3 Februari 2035,Seusai persiapan yang begitu matang untuk menyusun perekrutan idol dari promosi, penyebaran poster, penyewaan tempat untuk audisi dan sebagainya, akhirnya hari audisi pun telah tiba. Pada Hari Sabtu pagi, setiap orang yang terlibat dalam audisi tengah mempersiapkan diri mereka di dalam ruangan auditorium yang telah disewa. Para penilai peserta sendiri adalah Rian yang merupakan produser menjadi juri untuk menyanyi, Lea sang manajer menjadi juri bagi visual atau penampilan peserta, dan tidak lupa Ruri sebagai juri untuk dance. Sesuai dengan kesepakatan, akhirnya Ruri bersedia untuk menjadi pelatih tari Rumah Produksi 710 sebab audisi betulan diadakan, sampai-sampai ia rela secara sukarela menjadi penilai para calon idol. Sedangkan bagi Dara tersendiri, kini dirinya berada di ruang auditorium sebagai pengawas yang memanggil peserta untuk masuk.Kumpulan dokumen tersusun rapi di atas meja, berisikan informasi dari setiap calon idol yang telah mengisi formulir. Rian dan yang lainnya telah membaca dokumen tersebut selama berhari-hari, bahkan dengan kemampuan terlarang mereka yaitu stalking mereka bisa mendapatkan beberapa background dari calon peserta yang tidak disertakan. Meski tindakan tersebut bisa dianggap berbahaya, mereka melakukannya secara legal, sebab di dalam formulir terdapat himbauan untuk memasukkan akun media sosial yang bebas mau dimasukkan atau tidak, dari situlah mereka melakukan background check."Yang daftar segini doang?" Ucap Ruri saat menyelesaikan crosscheck."Iya, sekitar 15 peserta.""Mau gimana lagi, kita agensi baru, tentu banyak yang naruh curiga dan males join kan." Ujar Lea dengan penuh santainya."Seengaknya ada yang daftar aja aku dah bersyukur kok, hahaha..." Rian hanya bisa tertawa kecil.Saat mereka bertiga tengah berbincang, pintu auditorium dibuka, terlihat Dara melongok dari balik pintu sembari mengabarkan kepada mereka."Sudah siap? Hampir semua peserta sudah datang, saya akan panggil sesuai urutan.""Ah oke! Semuanya sudah siap kok! Baik audio, perekam, sampai juri sekalian!"Menerima balasan tegas dari Rian, Dara mengangguk sembari menutup kembali pintunya. Jantung Rian tidak bisa berhenti berdegup kencang, tangannya saja sampai gemetaran semenjak tadi, dirinya merasa begitu tidak sabar untuk menyaksikan calon idol seperti apakah yang akan dia latih di RP710. Ia telah mempersiapkan semuanya hampir sebulan penuh menyebarkan poster perekrutan di berbagai tempat seperti kafe, taman, bahkan dirinya perlu memohon izin kepada tiap sekolah agar memperbolehkannya menempel poster perekrutan. Hal yang menghantuinya ialah apabila semuanya tidak bisa berjalan dengan lancar, atau banyak yang tidak suka dengan mereka. Walau begitu, walau perasaan di dalam dirinya serasa acak-acakan, Rian tetap berusaha untuk menegarkan dirinya, demi menghargai mereka yang telah mendaftar.Sistem audisi yang dia rancang bisa dibilang sederhana. Setiap peserta akan dipanggil masuk ke ruangan dan diberikan wawancara ringan mengenai data diri mereka. Setelah wawancara, mereka akan menunjukkan kemampuan mereka. Beberapa minggu sebelum audisi, para peserta telah menerima rekaman cuplikan penampilan idol. Rekaman 30 detik tersebut berisi lagu lengkap dengan gerakannya, para peserta diharapkan dapat meniru penampilan dalam rekaman tersebut untuk menguji seberapa besar potensi mereka."Peserta audisi pertama, Tiara Intan Berlian, silahkan masuk ke ruang audisi."Pintu terbuka bersamaan dengan potongan suara Dara yang memanggil nama peserta audisi. Rian menengguk ludahnya begitu menyaksikan peserta pertama memasuki ruangan. Sesosok gadis terlihat memasuki