Chereads / IDOLIZE / Chapter 3 - Bab 2: Langkah Pertama

Chapter 3 - Bab 2: Langkah Pertama

Keesokan paginya Rian hampir saja salah menaiki kereta sewaktu berangkat, tubuhnya telah terbiasa pergi ke Apolo Production sehingga dia nyaris ke sana. Padahal kantornya sudah berubah, kini ia tidak perlu lagi berangkat pagi untuk ceklok atau menyapa setiap orang yang dia temui. Kantor barunya, Rumah Produksi 710, atau disingkat RP710 adalah tempat kerjanya sekarang."Met pagi..." Rian sontak menyapa begitu dia membuka pintu."Pagi juga, produser.""Lo—"Rian kaget bukan kepalang ketika ada yang menjawab sapaannya, dia mengira bahwa dirinya yang pertama kali sampai di kantor karena masih menunjukkan jam setengah 8. Tidak disangka rupanya Dara telah sampai terlebih dahulu, bahkan di meja kerjanya telah tertumpuk banyak dokumen. Mendekati Dara, Rian bergegas menaruh barang bawaannya."Bisa kesini sebentar produser, saya hendak menunjukkan dokumen yang diminta kemarin.""Ah, ya..."Menggeserkan kursi kerjanya, Dara menyodorkan lembaran kertas kepada Rian. Di sana telah terpampang begitu jelas, dalam tabel serta angka yang sangat rumit. Mata Rian tidak bisa mencerna informasi sebanyak itu, lantas bertanya kepada Dara."Ini...?""Rincian anggaran yang kita miliki. Semuanya sudah saya rinci, termasuk biaya sewa gedung, listrik bulanan, air, dan gaji setiap staff sekarang. Sisa anggaran ada di baliknya."Rian membalikkan dokumen ke halaman berikutnya, dahinya mengernyit. Kemarin dia telah meminta Dara agar memprediksi kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan sampai bisa mendapatkan idol di bulan Agustus nanti, termasuk gaji rata-rata setiap staff dan talent idol. Lea pun menambahkan mengenai peralatan apa saja yang perlu dibeli untuk menunjang pelatihan setiap idol. Dari setiap saran tersebut, mencapai kesimpulan yang tertulis di bawah lembar terakhir dokumen."Yang bener aja..." Rian menghela nafas panjang."Kita bisa saja meminta anggaran lebih ke perusahaan, tapi Pak Dirut tidak akan menyetujui selama grup idolnya belum terbentuk sama sekali."Rian menaruh telapak pada dahinya, berpikir keras bagaimana caranya bisa bertahan dengan dana sesedikit ini. Apa perlu dia memangkas sesuatu dari tabel tersebut, tapi jika dipangkas tentunya perlu banyak pertimbangan. Dilihatnya kembali dokumen, biaya untuk audisi sangat tinggi, karena harus bekerjasama dengan berbagai agensi talent. Belum lagi biaya untuk membuat studio musik, menyewa pelatih, dan sebangsanya. Jika memang ingin diwujudkan, uang mereka akan habis sebelum bisa membuat lagu atau perform di stage."Yo! Pagi!" Lea muncul dari pintu begitu saja."Loh? Kok pagi-pagi dah surem amat?" Ia menyaksikan Rian yang tengah tertunduk lesu dan Dara yang tengah mengetik pada kompute. Suasana di antara mereka berdua begitu sunyi, saking sunyinya hanya suara kipas yang terdengar di dalam sini."Ah— Pagi Lea. Aku cuma lagi pusing habis liat rincian anggaran ini.""Anggaran? Oh yang kemarin dibahas ya, coba kuliat."Lea mengambil dokumen yang tengah Rian pegang, tapi baru melihat saja dia sudah malas sebab banyaknya angka."Males ah baca kertas gini, Dara, kirimin dokumennya ke aku. Biar bisa langsung kuedit juga.""Loh? Kok kamu menyuruh aku?""Udah ah, daripada kucoret-coret trus kamu benerin manual lewat komputer? Biar bisa hemat kerjaanmu juga."Dara masih kesal akan sikap Lea yang suka seenaknya sendiri itu, tapi pendapat Lea ada benarnya sehingga dia menyanggupi. Lea mengeluarkan tablet dari tasnya dan segera membuka dokumen digital yang telah dikirim Dara."Ho... ho... gitu... hmm..." dalam sekejap, Lea membaca halaman demi halaman begitu singkatnya."Kamu beneran baca gak sih, kok cepet banget." Rian yang berdiri di sampingnya saja sampai tidak percaya Lea bisa membacanya secepat itu."Kalau pakai rancangan ini, tentunya