Sesi kedua dari audisi telah dimulai, dari berbagai calon yang telah diseleksi, hampir semuanya memang berisikan orang-orang unik yang mampu membuat semua juri geleng-geleng kepala. Dara telah bersiap di dekat pintu, menunggu setiap juri bersiap pada tempatnya."Oke, bisa panggil peserta selanjutnya." Rian memberikan aba-aba kepada Dara."Peserta audisi kesebelas, Jasmine Prilla Istari, silahkan masu—"Sesaat setelah namanya dipanggil, Jasmine segera beranjak dari kursinya dan masuk ke dalam bahkan sebelum Dara sempat menyelesaikan panggilannya. Tanpa peduli pada Dara atau ke sekitar sekalipun dirinya menunjukkan ekspresi penuh angkuhnya, melangkahkan kakinya. Pada hari ini dirinya berniat untuk all-out sehingga mengenaikan pakaian paling berkelas dalam koleksinya, riasan memukau pun terlukis penuh dalam wajahnya. Ketika berada di ruang tunggu beberapa orang sampai berbisik-bisik, mengatakan cukup ragu bisa lolos karena terdapat sosoknya di sana. Ketika naik pada panggung gerakannya bak seorang model yang biasa ditemui pada majalah fashion, membuat setiap juri terpana menyaksikan Jasmine."He... aku gak salah milih rupanya." Lea tersenyum ketika mendapati kehadiran Jasmine."Wow... kaya artis aja...""Rian, gadis yang ku-scout itu dia, si Jasmine.""Kamu yang nemu dia, Lea?""Iya. Dia potensinya may—"Saat Rian dan Lea tengah berbicara, tanpa ada aba-aba sama sekali Jasmine menyergap mikrofon yang ada pada panggung dan berbicara lantang di sana."Gue gak peduli soal audisi atau apapun ini. Yang gue pengin cuma satu, yaitu buat jadi idol top kaya Sirius. Kalo kalian gak lolosin gue, atau justru ga bisa lakuin hal itu, awas aja..."Setelah mengucapkan itu, Jasmine beranjak dari panggung. Setiap juri terperangah tidak percaya. Bisa-bisanya ada peserta audisi yang dengan seenaknya berkata demikian sembari mengancam mereka. Tentu saja Rian sebagai seorang produser tidak bisa duduk diam, dia berniat menghentikan Jasmine yang sudah setengah jalan menuju ke pintu keluar. Walau padahal Rian bisa langsung saja menggagalkan gadis itu, tapi setidaknya dia ingin menyaksikan penampilannya, mungkin saja ia memiliki potensi terpendam walaupun attitude-nya seburuk tadi."Oiya lupa—"Sesuatu lupa untuk Jasmine katakan sehingga ia berbalik kembali, "Gue gak bisa nyanyi... apalagi nari. Jadi, gue serahin itu ke kalian semua.""Ha-Haah?!"Mengibaskan rambut merah panjangnya itu, Jasmine melanjutkan perjalanannya. Rian hanya dapat terdiam di tengah ruangan, menyaksikan gadis yang tidak jelas itu pergi meninggalkannya. Dari belakang terdengar tawa terbahak-bahak dari Lea serta Ruri yang menyaksikan drama di depan mereka, saking lucunya mereka tidak bisa lagi menahan tawa tersebut."Apaan coba! Orang belum ngapa-ngapain langsung keluar aja!" Rian segera melampiaskan kekesalannya."Bener-bener deh... dari segala calon ini sih paling menarik, sumpah, menarik banget hahahaha!""Dikira bakal diterima apa, bilang nyerahin ke kita. Buset deh..."Kembali duduk pada kursinya, Rian menggerutu sembari menuliskan sesuatu di formulir gadis itu menggunakan pena merahnya."Bentar dulu Rian, jangan mikir kamu mau nolak dia.""Gimana sih kamu Lea, katanya kamu sendiri yang scout, padahal aku dah naruh harapan loh.""Kamu kenal namanya gak?"Rian melihat kembali nama gadis tersebut, Jasmine Prilla Istari, setelah dibacanya ia justru kebingungan karena tidak memberikan informasi apapun. Lantas Lea segera menanyakan