Chereads / Takdir Sang Penguasa Gelap / Chapter 8 - Bab 8: Pencarian Senjata Legendaris

Chapter 8 - Bab 8: Pencarian Senjata Legendaris

Setelah melangkah lebih dalam ke gua yang semakin pekat kegelapannya, Akarian merasakan sesuatu yang berbeda. Udara di sekitar mereka menjadi lebih berat, seperti ditekan oleh kekuatan yang tidak kasat mata. Langkah kakinya terasa lebih berat, setiap langkah seolah menuntunnya lebih dekat ke sebuah rahasia besar yang tersembunyi jauh di dalam perut bumi.

Sifer melangkah di depannya, diam dan waspada, matanya menyapu setiap sudut gua yang semakin sempit. Cahaya dari obor yang mereka bawa hanya memberikan sedikit penerangan, cukup untuk melihat jalan di depan, tetapi tidak cukup untuk menghilangkan bayang-bayang yang tampaknya bergerak sendiri di dinding gua.

Akarian masih teringat kata-kata makhluk batu yang mengatakan bahwa setiap jawaban harus dibayar dengan pengorbanan. Apa yang akan mereka temukan di dalam lebih dalam dari pengetahuan tentang kegelapan di dalam dirinya. Mereka kini dalam misi yang lebih besar—untuk menemukan senjata legendaris yang konon mampu mengalahkan kekuatan kegelapan terbesar di dunia.

"Senjata ini," kata Sifer tiba-tiba, memecah kesunyian, "tidak hanya sebuah alat perang. Ini adalah simbol kekuasaan, sesuatu yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang benar-benar memahami keseimbangan antara cahaya dan kegelapan."

Akarian menoleh ke arah Sifer, penasaran. "Apa senjata ini sebenarnya? Dan mengapa kita harus mencarinya sekarang?"

Sifer berhenti, membalikkan badan dan menatap Akarian dalam-dalam. "Senjata itu dikenal sebagai *Penumbra*, sebuah artefak kuno yang diciptakan pada masa yang sudah dilupakan. Ia bukan hanya sebuah pedang atau tombak biasa. Ia adalah perwujudan dari kekuatan kosmik, kekuatan yang bisa menghancurkan atau menyelamatkan dunia, tergantung pada siapa yang menggunakannya."

Akarian merasa ada yang mengganjal di dalam dirinya. "Jika senjata ini begitu kuat, mengapa tidak ada yang menemukannya sebelumnya? Mengapa tidak digunakan untuk menghentikan kegelapan sejak dulu?"

Sifer menghela napas panjang. "Karena senjata ini tidak dapat ditemukan dengan mudah. Ia hanya muncul bagi mereka yang benar-benar layak. Banyak yang telah mencari selama berabad-abad, dan banyak yang telah gagal. Sebagian besar dari mereka kehilangan akal atau bahkan nyawa mereka sebelum berhasil menemukannya."

Akarian merasakan getaran ketakutan yang perlahan menjalar di tubuhnya. "Dan bagaimana kita tahu bahwa aku—bahwa kita—layak?"

Sifer menatap Akarian dengan tajam. "Itulah yang akan kita cari tahu. Kau telah menunjukkan keberanian dengan menghadapi kegelapan dalam dirimu, tetapi perjalanan ini belum selesai. Penumbra akan menguji setiap aspek dirimu, dan hanya mereka yang bisa mengendalikan kegelapan dan cahaya dalam diri mereka yang dapat menggunakannya."

Mereka melanjutkan perjalanan lebih dalam ke dalam gua. Di kejauhan, Akarian mulai merasakan ada sesuatu yang berubah. Gua yang tadinya sempit mulai terbuka menjadi ruangan yang luas. Di dalamnya, kristal-kristal bercahaya tampak menggantung dari langit-langit gua, memberikan cahaya biru yang lembut namun aneh. Di tengah ruangan itu, berdiri sebuah altar kuno yang tertutup debu dan lumut, tampaknya tidak tersentuh selama ribuan tahun.

Di atas altar itu, tertanam sebuah benda yang terbungkus kain hitam. Akarian bisa merasakan kekuatan yang memancar dari benda itu, seperti magnet yang menarik perhatiannya dan membuatnya merasa seolah ada sesuatu yang menghubungkannya dengan benda itu.

"Inilah dia," bisik Sifer, suaranya hampir tak terdengar. "Penumbra."

Akarian melangkah mendekat, jantungnya berdetak lebih cepat. Setiap langkah mendekatkan dirinya pada sesuatu yang terasa lebih besar dari dirinya sendiri. Di dalam hatinya, ia merasakan campuran antara ketakutan dan keinginan—keinginan untuk mengetahui apakah ia benar-benar layak memegang senjata yang legendaris ini.