ruangan, ia memiliki figur yang bisa dikatakan begitu kecil. Dari data dirinya, ia memiliki tinggi 143cm, membuatnya tampak sangat kecil meski dia adalah murid kelas 3 SMA. Senyum ceria terpancar dari wajahnya saat dia melangkah masuk. Wajahnya sangat percaya diri dan tak terlihat ada keraguan sama sekali terpancar dari sana."Baik, erm... kita mulai dari perkenalan saja ya, silahkan.""Kenalkan! Namakuu.... Tiara... Intan... Berlian~!!"Ketika Rian memintanya untuk memperkenalkan diri, Tia menjawab dengan gerakan yang begitu imut, menggemaskan semua orang di ruangan itu. Bagi Tia yang sering mengikuti audisi, dirinya sudah sangat paham tahapan apa saja yang akan dilakukan. Dan tahapan paling awal adalah perkenalan diri, tahap tersebutlah yang paling utama, karena impresi pertama dari orang yang baru berjumpa adalah hal paling berharga. Jika dia bisa membuat kesan pertama yang bagus, maka orang akan suka terhadapnya.'Walau ya, pasti mereka langsung kaget kan waktu denger suaraku. Sudah kuduga, liat aja muka mereka...' ujar Tia dengan penuh kekecewaan waktu menyaksikan reaksi setiap juri.Suara cempreng dan tinggi miliknya benar-benar mengejutkan setiap orang yang mendengarnya. Bukan hanya tubuhnya yang kecil, tetapi suaranya juga terdengar seperti anak kecil. Bagi dunia idol, vokal yang dimilikinya adalah bencana, sangat tidak cocok bagi lagu idol yang berisikan harmoni dan irama. Dari wajah kedua juri terlihat bahwa mereka merasa khawatir serta tidak yakin terhadapnya, wajah sama seperti para juri-juri dari audisi pernah dia ikuti sebelumnya.'Lagi-lagi aku gagal kah... yah biarla—'"Uhek—"Ketika berusaha memberikan impresi terakhir dari perkenalannya, Tia yang tengah mencoba menirukan pose peace sambil berputar mendapatkan hal tidak terduga. Rambut kuncir dua panjangnya itu malah menabrak kedua matanya. Tentu saja rambut ikut masuk ke dalam matanya dan membuatnya jatuh kesakitan."Adudu— Mataku!!! Mataku!!!"Lea dan Ruri, yang juga berada di ruangan itu, berusaha keras menahan tawa mereka. Sementara Rian menunjukkan reaksi yang berbeda, ia berdiri dari tempat duduknya sembari bertanya dengan penuh khawatir."Kamu gapapa? Matamu gapapa? Apa perlu kuambilkan obat mata?" Dengan lembut, dia bertanya kepada Tiara apakah dia baik-baik saja."Ngga... ngga papa... kelilipan dikit doang, aman kok."Tia mencoba berdiri perlahan, matanya sudah sedikit baikan. Tetapi perasaannya tidak, dalam hati Tia sudah sangat yakin bahwa dia bakal gagal sebab mengacaukan sesi perkenalannya tadi."Rian, calon ini kayanya ga bisa deh. Dari segi penampilan emang menarik... tapi suaranya itu loh— ga bakal cocok kalau disandingin sama idol lain." Lea berbisik kepada Rian di sebelahnya ketika Tia tengah bersiap untuk penampilannya."Dia belum coba nunjukin apa-apa. Jangan menilai dulu." Rian membalas Lea dengan wajah penuh ketegasan.Lea terkejut saat melihat Rian yang begitu tegas mengatakan hal tersebut kepadanya, ia benar-benar serius menanggapi semuanya, Lea yang sebelumnya memiliki keraguan kalau Rian akan menerima setiap orang asal bisa mendapatkan idol sedikit tenang. Tia lantas menunjukkan hasil latihannya selama ini. Saat rekaman lagu diputar, dirinya bisa mengikuti tarian meski dancenya begitu kikuk nan kaku. Untuk nyanyiannya, seperti yang diketahui, ia memiliki suara begitu tinggi dan sering ragu saat menyanyi menyebabkannya salah lirik. Walau begitu, Tia mencoba untuk menutupi kekurangannya tersebut dengan menambahkan banyak gerakan imut kepada para juri, ekspresinya penuh oleh keceriaan dan mengajak setiap penontonnya untuk terus menyaksikan dirinya.'Tuh kan, mereka dah mulai nyera—'Perasaan