hal yang sama kepada Ruri, jawaban yang ia terima justru mengagetkan Rian sebab Ruri menjawab dia mengetahuinya."Masa kamu gak kenal, Rian? Yang bener aja...""Nggak, aku gatau....""Kudunya tiap orang tau, Ruri tau... dan kujamin si Dara pasti tau juga."Rian semakin dibuat bingung oleh perkataan Lea, sementara gadis itu hanya dapat geleng-geleng kepala. Kemungkinan Rian jarang menyaksikan televisi atau mengikuti dunia perfilman lokal. Pekerjaan lamanya di bidang hiburan padahal, bagaimana bisa nama dari gadis tersebut tidak terbesit dalam kepalanya."Jasmine Prilla Istari, biasa dikenal pakai nama Jasmin. Dia itu anak dari pasangan artis fenomel, duo Istina sama Arie.""Ha— Hah?! Yang bener aja?! Dia... itu anaknya?!"Suara keras Rian dapat terdengar dalam ruangan audisi, dirinya kaget bukan kepalang setelah mengetahui kebenarannya. Gadis barusan, merupakan anak dari pasangan artis yang begitu terkenal di Indonesia yaitu Istina-Arie, aktor dan aktris yang sering membintangi baik acara sinetron serta drama dalam pertelivisian dalam satu dekade terakhir. Kalau soal orang tuanya, Rian sangat mengetahuinya sebab sering menjumpai mereka saat menyambangi studio televisi, tapi dia sama sekali tidak pernah tahu atau bahkan melihat anak mereka."Ya tentu lah kamu gatau, tiap artis punya kebijakan beda-beda. Ada yang emang jadiin anaknya ladang duit juga dengan sering diekspos... dan ada juga yang biarin anak mereka bebas." Lea mengalihkan mukanya, seakan kecewa pada Rian."Ko... kok bisa kamu nemu orang kaya begitu, Lea...""Kamu ngeremehin skill-ku apa gimana, yang kamu hadapi itu Lea, nyari beginian tentu bukan hal susah. Aku ketemu sama dia waktu lagi di pusat kota..."Tentu saja yang dikatakan Lea barusan hanyalah bualan belaka demi membuat Rian semakin takjub kepadanya. Sebetulnya, semua itu pure luck, keberuntungan-lah yang membawa Lea kepada Jasmine. Kegemarannya terhadap otomotif, menyeretnya pada mobil Audi R8 yang terparkir di salah satu toko, Lea yang niatnya ngefoto doang terus pergi malah ketemu sama pemiliknya yang ternyata adalah Jasmine."Kuakui perilakunya emang buruk, seratus persen. Tapi kalau soal skill Jasmine, jangan dianggap remeh. Dia beberapa kali jadi pemeran penting di FTV siang hari loh, maka dari itu kemampuannya gak usah diragukan.""Kalo Lea bilang gitu... aku ga bisa komentar yang lainnya sih. Menurut Ruri gimana?""Gak usah ditanya. Aku suka liatin FTV yang dia peranin di siang hari, tentu seratus persen percaya!"Mendapati jawaban tanpa ragu dari Ruri, Rian pun menerima pendapat dari kedua juri tersebut. Keputusannya untuk menangguhkan Jasmine segera dia tarik. Sembari memberikan tanda bahwa calon ini memiliki potensi tinggi, Rian menuliskan bahwa calon tersebut perlu diawasi mengenai perilakunya, takut apabila tidak diawasi bisa menyebabkan hal yang tidak-tidak nantinya pada grup idol."Peserta audisi keduabelas, Laksmita Yuna, silahkan masuk ke ruang audisi."Ketegangan yang ada pada wajah Yuna berubah sepenuhnya begitu namanya dipanggil. Berkat kejadian yang tidak terduga dari pasangan sebelumnya, kini gilirannya justru dipercepat. Dirinya telah berlatih beberapa minggu ini dengan tanpa henti, memfokuskan segalanya demi hari audisi. Memasuki ruangan, setiap mata juri kini mengarahkan pandangan kepadanya. Tangan kiri yang berada di dalam saku menggenggam erat sebuah gunting yang selama ini dia simpan, demi menurunkan rasa gugup dalam