka terima ialah gelengan kepala ringan sembari Rian yang menunjukkan telunjuk di depan mulut."Emang gak ada, anggap aja ini balesan buat mereka hehe. Lagipula, ini itu trik di bidang sales.""Produser..." dengan wajah yang penuh tidak percaya kini justru menganggap bahwa produser mereka mungkin saja mantan sales bodong.Beberapa jam kemudian, setelah semua selebaran habis dibagikan, mereka akhirnya menuju ke lokasi pengambilan foto dan video. Setelah beristirahat selama setengah jam, mereka ditarik oleh tim fotografer dan videografer yang sudah siap. Properti dan dekorasi telah disiapkan secara detail, sehingga mereka hanya tinggal mengikuti arahan dari setiap fotografer ketika berfoto. Wajah penuh keringat serta lelah seakan menggambarkan betapa minuman energi tersebut diperlukan bagi mereka yang telah melakukan pekerjaan berat."Oke sesi selanjutnya rekaman video, kalian bisa pindah ke sini."Sesi tersebut dibagi menjadi dua, untuk pemotretan ada Isla, Rain, dan Celi yang menjadi model utamanya. Sedangkan pengambilan video adalah tugas Lily, Wulan, dan Cia. Rian mengawasi mereka di dekat kameramen dengan wajah khawatir, mengetahui bahwa ketiga gadis itu adalah tipe yang suka asal ngomong membuatnya tidak bisa tenang sama sekali."Di sini kalian bakal dikasih minuman, terus inget-inget apa yang tadi udah dikasih tau dari teks. Paham?""Oke!"Duduk pada kursi, mereka segera mengikuti apa yang sudah dibriefing barusan. Botol minuman segera dibuka dengan satu persatu gadis meminumnya, perekaman video pun langsung dimulai. Dari kiri Lily segera memulai ucapannya,"Wuah! Abis olahraga, emang pasnya minum minuman energi gak sih??" ia langsung mencuri-curi pandang pada Cia yang berada di sampingnya, memberi isyarat."E— Iya ya! Apalagi yang ada rasa-rasanya gini, seger banget!" Hampir saja Cia lupa dengan dialog yang harus ia ucapkan.Lantas tinggal giliran Wulan, tetapi hampir ada beberapa detik Wulan sama sekali tidak mengucapkan apapun dan hanya fokus menengguk minuman itu. Karena ia yang masih dilanda haus kemarau, minuman satu botol hendak dihabiskan, namun naas di tengah-tengah tenggukannya ia tersedak."Uhuk— Adu—""Wulan! Wulan!"Kepanikan terjadi di atas panggung, beruntung itu adalah rekaman biasa sehingga bisa dihentikan sementara. Sembari menunggu Wulan yang tengah tersedak untuk bisa sembuh, kameramen langsung mengisyaratkan untuk kembali mengingat dialog. Produser langsung menghampiri Wulan yang habis tersedak, membantunya."Kamu minum udah kaya unta aja... jangan lupa sama dialognya.""Uhu— Maaf produser, bablas tadi..."Perekaman kedua langsung dilakukan, tentu saja semuanya diulang dari awal lagi. Dari dialog awal sama sekali tidak ada masalah, sampai tiba di giliran Cia. Ketika ia tengah meminum-minumannya, sontak langsung menceletuk kalau minumannya tidak enak."Uek! Pait! Pait amat!""Cia! Dialogmu bukan gitu loh!""Engga— Beneran, yang ini gak enak! Kaya udah basi atau gimana gitu!""Hah? Mana ada, kucoba sini."Rupanya apa yang Cia katakan barusan adalah benar, ketika Wulan mencobanya ia juga mengucapkan hal yang sama. Selepas ditelusuri, rupanya botol yang ada di tangan Cia adalah minuman yang sudah kadaluarsa, mereka semua penuh bingung sebab bagaimana minuman yang kadaluarsa bisa masuk di antara botol-botol lainnya."Take 3! Ayo ayo!""Haduh... tiga kali kita take loh. Aku dah kembung tau...""Mending kamu kembung, aku minum-minuman basi... uek...""Kalo gamau, buat aku aja sini!"Pengambilan rekaman untuk ketiga kalinya berjalan, beruntunglah pada pengambilan terakhir ini sama sekali tidak ada masalah yang terjadi. Walau Lily dan Cia merasa tidak enak sebab terlalu banyak minum minuman energi tadi. Di sisi lain pengambilan foto pun telah selesai tanpa adanya hal yang begitu berarti."Produser, Cia sama Lily kenapa? Kok lemes gitu.""Kebanyakan minum... mereka bertiga sampai take video 3 kali loh.""Tiga kali... kembung berarti." Ucap Isla begitu pelan.Pekerjaan hari ini telah usai, mereka pun mendapatkan bayaran sesuatu dengan kontrak yang diinginkan. Bahkan, sampai