Minggu pertama latihan telah usai, dan para idol berkumpul di kantor agensi untuk menerima evaluasi mengenai progress mereka. Rian sebagai Produser memberikan penilaian mengenai hasil latihan mereka dalam satu minggu. Baik Manajer dan Produser mengapresiasi kebanyakan gadis atas kerja keras mereka selama latihan, semuanya terlihat semangat dan mengikutinya begitu tekun."Mungkin begitu saja, terima kasih banyak dan jangan lupa untuk istirahat yang cukup. Jangan sampai ada yang cidera atau sakit ya!" Rian menutup sesi evaluasi pada minggu tersebut.Beberapa gadis tersenyum dan mengangguk, terlihat puas. Dara melanjutkan dengan memberikan jadwal untuk minggu berikutnya, sambil menyesuaikan beberapa hari bagi mereka yang tidak bisa hadir. Setelah semua idol menerima jadwal mereka, mereka diberikan hari tanpa kegiatan untuk beristirahat.Sementara para idol pulang untuk beristirahat, staff tetap menetap di kantor. Masih banyak keperluan yang harus disiapkan, berupa Rian dan Dara sibuk yang mencari studio foto yang dapat disewa untuk pengambilan foto setiap idol. Di sudut ruangan, Lea berbaring di sofa, matanya meneliti laporan yang ada di tangannya. Sesekali ia menghela napas panjang. Lalu dahinya berkerut ketika melihat nama Isla dan Yuna menonjol pada sesi latihan menyanyi. Ia teringat kejadian beberapa hari lalu, selepas ia menemukan luka di tubuh Isla rupanya Yuna pun kedapatan memiliki jenis luka yang sama dengan Isla, luka yang tidak tampak seperti cedera latihan. Itu justru lebih terlihat ke hantaman benda tumpul dan jelas tidak mungkin gadis-gadis itu yang menciderai diri mereka sendiri.Ia terdiam merenung, menatap kosong pada langit-langit kantor. Kepalanya kini tengah berputar, pusing memikirkan bagaimana ia harus menangani situasi seperti ini sebagai seorang manajer. Memang benar dirinya bertugas untuk mengurusi mereka, tetapi apabila hal tersebut merupakan ranah pribadi, ia merasa bahwa tidak punya kuasa dan tidak etis untuk ikut campur."Ya, paling kita pakai studio ini saja. Coba hubungi, buat hari reservasinya... mungkin di minggu akhir bulan ini.""Baik, akan coba saya hubungi sekarang."Ketika urusan tersebut selesai, Rian berjalan kembali ke meja kerja, tetapi langkahnya terhenti saat melihat Lea yang sedang duduk diam, menatap ke atas dengan tatapan kosong. Teman lamanya tersebut sangat jarang terlihat bengong seperti itu, dan Rian merasa ada sesuatu yang berat mengganggu pikirannya."Lea, kamu gapapa?" Rian mendekat sembari berkata dengan pelan agar tidak mengejutkannya.Lea tersentak sedikit, kembali lagi pada kenyataan sebab mendengar suara seseorang di sampingnya. Ia menatap Rian dengan mata penuh dilema. Ia tahu bahwa jika ia memberitahu Rian tentang masalah Isla dan Yuna, Rian pasti akan langsung mengurusinya, tentu itu akan membuat mereka semakin jauh dari agenda yang sudah sangat padat. Namun, di saat bersamaan Lea tidak bisa mengabaikan kekhawatirannya terhadap kedua gadis tersebut."Ah... anu... itu..."Lea duduk di kursinya dengan wajah penuh kerisauan. Kenangan masa lalu tentang pengalaman bullying yang pernah dialaminya bersama Rian membayangi pikirannya. Gadis tersebut sangat sulit untuk didekati, sewaktu diajak mengobrol terutama mengenai keseharian mereka di sekolah, baik Yuna dan Isla memilih untuk menghindar seakan tidak menyukai topik tersebut. Apabila luka mereka disebabkan oleh