'Tia, kamu pasti bisa kok! Kakak percaya padamu, kamu pasti bisa jadi idol!'Dalam kamar yang didominasi oleh kegelapan, satu-satunya cahaya yang dapat menerangi ruangan hanya berasal dari layar komputer besar yang ada di hadapan Tia. Sembari membiarkan komputer tetap menyala, si gadis justru tengah terfokus pada handphonenya. Jemari kecil tersebut bergerak begitu cepat mengikuti irama permainan ritme yang ada di sana. Ia sangat menyukai game ritme serta game jejepangan sejak dulu, sehingga menghabiskan banyak waktu serta uang demi bisa mencapai skor terbaik.Baginya, sendirian dalam gelap kamar adalah waktu yang paling terbaik setelah menghabiskan seharian penuh di sekolah. Menikmati sisa harinya begitu tenang dengan sekadar bermain game atau berselancar di internet. Seusai mencapai peringkat yang diinginkan pada game, kini giliran matanya beralih pada komputer. Ia menscroll konten-konten yang ada di media sosial sampai terhenti pada sesuatu yang menarik perhatiannya: sebuah postingan mengenai perekrutan idol. Postingan tersebut tampak menjanjikan, mengundang para talenta muda untuk bergabung dan mengejar mimpi menjadi seorang idol"RP710? Gak pernah denger aku. Hmmm..." kemampuan yang telah diasah sejak dulu berselancar di internet membuatnya menjadi stalker paling berbahaya. Dalam sekejap saja, bisa mengetahui mengenai informasi-informasi yang ia butuhkan."Dari website, kayanya mereka masih baru. Semacam startup? Tapi masa ada agensi idol yang mulai dari nol gini, resiko banget gak sih."Menggaruk-garuk kepala, dirinya kini dipenuhi oleh keraguan serta bingung. Kenangan-kenangan mulai muncul dari benaknya, mengenai Tia yang telah berulang kali mencoba masuk ke ranah idol. Kesukaannya pada idol muncul dari sang kakak, yang sangat menyukai mereka sejak SMP. Saking niatnya, kakaknya tersebut sering berlatih membuat lagu dan berhasil menjadi seorang musisi indie yang populer di platform lagu. Maka dari itulah, Tia bermimpi agar bisa menjadi idol, agar dapat menyanyikan lagu buatan kakaknya tersebut.Tia telah mencoba mendaftar menjadi seorang idol dari satu agensi ke agensi lainnya. Tetapi ia selalu ditolak di sesi audisi. Sebab suara cempreng nan tinggi Tia, banyak yang menganggap bahwa dirinya tidak cocok menjadi seorang idol. Ia disadarkan bahwa sesuatu yang telah ia dapatkan dari lahir, menyebabkannya mustahil untuk meraih mimpinya. Dirinya ragu serta takut, untuk menghadapi rasa sakit dari kegagalan serta penolakan, yang sampai sekarang terus terasa olehnya."Yah, mau agensi baru sekalipun, mereka pasti bakal nolak aku." Ia mengeluarkan tawa kecil sembari mendorong kursinya ke belakang. Tetapi karena salah memperkirakan, ia justru jatuh begitu kerasnya ke lantai."Aduh-"Sembari merintih penuh sakit, Tia berusaha untuk kembali bangkit dari lantai. Tetapi sesuatu yang lebih penting mengalihkan pandangannya, pigura kayu terjatuh di dekatnya, beserta serpihan kaca yang retak. Sesegera mungkin Tia meraih pigura itu, terdapat foto dari seorang pria yang berdiri di dekatnya, dengan senyum yang begitu lebar.'Tia, kamu pasti bisa jadi idol! Kakak percaya padamu!'Pria tersebut ialah mendiang kakaknya, yang selalu mendukung impiannya. Meski sekarang, dirinya hanya bisa mendukung Tia dari atas sana, sebab telah meninggal saat Tia berada di SMA. Dulu ketika dia gagal pada audisi, kakaknya selalu menenangkan dirinya, sembari berkata masih ada kesempatan lain. Dan kini, sebelum sempat Tia menjawab impiannya, serta berterimakasih atas dukungannya, kakak tersebut telah terlebih dahulu