kita bakal bangkrut sebelum bulan Agustus. Banyak pengeluaran yang bisa terbilang terlalu... buku. Emang kita butuh studio, audisi, dan pelatihan yang mumpuni. Tapi... itu semua gak bisa kewujud dengan duit segini doang."Rian terkesima, Lea ternyata betulan membaca dokumennya begitu cermat. Pantas saja kemampuannya banyak diincar orang selama ini."Makanya... kita harus pangkas beberapa... gak bisa pakai rancangan ini." Balas Rian."Buat studio... batalkan saja dulu, kita belum kuat buat bikin musik sendiri. Menurutku kesalahan pemula kalau berpikir bisa bikin lagu di awal-awal.""Aku juga mikir gitu. Masih ada cukup waktu sampai Agustus. Prioritas utama kita tentu ngelatih talent dulu. Makanya, audisi yang pertama.""Audisi emang penting. Tapi bentar dulu, kalau semisal dah kepilih dan belum kepikiran cara ngelatihnya gimana? Buat nari, kita butuh guru tari dan juga tempat pelatihan. Belum lagi latihan nyanyi juga butuh dua itu. Jangan sampe idol dah ada, kita belum kepikiran dua itu.""Iya ya... duh. Mending yang mana dulu..."Dara yang semenjak tadi tengah mengetik di komputernya tidak bisa fokus sebab perdebatan panjang kedua pria dan wanita di sebelahnya. Dua staff amatir, yang tidak pernah membuat grup idol sebelumnya, bisa berpikir sedemikian rincinya. Dari mana mereka berdua belajar mengenai hal tersebut, apa ada seminar atau pelatihan yang membahas mengenai cara mendirikan grup idol kah. Dia merasa sedikit lega karena dapat mempercayai Lea dan Rian, walau dihadapi situasi sulit, dimana mereka memang sudah diatur untuk kalah, mereka tetap berjuang mencari jalan."Kamu masih suka dateng ke event Jejepangan kan?" Lea tiba-tiba saja mengubah topik pembicaraan."Ya, masih sih. Terakhir ke Kreator Komik 5, kenapa emangnya?""Kawaii Sekai masih tampil di sana gak?""Iya— Trus apa hubungannya—" Rian terdiam sejenak.Dia seakan paham apa yang dimaksud oleh Lea. Kawaii Sekai, adalah grup dance cover yang sering tampil di event Jejepangan. Meski penampilan idol sekarang sangat digemari oleh penggemar Jejepangan, mereka masih tetap eksis bahkan tetap diundang di event sebesar Kreator Komik. Rian sangat mengenal mereka sebab menjadi pengikut sedari grup itu baru terbentuk. Pada awalnya grup tersebut memiliki sedikit member, terbentuk dari sekumpulan orang yang menyukai dance cover, sampai berani tampil di event kecil-kecilan. Sudah banyak anggota yang graduate dan ada yang menjadi pelatih tari generasi selanjutnya. Tidak terikat oleh agensi manapun, terbentuk dari nol, dan berhasil bertahan sampai sekarang meski tidak memiliki dana begitu banyak. Rian paham, dia sangat paham apa yang harus dia lakukan."Jadi... langkah apa yang bakal kamu pilih, Produser?" Lea memandang Rian, mau sebanyak apapun mereka berdebat, Rianlah yang memegang kemudi akan semuanya."Oke. Kita bakal ubah rencana! Pertama, Dara, aku ingin kamu tetap fokus menangani audisi. Tapi jangan pakai agensi yang besar, kita bakal coba ambil talent dengan audisi terbuka. Lewat internet dan lokal.""Kalau pakai begitu, kemungkinan talent yang kita dapatkan benar-benar tidak punya pengalaman sama sekali. Bukannya bakal sulit buat melatih mereka sampai Agustus?""Justru itu... aku ingin mencari mereka yang benar-benar memiliki keinginan kuat menjadi idol. Mau sesulit apapun keadaan kita... kuyakin mereka bakal tetap bertahan." Ucap Rian dengan penuh optimismenya itu."Jika itu yang produser mau, akan kukerjakan." Dara dengan setengah hati menerima jawaban Rian, dia berpikir bahwa ucapan Rian itu terlalu ambisius, realita jauh lebih kejam dibandingkan keinginannya."Lea, aku pengin kamu cari pelatih menyanyi. Sebisa mungkin jangan terlalu mahal dan dia tidak terikat agensi manapun, karena bakal terus dipakai.""Permintaanmu terlalu nekat, tapi yah~ emang Rian banget. Santai saja, circle-ku banyak, langsung kutanyain ke Discort." Lea langsung fokus memainkan tabletnya."Lalu, Produser, apa tugasmu?" Dara menanyakan kepada Rian."Aku akan cari pelatih tari untuk grup kita..."Dengan rencana yang dianggap matang tersebut, Rian berdiri dari kursinya. Tujuan yang hendak ia sambangi tidak lain tidaklah bukan, adalah mereka yang telah terlebih dahulu terjun pada dunia ini. Mereka yang sebelumnya memulai dari nol dan tetap bertahan setelah melewati banyak rintangan. Ya, yang Rian tuju ialah Kawaii Sekai.