bullying, tentu hal tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja. Bagi Lea yang pernah mengalami perundungan saat sekolah bersamaan dengan Rian, tentu sangat benci, perasaan putus asa tanpa ada yang bisa membantu mereka."Rian... ada hal penting yang harus kuomongin.""Ya, ada apa? Ceritain aja.""Ini... soal Yuna dan Isla."Lea menghela napas panjang sebelum melanjutkan ceritanya tentang Isla dan Yuna. "Rian, aku dah ngelakuin penyelidikan selama seminggu penuh. Aku curiga kalo mereka kena bullying di sekolah. Di badan mereka ada luka-luka lebam, yang jelas hasil dari kekerasan.Rian terkejut bukan kepalang, "Pantas saja mereka kaya batasin gerakan waktu latihan dan sering kedapatan megangin beberapa area di badan mereka." suaranya penuh kemarahan dan keprihatinan.Tanpa berpikir panjang, Rian berdiri dari kursinya, bersiap untuk mengambil tindakan. Namun, Lea segera menahan tangannya."Rian, tunggu," katanya dengan tegas."Kita adalah agensi. Kita gak bisa sembarangan ngambil tindakan atas nama RP710."Rian menatap Lea dengan mata berkobar. "Aku mana bisa biarin sesuatu yang buruk terjadi pada idol kita, Lea. Mereka gak pantas dilukai seperti itu!!!"Keributan terdengar jelas dari telinga Dara, ia segera menoleh untuk bertanya mengenai masalah apa yang tengah mereka bahas. Tetapi Lea menjawab begitu cepat,"Dara, ini masalah antara Manajer dan Produser. Kamu gak boleh ikut terlibat, fokus aja ke agenda yang telah kita susun."Selepas memastikan Dara kembali fokus pada komputernya, Lea lalu beralih kembali ke Rian. "Rian, jika kita beralih fokus sekarang, seluruh rencana dan langkah kita menuju Dreamy Festival bisa berantakan. Kamu harus bisa lebih profesional!"Rian terdiam, berpikir sejenak. Gambaran akan para gadis yang terluka menghantui pikirannya. Meski impian untuk meraih Dreamy Festival sangat penting, membiarkan mereka menderita tanpa bantuan adalah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Sebagai seorang Produser... dan sebagai seorang pria dewasa, tentu saja ia tidak bisa mendiamkan hal tersebut."Aku paham kok, Lea." Ucap Rian dengan suara yang tegas. Lea sedikit lega mendengar Rian yang perlahan mengendorkan ketegangannya."Aku gak bakal ngambil tindakan sendirian, kita adalah RP710. Isla dan Yuna, adalah bagian dari RP710, mereka adalah idol kita. Kita bertanggung jawab atas keamanan idol kita bukan?"Menarik nafas panjang, Lea lega karena kini Rian mulai bisa berpikir lebih jernih, setelah sebelumnya kemarahan menguasai pria itu. Mereka berdua kembali duduk di sofa, sembari membahas tindakan seperti apa yang akan mereka ambil sebagai sebuah agensi sebenarnya."Kita perlu ngumpulin bukti lebih banyak dan mencari tahu lebih dalam. Kalo gerak tanpa bukti valid, yang ada bakal jadi pisau berbilah dua."Lea menyarankan pendekatan yang lebih hati-hati dan strategis. "Jika kita terlibat langsung dan terbuka, itu bisa ganggu kegiatan sekolah mereka dan memperburuk situasi. Banyak kasus di mana korban bullying makin dirundung karena dianggap mengadu," kata Lea dengan nada serius."Langkah pertama, cari informasi soal sekolah mereka dari data audisi. Sambangi sekolahnya dan cari tahu siapa pelakunya trus gimana kondisi korban di sekolah. Aku bakal coba deketi Isla dan Yuna secara pribadi, cari celah untuk bikin mereka mau ngobrol. Sementara masalah cari informasi, Rian coba yang datengi sekolah