yang memenuhi hati Tia terpatahkan, saat menyanyi ia selalu dipenuhi oleh rasa ragu dan takut untuk gagal. Pada saat menyaksikan para juri mulai menari, kepalanya tidak bisa berpikir jernih dan gerakannya semakin tidak karuan. Tetapi, dirinya terdiam sepenuhnya ketika melihat ke kursi paling ujung dimana Rian duduk di sana. Pandangannya tidak bergeming, ia bahkan tidak menulis atau memegang kertas sama sekali, kedua matanya menatap jelas kepadanya. Padahal setiap juri akan menyerah kepadanya di 5 detik awal, tetapi hanya Rian saja yang sama sekali tidak mengalihkan pandangan darinya."Mungkin segitu saja ya. Makasih udah dateng, makasih penampilannya!"Peserta pertama akhirnya selesai proses audisi. Rian segera menghentikan semua juri sembari berkata kepada mereka untuk tidak berkomentar apapun selama masih ada peserta, berkata bahwa penilaian harus dilakukan di akhir, selepas peserta menunjukkan segalanya. Begitu Tia keluar dari ruangan, baru setiap juri saling berdebat. Ruri mengomentari tariannya yang sangat kacau dan gerakannya yang kikuk, tetapi meski begitu dia sangat menyukai semangatnya yang terus menari walau begitu. Sementara Lea masih teguh dengan suara yang Tia miliki, sampai Rian meyakinkan dirinya."Dalam idol, semuanya bukan mengenai satu orang saja bukan, Lea.""Makanya, dia gak cocok buat grup—""Suara yang tinggi bakal menyelaraskan yang rendah, mau bagus atau jelek, yang terbaik adalah yang berkesinambungan bukan. Apa gunanya grup idol kalau tidak menyatukan setiap anggotanya dan memberikan yang terbaik?""Maksudmu... kamu mau ngelatih dia, meski suaranya begitu?" Lea bertanya dengan wajah penuh ragu pada Rian."Kamu liat record dia, bahkan dia sendiri ngomong, kalau dah pernah coba daftar sana sini tapi gagal. Tapi meski begitu, liat dia, dia sama sekali gak nyerah dan bahkan coba daftar ke kita. Itu tandanya... dia memang suka dan berniat menjadi seorang idol.""Ini bukan soal niat atau suka doang, Rian. Kita bergelut sama waktu—""Aku tau soal itu... aku tau..."Setiap juri pun menyelesaikan penilaian mereka terhadap peserta audisi pertama. Lantas untuk peserta kedua, Rian mengisyaratkan kepada Dara untuk segera memanggilnya masuk."Peserta audisi kedua, Simione Citra Valentin, silahkan masuk ke dalam ruangan."Memasuki ruangan, langkah demi langkah yang Citra ketukkan di lantai semakin membuat dirinya runyam. Berbagai rasa berkecamuk dalam dirinya, sebab baik hati dan pikirannya tidak ingin saling beresonansi satu sama lain. Sebisa mungkin ia ingin menghapus semuanya, perasaan sendiri, atau pemikiran-pemikiran dalam otaknya sekarang, karena apa yang hendak ia jalankan setelah ini dan seterusnya tidak mungkin bisa dihentikan. Semua berasal dari dari perintah ayahnya, yang menyuruh Citra untuk menyusup ke perusahaan saingan ayahnya. Tak disangka bahwa yang perlu disusupi olehnya ialah agensi idol, sehingga mau tidak mau dia harus bisa memerankan peran sebagai seorang idol yang bisa dianggap cocok bagi agensi tersebut.Ketika tiba di atas panggung, satu persatu orang yang berada di tempat duduk juri dia amati. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang penuh berseri dan tenang, meski dalam hati ia berkata,'Orang seperti mereka yang jadi harapan Apolo Production? Se-desperate apa mereka sampai ikut ke ranah idol seperti ini.'Sebisa mungkin dia harus menjaga image dirinya, maka dari itu pada hadapan mereka Citra menunjukkan penampilan yang memukau. Dia mengenakan pakaian casual yang dengan cermat menonjolkan pesonanya, terutama rambut pirangnya yang berkilau. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh juri dijawabnya dengan begitu lihai. Kemampuannya untuk memanipulasi serta menggiring pendapat orang agar tertarik padanya terlihat begitu lancar sejauh ini. Para juri banyak menunjukkan senyum dan mata mereka tertuju pada Citra, seolah terhipnotis oleh pesona dan keterampilannya dalam berbicara.Saat disuruh untuk menunjukkan kebolehannya pun, Citra bisa menirukan baik tarian serta nyanyian dengan sangat bagus. Lea dan Ruri sama-sama mengomentari bahwa ia melakukan sangat sedikit kesalahan waktu tampil. Walau, satu orang terkesan menunjukkan wajah kurang puas dibanding juri-juri lain."Penampilanmu memang bagus, tapi... saya kurang bisa merasakan sesuatu di baliknya. Seperti... tidak ada perasaan sama sekali."Kedua mata Citra terbelalak lebar saat mendengar pendapat tidak terduga dari Rian. Tidak disangka terdapat seseorang yang mampu menembus topeng keras yang telah dibangunnya. Penampilan Citra memang memukau, tetapi tidak ada yang spesial di baliknya. Dia hanya menari dan menyanyi begitu saja, tidak lebih dari itu. Bagi Rian, yang begitu memahami dunia idol, gadis tersebut tidak memiliki jiwa sama sekali saat tampil di hadapannya. Ia merasa tengah menyaksikan ratusan idol biasa yang ada di luar sana, yang sama dan monoton. Meski begitu, Rian tetap mengapresiasi usaha Citra."Terimakasih atas penampilannya!"Ekspresi kaget Citra segera dirubahnya kembali menjadi wajah penuh rasa tersanjung dan terima kasih. Namun, saat berjalan keluar, amarah mulai menggerogoti dirinya. Bisa-bisanya Rian mengetahui hal tersebut, padahal ia sudah menyembunyikannya se-perfect mungkin. Dengan yang penuh gelisah, Citra meninggalkan ruang audisi. Ia merenung tentang apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki penampilannya dan memastikan bahwa ia bisa menjalankan misinya tanpa terdeteksi. Sebab ancaman terbesar bagi dirinya adalah pria tersebut."Kok bisa kamu bilang gitu Rian..." Lea menegur Rian begitu Citra keluar dari ruangan."Bener, padahal overall, penampilan dia bagus loh." Didukung oleh Ruri, kini Rian diserang langsung oleh kedua juri di sampingnya."Mungkin kata-kataku terlalu kasar tadi waktu ngomong itu ke dia... tapi emang beneran gitu kok. Aku dah sering liat banyak penampilan idol dan yang kaya dia itu buaaanyaaak banget jumlahnya.""Jadi menurutmu dia ga sesuai sama kriteriamu? Ga cocok buat jadi idol kita?""Bukan gitu, Lea. Aku cuma ngerasa... dia kaya ga ngeluarin sepenuhnya, kaya... kurang motivasi aja buat jadi idol. Padahal punya potensi sebagus itu... tapi kurang diasah sebab ga ada motivasi di baliknya."Sembari Ruri dan Lea memandang satu sama lain, jawaban Rian menimbulkan pertanyaan besar bagi mereka berdua. Mungkin saja Rian bisa melihat sesuatu yang mereka tidak bisa lihat, sehingga yang bisa dilakukan hanya sepenuhnya percaya kepada keputusan Rian. Sembari memanggil peserta audisi selanjutnya."Peserta audisi ketiga, Puspa Nur Dewi, silahkan masuk ke dalam ruangan."Begitu suara dari Dara terdengar, peserta selanjutnya memasuki ruangan tersebut. Ia berjalan begitu penuh hati-hati, matanya terus menerus memandang ke depan sembari sesekali memperhatikan juri. Sepanjang jalan semua juri tidak henti-hentinya mengalihkan mata ke dirinya, semakin menambah ketegangan yang dirasakan oleh Puspa. Ketika perkenalan, Puspa menjawabnya dengan penuh ketegasan, seakan dirinya tengah melakukan interview hendak mendaftar kerja."Jadi kamu mutusin buat daftar ya!""Iya... padahal waktu itu niatnya hendak mengembalikan kartu nama saja. Tetapi, hati saya tergerak untuk mendaftar...""Begitukah... jangan terlalu kaku ya, santai saja. Ini bukan interview pekerjaan soalnya, hahaha..." Rian berusaha