diberikan produk minuman energi gratis sebagai tambahan. Sewaktu mau diterima oleh setiap member, Produser langsung bertanya kepada pihak promotor,"Ini beneran dapat kan, bukan untuk promosi? Kalau tidak habis, kami tidak akan ganti rugi, kan?"Pihak penyelenggara terdiam sejenak, tampak sedikit gugup."So-soal itu..." mereka bingung hendak menjawab dengan apa.Produser segera berbalik ke arah gadis-gadis dan berkata dengan tegas, "Jangan ambil apapun dari mereka. Kita langsung pergi saja."Para gadis sedikit bingung, tetapi memilih untuk mengikuti instruksi Produser. Seusai mengemasi barang-barang, mereka langsung meninggalkan lokasi dengan cepat. Di perjalanan pulang, mereka bertanya kepada Produser kenapa mereka tidak boleh menerima produk gratis tersebut."Ini buat pembelajaran juga ya, terkadang ada promotor atau sales yang tipenya seperti tadi. Kadang-kadang mereka bakal ngasih barang ke kita yang keliatannya gratis atau secara percuma. Tapi nyatanya, barang itu bukan buat kita, tapi lebih ke barang yang perlu dijual. Dan kalau semisal barang itu tidak habis atau tidak menghasilkan timbal balik, kita yang disuruh ganti rugi." Jelas Produser kepada mereka ketika tengah di dalam bus.Mereka semua mengangguk, mengerti maksud Produser. Meski sedikit kecewa karena tidak mendapatkan produk gratis, tetapi lega sebab tidak terjerumus dalam tipuan para promotor.Begitu sampai di agensi, grup yang baru datang mendapati grup lain telah tumbang di sofa, tampak sangat lemas tanpa sisa tenaga sama sekali. Mendapati teman-teman mereka telah kembali, grup yang sudah tiba lebih awal menyaksikan Lily dan Cia yang harus dibantu duduk oleh Celi dan Wulan. Mereka tampak pucat, dengan perut yang sakit karena kembung dan mual akibat minum minuman basi.Rian dan Lea saling menceritakan masalah yang mereka alami saat menjalankan tawaran pekerjaan masing-masing, saling memahami kesulitan yang mereka hadapi. Suasana penuh kelelahan dan kekesalan melingkupi mereka berdua."Istar kepleset ke sungai, Dewi jatuh gara-gara ulat, trus Yuna sama Valentin ngerobek kebaya...""Kita juga malah disuruh nyebarin pamflet di jalan... terus mana Cia minum-minuman basi lagi..."Mereka menggelengkan kepala, tidak percaya akan kejadian-kejadian pada hari ini. Tiba-tiba, Dara mendapat telepon dari agensi lain yang menawarkan pekerjaan lagi. Mendengar ini, setiap gadis langsung serentak menjawab,"Ngga mauuuu!!!" dengan nada kesal dan lelah."Terus bagaimana tawarannya?" Dara tetap menahan telepon, menunggu jawaban dari Produser.Rian menghela nafas panjang untuk setelahnya berkata, "Kita emang harus lebih hati-hati waktu nerima tawaran. Tapi nerima pekerjaan juga salah satu tugas idol, jadi... biar aku yang menangani soal itu. Sini Dara, biar kudengar apa yang mereka inginkan."Semua member Spica langsung menutup mata mereka penuh lelah. Tampaknya pengalaman pertama mereka dalam menginjak dunia idol tidaklah semanis permen, pada saat itu mereka diajarkan langsung bahwa ini adalah bagian dari proses mereka untuk bisa menjadi profesional."Oke, istirahat dulu ya satu jam. Abis ini ada latihan bukan?" Lea kembali menyadarkan mereka akan tugas satu lagi yang masih belum selesai."Yang bener aja..."--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Esok harinya, saat tengah melakukan latihan menyanyi, telepon Valentin tiba-tiba berdering. Pelatih, yang sebelumnya sudah mengingatkan agar HP harus disenyapkan saat latihan berkata bahwa hp milik siapa yang berbunyi dengan mata tajam. Merasa bersalah, Valentin segera mengangkat tangan dan meminta maaf."Maaf, bu. Saya lupa menyenyapkan hp saya...""Ya sudah, saya biarkan untuk kali ini saja. Coba kamu cek dulu, mungkin saja panggilan itu penting."Valentin mengangguk dan merogoh tasnya, lalu melihat layar HP. Begitu melihat siapa yang menelepon, ia segera meminta izin untuk keluar dari ruang latihan. Pelatih tersebut mengizinkan dan Valentin keluar dari ruangan bersamaan dengan wajahnya yang penuh keseriusan."Selamat siang, ayah. Apa ada sesuatu?""Citra, aku baru saja melihat