mereka, tapi sebisa mungkin jangan jadi Produser. Kamu harus nyamar, jadi sales atau apa lah yang bisa buat kamu ga dicurigai."Rian tersenyum tipis, "Kalau soal itu bisa diatur, aku jago kok nyamar jadi sales."Dengan itu rencana telah tersusun begitu matang, mereka setuju untuk memulai penyelidikan dengan cara yang paling tidak mencolok. Rian akan mengumpulkan informasi dari sekolah, sementara Lea akan mendekati Isla dan Yuna dengan hati-hati. Semua ini dilakukan demi melindungi idol mereka, baik Yuna dan Isla adalah idol berharga bagi RP710, tentu Rian dan Lea tidak akan membiarkan idol tersayang mereka disakiti orang lain.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Esok hari Rian segera menjalankan rencana tersebut, selama seharian penuh ia menyerahkan kegiatan di tangan Lea sementara dirinya menyusup ke sekolah. Mengenakan baju ala sales yang rapi dan membawa produk minuman penyehat, dia berhasil meyakinkan pihak keamanan dan guru-guru di sekolah untuk memperbolehkannya masuk dan menawarkan produknya. Kemampuan sosial yang telah terlatih semasa kerja bisa membantu untuk Rian langsung menarik perhatian para guru, bagaimana tidak, kebanyakan dari mereka adalah orang berkeluarga tentunya mereka sangat ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga mereka. Menjelaskan banyak manfaat produk yang dibawanya beserta promosi tiada terkira, setiap guru luluh dihadapan Rian, padahal yang Rian katakan hanyalah sebuah omong kosong belaka.Ia tidak lupa mendekati beberapa murid yang ada di sekolah itu dengan menawarkan produk sample. Ketika tengah berbincang dengan beberapa murid yang ia temui sewaktu di sekolah, Rian mendapatkan informasi penting mengenai situasi di sana. Salah satu dari mereka menyebutkan bahwa memang cukup banyak perundungan yang terjadi di sekolah, semakin meyakinkan bahwa Isla dan Yuna menjadi korban. Bahkan, seorang staf sekolah yang sedang membersihkan area sekolah mengaku pernah menyaksikan kejadian bullying namun tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan pangkat dan rasa takut akan konsekuensi yang didapatkan apabila melapor."Guru-guru pada diam soal itu, sementara murid bilang sering mendapati bullying. Ditambah kesaksian dari para staff sekolah, di SMA Isla besar indikasinya." Rian mengirimkan pesan tersebut dari hpnya sembari lanjut ke sekolah selanjutnya.Seusai informasi didapatkan oleh Lea melalui hpnya, ia berusaha menguak langsung dari korban yang tampaknya masih begitu keras kepala tidak mau mengatakan hal sejujurnya. Sehingga mau tidak mau Lea harus memakai cara sendiri, ia memakai pendekatan cerdik yang begitu halus namun efektif. Dalam sesi latihan image, ia meminta Isla untuk memakai kacamata yang dipinjamkan darinya. Kacamata itu bukan kacamata biasa, melainkan sebuah kacamata dengan brand mahal yang tidak banyak orang ketahui. Lea mendapatkan kacamata tersebut karena dirinya telah menjadi brand ambassador dari brand mereka, namun karena ia merasa bahwa memakai kacamata bukanlah style-nya ia bingung hendak diapakan kacamata itu sampai menemukan cara memakainya. Lea tahu bahwa kemampuan komunikasi Isla kurang baik, jadi dia menetapkan Isla sebagai karakter pendiam berkacamata, layaknya seorang penjaga perpustakaan."Isla, aku pengin kamu pake kacamata ini kemanapun kamu pergi. Bahkan saat di sekolah. Ini tuh bagian penting dari image-mu dan kamu