dirinya."Perkenalkan, nama saya Laksmita Yuna, kelas tiga SMA."Pertanyaan demi pertanyaan dilancarkan oleh setiap juri. Beruntung Yuna dalam mempertahankan ketenangannnya, gunting yang berada di saku memang terbukti bisa menyelesaikan segala keraguan Yuna. Ia mengingat kembali mengenai bagaimana ia bisa berada di atas panggung sekarang, bagaimana Ia didaftarkan sebagai sebuah lelucon oleh para pembullynya. Perlakuan tersebut telah lama menghantui pikirannya, membuat hatinya penuh oleh amarah. Kini, Yuna memutuskan bahwa kali ini, dia tidak akan lagi diam. Ini adalah saatnya untuk membuktikan kepada semua orang, termasuk dirinya sendiri, bahwa ia bisa melawan.Para juri mempersilahkan dirinya untuk menunjukkan kebolehan. Ketika rekaman lagu mulai diputar, Yuna menarik nafas dalam-dalam. Seketika, ketenangan meliputi tubuhnya saat melodi pertama terdengar. Yuna segera memasuki mode serius, di mana seluruh fokusnya hanya pada menyanyi. Ia tidak lagi memperdulikan apapun di sekelilingnya. Suaranya mengalun dengan indah, memenuhi ruangan audisi dengan kehangatan dan kekuatan yang luar biasa. Para juri terdiam seribu kata, terpesona oleh suara emas yang terpancar dari Yuna. Saking indahnya suara Yuna, lagu yang berada di rekaman seakan kalah kualitas dengannya. Lagu yang tengah didendangkan oleh Yuna-lah yang bagaikan lagu asli.Namun, sesuatu mengganggu perhatian Rian. Ia menyaksikan Yuna hanya berdiri di tempat tanpa memberikan gerakan apapun sejak awal lagu terputar. Sampai lagu selesai, ia masih tetap berada di sana. Para juri pun menyelesaikan penilaian mereka dan memberikan ucapan terimakasih atas penampilan yang telah diberikan Yuna. Gadis tersebut tersenyum begitu senangnya, berjalan menuju ke pintu keluar dengan harapan bisa lolos seleksi."Dia... ada potensi di suaranya." Ujar Rian."Setuju soal itu." Lea memberikan pendapatnya.Ia berkata bahwa Yuna seakan memahami makna dari lagu itu dan bisa menyampaikan perasaan yang hendak diungkapkan kepada pendengarnya. Kecuali juri terakhir, Ruri, menyatakan bahwa dia tidak bisa memberikan nilai penuh karena Yuna hanya diam saja tanpa menari. Baik Rian dan Lea saling mengangguk satu sama lain, mengatakan mereka juga agak kecewa mengenai hal tersebut. Mereka semua sepakat bahwa masalah utama dari penampilan Yuna adalah kurangnya tarian. Meskipun demikian, mereka mengakui bahwa suara Yuna sangat luar biasa dan memiliki potensi besar, jika saja dia bisa menari dengan baik Yuna berpotensi jadi center yang sempurna."Peserta audisi ketigabelas, Grace Lili Kirana, silahkan memasuki ruang audisi."Setelah menunggu cukup lama di kursi, giliran Kirana tiba juga. Tidak disangka ketika sampai di tempat audisi, ia bertemu dengan sosok sahabatnya yaitu Reine yang ikut mendaftar. Perasaan campur aduk mengisi hatinya, gugup akan audisi serta kekhawatiran sebab ada sosok Reine berada di depannya. Meski begitu, selama menunggu dipanggil Reine selalu berusaha mengajak ngobrol Kirana untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa tegang akan audisi."Tenang aja Kirana, kamu dah latian kan selama ini, santai aja! Kamu pasti bisa kok~!" Reine menepuk pundak Kirana seraya mendukungnya.Kirana hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya terus berdebar-debar. Obrolan mereka memang sedikit membantu menurunkan tensi yang tengah melanda dirinya. Tetapi tampaknya, ketegangan tersebut kembali memuncak saat dirinya beranjak