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pada telepon genggamnya, Rian berusaha mengaduk-aduk kontak yang dia miliki. Begitu banyak nama yang tersimpan di sana sampai dia harus scroll dengan cepat, yang diperlukan olehnya sekarang adalah nomor dari kenalannya semasa kuliah."Ah— ketemu juga."Ada sekitar tiga menit dia mencari dari atas ke bawah, terlewat beberapa kali kontaknya berhasil di temukan."Halo-halo~" Suara dari seorang gadis terdengar dari seberang."Celine? Ini aku Rian.""Rian? Wah, dah lama kamu gak kontak aku. Ada apa yan?""Sebenernya, aku pengin tanya-tanya soal Kawaii Sekai."Saat Rian mengucapkan mengenai keperluaannya, gadis tersebut agak diam sejenak. Lawan bicaranya, adalah Celine, teman kuliah Rian yang menjadi anggota Kawaii Sekai. Dia mengetahui hal tersebut saat menyaksikan pertunjukan mereka di Kreator Komik, langsung secara gamblang bertanya pada Celine kalau dia melihatnya tampil di panggung. Celine kaget karena ada yang menyaksikan dan sampai paham bahwa itu dirinya padahal teman-temannya saja tidak ada yang tahu atau bahkan peduli soal itu."Kawaii Sekai ya..." Celine terdengar begitu lemas, dia sedikit enggan untuk memberitahukan mengenai persoalan pribadinya, tapi karena Rian selama ini telah mendukungnya dia pun menjawab."Aku, dah keluar sih dari sana. Tapi kalo semisal mau tanya soal Kawaii Sekai aku bisa bantu kok.""Kamu, keluar? Ah, pantes di Kreator Komik kemarin tak cariin ga ada... sori aku gak tau soal itu lin.""Gapapa kok. Trus, gimana?"Rian kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai keperluannya. Dia juga memberitahukan mengenai bagaimana dirinya tengah mencari seorang pelatih tari sekarang. Celine agak curiga soal penjelasan Rian, tapi tidak begitu memperdulikannya dan secara tulus berniat ingin membantu Rian."Membocorkan mengenai Kawaii Sekai bisa dianggap kejahatan sih... tapi yah, demi Rian mah aku gabisa nolak, hehe.""Eh, yakin gapapa Celine? Kalau emang ga boleh, aku ga bakal maksa. Mending cari yang lain aja.""Tenang aja, kukasih kok. Bentar ya."Celine menjauh dari telepon, mengetik begitu cepat pada teleponnya. Sementara di seberang Rian khawatir karena merasa bahwa apa yang dia lakukan saat ini bisa saja menimbulkan masalah. Menyebarkan informasi perusahaan adalah kejahatan walaupun Celine sudah keluar sekalipun. Ketika kekhawatirannya semakin meningkat, tiba-tiba saja telepon Rian berdering dan di layarnya muncul pemberitahuan bahwa dia telah mendapatkan kontak pelatih tari Kawaii Sekai."Ini beneran kamu ngasih Celine? Ga-Ga papa nih? Bahaya loh kalau nyebar informasi rahasia...""Tadi aku baru aja minta izin kok, yang punya kontak bilang gapapa. Sante aja, sante aja~""Makasih banyak Celine... bakal kubalas nanti... makasih banget.""Eh~ iya kah mau dibales? Hmmm minta apa ya~" Celine mencoba untuk membuat Rian merasa berhutang besar kepadanya, dia penasaran bagaimana reaksi seorang Rian yang memang sangat gampang untuk dipermainkan."Se-sebisa mungkin yang gak mahal ya... dompetku lagi kering sekarang." Setelah melihat anggaran tentu saja Rian tidak bisa berharap banyak pada keuangannya."Haha, kamu emang gampang banget digoda deh Rian. Soal hadiahnya... hmm... suatu saat bakal kuminta kok.""O-Oke deh... sebisa mungkin kuwujudin." Dia masih saja khawatir soal itu."Kalo gitu, dahan ya. Aku