harus pertahanin, oke?" ujar Lea sembari memberikan kacamata itu."Kacamata...? Tapi mataku baik-baik saja.""Sedikit info aja ya, sekarang yang namanya kacamata buat fashion itu lagi tren loh. Jadi ga masalah kalo matamu sehat sekalipun, karena lensanya gak ada minus plusnya sama sekali. Dan kalo ditanya, bilang aja sebelumnya aku pakai lensa mata, oke? Intinya ini penting."Isla sedikit ragu pada awalnya, namun ia menerima kacamata tersebut dan setuju untuk memakainya di sekolah. Meski sebenarnya tidak memiliki masalah pada matanya, ia tetap memakainya sesuai dengan nasihat Lea. Tidak lupa ia coba mengambil beberapa foto dari Isla yang memakai kacamata agar bisa meyakinkan gadis itu bahwa ia sangat cocok memakainya."Anu... Manajer, aku kaya kenal kotak kacamatanya. Zion bukannya brand mahal ya..." Valentin mendekati mereka Lea sewaktu Isla menyimpan kacamata tersebut ke tasnya."Ssstt... jangan bilang ke dia ya, rahasiain aja, hehe.""Eeh... oke deh..."Keesokan harinya di sekolah, Isla datang dengan mengenakan kacamata tersebut. Reaksi teman-temannya segera terlihat, banyak yang tidak tahu bahwa Isla ternyata mempunyai minus. Isla yang mengikuti skenario Lea sepenuhnya berkata kalau dia selama ini memakai contact lens dan teman-temannya menerima hal tersebut. Rencana Lea tampaknya membuahkan hasil, meskipun mempunyai risiko yang cukup tinggi. Dengan kacamata itu Isla mendapatkan perhatian lebih dari siswa lain. Namun, perhatian tersebut tidak selalu bersifat positif, terutama dari para pelaku perundungan. Mendapati gadis yang biasa mereka pecundangi itu mulai diterima oleh banyak orang, mereka segera bersiap untuk melakukan tindakan.Dan Lea, yang telah mendapatkan pola serta spot-spot kamera pengawas dari informasi yang diberikan oleh Rian, memberitahu Isla agar selalu berada di area yang terpantau kamera saat pulang sekolah. Dia juga mengingatkan Isla untuk selalu berada di tempat yang ramai dan berhati-hati. Isla yang merupakan gadis polos, tentunya hanya dapat mengangguk setuju ketika menerima pesan itu dari hpnya. Pertanyaan besar terlintas pada benaknya, tetapi yang tengah berbicara adalah manajer agensi dimana ia dikontrak, jadi mau tidak mau harus patuh."Sok imut lu pake kacamata gituan!""Mau pamer hah?!"Suatu hari ketika Isla pulang dia dicegat oleh yang biasa merundung dirinya. Mereka tidak hanya merebut kacamata mahal itu tetapi juga melancarkan aksi kekerasan terhadap Isla."Mana sini, biar gue coba!""Hahaha! Culun banget! Kaya yang punya!""Jangan, itu... kacamatanya..."Isla mencoba melawan, berusaha mempertahankan kacamata yang diberikan oleh manajernya. Sayangnya, perlawanan tersebut malah memicu kemarahan para pelaku, yang akhirnya merusak kacamata tersebut dan semakin menyakiti Isla.Isla merasakan kegelisahan yang mendalam setelah insiden itu, terutama karena kacamata yang diberikan oleh Lea rusak sepenuhnya. Dengan perasaan bersalah, ia berusaha menggantikan kacamata tersebut dengan membeli frame yang mirip, berharap bisa memperbaiki kesalahan yang telah ia perbuat. Ketika ia memberitahukan Lea tentang kejadian itu, Isla dikejutkan oleh reaksi Lea yang sama sekali tidak marah."Gapapa kok, gapapa. Justru aku bersyukur kamu ga dapet luka serius." Ucap Lea sembari mengelus rambut Isla."Manajer...? Tapi, aku merusak kacamata yang dikasih loh?""Aku tau itu ga sengaja kan. Udah ga usah dipikirin, ga