meninggalkan dirinya.Tamparan keras Tia lemparkan pada kedua pipi, rasa geram serta marah pada dirinya terkumpul. Ia kesal sebab hampir berpikir untuk menyerah, menyerah pada mimpi yang ia ingin capai, mimpi yang selalu didukung oleh kakak tercintanya itu. Dengan wajah penuh tekad, Tia menaruh kembali pigura pada mejanya sembari mengetik begitu keras pada keyboard komputernya."Tunggulah kakak, Tia... Tia pasti bakal jadi idol!"Dengan tekad yang begitu membara, ia kembali memutuskan untuk mendaftar dan terus mencoba, meski kegagalan datang terus menerus, dia tidak akan pernah menyerah. Sebab ia sangat mencintai impiannya, mencintai idol lebih dari siapapun. Setiap ketukan pada keyboard adalah janji kepada dirinya sendiri dan kakaknya, bahwa ia tidak akan membiarkan rintangan menghalangi jalannya. Dan suatu saat, dia pasti bisa memenuhi impian mereka berdua.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
'Uang tidak bisa membeli segalanya.'"Makasih banyak ya Jasmine, dah ngetraktir kita-kita!""Santai aja, lagipula moneyku masih bergelimang kok. Lain kali mau kemana, French Resto? Galaxybucks? Atau Funkin Donut? Pilih aja!"Mata dari teman-teman Jasmine terbuka begitu lebar ketika Jasmine menawarkan untuk kembali mentraktir mereka di tempat nongkrong terkenal di Jakarta. Dirinya memang dikenal sebagai gadis yang bergelimang harta, outfit yang dikenakan selalu dari brand terkenal, bahkan dirinya sangat haus dengan sesuatu yang tengah terkenal di kalangan artis teratas. Sementara kawan-kawan Jasmine, tentu saja, mereka hanya mengikuti Jasmine sebab dirinya yang kaya. Jasmine pun sangat paham mengenai perilaku mereka, tapi tidak peduli, selama itu bisa membuat dirinya merasa terhibur.Besar di keluarga artis terkemuka, hidup Jasmine sudah mujur sejak kecil. Segalanya telah disediakan, segalanya telah diatur, ia hanya tinggal menjalani hidup dengan jalan tegak maju saja. Jasmine yang awalnya mengira demikian rupanya disadarkan begitu semakin besar. Ia terus-menerus dibayangi oleh ketenaran orang tuanya, sehingga tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa mengancam popularitas mereka. Apabila ia melakukan sesuatu yang aneh, maka akan muncul paparazzi, tidak jarang dirinya difoto tiba-tiba dan beritanya disebar di media sosial oleh akun berita abal-abal. Makanya Jasmine sering dimarahi sampai bahkan dilarang untuk keluar apabila tidak ada yang ikut bersamanya.Sejak kecil ia pun di didik agar menjadi artis sama seperti orang tuanya, diikuti kelas drama, kelas menari, dan berbagai kelas khusus lain. Tetapi jalurnya di dunia hiburan tidak bisa selurus hidupnya, Ssifatnya yang tidak bisa membaca situasi, serta emosinya yang suka naik turun sendiri, menyebabkan banyak orang tidak suka padanya. Berbanding terbalik dari kakak perempuannya yang kini telah menjadi bintang film, sering hadir di layar kaca bioskop.Dikekang oleh popularitas, dihantui oleh sosok kakaknya yang hebat, dan di balik segala kemewahan dan popularitas keluarganya, Jasmine merasa kosong. Ia merasa seperti boneka yang diatur tanpa pernah benar-benar menemukan jati dirinya sendiri. Setiap keputusan yang diambil bukan berdasarkan keinginannya, melainkan demi menjaga citra keluarga. Jasmine sering merasa terjebak, seolah hidupnya bukan miliknya sendiri. Kegagalan di dunia hiburan semakin membuatnya merasa tidak berharga dan tidak mampu memenuhi ekspektasi keluarganya.Meskipun teman-temannya tampak menikmati hidup bersama Jasmine, hanya sedikit yang benar-benar peduli padanya. Ia sering merasa kesepian di