mau keluar bentar.""Ah, ya... makasih banget ya Celine."Mereka berdua saling mengucap perpisahan satu sama lain. Benar-benar bentuk dari sebuah hubungan manusia, yaitu datang ketika ada maunya. Tapi itulah yang dinamakan hubungan timbal balik, jika pernah meninggalkan kesan baik kepada seseorang, maka dia akan membalas dengan kebaikan juga. Rian telah mendukung Celine ketika tiada seorang pun yang menyokongnya, Celine yang terbantu karena Rian selalu menyaksikan penampilannya membalas dengan membantu Rian yang kini tengah kesulitan. Meski terkesan begitu mulia, kedua pria wanita tersebut kini tidak tahu kapan lagi bisa saling berbicara satu sama lain. Mungkin suatu saat... dalam waktu singkat... atau justru begitu lambat."Permisi, apa benar ini dengan pelatih tari Kawaii Sekai?" Tidak menunggu lama, Rian langsung menghubungi nomor yang dia dapatkan."Iya. Berarti kamu Rian ya, temannya Celine. Aku dah dengar dari Celine soal kamu yang sedang cari pelatih tari.""Ah, iya. Saya memang tengah mencari pelatih tari.""Maaf, tapi aku lagi ngelatih sekarang, kalau memang pengin bicara... datang aja kemari.""Me-Memangnya boleh?"Tanpa membalas apapun Rian dikirimi alamat oleh pelatih tari tersebut, dia menyuruh kepadanya agar datang sendiri menyaksikan bagaimana dia melatih. Lantas menaiki kereta listrik, lokasi mereka terpaut dua stasiun dari kantor Rian. Berjalan melewati gang, akhirnya dia menemukan tempat latihan yang bisa terbilang cukup tersembunyi, tidak ada tanda apapun di depan tempat itu namun ketika Rian mengetuk seseorang menanggapinya."Rian ya?" Seorang wanita dengan pakaian ketatnya membuka pintu, langsung menyapa dirinya."Ah iya, saya ingin bertemu pelatih tari—""Aku sendiri, masuk dulu sini."Belum sempat Rian berbicara wanita tersebut memotong pembicaraan mereka, memaksa Rian segera masuk ke sana. Pada lorong kecil suara derap kaki mereka berdema, penerangan lorong bisa terbilang begitu kurang hanya terdapat satu lampu kekuningan nan redup. Rian agak khawatir karena tempat ini terlihat mencurigakan, sampai mereka berdua sampai pada pintu besi. Wanita tersebut membuka penyangga yang terdapat pada pintu itu dan segera suara keluar dari balik sana, mengagetkan Rian karena begitu keras."Masuk, di sini kami biasa latian."Rian menyanggupi ajakan dari si wanita dan memasuki ruangan yang ternyata kedap suara. Pintu besi tadi menjadi pembatas antara lorong dengan ruangan latian tari. Di atas lantai berkayu yang mengkilap, gadis-gadis muda begerak mengikuti lantunan lagu pada speaker. Mereka sesekali memalingkan wajahnya ke cermin besar berjejer di depan mereka, mengamati apakah gerakan mereka sesuai dengan ritme, ataukah tertinggal dari rekan satu grup."Tu wa ga pat, tu wa ga pat! Fia! Gerakanmu kelambatan! Liru juga jangan kaku, tenang! Terus lanjut, tu wa, tu wa!" wanita yang tadi menyambutnya tanpa sadar sudah kembali melatih gadis-gadis penari di depan Rian.Dia dibiarkan sendiri sembari mengamati grup dance cover di depannya. Gerakan mereka bisa terbilang cukup oke jika sebatas latihan, namun masih kurang gebrakan agar bisa dianggap menarik bagi penonton. Sampai lantunan lagu habis, tidak ada kemajuan satu pun yang terlihat meskipun sudah diarahkan dengan sangat tegas. Justru kebanyakan dari mereka merasa tidak terima sebab pelatih terlalu menekan, dari raut wajahnya terlihat, pikir Rian."Masa segitu doang! Kalian kurang semangat. Kalau buat latian doang sudah bagus, tapi kita gak bisa tampilin ini ke penggemar nanti!"Mereka semua terdiam, ketika tubuh telah lelah melakukan gerakan tari yang sangat rumit, dipaksa mendengarkan kritik tidak mengenakkan pula. Tentu saja kesal bukan."Ayo satu set lagi! Performa kalian masih kurang buat nyaingi idol-idol sekarang ini!"Begitu mendengar satu perkataan tersebut dilontarkan oleh pelatih, segera tali