usah berpikir buat gantiin juga. Aku terima balik ya kacamata yang rusak tu."Begitu Lea menerima kembali box dari Isla, ia segera berbalik. Senyum seringai yang muncul di wajah Lea saat Isla tidak melihat, rusaknya kacamata itu menandakan keberhasilan siasat yang telah disusun. Siasatnya itu ialah mendapatkan bukti jelas tentang perundungan dan mendekati Isla secara emosional, kini semua telah berhasil sepenuhnya. Kali ini giliran Rian untuk mengambil alih kegiatan RP710 sementara Lea melancarkan aksinya, ia mengontak brand Zion dan berkata akan memasarkan produk mereka beberapa hari ke depan."Tentu kami dengan senang hati menerimanya, kak Lea! Foto-foto yang diambil kemarin juga bagus-bagus kok, tidak disangka kalau kacamata pemberian kami bisa jadi promosi tersendiri di tangan kak Lea!""Maaf ya aku malah gak pake kacamatanya, soalnya bagiku kurang cocok. Sama... produknya dah rusak sekarang.""Gapapa gapapa kak Lea! Justru kami terbantu dengan kak Lea yang tiba-tiba malah mau nawarin produk terbaru kami. Akan kami kirim segera produknya ke kak Lea""Ya... aku bakal nantiin soal produk itu."Reputasi Lea sebagai seseorang dalam bidang marketing dan influencer tentu tidak bisa dibiarkan saja oleh Zion. Tentu saja mereka mau menerima tawaran dari seorang Lea dan langsung mengirimkan produk yang dimaksud padanya. Sembari Lea menutup telepon, senyum yang begitu menakutkan ditunjukkan olehnya."Sekarang, tinggal eksekusi."--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lantas Lea mendatangi sekolah Isla sebagai sales dari Zion, menawarkan produk terbaru berupa kacamata yang cocok bagi para anak-anak muda. Dengan gaya bicara yang penuh percaya diri, ia menjelaskan bahwa salah satu siswa mereka, Isla, telah dipilih sebagai model pemasaran untuk produk tersebut. Lea menunjukkan foto Isla yang sedang memakai kacamata itu disertai postingan dari Zion yang mengapresiasinya, mendapati kabar mendadak itu tentu para guru terkejut dan terkesan.Namun, Lea segera menyampaikan kabar buruk, "Sayangnya, saya mendengar bahwa Isla mendapat perlakuan buruk ketika mengenakan kacamatanya. Bahkan sampai rusak sepenuhnya."Lea mengeluarkan kacamata yang rusak dari kotaknya dan menyodorkannya bersama sertifikat yang menunjukkan harga fantastis dari produk itu. Para guru dan staf sekolah, yang mendengarkan dengan cemas, segera menyangkal bahwa insiden tersebut terjadi di sekolah mereka."Tidak mungkin hal seperti itu terjadi di sini. Sekolah kami aman dari bullying kok." kata salah satu guru dengan nada defensif.Lea, tetap tenang namun tegas, melanjutkan, "Saya juga berharap demikian, tapi mengingat gadis itu masih sekolah, tentu ada alasan kuat kejadian tersebut mungkin saja terjadi di sekolah. Untuk membuktikan kebenarannya, saya perlu melihat rekaman CCTV di sekitar sekolah selama beberapa hari kemarin."Awalnya, para guru enggan memberikan akses ke rekaman tersebut. Namun, Lea tidak mau mundur. Segera dia melakukan intimidasi kepada mereka."Jika sekolah tidak bersedia membantu dalam hal ini, saya akan melaporkan kasus ini pada atasan. Dan akan memastikan beberapa brand besar tahu tentang bagaimana sekolah ini menangani masalah keamanan murid mereka. Kasus ini bisa dengan mudah diviralkan." katanya dengan nada tegas.Merasa terpojok, para guru akhirnya setuju untuk menunjukkan rekaman CCTV kepada Lea. Mereka mengarahkan Lea ke