untuk sedikit menurunkan tensi dari Puspa yang sejak tadi gugup.Seperti kata Rian tersendiri, Puspa memang memperlakukan audisi ini bagai mendaftar kerja, hari ini saja dia mengenakan kemeja putih rapi, rok pendek, dan stocking, seperti layaknya orang yang hendak pergi melamar. Maksud dari Puspa tersendiri ingin menunjukkan bahwa dirinya profesional, mumpuni, walaupun itu semua tidak bisa menyembunyikan ketegangannya saat ini."Oke, silahkan coba tunjukkan kemampuanmu."Ketika rekaman mulai diputar suara lembut dari Puspa mengalun, dirinya memiliki suara yang begitu menenangkan hati setiap pendengar. Tetapi kegugupan yang tercipta dari tengangnya Puspa sering menghentikan ketenangan dari lantunan melodi yang disenandungkan dirinya itu. Sering kali dia panik sendiri dan suaranya meninggi, serta gerakan tarinya sangat kaku layaknya robot, mungkin arena pakaian yang dikenakannya tidak begitu nyaman untuk menari. Saat mencoba melakukan gerakan yang sulit, kancing kemejanya terlepas, menambah drama dalam penampilannya."Rian! Jangan liat! Jangan liat!""Adududuh, maaf, maaf!"Kejadian itu membuat gaduh ruang auditorium, dengan Lea yang secepat mungkin menutupi mata Rian dari panggung. Dan Puspa yang panik menutupi belahan dadanya yang menyembul dari balik kemeja yang telah kehilangan kancingnya tersebut. Di sisi lain Ruri hanya bisa tertawa terbahak-bahak menyaksikan kegaduhan itu semua.'Lagi-lagi... aku buat kesalahan... apa akan gagal lagi... apa aku bakal ditolak lagi...'Mata Puspa berair ketika memikirkan mengenai kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya sejak awal audisi. Dirinya dipenuhi keraguan, bahwa mungkin semuanya akan berakhir sama lagi, bahwa dirinya akan kembali ditolak. Tetapi... meski begitu, Puspa terus menerus berjuang untuk menyelesaikan penampilannya. Ia memaksakan diri hingga pada gerakan yang sulit datang—"Ah—!"Segalanya bertambah gaduh ketika Puspa terjatuh akibat kesulitan bergerak dengan rok pendek yang ia kenakan."Sakit...""Kamu gapapa?!"Rian segera beranjak dari kursi jurinya dan berlari ke arah Puspa yang terjatuh dari panggung. Dia berusaha untuk membantu Puspa berdiri dan memastikan bahwa dirinya tidak terluka. Lagi-lagi, ia dibantu oleh pria tersebut... untuk kedua kalinya. Puspa cuma dapat terdiam saat Rian menunjukan kekhawatiran kepadanya."Coba menyelesaikan penampilannya sampai akhir itu bagus... tapi jangan memaksakan diri, oke. Jangan sampai kamu terluka."Setelah membantu Puspa berdiri, Rian memberikan nasehat dengan lembut, menyarankan agar ia lebih berhati-hati di kesempatan berikutnya. Puspa mengangguk dengan wajah yang masih memerah karena malu dan kecewa. Kata-kata Rian bergema di telinganya, menambah beban perasaan atas penampilan yang menurutnya sudah ia kacaukan.Dengan langkah yang berat, Puspa berjalan menuju pintu keluar, membawa perasaan kecewa dan frustrasi. Air mata hampir tumpah dari matanya, tetapi ia berusaha keras untuk menahannya. Sementara itu Rian terus memandangi Puspa dengan penuh pikiran, dia takut apabila peserta lainnya juga akan memaksakan diri seperti Puspa, mengakibatkan dirinya jatuh dan bisa saja cedera. Serta terdapat hal lain di belakangnya, ia paham betul bahwa Puspa memang berusaha begitu keras sampai memaksakan diri melakukan gerakan sulit dengan pakaian seperti itu."Gadis itu bahaya..." kata tersebut tiba-tiba terucap dari mulut Rian.Baik Lea dan Ruri tercengang waktu Rian mengutarakan hal itu. Pikiran mereka saling terbang ke penjuru arah, mencoba mengartikan apa maksudnya, meski di akhir mereka tiba pada suatu kesimpulan. Yang dimaksud Rian pasti adalah gadis tadi, ya, pasti badan