yang ada di kepala mereka putus. Tanpa menunggu lama lagi para gadis tersebut segera mengemasi barang mereka dan membiarkan sang pelatih kebingungan. Dia hendak mencegah para anak didiknya itu pergi, namun seseorang dari mereka berkata."Idol, idol, idol terus yang dibahas! Kita itu dance cover! Emang segini kemampuan kita!"Rian menyaksikan kejadian tersebut berlangsung di hadapannya, terdiam membisu sebab tidak tahu apa yang harus dia perbuat. Pintu besi dibiarkan terbuka oleh mereka ketika keluar, membiarkan sang pelatih berdiri mematung tidak percaya bahwa anak-anaknya pergi meninggalkan dia sendiri. Rian mencoba mendekati sang pelatih, bermaksud untuk menenangkan dirinya tetapi justru reaksi berbeda yang dia dapatkan."Anak sekarang emang gampang banget nyerahnya, gak kaya dulu. Hah... makanya males ngelatih mereka." Sembari menghela nafas panjang."Maaf ya kamu malah liat kejadian barusan, hal kek gitu dah biasa di sini. Jadi, ada perlu apa?"Seakan tidak terganggu sama sekali, sang pelatih menghadap Rian dengan wajah biasa saja. Jika saja dia yang mendapatkan perlakuan demikian, mungkin Rian bakal mendekap di kamarnya seharian."Itu... beneran gak apa-apa, dibiarkan begitu saja?""Tenang aja, toh yang pengin berkembang mereka kan, bukan aku. Aku cuma mau ngajar orang yang mau-mau aja." Ucapnya begitu bangga."Be-begitu ya... sebenarnya niat saya hendak merekrut anda jadi pelatih tari kami."Rian mengeluarkan kartu nama yang berada pada kantung kemejanya, dia memberikan kartu tersebut ke pelatih."Rumah Produksi 710, agensi idol ya." Alisnya terangkat saat dia membaca terdapat kata idol di sana."Ya, kami berniat mendirikan grup idol. Oleh sebab itu butuh pelatih tari... saya disarankan teman saya, Celine jika... anda pandai dalam melatih.""Oh, si Celine ya. Jadi kamu temannya, Celine bisa dibilang salah satu dancer terbaik yang pernah kulatih sih. Tapi ntah kenapa tiba-tiba keluar dari grup." Dia memasukkan kartu nama pada saku."Ya... maka dari itu...""Melatih idol ya. Emang aku sekarang masih jadi pelatih idol cover. Tapi... jaman juga makin berubah, mungkin saatnya coba latih idol apa ya?"Benar-benar wanita yang tidak bisa dipahami, dia seakan tidak peduli apa yang tengah dihadapinya sekarang atau resiko yang akan dia hadapi nantinya. Bagaikan salmon yang melawan arus, dia memilih mempertahankan keinginannya sendiri. Ilmu pengamatan orang yang dipelajari dari Lea langsung digunakan oleh Rian."Untuk saat ini, sayangnya masih belum ada calon talent idolnya. Namun jika sudah ada, kami bisa minta anda untuk jadi salah satu juri di talent dan sekaligus menjadi pelatih mereka.""Menarik, bahkan belum ada calonnya sama sekali! Dalam artian aku bisa saja mbentuk mereka jadi dancer yang sesuai aku penginin!" Mata gadis tersebut berbinar-binar layaknya bintang di angkasa."A-Anda tidak keberatan soal tawaran yang kami berikan?""Jangan kaku begitu ah, Rian! Panggil aku Ruri aja!"Rian berpikir-pikir, padahal dia sama sekali tidak ingat dia pernah menyebut namanya sejak dia dipaksa masuk di sini. Namun syukurlah, tanpa perlu berkenalan dia mengatakan sendiri namanya. Dalam artian, hubungan mereka sudah cukup baik untuk melanjutkan negosiasi."Kalau begitu, bagaimana, Kak Ruri?" Rian memakai imbuhan Kak karena merasa bahwa dia jauh lebih dewasa dibandingkan dirinya."Kabari saja kapan audisinya, aku bakal gabung saat itu. Buat sekarang... hmm... bakal kutangguhin dulu, gimana?""Kalau begitu... mungkin saya bisa menganggap Kak Ruri mau bergabung ya.""Yup! Kabari saja nanti!" Ruri langsung menepuk pundak Rian.Pertemuan mereka berdua pun diakhiri dengan saling bersalaman satu sama lain. Rian dapat sedikit lega, meski negosiasinya tidak sesuai yang dia inginkan, setidaknya dia mendapatkan seseorang yang pasti hendak bergabung menjadi salah satu staff agensi idol mereka. Meski Ruri begitu nyentrik, sangat enerjik dan tegas, Rian merasa bahwa karakteristik seperti itu yang dibutuhkan jika ingin mendirikan idol dari nol. Lagipula, dia pernah melatih Celine dan Kawaii Sekai, pro dalam bidangnya. Yang perlu dia harapkan adalah semoga gaji yang dimintanya nanti sesuai dengan anggaran yang mereka miliki.