dari kursi. Kirana menghela napas dalam-dalam dan berjalan ke arah suara panggilan. Di belakang Reine tetap berada di ruang tunggu, melambai-lambaikan tangannya sembari memberikan semangat pada Kirana. Tangannya bergetar, namun ia membalas lambaian Rina dengan senyuman penuh paksaan.'Huh... hah... tenangin dirimu Kirana... tenang... jangan liat kanan kiri... jalan lurus aja...'Langkahnya menuju ke arah panggung sangat tegap maju bagai gerakan paskibra, mulutnya terkunci rapat, dan matanya terpaku ke depan memandang pada mikrofon yang berdiri di sana. Begitu sampai di atas, ia membalikkan badan pada setiap juri, gerakannya bagaikan robot, sangatlah kaku."Loh? Kamu itu yang waktu itu kan!" Suara yang tak asing terdengar pada telinga Kirana."Eee...? Kenapa om kriminal jadi juri...?" bisik Kirana lirih.Kirana tidak sadar kini dirinya tengah berdiri tepat di depan mikrofon, menyebabkan perkataannya terdengar begitu jelas ke penjuru ruangan. Suaranya menggema, sampai kembali ke telinganya sehingga ia langsung menutup mulut menggunakan kedua tangan, sangat malu. Sementara para juri lain memandang Rian dengan wajah penuh kecurigaan, bahkan Lea sampai memegang kerah Rian dan memintanya untuk menjelaskan apa maksud dari perkataan gadis muda tersebut."Kamu ngapain Rian?! Kamu ngapain cewek SMA HAH?!""Bentar! Bentar bentar! Itu gak kaya yang dia maksud, Lea! Tunggu bentar!""Seleramu bahaya juga Rian, inget loh, bisa dipenjara kalau ketauan." Ruri melempar kayu ke dalam api."Ah eh... anu... itu... maksudnya bukan begitu, om itu cuma deketin aku waktu lagi sendirian, terus bilang kalau dia tau apa yang kupikirin...""RIAAANNN!!!"Tanpa ba-bi-bu lagi Lea menggoyang-goyangkan kerah Rian begitu kerasnya membuat kepala pria tersebut tersendak depan dan belakang begitu hebatnya. Penjelasan yang dijelaskan oleh Kirana sama sekali tidak menjelaskan keadaan yang tengah tidak jelas sekarang, benar-benar."Aku cuma nawarin selebaran ke dia doang kok!!!! Sueerrr!!!""Jangan alesan kamu! Bisa ancur ntar kita!""Soal itu... memang benar kak, om itu yang nawarin sendiri ke aku." Ucapan Kirana menghentikan amarah yang tengah diluapkan oleh Lea."Aku... daftar ke audisi karena ditawari oleh si om.""Tu-Tuh kan..."Mendengar perkataan tersebut dari si gadis, Lea melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Rian. Akhirnya audisi dapat dijalankan seperti semula, kini setiap juri mulai menanyakan beberapa informasi yang ditulis Kirana ke formulir untuk memastikannya. Ketegangan yang dirasakan oleh Kirana kini mulai melebur berkat kejadian yang terjadi barusan, ia bisa sedikit menurunkan kekhawatirannya sembari menjawab pertanyaan demi pertanyaan."Kenapa kamu ingin jadi idol?""Kenapa..."Kirana terdiam sejenak, mikrofon yang berada di tangannya semakin erat tergenggam, kembali dirinya mengingat kenapa memutuskan untuk menjadi seorang idol. Dunia hitam putih yang didiaminya telah dirasa memuakkan, segala terasa bergerak dengan begitu monoton tanpa ada gejolak naik turun terasa olehnya. Menjadi idol, mungkin saja dapat memberikan warna, sesuatu yang berbeda dalam kehidupannya.Beberapa minggu ini ia begitu kerasnya berlatih untuk bernyanyi serta menari berdasarkan rekaman audisi, meski Kirana sendiri paham dia sangat payah dalam hal tersebut, ia terus mencoba dan mencoba tanpa henti. Hingga tiba pada hari audisi, saat dirinya datang dengan wajah penuh berseri ke tempat audisi, Kirana