tengah keramaian, dan meski banyak yang mengelilinginya, tidak ada yang benar-benar mengerti perasaannya. Jasmine berusaha menutupi kekosongan itu dengan kemewahan dan popularitas, tetapi semakin lama, semakin ia sadar bahwa itu semua tidak cukup.Semenjak itu, ia meluapkan segalanya dengan pergi berbelanja atau shopping ke sana kemari untuk mengumpulkan barang apapun yang bisa menyenangkan hatinya. Sampai sekarang, Jasmine menjadikan stress buying sebagai pelipur laranya. Seperti hari ini, seusai berbelanja di toko pakaian langganannya, Jasmine hendak kembali ke mobilnya. Ia melihat seseorang dengan jaket hitam dan celana jeans ketat berdiri tepat di depan mobilnya, seorang pria yang tampak mencurigakan menurutnya, sebab sesekali orang tersebut mengambil gambar mobilnya."Gak sopan banget," pikir Jasmine, hendak memarahinya.Namun, ketika mendekat untuk memarahinya, betapa kaget Jasmine menjumpai bahwa seseorang yang dikiranya pria itu adalah seorang wanita. Padahal saat dilihat dari belakang ia mirip sekali seperti pria, karena bajunya yang sangat stylish dan rambut pendeknya, tapi begitu dilihat dari depan ia memiliki kaliber yang dapat dikatakan sama ukurannya dengan dirinya."Ini mobilmu?" ucapnya dengan suara begitu rendah."Eh- Iya."Wanita itu berkata sangat tertarik pada mobil Audi R8 miliknya, dan menyebutkan bahwa mobil ini sangat jarang ditemui, hanya kolektor saja yang memilikinya. Jasmine tidak tahu sama sekali soal mobil yang ia tumpangi; ia cuma dipinjami mobil ini oleh ayahnya untuk bepergian kuliah."Mobil ini, salah satu mobil sport paling ikonik. Desainnya, performanya, semuanya luar biasa. Kamu benar-benar beruntung bisa memilikinya!"Jasmine hanya tersenyum canggung, tidak ingin mengakui bahwa ia sama sekali tidak paham soal mobil tersebut. Ia dipinjamkan mobil ini dari ayahnya untuk bepergian berangkat kuliah, mana tahu bahwa mobil ini sebagus itu, soalnya menurut dia masih banyak mobil yang jauh lebih bagus. Kaya mobil pendek yang ada layar di belakangnya."Makasih..."Wanita itu menyadari bahwa mungkin dia terlihat aneh dan tidak sopan, lantas meminta maaf pada Jasmine karena tadi mengambil foto ."Ah maaf, tadi aku ngefoto mobil milikmu. Jika kamu tidak suka, aku bisa hapus fotonya," katanya dengan wajah sedikit cemas.Jasmine menggelengkan kepala berkata. "Gapapa kok." jawabnya. Senyum lebar terlihat di wajah wanita itu, membuat Jasmine merasa aneh, karena wanita itu terlihat sangat cantik saat tersenyum, padahal segala yang ia rasa darinya hanyalah pria rocker.Tanpa angin tanpa hujan, wanita tersebut berkata pada Jasmine,"Pakaian yang kamu kenakan fashion juga. Aku kenal brand-nya, jarang-jarang ada yang punya selera sebagus dirimu."Jasmine kaget karena baru kali ini ada yang tahu mengenai baju yang dikenakannya. Tidak ada yang pernah menyanjung pakaiannya, mereka cuma sekedar formalitas dengan bilang Jasmine cantik saja. Bagi Jasmine yang menggemari fashion, tentu itu adalah sanjungan yang begitu berharga.Tersenyum lebar ia tidak lupa mengucapkan balasan, "Makasih. Aku gak ngira kalo kamu tau soal brand ini." balasnya dengan antusias.Wanita itu tertawa kecil. "Senang bertemu seseorang yang benar-benar paham fashion. Baju seperti ini memang pantas dipake sama seseorang dengan gaya kaya kamu."Wanita itu lantas teringat sesuatu dan berkata, "Oh, hampir lupa. Bakal sangat disayangkan kalau gadis secantik dan sefashionable kamu ini disia-siakan."Ia merogoh jaketnya dan mengeluarkan selebaran kecil, memberikannya kepada Jasmine. "Kami sedang cari talent baru buat