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sesampainya di kantor, Rian mendapati bahwa Lea telah lebih dahulu kembali dibanding dirinya. Lantas Lea mengisyaratkan kepada Rian untuk segera duduk dan menceritakan hasil yang diterimanya. Dari lagatnya, terlihat bahwa gadis tersebut bisa dibilang sukses melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Sementara Dara tetap fokus pada layarnya sembari memegangi dahi, pusing akan sesuatu."Gimana?" sapa Lea begitu Rian duduk pada kursi."Sukses. Tapi ada tapinya...""Loh kok gitu?""Pelatih tarinya mau gabung asal kita dah jadi audisinya... Kalau kamu?"Sebelum menjawab pertanyaan barusan, senyum licik terlihat dari mulut Lea. Dia tengah menyindir Rian yang belum bisa sepenuhnya sukses membujuk seseorang, lantas membusungkan dadanya tersebut."Oh~ Sukses dong. Informanku banyak soalnya. Salah satu murid sekolah yang pernah kumotivatori kebetulan seorang guru menyanyi, dia ngasih tau aku soal hal itu dan setelah kukunjungi... cukup memuaskan. Selain memiliki studio sendiri, dia mau diajak bekerjasama dengan kita.""He-hebat banget... bisa dapet langsung."Sebab Lea yang sering mengisi seminar dimana-mana, menjadi pembicara menyebabkan banyak orang yang mengenal dirinya. Sekalinya dia bergerak di media sosial maka banyak orang yang menanggapi, bisa dibilang dia adalah seleb sosial media... meski penampilannya begitu nyentrik begini.Dengan informasi yang disampaikan Lea barusan, dalam artian salah satu rintangan mereka telah teratasi, sekarang mereka memiliki fokus lainnya. Rian sempat memikirkan hal tersebut ketika dirinya tengah menaiki kereta listrik saat pulang ke kantor. Bagaimanakah cara terampuh untuk mendirikan suatu grup idol. Pada awalnya dia berpikir bahwa alurnya ialah mencari staff, mengadakan audisi, melatih para calon idol tersebut, membuat single, dan kemudian baru selayaknya menjadi grup idol.Sampai terlintas sesuatu pada benaknya,'Apa gunanya seorang idol jika belum memiliki fans?'Jika dia telah mendirikan sebuah idol dan memiliki single untuk diperjualbelikan, siapa yang bakal mau membeli? Nama mereka saja belum dikenal oleh siapapun. Terlebih lagi, dia bakal terus-terusan mengeluarkan anggaran untuk melatih mereka sampai menjadi idol sebenarnya, namun diakhir tidak menghasilkan apapun sebab belum dikenal sama sekali.'Jika ingin menjual sesuatu, perlu pikirkan mengenai pasarnya. Jika tidak memiliki pasar, maka buatlah pasarnya dan jajakan daganganmu di sana.' Adalah nasehat dari Lea yang Rian ingat selama dia masih bekerja di dunia hiburan.Pasar idol memang telah terbentuk, tapi di pasar itu juga banyak orang yang menjajakan dagangan sama, yaitu grup idol mereka. Kasarannya, apa yang bisa dia tonjolkan dari grup idol miliknya jika ingin dijual di antara dagangan yang sama? Nama buat produk saja tidak punya, tapi sudah niat jualan, siapa yang bakal beli... jika di promosikan sekalipun akan mengeluarkan anggaran dan semakin membengkak pula pengeluaran mereka."Produser, setelah saya rombak lagi sepenuhnya... ditambah dengan gaji yang dapat kita tawarkan ke staff... terdapat masalah. Mengenai tempat latihannya. Jika memakai tempat latihan milik setiap staff... anggaran kita akan minus sebelum bulan Agustus."Ketika tengah duduk pada meja kerjanya Rian dihantam oleh informasi berikut, oleh sebab itu dia berpikir begitu keras. Dia coba memikir ulang strateginya untuk RP710 miliknya ini, apa yang harus dikurangi, apa yang harus dia ubah... dan apa