"Isslaaaaaa!!!"Berkat ramainya kasus yang menimpa Isla kini setiap gadis di agensi langsung memberikan perhatian khusus kepadanya. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa gadis rapuh sepertinya ini menerima perlakuan bullying di sekolah. Seperti apa yang tengah terjadi di kantor sekarang, mereka mengerubungi Isla yang tengah duduk dengan tenang di sofa. Menyiraminya dengan elusan lembut tiada henti, tawaran makanan manis, serta pertanyaan yang tidak lagi bisa terbendung."Kamu dah gapapa kan? Gak lagi dijahatin?" ucap Dewi sembari mengelus wajah Isla begitu lembut."Kudunya kamu bilang ke aku Isla, nanti tak hantam mereka semua!""Gak gitu juga Wulan, yang ada ntar kamu yang bakal kena kasus.""Iya kah... dari dulu waktu ada yang coba jahilin aku, selalu kupukul loh.""Bahaya... cewek ini jauh lebih bahaya." Lily langsung menyingkir dari Wulan saat ia mengangkat kepalan tinjunya ke atas, menunjukkan bagaimana cara yang sering dilakukan untuk mempertahankan dirinya."Meski rame beberapa hari kemarin, entah kenapa waktu kucek di medsos tadi udah agak reda ya.""Yang namanya viral pasti bertahan bentar doang Rain.""Sebenernya yang bikin redup cepet itu karena ada yang nganggap kalau kasus Isla itu buat nutupin kasus gede lain kaya penggelapan uang yang rame tuh. Makanya sekarang perhatiannya pindah ke sana." Cia yang sangat paham mengenai internet segera menimpal pembicaraan antara Rain dan Valentin."Apaan, yang lagi rame sekarang soal website yang pada diblokirin. Masa web fashion yang suka gue ikutin mau ikutan ditutup." Pada seberang sofa Istar ikut nimbrung.Sebetulnya hal tersebut ada kaitannya dengan perbuatan Lea juga, untuk mengontrol arus perhatian itu begitu mudah. Karena tujuannya telah tercapai yaitu mendapatkan perhatian internet dan untuk mengadili para pelaku, ia langsung menutup viralnya kasus tersebut dengan kasus yang lebih viral lagi. Komunitas yang berada di Racket, sebuah medsos populer untuk para gamer dan penggemar pop culture, kini tengah meributkan mengenai pemblokiran beberapa website yang mereka gemari. Lea memanfaatkan hal itu, ia mati-matian begadang untuk mencari beberapa bukti dan memanas-manasi hal tersebut sehingga viral sekarang.'Aku harus makasih sama komunitas-komunitas lain nih soal ini. Bisa berabe kalau nyebar kemana-mana dan ke-doxxing...' ujar Lea sembari menyimpan hal tersebut di dalam hatinya sendiri."Manajer, gue gak tau kalau manajer punya connection sama Zion. Apa... boleh gue dapet contact mereka juga?""Eh? Ah... Zion ya. Boleh kok boleh, nanti kukenalin ke beberapa orangnya.""Makasih banget manajer! Kali aja bisa dapet product-product baru mereka, hehe..." Di saat yang bersamaan Istar menyelinap mencari kesempatan selepas mengetahui bahwa Lea memiliki ikatan dengan salah satu brand yang terkenal."Oke oke udah ya ngobrolnya, kita perlu ke sesi selanjutnya!" Rian yang menyaksikan keributan di kantor segera meminta semua orang untuk bersiap ke sesi latihan berikutnya.Seusai sesi latihan, setiap gadis keluar satu per satu dari ruangan menuju ruang tengah kantor. Yuna yang berada di paling belakang memperlambat langkahnya, merasa cemas dan khawatir karena tahu bahwa agensi berhasil menangani kasus Isla. Menyaksikan betapa cepatnya mereka menangani masalah yang Yuna sendiri tidak dapat atasi selama bertahun-tahun dalam kurun waktu seminggu saja, cukup membuatnya merinding. Ia sangat yakin bahwa dirinya kini akan menjadi taget berikutnya. Maka dari itulah, ia harus mengambil tindakan pertama sebelum agensi sempat bergerak."Ada apa, Yuna?" Rian menyaksikan Yuna yang kini berdiri tepat di hadapannya.Di dalam ruangan, Yuna menatap Rian begitu tajam, gunting kesukaan yang tersimpan dalam celananya digenggam begitu erat. Seusai mengatur nafasnya untuk tenang, Yuna pun menyampaikan apa yang tersimpan dalam benak."Sebelumnya, aku ingin menyampaikan selamat atas tindakan mulia agensi yang berhasil mengatasi kasus Isla. Tetapi... Produser, ada satu hal yang ingin sekali kukatakan kepadamu. Untuk masalah yang menimpaku, aku ingin menanganinya sendiri. Ini adalah masalah pribadiku, dan aku tidak ingin melibatkan agensi dalam hal ini." Ucap Yuna