ruang keamanan di mana rekaman disimpan. Dengan cermat, Lea mulai memeriksa rekaman-rekaman tersebut, mencari bukti insiden perundungan yang melibatkan Isla. Di salah satu rekaman, Lea akhirnya menemukan bukti yang dibutuhkannya, jelas terlihat Isla dikerumuni oleh beberapa siswa lain, yang kemudian merusak kacamata yang ia kenakan. Rekaman itu menunjukkan bagaimana Isla berusaha melawan, namun jumlah para pelaku membuatnya tidak berdaya."Baik, saya sudah menyaksikan apa yang perlu saya saksikan. Saya akan membawa bukti ini ke perusahaan.""Tunggu sebentar—"Setelah mendapatkan bukti kuat mengenai insiden perundungan terhadap Isla, pihak sekolah dengan segera memohon kepada Lea agar tidak membesarkan kasus ini. Mereka ingin menjaga reputasi sekolah dan menghindari masalah lebih lanjut. Lea, yang mengetahui betapa pentingnya keadilan bagi Isla, mengajukan beberapa tuntutan kepada sekolah. Ia menawarkan cara berupa mengganti rugi atas kacamata mahal yang telah dirusak dan menindak para pelaku perundungan dengan permintaan maaf resmi kepada perusahaannya.Pihak sekolah merasa tuntutan ini berat dan menginformasikan orang tua para pelaku perundungan. Mendengar berita tersebut, orang tua pelaku menjadi marah dan mulai menyerang balik Lea, menuduhnya mencoba menghancurkan masa depan anak-anak mereka hanya karena sebuah kacamata. Mereka menganggap insiden itu sepele dan bahkan mengancam akan melaporkan Lea ke polisi. Lea, yang merasakan kemarahannya memuncak, tidak diam begitu saja. Saat pertemuan dengan para orang tua, ia langsung menghubungi salah satu kenalannya, seorang pengacara berpengalaman. Melalui telepon, pengacara tersebut menjelaskan bahwa secara hukum, pihak Lea berada dalam posisi menang secara legal untuk menuntut ganti rugi atas kacamata yang rusak dan tindakan perundungan tersebut. Pengacara itu juga menambahkan bahwa jika para orang tua melawan, mereka justru berisiko menghadapi biaya yang jauh lebih besar daripada sekadar mengganti rugi kacamata tersebut.Dengan kehadiran pengacara yang kompeten, Lea menyampaikan informasi ini kepada para orang tua pelaku. Pengacara tersebut segera menyampaikan pada setiap orang tua."Saya memahami kekhawatiran Anda tentang masa depan anak-anak Anda," katanya dengan suara dingin namun tenang."Tetapi tindakan mereka telah menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan trauma mendalam bagi korban. Keberadaan saya di sini hanya untuk menyampaikan keadilan. Jika Anda ingin membawa kasus ini ke ranah hukum, kami siap. Namun, saya harus memberitahu Anda bahwa kami memiliki bukti kuat dan dukungan legal yang akan memastikan kami memenangkan kasus ini. Biaya hukum akan jauh lebih besar daripada hanya mengganti rugi kacamata yang rusak dan permintaan maaf."Para orang tua, yang merasa terpojok oleh ancaman hukum dan penjelasan pengacara, akhirnya menerima bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain."Atau kami menawarkan cara penyelesaian yang lain. Kami tidak lagi meminta untuk ganti rugi atas kejadian tersebut, melainkan permintaan maaf terbuka bagi pelaku. Kami ingin setiap pelaku untuk meminta maaf kepada publik dan berjanji tidak lagi mengulangi hal demikian dengan sebuah rekaman, yang akan disebarkan ke publik melalui media sosial kami."Setelah beberapa diskusi lebih lanjut, orang tua dengan berat hati setuju untuk mengikuti permintaan Lea. Mereka berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk mengatur waktu dan tempat di mana pengakuan dan permintaan maaf tersebut akan direkam.Pada hari yang telah ditentukan, Lea, bersama dengan beberapa staf sekolah dan pengacara, menyaksikan rekaman pengakuan tersebut. Para pelaku perundungan, dengan bimbingan dari orang tua dan guru, berdiri di depan kamera. Wajah pelaku terlihat begitu serius, bersamaan dengan mata berkaca-kaca mereka mengakui kesalahan yang telah diperbuat, menceritakan apa yang telah mereka lakukan kepada Isla, dan menyampaikan permintaan maaf. Mereka juga berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan meminta maaf kepada Isla, sekolah, serta perusahaan Lea.Rekaman tersebut kemudian dipublikasikan di media sosial sekolah dengan persetujuan orang tua. Pihak sekolah juga mengeluarkan pernyataan resmi yang mendukung tindakan ini dan menegaskan komitmen mereka untuk mencegah perundungan di lingkungan sekolah.Setelah rekaman tersebut dipublikasikan, reaksi dari masyarakat beragam. Banyak yang memuji langkah berani ini sebagai salah satu cara untuk mengatasi perundungan dan memberikan pelajaran kepada pelaku. Tetapi tidak sedikit dari netizen yang menyerang baik sekolah dan pelaku sebab telah melakukan hal yang tidak terpuji.Kasus itu akhirnya selesai, perlakuan bullying yang dilancarkan kepada Isla hilang sepenuhnya dan bahkan berkurang pada sekolahnya. Rian sama sekali tidak menyangka bahwa Lea akan sampai berlaku segila itu, bahkan melakukannya tanpa menyeret agensi sama sekali. Dia bergerak sendiri sebagai seorang perwakilan dari perusahaan lain, bahkan sampai perusahaan itu mengapresiasi Lea atas tindakan tersebut."Kamu beneran yakin ini ga bakal nyerempet kita?""Hmm, aku ga seratus persen yakin sih. Selama ga ada yang bisa doxxing aku sih aman.""Ya-Yang bener aja... soalnya ini dah ampe skala gede loh di internet, kalau sampai diliput televisi gimana coba?!"Rian dan Lea mengobrol berdua di sebuah cafe, meributkan mengenai kasus Isla yang tengah menjadi topik hangat di sana sini. Sementara Rian terus menjelaskan gimana cara mendiamkan kasus ini agar tidak menyerempet ke agensi, si mastermind justru menyeruput kopi latte-nya dengan santai."Rian, kamu pikir aku tuh siapa? Yang didepanmu itu si Lea! Serahin aja semuanya ke aku.""Kuh... kata-katamu itu bikin aku tenang sekaligus khawatir juga.""Lagipula, ga ada cara efektif buat ngatasi bullying tau, kecuali dari pelakunya sendiri. Cara yang kupake aja terbilang ekstrem, andai aja para orang tua itu tetep ngotot, aku bisa kena juga."Lea sedari awal sudah menduga bahwa semuanya tidak bisa diselesaikan secara empat mata berupa perundingan, cara tersebut terlalu usang bagi zaman yang semakin melaju cepat ke depan. Sehingga ia memakai cara paling efektif di zaman modern seperti ini, yaitu membiarkan internet untuk menghakimi pelaku sepenuhnya. Dengan begitu perhatian akan teralih pada para pelaku bullying untuk beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan ke depan. Serta kasus yang viral itu akan menurunkan tingkat bullying walau untuk sementara saja. Meski cara itu dapat dikatakan kejam, tetapi perilaku bullying adalah tindakan paling kejam sebab menyerang orang yang tidak bersalah sama sekali."Bisa dibilang, yang kuat yang menang... gitu? Hahaha..." ujar Lea, menutup kasus besar itu dengan sebuah tawa lepas.