gadis tadi yang jauh lebih makmur dibandingkan semua wanita yang ada di ruangan ini. Tragedi kancing lepas telah membuat pria ini mencetuskan hal demikian."Bahaya apanya?!" Lea langsung menimpal perkataan Rian dengan nada tinggi."Pasti bodinya kan?!" Tidak lupa Ruri ikut menimpal."Hah? Kalian berdua ngomongin apa sih. Penampilannya bahaya, terlalu maksain diri, sama... ada banyak hal lain yang bahaya darinya.""Dadanya pasti?!" Lea berteriak lagi."Apaan sih! Umurnya, liat umurnya!!!" saklar dalam Rian langsung aktif dan berbalik memarahi mereka berdua karena berpikiran yang tidak-tidak soal dirinya."Oh..."Mereka berdua kembali fokus pada kertas yang ada di tangan, di sana tertulis umur Puspa yang telah menginjak 24 tahun. Usia tersebut dapat dikatakan terlalu riskan untuk menjadi seorang idol, karena kebanyakan penggemar usianya saja masih di bawah 20 tahunan. Apabila penggemar mengetahui ada idol yang sudah di atas umur 20 tahunan, tentu pesona mereka meluntur. Meski terdengar kejam, memang begitulah kenyataannya."Lantas? Selama umurnya belum nginjek 30 tahun mah aman." Lea menanggapi ringan kekhawatiran tersebut."Yang bener aja... kita harus bener-bener nyembunyiin umurnya kalau semisal mau rekrut...""Kamu tuh... jangan kira yang di atas umur 20an gerakannya pada luntur semua ya, ngejek aku apa gimana?"Mendengar hal tersebut dari Ruri, Rian segera diam dan tidak lagi mempermasalahkan mengenai hal tadi. Yang perlu dipikirkan adalah peserta seperti apakah yang muncul selepas ini."Peserta audisi keempat, Sandra Isla, silahkan masuk ke dalam ruangan audisi."Begitu peserta selanjutnya terlihat, segala mata tertuju ke arah pintu, dengan langkah begitu lemas seorang gadis seakan tidak menggunakan kakinya untuk melangkah ke panggung tetapi menggunakannya untuk menyeret tubuh rampingnya itu yang tampak tiada tenaga. Mereka saling menatap satu sama lain, kebingungan mengenai sosok peserta itu."Erm... Sandra Isla ya." Rian mencoba untuk menarik perhatian gadis itu yang masih tersengal-sengal."Ya..."Sandra menjawab pertanyaan Rian menggunakan mik yang dipegangnya. Keadaan Sandra sekarang terjadi sebab perjalanan jauh yang dia lakukan untuk bisa ke tempat audisi, ia jarang bepergian jauh dari rumahnya, hanya demi datang ke sini ia rela menaiki bus yang penuh sesak. Ditambah lagi, bus yang mengalami masalah di tengah jalan membuat dirinya hampir telat, ruang audisi yang berada di lantai empat suatu gedung ditambah waktu yang mepet membuatnya perlu berlari secepat mungkin ke atas. Beruntung dia tidak terlambat sampai pada saat dirinya dipanggil.Para juri mulai menanyai Sandra dengan informasi yang ada pada formulir, sementara Sandra menjawabnya begitu singkat demi menyimpan tenaga, dan tentu saja meski ia merasa sangat lelah ekspresi di wajahnya tidak memancarkan hal tersebut, tetap datar seperti biasanya."Hobimu... Taxidermis serangga, ya?" Lea mulai bertanya."Ya.""Menarik, jarang-jarang loh ada gadis SMA yang demen taxidermis. Sukanya apa? Kumbang? Kupu-kupu?""Eh... Ah..."Gadis tanpa ekspresi itu tiba-tiba saja kelabakan, dirinya tidak menyangka bahwa terdapat seseorang yang tertarik mengenai hobi yang dia lakukan. Kedua bola matanya mengembang, padahal selama ini banyak orang yang tidak tahu atau bahkan merasa jijik ketika mendengar hobinya sebagai taxidermis. Namun juri tersebut menanyakan sesuatu mengenai hobinya."Aku... suka semuanya... dari kumbang, kupu, belalang... kelabang... laba-laba..."Lea tersenyum sebab akhirnya dia bisa mencairkan kekhawatiran yang dimilikinya, ia takut apabila gadis tersebut tidak memiliki potensi sama sekali tetapi rupanya ada. Wajah