dengan nada yang sangat serius.Rian terkejut mendengar keputusan Yuna. Padahal, ia dan Lea telah berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi dan mendukung para idol mereka. Namun, mendengar Yuna yang ingin menyelesaikan masalahnya sendiri membuat Rian merasa campur aduk. Di satu sisi, ia yakin bahwa Yuna memiliki keberanian dan kekuatan yang cukup untuk mengatasinya dibandingkan Isla, tetapi sebagai orang dewasa dan produsernya, tentu ia khawatir akan keselamatan Yuna."Yuna, aku paham mengenai tekadmu tersebut. Aku yakin kamu bisa mengatasinya sendiri dibandingkan dengan Isla, dirimu lebih kuat dibandingkan dia. Namun, ingatlah bahwa kami selalu ada di sini jika kamu butuh bantuan. Kamu adalah bagian dari RP710."Yuna mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Masalahku jauh lebih rumit dibandingkan dengan Isla, Produser. Yang menjadi lawanku bukan hanya sekumpulan orang, melainkan geng-geng yang ada di sekolahku. Jika agensi ikut campur, itu justru akan membuatku semakin ditindas dan bahkan agensi bisa terbawa dalam masalah ini."Mendengar dengan penuh seksama, hati Rian terasa berat mendengar penderitaan yang dialami Yuna. Ia merasa sangat ingin membantu, tetapi juga memahami bahwa situasi ini jauh lebih kompleks dan berisiko. Rian merasa sangat sedih, ia sangat ingin membantu Yuna karena tidak bisa membiarkan idolnya yang berharga terluka."Yuna, aku sangat ingin membantumu. Menyaksikan idolku disakiti tanpa bisa melakukan apapun sangat menyakitkan bagiku." katanya dengan suara yang bergetar.Yuna menghargai perhatian Rian, tetapi ia tetap teguh pada keputusannya."Kuhargai perasaanmu, Produser. Tapi aku masih bisa menghadapinya sendiri. Agensi ini berharga bagi aku karena telah memberiku kesempatan untuk masuk. Maka dari itu, kuingin menjauhkan kalian dari masalah pribadiku." ucapnya dengan tegas.'Karena ini adalah dendam yang ingin kuselesaikan dengan tanganku sendiri.' Kata-kata tersebut tidak dapat terucap dari mulut Yuna, sepenuhnya terpendam dalam hati bersamaan dengan amarahnya."Baiklah kalau kamu sendiri yang memintanya, Yuna. Jika butuh bantuan... atau ketika keadaan semakin genting, sebagai seorang produser aku akan langsung bertindak."Yuna tersenyum sedikit, lega ketika mendengar keputusan Rian."Terima kasih, Produser. Akan kuingat itu. Yang kubutuhkan hanya waktu, untuk menyelesaikan ini sendiri. Dan ketika saatnya tiba, akan kuberitahukan saat kubutuh bantuan."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa minggu setelah kejadian tersebut, RP710 sibuk dengan persiapan untuk sesi pengambilan foto. Rian menjelaskan kepada setiap idol betapa pentingnya pengambilan foto ini. Foto-foto tersebut akan digunakan oleh agensi untuk mempromosikan mereka di berbagai platform, dan dapat membuka peluang untuk mendapatkan tawaran pekerjaan seperti model foto atau penyiar radio."Buat kostumnya gimana ya? Kita belum ada kostum khusus...""Apa nyewa dulu? Kalau sewa lagi makan duit lagi dong...""Sebenarnya masih ada sedikit uang untuk ide tersebut, meski itu uang cadangan... apabila dipakai sepenuhnya, kita benar-benar tidak punya cadangan."Para staff tengah mengobrol begitu seriusnya di mejanya masing-masing sementara para gadis di sofa tengah mendiskusikan akan seperti apa sesi pengambilan foto nanti."Aku gak pernah foto-foto di studio sebelumnya loh.""Sama, aku juga gak pernah kok Cia.""Hah? Pernah tau, Lily. Kita pernah ngambil foto kan!""Ngambil foto di mesin yang ada di mall sama studio itu beda, Rain ih!"Menyeruput teh di cangkir, Wulan bersamaan dengan Celi dan Valentin duduk di meja bundar. Berbeda dengan kelompok anak SMA yang saling meributkan pengalaman foto mereka, para wanita dewasa ini mengobrolkan hal yang jauh lebih tinggi."Kira-kira kita pakai pakaian apa ya nanti.""Gaun? Kayanya engga deh, kalau pake gaun gak keliatan kesan idolnya.""Pake kostum cosplay aja gak sih? Biar kekinian gitu.""Kamu kira sesi pengambilan foto apaan, Celi.""Lah... daripada gaun? Makin keliatan tuanya tau!""Tu-Tua?! Aku masih 24 taun kok...""Hahaha.." tawa Valentin, sebab dirinya yang paling muda di antara ketiga dari mereka.Para member sangat bersemangat dan