yang harus dia korbankan agar setidaknya grup idol ini bisa berjalan seperti semestinya. Ketukan demi ketukan jari ia lakukan di mejanya."Kayanya kita batalin usulan buat beli peralatan pendukung deh..." Lea menimpal Dara."Memang idemu bagus, tapi jika tidak punya peralatan pendukung, akan sulit melatih para calon idol. Mereka pastinya akan kecewa dan kita terlihat seperti agensi gadungan.""Hmm... iya sih. Tapi gimana ya, bisa dibilang industri idol memang high take high risk. Pada awalnya pasti bakal bakar duit..." Lea pun kebingungan."Sebaiknya, kita percepat saja audisinya."Tiba-tiba saja Rian membuka mulutnya, setelah terdiam selama beberapa menit. Dia telah mendapatkan cara yang cukup riskan namun bisa mengurangi resiko kebangkrutan yang mereka hadapi nantinya. Tampaknya memang benar bahwa jika ingin mencapai sesuatu yang besar dibutuhkan pengorbanan, Rian berpikiran demikian. Sejak tadi dia berpikir apa yang harus dia korbankan, sampai dia mendapatkan satu jawaban yang paling pasti dan memiliki kemungkinan gagal terbesar."Percepat audisinya? Kita belum punya apa-apa loh!" Lea menyangkal pendapat yang diutarakan Rian tadi."Benar kata Lea. Tempat latihan saja belum punya, peralatan belum cukup, apa yang bisa kita janjikan ke idol nanti?" Dara menambahkan komentar Lea, menganggap Rian tidak mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi."Aku paham, aku ngerti. Tapi semakin kita mikir soal itu, kita masih belum punya talenta sama sekali. Semua itu bisa dilakuin bersamaan kita melakukan audisi.""Hah? Nekat itu namanya! Kamu kok kaya tergesa-gesa gitu.""Lea, coba bilang, berapa lama waktu yang dibutuhin buat bikin audisi itu?""Err... semingguan? Sebulan?" Lea sama sekali tidak tahu sebab tidak pernah menghadapi persoalan tersebut."Salah. Audisi bisa makan waktu sebulanan lebih. Dan itu perlu banyak persiapan dan promosi dimana-mana biar informasi soal audisinya bisa disebar. Jarang-jarang kita dapat talenta yang mau ikut audisi juga.""Selama itu?!""Ya... aku tau karena pernah bikin. Makanya, dengan waktu sebanyak itu kita bisa kerjain hal yang lainnya. Untuk saat ini... kita butuh orang-orang yang memang ingin bersama kita, dari nol.""Memangnya ada talenta idol yang mau seperti itu? Terkadang jika kita tidak bisa memuaskan ekspetasi talenta, mereka akan menghilang dengan sendirinya." Dara berbicara dari pengalaman yang pernah dia dapatkan semasa mengatasi para talenta sebelumnya."Kamu bakal dicap sebagai produser gagal loh, kalau sampai sudah dapet talenta idol tapi mereka tidak difasilitasi. Nama produksi kita bisa tercoreng juga jika sampai kesebar. Orang-orang bisa bikin 101 dosa besar RP710. Jadi ngeri aku bayanginnya." Lea bergidik takut ketika membayangkan soal kemungkinan terburuk yang nanti akan terjadi."Ekspetasi seseorang yang masuk dunia hiburan pasti mengira mereka bakal langsung naik ke atas. Mereka tidak ingin tahu bagaimana caranya merangkak dari bawah menuju ke atas."Rian terdiam sejenak, pendapat yang diutarakan semua temannya ada benarnya. Mereka sama sekali tidak bermaksud menolak sepenuhnya keinginan Rian, tetapi berpikir bahwa dia terlalu tergesa-gesa dan tidak berpikir secara matang. Sedikit rasa lega dapat Rian rasakan, staff yang dia miliki sekarang sangat peduli pada dirinya sampai mengutarakan pendapat dengan sebegitu detilnya. Yang harus Rian lakukan setelahnya hanya membuktikan pada mereka berdua, bahwa idenya bukanlah ide yang tergesa-gesa... dia memang telah membulatkan tekadnya."Lea, kamu pernah bilang padaku bukan. Bahwa branding adalah hal terpenting dalam bisnis. Bahwa membesarkan nama adalah prioritas utama jika ingin menjual produk. Idol, adalah produk utama kita. Aku berpikir bahwa jika kita sudah memiliki nama untuk grup kita dan segera mempromosikan nama brand kita di pasar, maka orang akan semakin