merasakan semangat membara dalam dirinya, akhirnya dia bisa menjadi sesuatu, akhirnya dia bisa merubah hidupnya dengan usahanya sendiri.Tetapi segalanya berubah, di ruang tunggu sosok sahabatnya yaitu Reine justru membuat hatinya retak seketika. Sejak dulu, Reine memang suka mengikuti dirinya ke mana-mana, kali ini Kirana merasa segalanya begitu berbeda, sesuatu dalam dirinya meronta seakan hendak berteriak pada Reine untuk berhenti mengikutinya. Tidak bisakah dirinya mencapai sesuatu tanpa diikuti terus menerus oleh Reine.Di atas panggung, dengan sorotan lampu yang terang, Kirana menatap ke depan. Ia memantapkan hatinya, kali ini dia tidak ingin sekedar menjadi idol. Ia ingin menjadi lebih dari itu. Dengan suara yang begitu lantang, Kirana berkata,"Aku ingin jadi idol demi bisa melampaui seseorang. Aku ingin buktiin, kalo aku gak akan lagi kalah darinya... gak lagi." Ucapannya menggema pada penjuru ruangan.Menyaksikan tekad kuat yang terpancar dari mata Kirana, Rian tersenyum."Kalo gitu, buktikan pada kami, Kirana." Ucap Rian sembari mempersilahkan Kirana untuk mulai menunjukkan penampilannya.Wajah Kirana begitu merah sembari terdiam pada pose terakhirnya, menahan malu. Kedua bibirnya tetap terkatup rapat, dan matanya menghadap pada Rian yang kini menepuk jidatnya sendiri. Ketika Ruri tengah menulis begitu cepat pada kertas, terdapat Lea kini memandang Rian dengan wajah penuh kecewa."Jadi itu kemampuan dari orang yang kamu scout, Rian?"Rian tetap terdiam saat Lea mengomentari dirinya. Sedikit kilas balik mengenai penampilan Kirana, waktu rekaman audisi diputar, Kirana memang dapat bernyanyi dan melakukan gerakan tarinya dengan lancar di awal. Namun, menuju detik berikutnya, ia langsung panik sebab telat beberapa detik dari lagu. Gerakan tari yang menjadi kikuk, nyanyian yang meleset dari irama, serta ekspresi panik adalah apa yang bisa digambarkan dari penampilan Kirana selama 30 detik tersebut. Kini, dia diam membatu, merasa malu setelah mengatakan hal seberani itu sampai Rian berharap banyak kepadanya. Namun, penampilannya seakan tidak mencerminkan tekad yang sama."Walau yah, ada satu hal yang bagus dari dia sih..."Baik Lea dan Ruri mengangguk satu sama lain, penampilan Kirana tetap memiliki poin positif yang dapat menjadi pendukungnya. Kirana tidak menyerah sampai akhir, berbeda dengan beberapa calon sebelumnya yang memilih berhenti ketika merasa gerakannya sulit atau nyanyiannya meleset. Sikap pantang menyerah inilah yang menjadi sorotan para juri."Ma-maaf kalo kurang bagus hehe... aku bakal latian lagi lain kali..." Kirana kini memberanikan diri untuk berbicara dari mikrofonnya."Makasih penampilannya!"Setiap juri memberikan apresiasinya saat menyaksikan gadis tersebut mulai berjalan turun dari panggung, menuju ke pintu keluar."Aku gak nyangka kalau kemampuannya seburuk ini... tapi yang pengin kutunjukin ke kalian bukan itu, paham kan?" Rian membalas komentar dari setiap juri."Ya... dia punya potensi emang.""Keberaniannya patut diacungi jempol."Sembari setiap juri tersenyum pada Kirana, gadis tersebut memahami bahwa , jalan untuk menjadi idol masih panjang dan penuh rintangan, tapi dengan tekad kuat dan kerja keras, ia yakin bisa mencapainya."Gimana Kirana? Lancar?" Reine segera menyambut kehadiran Kirana yang keluar dari ruangan audisi."Peserta keempatbelas, Clarissa Reine, silahkan masuk ke ruang audisi."Kirana hanya bisa tersenyum kecil, meskipun