saling mengobrol tentang baju yang akan mereka kenakan atau pose-pose yang akan mereka ambil di hari pengambilan foto. Namun, ada satu orang yang terlihat murung di tengah kegembiraan itu, yaitu Istar. Ia memojokkan diri di sudut ruangan, duduk merebahkan diri pada bean bag. Kursi unik itu sebelumnya tidak ada di kantor, Istar memesan menggunakan uangnya sendiri ke kantor.Tok tokSuara dari pintu yang diketuk mendiamkan setiap orang dari kegiatannya."Ya. Siapa ya?" Rian segera berjalan ke depan pintu, penasaran siapa yang mengunjungi mereka."Permisi, paket atas nama RP710. Tolong tanda tangan di sini."Wajah Rian berubah menjadi masam begitu menyaksikan sebuah kotakan begitu besar di samping pintu. Kurir paket itu menyodorkan papan berisikan kertas yang harus ditanda tangani olehnya sebagai bukti terima. Menyaksikan kejadian yang tidak asing ini kembali terulang Rian segera paham, begitu kurir pergi ia langsung berlari cepat ke arah kantor sembari berteriak."ISTARRR! SUDAH KUBILANG JANGAN ASAL KIRIM PAKET KE SINI!!!"Kejadian tersebut berawal belum lama-lama ini. Ketika Rian datang awal ke kantor, dia menemukan sekumpulan kardus misterius yang menumpuk di depan pintu RP710. Bingung, dia bertanya pada grup kantor apakah ada yang memesan paket, namun Lea dan Dara serempak menjawab tidak. Makanya ia memutuskan untuk meninggalkan tumpukan kardus yang terlihat mahal dari label yang tertera begitu saja, takut kalau itu sebuah bentuk dari prank. Begitu ia masuk untuk membereskan dokumen, Rian dikagetkan oleh pintu kantor yang diketuk oleh seorang kurir paket, berkata bahwa ada kiriman paket atas nama RP710."Kami gak pesen loh?""Tapi alamatnya betul di sini pak, tanda terimanya juga atas nama sini."Rian semakin bingung karena tidak merasa memesan apa pun, namun kurir ngotot bahwa alamatnya benar dan atas namanya juga sesuai."Pa-paketnya bukan cod kan ya?""Sudah bayar full, tinggal tanda tangan saja."Kurir menjelaskan bahwa paketnya sudah dibayar di muka, dalam artian ini bukanlah prank atau semacamnya. Meski dipenuhi keraguan, Rian dipaksa oleh kurir untuk tanda tangan jadi dia terpaksa mengambil pena. Begitu hendak menandatangani paket, seseorang terdengar menaiki tangga dengan penuh omelannya."Hah... hah... capek anjir tiap hari naik begini terus. Ga ada lift kah?! Out of the box banget deh ini gedung." Ucap Istar sembari terengah-engah.Ketika telah sampai di atas, dia melihat tumpukan paket yang tersusun rapi di hadapannya. Ekspresi lelah yang ada di wajah kini terganti dengan penuh senang."Loh? Dah nyampe?! Cepet amat!"Pada saat itu juga. Rian pun menyadari siapa pelakunya."Jadi ini semua paketmu, Istar?" tanyanya dengan nada setengah kesal namun lega mengetahui asal usul paket tersebut."Ya, emang. Ah sampai juga kulkasnya, tanda tangani dong, Produser.""Hah? Kulkas?""Makasih banyak pak!" Kurir tersebut segera pergi dari hadapan mereka begitu tanda terima telah ditanda tangani."Trus yang ini AC... abis itu kursi sofa... ah tvnya bahkan dah nyampe. Cepet juga ya ngirim paket dari Marketpedia."Menyaksikan Istar yang tengah mengecek paketnya satu persatu membuat Rian semakin dibingungkan. Untuk apa gadis itu mengirim paket ke kantornya, bahkan tanpa persetujuan terlebih dahulu."Semua paket ini dikirim ke sini buat apa? Agensi bukan tempat buat nerima paket tahu!""Buat apa? Ya buat kantor lah. Di dalem panas tau, cuma ada kipas kecil doang. Mana gak ada kulkas buat naruh minuman dingin jadi tiap kali mau minum harus naik turun pesen, gak ada tv bikin bosen, sama kursinya gak enak loh!""Kamu... beli ini semua... buat kantor?!""Aduh— Gue lupa nanya dia bisa pasang AC ama yang lain apa engga. Produser, lu bisa pasang ac gak?""Bentar dulu deh... bentar..."Rian masih merasa pusing dengan alasan yang baru saja diutarakan oleh Istar. Dia sangat tersanjung atas tindakan Istar yang sampai rela-rela melakukan ini, tapi dia khawatir akan keuangan kantor apabila harus mengganti semua harga barang di depannya. Sadar kalau pria di depannya tersebut diam membatu, Istar coba membangunkannya dari lamunan dengan melambai-lambaikan tangan tepat di depan muka Rian."Produser, oi... produser. Denger gak sih?!"Tersadar