menjadi idol. Kupikir kamu punya potensi jadi idol.""Idol... ya?"Sementara wanita tersebut mengucapkan perpisahannya pada Jasmine, Jasmine terdiam memegang selebaran, memikirkan kembali tentang menjadi seorang idol. Menjadi idol, itu pekerjaan yang tidak jauh dari dunia hiburan, apa yakin dia tidak akan mengacau di sana? Apa dia betulan menginjakkan lagi ke dunia hiburan, dirinya penuh oleh keraguan.Sesuatu mengalihkan perhatian Jasmine, pada layar besar sebuah gedung, video promosi dari grup idol populer, Sirius, menggema di jalanan kota. Ia terpaku pada layar, menyaksikan bagaimana mereka menyanyi, menari, dan menyilaukan penggemar mereka. Tidak sedikit orang-orang diam dari apa yang mereka lakukan, menyaksikan penampilan mereka, bahkan memotret video promosi tersebut. Ketika menyasikan sekelompok gadis itu, yang sepertinya jauh lebih muda darinya, Jasmine merenung.Apakah mungkin baginya menjadi seperti mereka? Menjadi seseorang yang disukai banyak orang, menjadi pusat perhatian setiap orang. Jasmine berpikir tentang bagaimana hidupnya akan berubah jika ia mengambil langkah ini. Apakah ia siap untuk menjadi seorang idol, dengan segala tekanan dan ekspektasi yang mengiringinya? Tetapi di balik ketidakpastian itu, ada keinginan yang semakin kuat, keinginan untuk menemukan tempatnya di dunia, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri dan disukai karena itu.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
'Sofi, kamu gak perlu sama-sama cari uang kaya bapak. Fokus sekolah aja, soal duit, biar bapak yang urus.'Pada teriknya matahari Jakarta yang begitu panas, Sofi mengayuhkan sepedanya tiada henti. Jalanan yang dilalui Sofi dipenuhi oleh teman-temannya sesama pelajar yang berjalan beriringan, bersenda gurau, dan menikmati masa muda mereka. Sedangkan bagi dirinya, Sofi tidak memiliki kemewahan tersebut. Dia harus mengubur dalam-dalam impian untuk menikmati masa mudanya demi membantu ekonomi keluarganya.Setiap hari, Sofi mengerjakan berbagai pekerjaan sambilan. Mulai dari mengirimkan paket dari satu tempat ke tempat lain hingga pekerjaan lainnya yang bisa menambah penghasilan keluarganya. Pekerjaan yang banyak diterimanya ialah untuk mengirimkan barang. Tetapi karena belum memiliki SIM, Sofi hanya bisa menggunakan sepeda yang biasa digunakannya untuk berangkat sekolah, mengayuh dari satu tempat ke tempat lainnya.Sebenarnya, aturan sekolah melarang siswanya untuk bekerja sambilan, tapi Sofi terpaksa melakukannya secara diam-diam. Sebab dirinya yang selalu memutuskan untuk bekerja sambilan dibanding belajar, nilainya semakin turun dan tentu guru sekolah memperingatkan Sofi dengan keras. Berbagai ancaman serta hinaan diterima Sofi karena dia dianggap tidak serius belajar di sekolah bergengsi milik mereka.Sofi berhasil masuk ke sekolah top di kota itu berkat beasiswanya, hasil dari menjadi juara nasional dalam bela diri silat. Dengan beasiswa tersebut Sofi tidak perlu pusing memikirkan biaya sekolahnya, tetapi sebagai gantinya beasiswa tersebut memiliki syarat ketat, salah satunya adalah mempertahankan prestasi akademik. Gurunya sering mengingatkan bahwa jika Sofi tidak serius belajar, dia bisa kehilangan beasiswanya dan dikeluarkan dari sekolah. Tetapi segalanya seakan tidak Sofi pedulikan, baik ancaman guru, maupun ancaman dikeluarkan.Sebab ia memutuskan bekerja demi membantu ayahnya yang telah menua. Sofi tinggal di keluarga yang jauh dari kata berkecukupan, rumah mereka sangatlah sederhana, tinggal bersama dengan kelima adiknya yang masih kecil. Kehilangan