Ketika ia sampai di depan altar, tangannya terulur tanpa sadar, tetapi sebelum ia bisa menyentuh kain hitam yang membungkus senjata itu, ruangan mulai bergetar. Tanah di bawah kaki mereka bergemuruh, dan dari bayangan yang tersembunyi di sudut-sudut ruangan, sesuatu mulai bergerak. Makhluk-makhluk aneh dengan kulit hitam pekat, tubuh mereka bergerak seperti bayangan yang hidup, mulai muncul dari kegelapan.

"Mereka adalah penjaga Penumbra," kata Sifer cepat, matanya penuh dengan kewaspadaan. "Mereka akan menguji keberanianmu."

Akarian menatap makhluk-makhluk itu dengan penuh rasa takut. Jumlah mereka semakin banyak, bergerak mendekat dengan langkah lambat namun pasti. Ia tahu bahwa mereka bukan sekadar bayangan. Mereka adalah manifestasi dari kegelapan itu sendiri, makhluk-makhluk yang lahir dari ketakutan terdalam yang ada di dunia ini.

"Bagaimana aku bisa mengalahkan mereka?" Akarian bertanya, tangannya gemetar saat memegang gagang pedangnya.

Sifer tidak menjawab segera, tetapi tatapan tajamnya memberikan jawaban yang jelas. "Ini adalah ujianmu, Akarian. Kau tidak harus mengalahkan mereka. Kau harus mengatasi ketakutanmu. Hanya dengan begitu kau bisa membuktikan bahwa kau layak."

Akarian merasa darahnya membeku ketika makhluk pertama mendekat. Kegelapan yang ada di sekeliling makhluk itu terasa hidup, seolah-olah ia bisa merasakan bayangan itu bergerak untuk merenggut jiwanya. Tetapi Akarian tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain selain melawan. Ia harus menghadapi kegelapan ini, tidak hanya di luar, tetapi juga di dalam dirinya.

Dengan tekad yang semakin membulat, Akarian mengangkat pedangnya. Makhluk pertama melompat ke arahnya, bayangannya berkelebat di sekelilingnya seperti angin dingin yang menusuk. Namun, saat pedang Akarian terayun, sesuatu terjadi—pedang itu tidak menyentuh tubuh makhluk itu, melainkan melewati kegelapan yang membungkusnya.

Akarian terkejut, tetapi ia tidak menyerah. Ia terus bergerak, menghindari serangan dari makhluk-makhluk itu dengan kelincahan yang didorong oleh ketakutan dan adrenalin. Setiap kali ia mencoba menyerang, pedangnya hanya menebas bayangan kosong, seolah-olah makhluk-makhluk itu tidak benar-benar ada di dunia nyata.

"Kau tidak bisa mengalahkan mereka dengan kekerasan!" teriak Sifer dari kejauhan. "Kau harus menaklukkan dirimu sendiri!"

Akarian berhenti sejenak, mencoba memahami kata-kata Sifer. Menaklukkan diri sendiri? Makhluk-makhluk ini tidak nyata? Ia melihat ke arah bayangan itu lagi—makhluk-makhluk yang bergerak dengan bentuk fisik, tetapi tidak memiliki tubuh yang nyata. Mereka adalah perwujudan dari kegelapan dan ketakutan yang ada di dalam hatinya.

Akarian menutup matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Di dalam kegelapan yang ada di pikirannya, ia mendengar suara bayangan yang terus mengancamnya, namun kali ini ia tidak mencoba melawan. Ia menerima ketakutan itu, merasakannya, tetapi tidak membiarkannya menguasai dirinya.

Ketika Akarian membuka matanya kembali, makhluk-makhluk itu masih ada di sekelilingnya, tetapi kali ini mereka tampak goyah. Bayangan mereka tidak lagi sepadat sebelumnya, seolah-olah kekuatan mereka melemah. Ia merasakan sesuatu yang baru—kekuatan untuk memilih untuk tidak takut.

Dengan tekad baru, Akarian melangkah maju menuju altar, melewati makhluk-makhluk bayangan yang berusaha menghentikannya. Tetapi kali ini, mereka tidak bisa menyentuhnya. Bayangan mereka hilang ketika ia mendekat, seperti asap yang tertiup angin.

Ia tiba di depan altar, dan tanpa ragu lagi, ia meraih kain hitam yang menutupi senjata itu. Ketika kain itu terlepas, tampaklah sebuah pedang yang terbuat dari logam hitam yang berkilauan, gagangnya dihiasi dengan ukiran yang rumit. Cahaya aneh memancar dari pedang itu, dan Akarian merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir melalui dirinya.

"Ini adalah Penumbra," bisik Sifer, matanya bersinar. "Senjata yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang memahami kegelapan dan cahaya dalam diri mereka. Kau telah membuktikan dirimu layak, Akarian."

Akarian menggenggam pedang itu dengan tangan gemetar, merasakan kekuatan yang mengalir dari senjata itu ke dalam dirinya. Tetapi ia juga tahu, bahwa kekuatan ini bukanlah akhir dari perjalanan. Penumbra adalah alat, tetapi bagaimana ia menggunakannya akan menentukan masa depan.

Dan di luar gua, bayangan yang lebih besar sedang mengawasi, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.