dari lamunan, Rian menghela nafas panjang sembari menjawab pertanyaan Istar tadi."Aku gak bisa masang AC, tapi kalau alat elektronik lain, mungkin bisa.""Oke deh, kalo gitu masukin aja semuanya ke dalam, takut diambil orang. Sementara gue panggil tukang yang bisa pasang AC ke sini."Mau tidak mau ia hanya bisa memaklumi tindakan Istar untuk saat ini, daripada paket tersebut diambil orang ketika didiamkan ke depan, jauh lebih baik jika diamankan di dalam kantor. Dengan susah payah, ia mulai memasukkan kardus besar nan berat tersebut satu per satu ke dalam. Istar juga ikut membantu, walaupun bantuannya itu lebih ke mengarahkan kardusnya untuk ditaruh ke mana dibandingkan secara fisik."Serius semuanya mau dibongkar?""Ya, buka aja semua kardusnya, gapapa kok. Oiya, buat televisi butuh meja dulu... mejanya belum date—"Tok tok tok"Permisi, paket!""Oh?" Istar langsung berjalan ke depan pintu sementara Rian dibuat lemas karena mendengar kata-kata itu lagi terngiang dalam telinganya."Atas nama RP710 benar?""Ya! Produserrr! Tanda tangan dong! Ini meja buat tv kan ya?""Ya, meja televisi."Pesanan itu pun diterima sepenuhnya oleh Rian, begitu setiap paket telah dibuka Istar tengah menyusun kardus agar terlipat begitu rapi. Berdiri di hadapan setiap barang-barang yang terkesan mahal itu kepala Rian benar-benar telah berasap, ia tidak bisa memperkirakan habis berapa juta untuk semuanya. Karena terdapat barang berupa televisi LED 32 inchi, kulkas dua pintu, AC, meja televisi dari kayu berkulitas, dan sofa baru."Eh? Apa ini kok banyak barang begini!""Kenapa ada banyak kardus?"Dara dan Lea yang baru datang ke kantor dikagetkan dengan pemandangan langka di hadapan mereka. Mereka berdua mendapati Rian yang tengah berdiri mematung di ruang tengah, memandangi banyak barang baru. Mereka bertanya padanya apakah Rian yang memesan semua ini. Dara sempat marah, berkata bahwa keuangan mereka tengah sulit, tetapi malah memesan paket. Rian kelabakan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang bermunculan, sampai Istar muncul dari kamar kecil."Semuanya punya gue kok, bukan Produser yang pesen.""Ha-Hah?!"Wajah penuh keterkejutan kembali dipertunjukkan ke Istar, kedua wanita itu sama-sama habis pikir seperti Rian. Istar segera menjelaskan alasannya kepada seluruh staf agensi yang berdiri mendengarkan dengan penuh seksama. Mereka bisa memaklumi Istar yang butuh rasa nyaman serta kemudahan ketika di kantor, sebab memiliki latar belakang keluarga yang penuh kecukupan tentu Istar menginginkan demikian. Tetapi yang benar-benar tidak mereka kira adalah membeli seluruhnya memakai uang sendiri."Istar, kalo boleh tau... kamu habis berapa buat beli ini semua?""Semuanya ya? Kira-kira sih..."Begitu mendengar angka yang diucapkan Istar, Rian, Lea, dan Dara langsung merasa lemas. Mereka hampir tidak bisa percaya bahwa seorang gadis muda seperti Istar bisa menghabiskan jumlah uang yang begitu fantastis dalam waktu singkat. Nominal yang baru saja diucapkannya setara dengan setengah gaji mereka bertiga jika digabung."Yang bener aja...""Omong-omong, kalau semisal semua perangkat elektronik ini dipake..." Rian yang tengah memasang televisi terbesit akan suatu pertanyaan penting."Hmm, kulkas... televisi... ditambah AC... bisa mayan banyak sih biaya sewa listriknya." Ujar Dara setelah menghitung cepat dari balik hpnya."Istar... kalo bisa jangan pesen-pesen lagi ya... aku ga bisa jamin bayar semuanya soalnya."Istar yang sejak tadi selalu dimarahi oleh produser segera merengut begitu mendengar hal tersebut. Padahal ia membeli ini semua demi membuat setiap orang merasa nyaman di agensinya, tetapi justru seakan dirinya telah melakukan hal yang mengganggu mereka."Apa sih! Gue beli ini semua pake duit gue sendiri kok, brisik mulu!""Nggak... bukan gitu maksudnya Istar... kamu harus lebih hargai uangmu sendiri."Kehadiran para member lain di kantor mendiamkan pertengkaran antara Istar dan Rian. Para idol terkejut dan senang saat melihat banyak barang baru yang tidak mereka kenali sebelumnya. Wajah mereka yang penuh rasa penasaran dan kegembiraan membuat suasana berubah menjadi lebih ceria dan hangat. Untuk sementara gencatan