ibu saat Sofi baru beranjak ke SMP menjadi titik balik dalam hidupnya. Sejak itu, tanggung jawab utama keluarga berada di pundak ayahnya yang bekerja serabutan. Ayah Sofi berkeinginan agar anak-anaknya bisa bersekolah tinggi, dan demi keinginan itu, ia berjuang keras mengumpulkan uang.Keinginan ayahnya inilah yang memotivasi Sofi untuk berlatih silat dengan tekun. Ia dulu pernah diajarkan oleh ayahnya pada sebuah padepokan, di sanalah Sofi terus menerus melatih kemampuannya. Berkat kerja kerasnya, Sofi berhasil menjadi juara nasional dan memperoleh beasiswa untuk masuk ke SMA. Setiap hari, Sofi terus mencari cara agar bisa mendapatkan uang dengan lebih mudah.Seusai mengantar paket di lokasinya, ia beristirahat pada pinggir jalan sembari menyaksikan sebuah tayangan di televisi. Televisi merupakan kemewahan yang jarang dinikmati keluarganya, mengingat kesulitan mereka mendapatkan listrik. Menyaksikan tayangan itu adalah berkah tersendiri bagi Sofi. Di televisi, Sofi melihat beberapa artis menghadiri acara kuis yang menawarkan hadiah berupa barang dan uang. Melihat mereka tersenyum bahagia saat memenangkan hadiah, Sofi mulai berpikir. Apakah dengan menjadi terkenal, ia bisa menjamin masa depan keuangannya dan membantu keluarganya keluar dari kesulitan?"Tapi gimana caranya bisa terkenal?" gumamnya dalam kesedihan."Idol, idol, apaan sih. Gajelas bat!"Saat dia sedang beristirahat, seorang gadis lewat dan membuang selebaran dengan sembarangan. Sofi merasa kesal melihat tindakan gadis itu yang tidak peduli pada kebersihan lingkungan. Nampaknya gadis tersebut tidak tahu betapa kesulitannya pekerjaan pembersih sampah itu, ujar Sofi di dalam hati sembari meraih selebaran tersebut. Tetapi, saat hendak membuangnya, matanya tertuju pada tulisan di selebaran itu.Ternyata, selebaran tersebut berisi informasi mengenai perekrutan idol, lengkap dengan berbagai tawaran menarik yang memanjakan matanya. Sofi tertegun. Bukankah idol saat ini setara dengan artis? Mereka sering muncul di acara televisi kan. Pikiran itu membuat Sofi merenung. Mungkin dengan menjadi idol, dia bisa terkenal dan masalah keuangannya bisa teratasi."Kayanya, ada deh, satu cara mudah dapat uang. Hehe..."Sofi tersenyum begitu lebar, sembari membayangkan berbagai hal jika dirinya bisa menjadi terkenal. Tayangan televisi yang tadinya hanya dia tonton dari kejauhan kini menjadi bagian dari imajinasinya. Dia melihat dirinya di panggung, tampil di depan banyak orang, dan memenangkan berbagai hadiah. Delusi itu membuat semangat Sofi berkobar."Oke! Waktunya aku jadi idol! Biar bisa dapet duit banyak, hehe..."--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
'Sok cantik lo! Cuih!'Pada toilet sekolah seorang gadis jatuh tersungkur, bajunya basah kuyup disertai sebuah ember yang tergeletak di sampingnya. Sekelompok gadis mengatai-ngatai dirinya, penuh oleh ucapan begitu kasar sembari beberapa di antaranya menendang dirinya. Si gadis yang jatuh itu hanya bisa berdiam diri, tidak mampu melawan perlakuan kasar tersebut. Perlahan, dia mencoba untuk bangkit saat semua gadis itu telah meninggalkan tempat.Ketika berjalan menuju kelas, banyak siswa yang melihat ke arahnya. Mereka memperhatikan bajunya yang basah kuyup, sebagian merasa bingung atau kasihan, tetapi tidak ada yang berani mendekat atau menanyakan apa yang terjadi. Sebaliknya, mereka saling berbisik, seakan membicarakan dirinya di belakang. Pada kelas pun keadaannya tetap sama, setiap siswa saling berbisik sampai, guru yang datang untuk memulai pelajaran mendiamkan