datarnya tersebut bukanlah kelemahan yang dia miliki, tetapi bisa menjadi senjata penting baginya."Baik, kamu bisa mulai menampilkan kebolehanmu."Akhirnya tiba waktunya bagi Sandra untuk menunjukkan kebolehannya. Walau tentu saja, karena kelelahan, tarian yang ditampilkannya begitu acakadut, ekspresinya tetap datar, dan tidak ada daya tarik sama sekali. Ruri yang menyaksikan dance begitu hancur seperti itu sampai tidak bisa menulis atau berpikiran apapun, hanya dapat memegangi dahi dengan penuh kecewa.Juri lain tidak bisa menyaksikan penampilan yang tidak jelas seperti ini, hanya Rian saja yang sepertinya masih tertarik. Walau Sandra terlihat begitu lemas dan sering kali tampak seperti kehabisan napas, nyanyiannya sangat akurat. Ia sama sekali tidak ketinggalan ritme atau salah irama, bahkan bisa menirukan suara yang hampir mirip dengan penyanyi aslinya. Kekaguman Rian terhadap kemampuan vokal Sandra bertambah seiring nyanyian Sandra yang terus berlangsung dengan nada yang konsisten dan teknik yang baik.'Gimana caranya dia bisa mertahanin suaranya di saat tubuhnya keliatan lelah kaya begitu...?' Gumam Rian di dalam hati."Oke, terimakasih banyak atas penampilannya!"Sandra dipersilahkan untuk keluar dari ruangan, menyisakan juri yang saling menanggapi satu sama lain. Baik Lea dan Ruri terdiam menaruh wajahnya di meja, mereka berdua sama-sama kehabisan kata karena menyaksikan hal barusan."Kok bisa... kok bisa ada orang yang nyanyi sama nari tapi mukanya datar gitu...""Aku juga bingung loh Lea... trus, dia nari kaya orang-orangan sawah gitu, lemes banget deh. Staminanya buruk banget.""Bisa dibilang aku setuju sama kalian berdua soal hal itu. Cuman satu hal doang yang menarik dari gadis tadi, Si... Sandra Isla." Rian ikut nimbrung dalam pembicaraan.Rian melihat potensi yang dimiliki Sandra, terlepas dari penampilan serta tariannya yang kurang memukau. Kemampuan vokalnya yang luar biasa membuatnya berpikir bahwa dengan pelatihan yang tepat, ia bisa menjadi salah satu lead singer di grup idolnya."Kalian dengerin dengan cermat gak, waktu dia nyanyi? Gerakannya emang lemes, tapi nyanyiannya tetep stabil kan. Sama, bisa nyesuaian sama naik turunnya irama. Cewek ini, vocal range-nya gila.""Kalo dipikir-pikir, iya sih... dia sama sekali gak salah lirik.""Nyanyiannya doang yang kerasa menarik bagiku... tariannya itu... aduh..."Mereka semua sependapat dengan pendapat Rian, menyetujui bahwa peserta keempat ini memang memiliki sebuah potensi tersembunyi."Peserta audisi kelima, Sofi Wulandari, silahkan masuk ke ruang—""BAIK!"Teriakan keras yang menggema ke penjuru ruangan mengangetkan semua orang, termasuk Dara yang omongannya terpotong oleh teriakan tersebut. Seorang gadis dengan cekatannya berlari ke arah panggung, dalam satu gerakan yang memukau dirinya berhasil mendarat dari lompatan yang dilakukannya pada atas panggung, menarik perhatian setiap juri."Kenalkan, NAMA SAYA SOFI WULANDARI!!!"Para juri tampak kaget melihat aksi tidak terduga ini, dan bahkan lebih terkejut lagi ketika Sofi dengan lantang memperkenalkan dirinya. Lea dan Rian sangat terkejut bukan kepalang menyaksikan satu lagi kejadian aneh dari peserta audisi, penuh heran. Tetapi bagi Ruri yang menginginkan sedikit aksi, ia menyambut kedatangan menyambut Sofi dengan wajah berseri dan senyum lebar. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh juri dijawab Sofi dalam suara yang keras, tanpa sedikit pun menurunkan semangatnya. Energi dan antusiasme Sofi yang meluap-luap membuat suasana dalam ruangan menjadi lebih hidup."Di sini tertulis kalau hobimu bela diri, kalo boleh tau, bela diri apa?" tanya Ruri."Silat.""Silat? Wuih...""Mau kutunjukkan sedikit gerakannya?"Tanpa menunggu aba-aba dari Ruri atau permintaan dari juri lainnya, Sofi langsung memeragakan beberapa gerakan silat, mulai dari pukulan hingga tendangan, yang dapat dikatakan gerakan tingkat tinggi. Para juri terperangah menyaksikannya, mereka tidak menyangka akan disuguhkan penampilan bela diri silat langsung di depan mata."He-hebat... kalo... kalo gitu kita langsung ke sesi selanjutnya aja ya—"Tiba saat dimana Sofi menunjukkan hasil latihannya, meskipun baru saja melakukan gerakan silat yang menguras tenaga, dia langsung menunjukkan wajah penuh kesiapan. Gerakannya langsung sesuai dengan saat lagu mulai terputar, kecuali nyanyiannya saja yang sangat telat. Suaranya bahkan jauh dari kata bagus, sebut saja begitu fals, sampai-sampai Rian hanya bisa meringis mendengar nyanyian yang begitu hancur. Ditambah wajah Sofi yang sama sekali tidak nyambung dengan lagu yang dia bawakan, kedua matanya begitu tajam nan serius, seperti tengah berada dalam pertandingan bela diri, bukan di atas panggung audisi.Walaupun dari segi nyanyian serta penampilannya kurang, Sofi mampu memeragakan tarian dengan penuh semangat. Tubuhnya yang terlatih mampu melakukan gerakan sulit dalam lagu tanpa adanya kesalahan sama sekali. Sejak tadi Lea dan Rian, yang biasanya menemukan orang cocok di bidang mereka, kini berbalik merebahkan wajah di meja, lemas. Giliran Ruri tersenyum senang, menyaksikan gadis yang bisa memenuhi kriterianya."Ma... makasih banyak atas penampilannya...""TERIMA KASIH BANYAK!!!"Ruri meninggalkan ruangan dengan suaranya yang keras, berlari ke arah pintu keluar begitu enerjiknya. Gadis tersebut sepertinya tidak mengenal yang namanya capek dan lelah, setelah melakukan segala aksi gilanya di atas panggung. Justru yang sekarang tepar adalah para juri."Ampun dah... ampun... nyanyiannya itu...""Se-seenggaknya dia semangat waktu nyanyi... meski ga sesuai lirik...""Hahaha! Siapa tadi namanya? Sofi ya? Gerakan tarinya bagus, bodinya bagus, dan semangatnya bagus! Aku tertarik!"Lea dan Ruri merasa begitu lelah setelah menilai lima peserta audisi yang semuanya begitu unik. Mereka membayangkan masih ada banyak calon yang harus mereka nilai, dan jika semuanya sama-sama unik seperti lima peserta tadi, mereka tidak tahu seberapa lelah mereka akan menjadi.Duduk diam sembari menenggak minum, para juri memutuskan untuk istirahat sejenak. Ruri menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kelelahannya. "Ini audisi yang paling menantang yang pernah kujalani." ucapnya dengan lembut. Mengingat dirinya adalah seorang pelatih tari, tentu Ruri beberapa kali pernah disuruh menjadi juri, tetapi baru kali ini dia merasa begitu semangat karena keunikan setiap orang yang menjadi peserta.Lea mengangguk setuju, mengusap wajahnya yang lelah. "Iya. Masih banyak peserta lain yang bahkan backgroundnya lebih gila... si Sofi yang tadi aja, nulis kalau dia mau jadi idol karena buat cari duit.""Itu juga... yang bikin aku kepikiran, ahaha..." Rian masih merebahkan kepalanya pada meja, kepalanya sudah mulai berasap.Selepas dirasa cukup untuk istirahat, Rian mengangkat kepalanya dari meja sembari menatap Ruri dan Lea dengan senyum lelah namun penuh semangat. "Oke, semua. Kita harus tetap fokus dan beri yang terbaik untuk semua peserta yang masih nunggu giliran mereka."Dengan semangat yang terpacu kembali, Lea, Ruri, dan Rian bersiap untuk melanjutkan audisi dengan penuh ketegaran. Meskipun lelah dan penat, mereka yakin bahwa mereka dapat menyelesaikan audisi di hari ini dengan baik untuk calon idol terbaik di antara semua peserta di luar pintu sana.