senjata terjadi, Istar kembali duduk di sofa sementara Rian fokus untuk memasang televisi dibantu oleh Lea di sampingnya.Begitu seluruh perangkat elektronik telah dipasang, suasana kantor menjadi jauh lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Dewi, Valentin, dan Yuna berkumpul di depan kulkas besar, dengan senyum lebar di wajah mereka."Akhirnya punya kulkas juga, aku jadi bisa naruh minuman di dalem...""Iya, ga perlu capek-capek turun tangga buat beli di warung seberang lagi.""Tapi ini kulkas bersama kan, kalau minumannya saling ketuker gimana."Di sisi lain, Cia, Wulan, dan Isla berkumpul di depan televisi besar. Di sana tengah terputar siaran mengenai acara hiburan komedi, ketiga gadis muda itu menatap layar jernih tersebut dengan mata penuh penasaran mereka."Baru pertama kali aku liat tv sebesar ini loh!" ucap Wulan begitu senang."Aku juga sama...""Bentar! Bisa disentuh loh layarnya liat-liat!" Cia yang tidak sengaja menyentuh layar dikagetkan karena tiba-tiba muncul menu di pinggiran layar, menunjukkan bahwa televisi ini memiliki sistem layar sentuh.Menyaksikan mereka semua tengah menikmati hasil pembeliannya Istar tersenyum bangga, ia lalu menunjukkan sesuatu yang jauh lebih mengagetkan dibandingkan hal tadi."TV-nya bisa nyambung juga ke hp. Gue tunjukin sini—"Cia dan Isla terkejut melihat tayangan dari HP Istar muncul di layar besar, mereka berdua berseru kegirangan, "Wow! Keren, keren banget!""Teknologi... dah semaju ini kah..." Wulan terdiam penuh kagum.Sementara itu di bawah hembusan angin sepoi-sepoi, Lily dan Rain begitu tenangnya menikmati dinginnya udara dari AC yang baru dipasang."Terselamatkan... aku terselamatkan... makasih banyak AC.""Abis panas-panasan di jalan... enaknya ya gini... hah... adem."Di sudut lain, Celi berbaring di sofa baru yang empuk, merasakan kenyamanan yang luar biasa matanya langsung terpejam setelah beberapa detik merebahkan kepala di sana. Tertidur begitu pulas.Melihat seluruh gadis begitu bahagia dengan fasilitas baru, Rian merasa bersalah karena telah memarahi Istar sebelumnya. Ia mendekati Istar yang tengah duduk di pojokan terfokus pada layar smartphonenya."Maaf, Istar... kayanya aku terlalu berlebihan tadi. Seharusnya aku gak marahi kamu sebegitunya. Tapi... aku ingin tekanin satu hal ke kamu, kalau semisal ada komplain... sebaiknya utarain aja langsung ke aku."Mendapati produser dengan repot datang sendiri kepadanya, Istar menurunkan hpnya sembari memalingkan wajah. Sebetulnya ia masih agak kesal karena perbuatan Rian tadi, namun di sisi lain ia juga paham kalau produsernya ini sangat memikirkan mengenai keuangan. Agensi mereka memang masih baru dan sepertinya dana yang mereka miliki juga tidak banyak. Makanya wajar apabila agensi ingin hemat dengan sangat."Kalo soal duit, ga usah dipikirin, Produser. Uang gue banyak kok, uang saku sehari aja lima juta." Ucap Istar berusaha menenangkan pikiran Rian.Mendengar itu, Rian bukannya tenang tapi serasa terkena serangan jantung, karena itu hampir setara dengan gaji satu bulannya."Soal keuanganmu... aku paham. Yang kukhawatirkan... mengenai member lain."Istar segera merespons, "Maksudnya? Ah..." tanpa sempat menyelesaikan kata-katanya, Istar segera paham siapa yang dimaksud oleh Rian.Dari setiap member, terdapat seseorang yang dapat dikatakan memiliki kesulitan ekonomi. Gadis tersebut adalah Wulan, meski tidak disampaikan langsung olehnya, dari kegiatan sehari-harinya saja sudah bisa diketahui. Ia berkali-kali bilang bahwa sering bekerja serabutan di sana sini, berkata punya 5 adik yang sangat dia sayangi, dan bekalnya tiap hari saja begitu sedikit.Setelah latihan, Wulan tiba-tiba mendekati Istar yang tengah duduk bersandar di dinding."Makasih banyak, Istar." Ucapnya dengan senyum begitu tulus.Istar kaget karena tiba-tiba saja seseorang mengucapkan terimakasih tanpa sebab kepadanya."Makasih? Soal apa coba?"Wulan, meski agak canggung, menjelaskan, "Manajer bilang kalo barang-barang baru di kantor itu pemberian dari kamu. Jadi, aku ingin berterima kasih. Aku benar-benar senang bisa menonton televisi sebesar itu, di rumah, kami cuma punya televisi tabung kecil."Istar, masih bermain