dalam hatinya masih terdapat rasa kecewa. "Aku perlu banyak berlatih lagi," jawabnya, berusaha menutupi kegelisahannya.Reine menyaksikan mata Kirana yang penuh tekad meskipun baru saja mendapat kritik. Ia tahu bahwa Kirana telah memberikan segalanya, meski terdapat sedikit hal mengganggu dirinya, senyum yang ditunjukkan Kirana begitu dipaksakan, pasti sesuatu terjadi di dalam tadi."Jangan khawatir, Kirana. Aku bakal terus dukung kamu kok." ujar Reine berusaha menghibur sahabatnya tersebut.Saat Reine dipanggil untuk audisi, giliran kirana memberikan semangatnya. "Semangat, Reine. Aku yakin kamu bisa," kata Kirana dengan tulus.Reine membalas dengan senyuman, namun ketika masuk ke dalam ruang audisi, ekspresinya berubah drastis. Matanya memancarkan semangat yang membara, dan ada ketidaksukaan yang jelas terlihat ketika ia memandang para juri. Mengingat perlakuan yang telah mereka berikan kepada Kirana, membuat gadis tersebut terbawa oleh kesedihan. Keinginannya untuk menjadi idol hanya satu dan tidak akan pernah berubah, ia ingin membalas budi atas segala hal yang telah Kirana lakukan untuknya. Reine ingin membalas bantuan Kirana selama ini dan memastikan bahwa sahabatnya bisa mencapai apa yang diinginkan. Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan hanyalah dengan berada di samping Kirana, yaitu sebagai seorang idol.'Aku gak bakal nyerah, Kirana... bakal kujamin kita berdua lolos bersama.'Dari awal penampilannya, Reine menunjukkan keterampilan yang luar biasa. Setiap gerakan tariannya dilakukan dengan presisi yang menakjubkan, tanpa ada satu pun kesalahan. Nyanyiannya juga terdengar sempurna, seolah-olah dia telah berlatih sudah dari lama. Gerakan-gerakan sulit yang biasanya menjadi tantangan bagi peserta lain, dapat dilakukan Reine dengan lancar. Ekspresinya pun tetap fokus, menunjukkan tekadnya untuk memberikan penampilan terbaik tanpa sedikit pun kesalahan."Gadis itu bagus juga movementnya..." puji Ruri saat menyaksikan Reine melakukan gerakan berputarnya."Nyanyiannya juga ga ada salah sama sekali... aku ampe takjub loh.""Apalagi dia bisa ngasih ekspresi yang cocok tiap kali melirik ke penonton..."Para juri yang menyaksikan penampilan Reine segera menyadari potensinya. Mereka dengan cepat menulis catatan di kertas penilaian, merasa yakin bahwa Reine adalah salah satu kandidat terkuat yang mungkin bisa langsung lolos dari audisi ini. i akhir penampilannya, Reine memberikan sentuhan akhir yang unik. Dia menunjukkan pose khas miliknya sendiri, yang membuat penonton dan para juri semakin terkesan.Setiap juri memberikan apresiasi berupa anggukan serta tepuk tangan tanpa suara mereka."Terimakasih atas penampilannya!"Reine tersengal-sengal seusai mengeluarkan segenap kemampuannya. Latihan kerasnya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Sebuah senyum penuh seringai muncul di wajahnya, meyakini bahwa para juri telah memberikan penilaian terbaik kepadanya, dilihat dari ekspresi mereka semua. Tepat sebelum Reine turun dari panggung, ia berbalik menghadap para juri yang masih memandanginya, lalu berkata dengan suara tegas."Alasanku menjadi idol hanya satu, yaitu demi Kirana, peserta audisi yang kalian nilai sebelum diriku. Jika dia gagal, maka aku pun bakal mutusin hal yang sama."Ucapan Reine tersebut mengejutkan para juri, yang tak dapat berkata apa-apa. Setelah mengancam dengan cara yang tidak biasa itu, Reine segera keluar dari