progress dari RP710. Kamu muncul dalam postingan internet oleh salah satu majalah fashion terkemuka di Jakarta." Pada ujung telepon, suara ayahnya terdengar tegas dan kaku."Ya, kami melakukan pemotretan untuk majalah tersebut beberapa hari yang lalu."Valentin berharap setidaknya ia akan dipuji sebab telah berhasil mendapatkan spotlight di RP710, bahwa dirinya dipercaya pada pekerjaan pertama dan membuktikan ia adalah satu idol penting di sana. Namun, tiada yang Valentin dapat melainkan ayahnya yang kembali berbicara dengan nada begitu datar layaknya tengah melakukan laporan bisnis."Kalau begitu tetap lanjutkan, jangan lupa mengenai tujuan utamamu. Jadi idol teratas dan jatuhkan RP710."Hati Valentin terasa begitu sakit saat mendengar kata-kata barusan, seakan jarum-jarum kecil tengah menusuknya. Selama ini, ia tidak pernah merasa dihargai atau dipandang oleh ayahnya, meskipun telah mencapai banyak hal. Ia telah berusaha begitu keras untuk berlatih bidang yang sama sekali tidak pernah ia jamah dan bahkan berteman dengan anggota lain. Tetapi ia menahan rasa sakit itu dan menjawab dengan suara pelan,"Iya, Ayah. Citra mengerti.""Itu saja yang hendak kusampaikan, kutunggu hasil lagi darimu."Telepon pun ditutup. Valentin kembali ke ruang latihan dengan perasaan campur aduk. Pelatih dan teman-temannya bisa melihat perubahan di wajahnya."Bagaimana?" tanya pelatih, berharap bahwa tiada hal buruk terjadi ketika menelepon."Ya, hanya telepon dari ayah." Ucap Valentin sembari memaksakan senyum.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mei 2035Waktu berlalu begitu cepat hingga tidak terasa bahwa bulan Mei telah tiba, tandanya tinggal tiga bulan saja menuju Dreamy Festival. Jadwal Spica semakin padat dengan banyaknya tawaran pekerjaan yang masuk, ditambah latihan harian yang tidak boleh terlewatkan. Tetapi, di balik kesibukan tersebut, masalah besar mengintai RP710. Keuangan agensi kian menipis dan hingga saat ini, mereka belum memiliki lagu untuk tampil di festival. Tim agensi dibuat pusing tujuh keliling oleh masalah itu, sembari coba mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang silih berganti."Sebaiknya kita segera mencari sponsor untuk menangani masalah finansial kita. Tanpa sponsor, ada kemungkinan keuangan RP710 benar-benar kosong." Saran Dara kepada Rian."Aku sudah coba kontak kesana kemari, nawarin kerjasama... tapi kebanyakan dari mereka menolak sebab grup idol kita belum pernah tampil sama sekali. Kita dianggap cuma agensi yang nawarin model doang..." balas Rian dengan menaruhkan wajah di mejanya, kelelahan."Sosmed kita juga gak nambah-nambah followernya... apa perlu bikin video promosi ya..." Lea yang duduk di sofa pun ikut memikirkan.Ketika situasi semakin mendesak serta telah diujung tanduk, tiba-tiba telepon masuk ke HP Lea. Rupanya, salah satu temannya yang merupakan CEO dari startup terkenal yaitu toko online BelanjaAja, mendengar bahwa Lea tengah menjalankan grup idol. Temannya itu meminta agar grup idol mereka tampil pada acara pernikahannya."Loh? Kok malah milih grup idol sih? Emang ga ada yang lain apa?" ucap Lea dari balik telepon, penuh bingung."Band yang kusewa ga bisa hadir, apalagi waktunya mepet banget. Tenang aja, yang hadir anak-anak sebaya kok jadi tetep relevan. Lagipula, aku percaya sama segala sesuatu yang kamu urus, kamu kan Lea."Lea menahan dulu teleponnya sembari mengabarkan hal tersebut pada Rian.Rian berpikir sejenak lantas menjawab, "Kita belum sepenuhnya jadi idol gara-gara belum punya lagu sendiri. Tujuan kita terus mencari kerjaan dari kemarin saja biar bisa buat lagu."Lea memahami kekhawatiran Rian, tetapi dia melihat kesempatan ini dari sudut pandang lain. "Tawaran ini gak bisa dibiarin gitu saja. Temanku ini bos startup terkenal, CEO dari BelanjaAja. Kalo kita bisa ramein pernikahannya, ada kesempatan tu toko online jadi sponsor Spica.""Pendapat saya pun sama seperti Lea, kesempatan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja Produser. Soal lagu sebangsanya bisa kita pikirkan nanti."Dipepet oleh