dengan hp-nya, menjawab dengan santai, "Pake aja sesuka kalian."Dalam benak Istar menyimpan sebuah penasaran. Dia tahu bahwa keuangan Wulan agak sulit, banyak teman-temannya di kuliah juga mengatakan hal demikian. Mereka mendekati Istar yang kaya sebab menginginkan sesuatu, yang tentu saja adalah uang darinya. Maka dari itu, memberikan uang dengan percuma kepada orang-orang seperti itu adalah hal wajar baginya, sebab dengan itulah cara Istar bisa memiliki teman yang setia sampai sekarang. Ia penasaran apakah Wulan sama seperti mereka,"Wulan, misal... misal ya, kalo lu ga punya duit. Mau gak kukasih? Anggap aja buat bantu gitu."Tetapi, jawaban Wulan justru membuat Istar terkejut. Dengan wajah penuh ketegasannya Wulan menolak, "Aku lebih seneng dapat uang dari jerih payahku sendiri. Aku gak bisa menerima uang dari orang lain."Istar baru pertama kali mendapatkan penolakan yang begitu tegas dari seseorang, terutama mengenai uang yang ditawarkan secara percuma. Dari setiap orang yang ia temui, hanya Wulan-lah yang berani menolak pemberian darinya, dari seorang Jasmine."Kuhargai perhatianmu itu, Istar. Tapi uang yang kamu punya juga hasil kerja keras orang tuamu selama ini. Sama seperti uang saku yang diberikan oleh ayahku, aku pengin kamu gunain uang itu buat keperluanmu sendiri, sebab itulah yang orang tua kita inginkan."Mendengar nasihat tersebut dari Wulan, Istar hanya bisa menjawab dengan nada ketus, "Gitu ya." sambil tetap berdiam diri dan mengetik dengan keras pada hp-nya.Kata-kata Wulan membuatnya berpikir tentang orang tuanya sendiri. Ia berharap orang tuanya memiliki pemikiran yang sama seperti Wulan, daripada membiarkannya hidup tanpa tujuan yang jelas seperti sekarang.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lantas kembalilah pada keributan yang tengah terjadi hari ini, padahal Istar sebelumnya telah berjanji kepada Rian untuk tidak lagi-lagi pesan barang tanpa persetujuan darinya. Sementara tengah dimarahi oleh Rian, Istar tentu tidak peduli, terus fokus pada media sosial pada hpnya. Mengetahui betapa batunya idol yang satu ini, Rian pun hanya bisa menahan amarahnya daripada membuang waktu terlalu banyak.Selepas hasil perundingan setiap staff, akhirnya RP710 memutuskan hendak mengenakan pakaian apa untuk hari pengambilan foto nanti. Rian berdiri di depan seluruh member yang duduk tenang di sofa, mereka tengah menunggu pengumuman penting tersebut untuk disampaikan."Untuk pengambilan foto nanti, kalian akan mengenakan pakaian casual. Pakaian biasa, yang dikenakan sehari-hari."Mendengar hal tersebut, tiba-tiba Istar berdiri dengan marah. "Hah?! Yang bener aja! Kalian beneran serius gak sih!" katanya dengan suara keras, membuat semua orang di ruangan terkejut."Kalo begini terus, kalo yang kalian lakuin gitu terus, mana bisa kita bisa gede kaya Sirius! Main-main doang!"Lea mencoba menenangkan Istar, "Istar, coba tenang bentar. Dengerin dulu penjelasan dari Produser."Namun, Istar tidak mau mendengar lebih lanjut. "Dah ah! Gue muak!!!" katanya, sebelum berlari keluar dari ruangan, meninggalkan semua orang dalam kebingungan.Berdiri terdiam perasaan dalam hati Rian berkecamuk setelah melihat reaksi marah Istar. "Dia emang suka semaunya sendiri," katanya dengan nada frustasi.Lea, yang menyadari kemarahan Rian, segera mencoba meredakan situasi. "Rian, para idol ini masih muda. Wajar bagi mereka buat ngerasain perasaan yang sering berubah-ubah. Kita bakal banyak ngadepin kejadian seperti ini di masa depan. Bukannya kamu sendiri dah paham risikonya saat pengin jadi produser?"Rian menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya dengan duduk di sofa. Sementara, Lea mengambil alih untuk menjelaskan kepada para idol yang lain mengenai maksud dari perkataan Rian barusan. Ketika duduk, matanya terpaku pada kardus paket yang telah terbuka. Di dalamnya, ia menemukan buku-buku tentang fashion. Ia mengambil salah satu buku dan membukanya, melihat isi buku. "Buku-buku ini...," katanya pelan, "Dia emang bilang kalau suka fashion..."Para idol yang telah selesai mendengarkan penjelasan dari Lea, segera mendekat ke Rian yang tengah mengamati buku tersebut. Mereka bercerita