ruangan audisi untuk menemui sahabatnya, Kirana. Keringat dingin mengalir dari dahi Rian, yang tidak menyangka bahwa ada peserta yang berani mengancam mereka."Apa-apaan tadi itu?!""Dia ngancam kita maksudnya?!""Tenang dulu, kalian jangan langsung ngambil kesimpulan gitu!"Situasi yang sebelumnya tenang kini ribut karena setiap juri saling berdebat. Mereka sepakat bahwa perilaku Reine tadi kurang baik dan tidak bisa diterima. Namun, kemampuan luar biasa yang ditunjukkannya juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Mereka dihadapkan dalam situasi yang sulit, apabila menerima ancaman Reine akan tidak adil bagi peserta lain, tetapi menolak bakat sebesar itu juga akan menjadi keputusan yang disayangkan."Peserta terakhir, peserta audisi kelimabelas—"Saat mereka tengah kebingungan memutuskan, panggilan kepada peserta selanjutnya bergema ke dalam ruangan audisi, menambah kebingungan para juri. Kini menyisakan satu orang terakhir untuk mereka nilai, sebisa mungkin keputusan harus ditangguhkan sampai semua peserta berhasil dinilai."Peserta kelimbelas!!!"Sesuatu yang tidak lazim nampaknya terjadi di luar ruangan audisi, Dara terdengar tengah berteriak sembari memanggil peserta terakhir. Namun tiada tanggapan yang didapati, peserta tersebut tidak terlihat memasuki ruangan."Kemana perginya dia? Padahal tadi waktu pengecekan ada loh. Peserta kelimabelas, Augustina Celine!!!" Dara berlari ke arah lorong, membiarkan pintu terbuka begitu saja."Peserta terakhir... itu temenmu kan, Rian?""Eh— Ah... Iya, dibilang temen... lebih ke adik tingkatku waktu kuliah sih. Kok bisa dia malah ga ada, padahal nyisa dia doang.""Gak percaya aku dia beneran masuk lagi ke bidang ini... Celine..." Ruri menaruh kertas pada meja sembari merebahkan punggungnya pada kursi.Ruri sangat mengenal Celine lebih dari siapapun, sebab dirinya-lah yang sering melatih Celine dulu semasa masih berada di Kawaii Sekai. Dulu Celine merupakan mantan penari profesional yang pernah merasakan manis dan pahitnya dunia dance cover. Setelah meninggalkan kariernya beberapa tahun yang lalu, kini dia memutuskan untuk mengikuti audisi idol yang diadakan oleh agensi yang dibuat kakak tingkatnya semasa kuliah. Padahal Celine sendiri yang meminta langsung kepada Rian, bahwa balas budinya adalah mengizinkan dirinya untuk ikut audisi.Tetapi pada saat penentuan, ketika namanya dipanggil, dirinya justru menghilang dari keberadaan mereka. Di dalam toilet yang sunyi, Celine berdiri memandangi dirinya sendiri di cermin, sekujur wajahnya basah oleh air yang menetes perlahan melalui rambut ungunya. Pikirannya terperangkap dalam bayangan masa lalu yang menghantuinya, saat dirinya begitu berkilauan di atas panggung, dan kemudian kegelapan merusak segalanya termasuk hidupnya saat ini.Celine menggigit bibirnya, mencoba mengalihkan rasa sakit dan ketakutan yang perlahan menguasainya. Dia tahu, keputusan untuk kembali ke dunia tersebut adalah pilihan yang berat dan penuh risiko. Meski begitu, hasratnya untuk menari dan bernyanyi lebih kuat dari apapun, ia mencintainya. Dia tahu, ini adalah kesempatan kedua yang mungkin tidak akan datang lagi, apabila dirinya kembali melarikan diri, sampai akhir dia akan berada dalam ketakutan yang sama."Di sini! Saya di sini... maaf bikin nunggu, panggilan alam... ahaha..."Dara mendapati kehadiran Celine yang keluar dari kamar mandi, sekujur rambutnya basah dengan air yang menetes ke