dua pendapat yang saling setuju satu sama lain, Rian menghela nafas panjang. Memang benar kalau apa yang di depan matanya kini ialah kesempatan emas, tidak boleh ditolak begitu saja."Oke deh... kita usahain Spica bisa tampil di sana."Lea kembali ke telepon dan menerima tawaran tersebut, memberikan konfirmasi bahwa Spica akan tampil di pernikahan temannya. Lantas pada kantor agensi diadakan pertemuan dengan seluruh member Spica untuk membahas tawaran tampil di acara pernikahan. Begitu Rian menyampaikan berita tersebut, beberapa gadis langsung menunjukkan ketidaksetujuan mereka."Kurasa, tampil di nikahan orang gak cocok loh buat idol..." ujar Celi."Iya, ditambah kita belum punya lagu kan?""Bener-bener, buat nari aja kita masih amburadul.""Koreografinya belum ada, mau gimana lagi..."Suasana pertemuan menjadi semakin riuh dengan berbagai pendapat negatif. Tentu saja setiap pendapat mereka sepenuhnya benar dan Rian tidak dapat menimpal apapun. Ia yakin banyak diantara mereka yang merasa pesimis, terutama setelah mendengar satu keterangan lagi dari Lea."Acara pernikahannya adalah akhir bulan Mei. Itu berarti kita punya waktu tiga minggu untuk mempersiapkan semuanya." Lea mengatakan hal tersebut dengan tegas.Kabar tadi tentu membuat para member Spica semakin panik. Suara protes dan keraguan semakin mengisi ruangan. Istar mengangkat tangannya, mencoba mendapatkan perhatian."Produser, gak mungkin bisa... mustahil.""Tiga minggu doang itu terlalu nekat... ga ada lagu... ga ada persiapan..."Di tengah kegaduhan, Cia terdiam dengan tangan yang bergetar hebat. Ia merasa berada dalam momen yang tepat untuk mengutarakan salah satu impiannya selain menjadi seorang idol. Mendiang kakaknya, yang memiliki mimpi menjadi musisi untuk idol, meninggalkan beberapa lagu yang belum selesai sewaktu masih hidup. Meskipun lagu-lagu tersebut hanya berupa irama tanpa lirik mungkin saja ia bisa memakainya karena masih memiliki salinannya.Isla yang berada di samping Cia memperhatikan tangan Cia yang gemetaran. Dengan sentuhan lembut, Isla menggenggam tangan Cia."Cia, ada apa? Kamu, sedang kepikiran sesuatu bukan?" tanya Isla, merasa khawatir.Cia mengangkat pandangannya, matanya penuh dengan keraguan dan kecemasan."Aku... aku punya ide. Tapi takut kalo ide ini bakal ditolak mentah-mentah sama produser dan yang lain.""Cia, kamu harus memberitahukan ide itu. Produser kita adalah orang yang mau mendengarkan setiap idolnya. Ingat, bahkan ia pernah membantuku terlepas dari bullying. Dia pasti mendengarkanmu." Ucapnya dengan sebuah senyuman kecil yang berusaha keras Isla tunjukkan.Cia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk berbicara di tengah pertemuan yang penuh kegaduhan."Maaf, semua. Aku punya sesuatu yang ingin aku sampaikan."Semua mata tertuju pada Cia, dan ruangan yang sebelumnya bising menjadi hening. Rian memberikan isyarat agar Cia melanjutkan."Ini... anu... mengenai lagu... aku punya sedikit solusi. Sebetulnya, aku punya beberapa salinan lagu milik kakakku, sebab dia pengin jadi musisi bagi idol. Tapi lagu-lagu itu masih sebatas irama tanpa ada lirik. Jadi... kupikir kita bisa pakai lagu itu, buat acara nanti... meski perlu dipoles dulu."Terdapat keheningan selama beberapa detik sebelum Rian mulai angkat bicara."Cia, kalau kamu berpikir itu bisa bantu kita... maka aku bakal ngikutin idemu. Soal lirik... biar aku yang urus. Bawa lagunya kemari dan tim agensi yang susun semuanya."Para member Spica, yang sebelumnya skeptis, mulai menunjukkan antusiasme mereka. Setiap member memandang Cia dengan senang sebab telah berhasil mengatasi masalah."Kamu gak pernah ngomong soal itu loh, Cia!" kata Lily penuh senang."Iya, aku gak tau kakakmu sehebat itu, dia join record label mana?""Ah... soal itu..." Cia tidak bisa menjawab setiap pertanyaan mereka, hanya dapat menjawab ringan beralasan. Dirinya tidak berani mengungkapkan kebenaran akan kakaknya yang telah tiada."Makasih, Isla...""Tidak perlu terimakasih padaku, sekarang tugasmu adalah bawa lagu itu ke Produser. Kunantikan lagumu, Cia."