pada Rian bahwa Istar sangat menyukai fashion dan sering berbicara tentang hal itu kepada setiap gadis. Ketika Rian menyampaikan keputusan mengenai pakaian kasual untuk sesi pengambilan foto, itu sangat mengecewakan Istar karena dia merasa tidak dihargai."Produser, Istar sebenarnya ingin kita semua tampil sebagus mungkin dalam sesi pengambilan foto ini." kata Dewi dengan nada lembut."Makanya dia sampai beli beberapa buku tentang fashion untuk referensi." Lily pun menambahkan."Dia cukup serius loh soal pengambilan foto." Celi ikut berkomentar."Dia selalu ngasih saran ke kami mengenai pakaian dan pose yang bagus." Kata Yuna."Produser, mending kamu kejar Istar dan jelasin maksudmu deh." saran Rain kepadanya.Mendengar betapa para gadis itu peduli kepada Istar, Rian disadarkan bahwa ia yang salah sepenuhnya. Ia menyesal atas tindakannya yang terasa menyalahkan Istar tanpa sebab, sehingga ia perlu mengejar gadis tersebut untuk menjelaskan semuanya."Eits, bentar—" Lea menarik lengan Rian yang hendak berlari."Kamu tau Istar lagi dimana gak?" lanjut dirinya, membuat Rian terhenti."Aku... gak tau... tapi bakal kucari!""Produser ini emang... kalo asal nyari yang ada gak bakal ketemu!""Anu... Produser, Manajer... kayanya aku tau si Istar lagi dimana deh..." Lily menenangkan kedua staff tersebut.Tidak hanya Lily, tampaknya setiap gadis tahu lokasi Istar, karena mereka segera menunjukkan postingan terbaru Istar di media sosial kepada Rian. Dalam postingan tersebut, Istar terlihat berada di sebuah taman yang cukup terkenal di kota tersebut. Dia menuliskan caption 'Muak' lengkap dengan emote marah, yang mencerminkan semua perasaannya sekarang."Dari gambarnya... itu di Lapangan Banteng bukan sih..." Lea berusaha meneliti postingan dari Istar tersebut, gadis-gadis lain saling mengangguk membetulkan anggapan dari manajer mereka."Soal begini emang cepet dia... dasar ratu sosmed." Ucap Rian, sebelum dirinya berlari sekencang mungkin menuju tempat dimana ratu tersebut berada.Sementara duduk di bangku taman, memandangi gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, Istar terdiam memandangi keterbatasannya di sana. Ia berpikir bahwa dirinya hanyalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki tempat di dunia yang penuh persaingan ini. Matanya mulai berkaca-kaca ketika mengingat kejadian sebelumnya dengan Rian. Padahal Istar berharap Produsernya berbeda dengan orang-orang yang meremehkannya sebelumnya, tapi ternyata ia tetap tidak dihargai.Ketika Istar sedang tenggelam dalam pikirannya, suara seseorang yang meneriakkan namanya membuat Istar menoleh. Ternyata itu Rian, dia tengah berlari dari arah lain, mengenakan jas rapi yang biasa kenakan sembari memanggil nama Istar."Istarrr!!! Istarrr!"Saat menyaksikan Rian berlari ke arahnya, Istar langsung berdiri dari bangkunya dan mulai berlari menjauh. Namun, Rian yang lebih terlatih segera bisa mengikuti kecepatan Istar. Meskipun Istar berusaha sekuat tenaga untuk menjauh, stamina dan tubuhnya yang kurang terlatih membuatnya cepat kelelahan. Mereka berdua terlibat kejar-kejaran di antara trotoar kota yang tengah ramai oleh orang.Setelah beberapa menit berlari, Istar akhirnya kehabisan tenaga dan memutuskan untuk duduk di pinggir jalan, napasnya tersengal-sengal. Rian, yang juga kelelahan, berjalan mendekat dan duduk di sampingnya."Apa kamu gak ingat kalau kemampuan fisikmu jelek?" kata Rian, mencoba untuk menyadarkan Istar.Istar menoleh dengan wajah marah, "Kalo emang tau, napa ngejar coba?!"Rian menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Karena aku ingin meminta maaf dan bicara denganmu. Aku sadar bahwa aku salah dan gak paham mengenai apa coba kamu lakuin."Istar masih terlihat kesal, tapi permintaan maaf yang ia terima menenangkan dirinya sedikit. "Produser gak sadar betapa pentingnya soal pengambilan foto. Kalo kita keliatan jelek, yang ada bisa ancur seterusnya!!!"Rian menatap Istar dengan mata penuh penyesalan. "Maka dari itu, aku sadar aku salah. Aku benar-benar minta maaf, Istar.""Gue serius ngasih ini itu buat kalian sampai beli banyak barang, gue ngelakuin itu karena denger dari yang lain kalo mereka ga nyaman. Makanya