tertarik untuk membeli.""Iya... tapi kita juga perlu memoles mereka sedemikian bagusnya agar menarik perhatian pasar.""Makanya aku berpikiran untuk menjual sekaligus memoles.""Hah?! Mana bisa begitu!""Bisa, akan kulakukan. Kita akan dirikan terlebih dahulu, menentukan nama kemudian jual dalam keadaan belum matang sepenuhnya.""Gimana kamu mau bikin grup idol kalau idolnya belum bisa nari, nyanyi, dan tampil? Kamu gila kah, Rian!" Lea sangat tidak paham akan pikiran Rian, begitu kecewa padanya."Dunia idol bukan cuma soal nyanyi, nari, dan tampil doang. Justru pikiran dangkal itulah yang buat banyak grup idol di luar sana gagal buat jadi yang teratas."Lea terdiam mendengar perkataan Rian. Tampaknya terdapat sesuatu yang tidak bisa dia pahami, padahal dia adalah penggemar berat dunia peridolan sama sepertinya. Tetapi sosok Rian pada saat ini sangatlah berbeda, dia... telah jauh melebihi dirinya."Mereka perlu membesarkan nama, mencari relasi dengan acara, dan menerima pekerjaan kecil sebelum bisa diberikan tawaran untuk tampil di panggung. Semakin banyak tawaran yang mereka terima, semakin banyak pekerjaan yang mereka selesaikan, dan semakin banyak orang tahu mengenai mereka... barulah idol tersebut melangkah jadi grup idol biasa menjadi grup idol sesungguhnya."Pengalamannya selama ini menggeluti dunia hiburan, memberikannya sebuah jawaban yang jelas. Berkat mengikuti jejak Kawaii Sekai pula dia paham bagaimanakan cara mereka bisa menjadi salah satu grup dance cover yang tetap eksis di era idol seperti sekarang ini. Terkesima oleh jawaban Rian, Lea sontak menepuk tangannya. Dia akhirnya paham akan tujuan dari Rian. Sementara di sisi lain Dara mulai memahami kemana arah Rian akan pergi, menanyakan sesekali lagi untuk memastikan."Jadi produser ingin menjadikan mereka seperti artis? Jika memang ingin begitu... pasti produser paham mengenai resiko yang akan terjadi nanti."Rian mengerti pertanyaan yang dilontarkan oleh Dara tersebut, mereka berdua adalah mantan pekerja di dunia hiburan yang sering berkeciprah dengan resiko yang dimaksud. Terkadang beberapa talenta ada yang merasa diperlakukan tidak adil karena mendapatkan sedikit pekerjaan, atau nama mereka kalah terkenal dengan seseorang. Kejadian tersebut bisa menimbulkan banyak masalah nantinya, yang dalam artian, iri adalah musuh terbesar bagi pekerja di dunia hiburan."Aku akan melakukan apa yang kubisa untuk mencegah hal tersebut terjadi. Jika itu untuk membesarkan nama idolku untuk menjadi yang tertinggi, aku bakal lakuin segalanya."Mendengar jawaban mantap dari produsernya tersebut, mereka hanya bisa mengangguk terima. Banyak pertanyaan, banyak kegundahan, dan banyak keraguan yang terdapat dalam hati mereka berdua... tetapi jika memang itu bisa membuat grup mereka menghindari kegagalan sebelum memulai... mereka harus percaya pada dirinya yang memegang kendali. Kepercayaan adalah hal yang sangat sulit didapatkan, terutama di industri ini. Namun usaha Rian cukup memberikan rasa percaya pada Lea dan Dara."Oke, kalau begitu aku bisa setuju dengan rencanamu.""Akan kupegang terus perkataanmu itu, produser. Saya pun sependapat dengan Lea, setuju."Rian segera mengepalkan tangannya, senang sebab bisa mendapatkan kepercayaan dari kedua staffnya. Namun kesenangannya tersebut tidak bisa dia ungkapkan, karena banyak hal yang harus dia hadapi ke depannya. Rian sadar bahwa jalan yang dia akan tempuh akan jauh lebih terjal daripada sebelumnya, kemungkinan besar, grup yang dia bentuk tergantung pada setiap talenta idol yang dia latih nanti. Dia sendiri tidak begitu yakin pada dirinya sendiri, apakah dia mampu membimbing mereka menjadi seorang idol sepenuhnya."Terima kasih banyak kalian semua. Aku akan pegang janjiku pada kalian. Maka dari itu, kita... akan mulai dari mengadakan audisi bagi Rumah Produksi 710."