mereka. Menyadari terdapat seorang siswi yang terlihat berbeda, langsung dirinya bertanya."Yuna! Kenapa bajumu basah begitu?!"Si gadis yang basah tersebut, Yuna, terdiam seribu kata. Matanya perlahan bergerak ke arah para pelaku yang satu kelas dengannya, menatap dengan penuh ancam. Ia tahu bahwa jika mengatakan yang sebenarnya, perlakuan mereka akan semakin buruk. Oleh karena itu, Yuna terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa ia hanya terpeleset di toilet."Oh... lain kali hati-hati." Adalah ucapan dari sang guru, seakan puas hanya dengan jawaban itu.Yuna adalah seorang gadis yang sangat cantik, begitu cantik hingga banyak yang menganggapnya seperti seorang artis terkenal. Tetapi, kecantikannya malah menjadi penyebab mengapa ia sering dibully. Banyak tuduhan palsu diberikan kepada Yuna, cowok-cowok yang tertarik kepada Yuna tentu tidak bisa mengalihkan pandangan darinya dan terkadang mengajak ngobrol dirinya. Karena itulah, banyak yang menuduh Yuna sebagai perebut pacar orang, meskipun ia tidak pernah melakukan hal semacam itu. Banyak gadis di sekolah yang merasa iri dan kesal dengan kecantikan Yuna, sehingga mereka menjadikannya target perundungan.Ia pernah mencoba mencari bantuan dari guru bimbingan konseling di sekolah, menceritakan tentang perundungan yang ia alami. Namun, guru-guru tersebut tidak menanggapi keluhannya dengan serius. Mereka menganggap tindakan perundungan yang dialami Yuna hanya sebagai candaan belaka, meskipun sering kali tindakan tersebut menyebabkan Yuna terluka. Karena situasinya yang sulit, Yuna pun tidak memiliki banyak teman. Pengalaman pahit dengan teman terakhirnya masih membekas dalam ingatannya. Teman yang pernah dianggapnya sebagai sahabat malah mengkhianatinya, menjadikan Yuna kambing hitam dalam konflik dengan geng cewek di kelasnya. Pengkhianatan tersebut membuat Yuna merasa dendam, terutama karena mantan sahabatnya itu masih bisa tertawa dan bersenang-senang dengan yang lainnya, seolah tidak pernah melakukan kesalahan apapun.Hal yang dapat membuat Yuna merasa tenang ialah dengan menyanyi, setiap kali merasa tertekan oleh perlakuan buruk yang diterimanya, ia akan menyendiri di ruangan musik dan mulai bernyanyi. Yuna memiliki suara yang begitu merdu, sehingga sering diikutsertakan dalam lomba menyanyi. Bagi Yuna, bernyanyi adalah cara untuk mengungkapkan semua perasaan yang terpendam, melampiaskan rasa sakit dan luka yang tidak dipahami oleh orang lain. Nyanyian menjadi pelariannya dari rasa sakit dan luka yang tidak bisa dipahami orang lain.Walau, ada kalanya nyanyian saja tidak cukup untuk meredakan rasa sakit yang mendalam. Pada saat-saat seperti itu, Yuna memiliki cara lain untuk merasa tenang dan aman. Ia sangat suka mengoleksi peralatan sekolah, terutama gunting dan cutter. Yuna selalu membawa benda-benda ini di sakunya atau menyimpannya di tempat yang aman dan tersembunyi. Baginya, keberadaan benda-benda tersebut memberinya rasa aman dan tenang. Dengan memegang atau memiliki benda-benda tersebut, Yuna merasa masih memiliki kontrol atas hidupnya, meskipun para perundung mencoba mengambil kendali itu darinya.Meskipun caranya dalam mencari rasa aman mungkin tampak aneh atau berbahaya bagi orang lain, bagi Yuna, itu adalah salah satu dari sedikit cara untuk mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Di tengah tekanan dan perundungan yang terus-menerus, benda-benda itu menjadi simbol kekuatannya, mengingatkannya bahwa ia masih memiliki kendali atas dirinya sendiri, bukan orang-orang yang memperlakukannya dengan