bajunya. Selain itu, ia mendapati terdapat bercak merah darah segar dari bibirnya. Namun Dara tidak punya waktu untuk khawatir kepadanya, sebab dia adalah peserta audisi terakhir dan waktunya sudah mepet."Kalau begitu segera masuk ke ruangan audisi!"Celine berlari menuju pintu masuk auditorium dengan napas yang sedikit terengah, membuat setiap juri yang awalnya khawatir kini merasa lega melihat kehadirannya. Ruri yang paling khawatir, tampak terkejut saat melihat Celine benar-benar muncul di atas panggung. Penampilannya memang tampak acak-acakan—rambutnya penuh air, bibirnya berdarah, dan bajunya basah—tetapi senyum percaya diri yang menghiasi wajahnya tidak ikut luntur bersamaan dengan air yang menggenangi lantai.Saat sesi wawancara dimulai, Celine menjawab setiap pertanyaan dengan lancar dan percaya diri. Sampai tibalah saat yang dinantikan—waktu untuk menunjukkan kemampuannya. Ketika musik mulai mengalun, déjà vu dapat dirasakan oleh Celine. Kegundahan dan ketakutan yang sempat menghantuinya seolah sirna, tergantikan oleh semangat dan cinta mendalam untuk menari dan menyanyi. Irama musik menyelimuti dirinya, menghidupkan kembali kemampuannya yang telah lama terkubur dalam masa lalu.'Rupanya... kamu memang mencintainya kan, Celine.'Setiap gerakan yang dilakukan Celine tampak begitu sempurna, seolah-olah tubuhnya bergerak dengan sendirinya mengikuti irama musik. Tidak ada lagi rasa ragu, tidak ada lagi keinginan untuk melarikan diri. Yang ada hanya keinginan kuat untuk memberikan penampilan terbaiknya. Ia menari dan menyanyi dengan sepenuh hati, mengekspresikan setiap emosi yang ada dalam dirinya.Para juri terdiam penuh takjub menyaksikan kemampuan Celine di atas panggung. Rian serta Ruri mengangguk pelan, mereka berdua bisa menyaksikan dengan jelas bahwa keahlian dan profesionalisme yang dimiliki Celine tidak pernah hilang meski telah lama menghilang dari dunia dance cover. Mereka menyaksikan sosok Celine yang kembali ke panggung dengan kecintaan yang tak tergoyahkan.Begitu usik berhenti dan Celine menyelesaikan penampilannya, suasana hening sejenak sebelum akhirnya disambut dengan senyum serta tepuk tangan tanpa suara dari setiap juri."Terimakasih banyak atas penampilannya!"Celine berdiri tegak di atas panggung, ia menatap Rian yang tengah duduk di seberang sana dengan tulus mengucapkan,"Makasih Rian... makasih dah dengerin permintaan egoisku."Rian tersenyum hangat dan menjawab, "Aku cuma balas budi, Celine. Sekarang kita impas kan?"Ketika pandangannya beralih kepada Ruri, matanya bertemu dengan mata Ruri yang penuh bangga. Tanpa kata-kata, hanya dengan sebuah anggukan dan senyuman, mereka saling mengerti. Ruri tidak perlu berkata apa-apa Celine tahu bahwa Ruri bangga padanya dan bersyukur akan keputusannya untuk kembali.Dengan perasaan lega dan bahagia yang memenuhi hatinya, Celine melangkah turun dari panggung. Saat dia berjalan keluar dari ruang audisi, dia tidak bisa menahan luapan emosinya. Teriakan penuh kebahagiaan keluar dari mulutnya, menggema di sepanjang lorong. Semua rasa frustrasi, ketakutan, dan tekanan yang selama ini mengganjal hatinya terasa terangkat.Di luar auditorium, Dara yang mendengar teriakan Celine segera menutup pintu dengan erat, memberikan Celine ruang untuk meluapkan semua perasaannya tanpa gangguan. Dara ikut merasa lega sebab semua peserta telah selesai diseleksi, menutup audisi hari ini dengan sebuah helaan nafas panjang.