sebisa mungkin gue pengin buat mereka senang waktu berada di sana."Rian mengangguk, memahami perasaan Istar. "Aku tahu niatmu baik, Istar. Tapi ketika kamu melakukan itu, itu seolah-olah kamu mengambil tanggung jawab yang seharusnya dipegang oleh kami. Yaitu agensi kalian, RP710."Istar geram mendengar alasan tersebut dari Rian, memalingkan wajahnya sebab terlalu kesal. Pria tersebut tahu bahwa gadis di depannya tengah ngambek, sehingga dengan suara pelan ia berusaha menjelaskan."Istar, seharusnya bukan kamu yang memberikan dukungan sebesar itu ke yang lain. Itu tugasku, Produser. Produser lah yang bertanggung jawab atas para idol, atas keinginan dan kebutuhan kalian. Aku menghargai niatmu, tapi kamu harus fokus pada dirimu sendiri sebagai idol. Biarkan kami yang mengurus kebutuhan kalian.""Kalo emang gitu, napa ngambil foto malah pake baju biasa?! Bukannya kalo ngambil foto bagusnya pakai pakaian yang trendy?! Kalian niat nunjukin kalo kita itu agensi bagus gak sih?!" Istar segera mengungkit lagi topik yang terjadi sebelumnya.Rian menggeleng pelan. "Memang, bagusnya kita pakai baju yang bagus dan trendy. Tapi aku memilih pakaian kasual karena itu lebih cocok bagi kita. Aku ingin menampilkan bahwa setiap idol dari RP710 punya karakternya sendiri, kecantikan alami tiap gadis dengan pakaian kasualnya. Dengan begitu, kita bisa menggambarkan bahwa sekalipun menjadi idol, kalian adalah gadis biasa yang mulai dari nol."Istar merenung sejenak, mencoba memahami maksud di balik keputusan Rian. "Jadi, maksudmu kita harus nunjukin sisi alami kita, biar orang bisa lebih mudah relate sama kita?"Rian mengangguk. "Tepat sekali. Dengan pakaian kasual, kita bisa tunjukin ke para penggemar bahwa kalian adalah cewek-cewek yang penuh oleh pesona asli, bukan seorang superstar yang jauh dari jangkauan. Kalo pakai cara itu, kalian bakal lebih mudah digemari oleh fans.""Gitu... jadi gitu... gue gak tahu kalo ada cara kaya gitu." Ucap Istar sembari memikirkan potensi yang baru saja Rian katakan.Kemudian Rian mengulurkan tangannya pada Istar, sembari berkata kepadanya."Makanya, untuk mencapai hal tersebut... aku butuh bantuanmu, Istar. Hanya kamulah yang paham soal fashion."Gadis tersebut kaget mendengar ucapan yang terlontar dari Rian. Ia tidak tahu bahwa Produsernya masih ingat bahwa Istar sangat menggemari fashion. Tangannya terasa sangat berat untuk meraih bantuan Rian, takut apabila ia akan kembali dimarahi olehnya. Menyaksikan Istar yang begitu enggan untuk menggapai tangannya, Rian lantas menghela nafas."Kamu gak perlu lakuin ini buatku, atau buat agensi. Yang butuh bantuan, adalah gadis-gadis lain yang lagi nungguin kamu di kantor. Mereka khawatir padamu, kebanyakan dari mereka ga paham soal pengambilan foto atau bahkan fashion. Makanya kamu beli sepaket kardus berisi buku fashion kan?"Produser tersebut membawa langsung para idol yang lain di hadapan Istar, sehingga gadis itu tidak dapat lagi menolak. Mengetahui bahwa segala sesuatu mengenai dirinya telah terbaca, Istar segera berdiri tanpa menggapai uluran tangan Rian sama sekali."Ya udah, ayo balik. Gue bakal bantu... karena mereka yang pengin." Ucapnya begitu ketus."Gitu kah... makasih, Istar." Rian bersyukur mendengar jawaban mantap dari Istar, menarik lagi tangannya."Tapi, bayaran gue gak murah loh." Istar berbalik, menunjukkan senyum penuh sombongnya tersebut pada Rian yang berjalan di belakangnya."E— bayar?! Ka.. kalau bisa jangan mahal-mahal ya... dompetku lagi tipis bulan ini..."Menyaksikan produsernya yang panik begitu membuat Istar tertawa. Ia sendiri tahu bahwa agensi dan bahkan produsernya sendiri tengah kesulitan dana, mereka, para idol sering mendengar pembicaraan tiap staff ketika membahas hal tersebut. Makanya banyak gadis yang khawatir mengenai agensi, berpikir kalau mungkin saja RP710 tidak sebagus yang dikira. Selama hampir sebulan, Istar telah merasakan hubungan yang kuat dengan setiap gadis sehingga tidak ingin satu persatu dari mereka memutuskan untuk mundur hanya karena merasa agensi mereka terlalu bobrok. Karena itulah Istar memutuskan untuk membeli banyak barang, demi membuat mereka nyaman."Bercanda kok... bercanda. Ahaha!"