buruk."Mamam tuh! Hahaha! Gua daftarin lu ke sana. Palingan juga gagal, ahahaha!"Ketika pulang sekolah, kembali Yuna mendapatkan perlakuan buruk dari geng cewek tadi, ia diseret ke belakang sekolah tanpa ampun. Setelah pakaiannya dikotori oleh geng cewek, mereka menertawakan Yuna yang penuh dengan kotoran. Salah satu dari mereka berkata bahwa mereka telah mendaftarkan Yuna ke salah satu agensi idol sebagai lelucon. Tetapi bukanlah perasaan sedih yang mereka dapatkan, Yuna yang telah begitu geram terhadap perlakuan buruk yang mereka lakukan selama ini, malah tersenyum.Ketika melihat Yuna tersenyum dengan tatapan yang menakutkan, geng tersebut menjadi merinding."Napa lu senyam senyum hah! Cewek aneh emang!"Mereka segera menjambak rambut Yuna dan berkata bahwa dirinya itu aneh sembari menjatuhkannya ke tanah. Saat itulah, Yuna memutuskan dengan tekad yang kuat bahwa ia akan membuktikan kepada setiap orang yang telah mengolok-oloknya. Dia akan melawan mulai dari sekarang, dengan cara bersungguh-sungguh menjadi seorang idol. Apabila dia berhasil menjadi idol, setiap orang akan benar-benar tunduk padanya.Apabila ia berhasil merangkak ke atas, Yuna bertekad untuk memburu mereka yang telah berlaku buruk kepadanya. Tentu, jika dia memang betulan orang terkenal, banyak orang yang akan percaya kepadanya, apapun yang dia katakan akan menjadi kebenaran sesungguhnya. Bersamaan dengan tawa sinis serta senyum girangnya tersebut, Yuna segera menyusun rencana besarnya, agar bisa menjadi seorang idol terkenal.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di sebuah ruangan kantor yang sederhana, Rian duduk di depan meja kerja, dahinya mengernyit dalam konsentrasi mendalam saat membaca kumpulan dokumen yang ada di tangannya. Audisi idol yang telah mereka jalankan hampir selama sebulan kini membuahkan hasil. Meskipun jumlah pendaftarnya jauh lebih sedikit dari yang mereka perkirakan, setidaknya ada beberapa yang mau mendaftar. Usaha kerasnya berupa berkeliling ke sana kemari untuk menempel poster selebaran, meminta izin ke sekolah menengah setempat untuk promosi, serta meminta bantuan Lea agar mempromosikannya ke berbagai media terbayar sudah.Setiap informasi dari pendaftar kini terkumpul pada secarik kertas, matanya sangat fokus demi bisa memahami dengan betul si pendaftar. Dia tahu bahwa memilih calon idol yang tepat sangat penting bagi masa depan agensi mereka. Sementara itu, Dara, yang duduk di kursi lain, memandang Rian dengan penuh harap, senyum kecil terlihat di bibirnya. Pekerjaan yang dilakukannya telah usai, setiap pihak telah menyetujui persiapan yang disusun, sehingga kini tinggal pelaksanaan."Persiapannya sudah selesai, kita sudah bisa melaksanakan audisi sesuai dengan tanggal yang tertera," katanya, mencoba memberikan semangat kepada Rian.Rian mengangguk, mengerti bahwa waktunya semakin dekat. Pandangannya menoleh ke arah Lea yang tengah berbaring di sofa. "Lea, bisa kamu kabari pengumuman ke setiap pendaftar? Pastikan mereka tahu jadwal audisinya," kata Rian.Lea, dengan malas-malasan bangkit dari sofanya, sembari berkata. "Oke, bakal segera menghubungi mereka," jawabnya.Dengan segala persiapan yang sudahmatang, langkah terakhir yang harus Rian lakukan adalah melihat langsungcalon-calon idol yang akan mereka latih di Rumah Produksi 710. Rian merasagugup, namun juga penuh harapan. Dia berharap upaya mereka selama ini tidaksia-sia dan mereka dapat menemukan talenta-talenta yang nantinya akan menjadibintang baru, penyelamat agensi mereka, dan juga demi mewujudkan impiannya.