Chereads / Melody in the Shadows / Chapter 2 - The Shadow Behind The Tone

Chapter 2 - The Shadow Behind The Tone

Pagi itu, Hana terbangun dengan perasaan gelisah. Mimpi buruk yang dialaminya semalam masih terasa begitu nyata. Dalam mimpinya, ia berada di tengah-tengah konser yang berubah menjadi mimpi buruk ketika bayangan hitam merayap dari sudut-sudut panggung, menyelimuti semua penonton.

Hana terbangun dengan napas terengah-engah, dan matanya yang kebasahan menunjukkan betapa menakutkan mimpi itu.

Dia tahu bahwa perasaan tidak nyaman ini bukan hanya berasal dari mimpi buruk semalam. Pertemuan dengan Arga dan informasi yang didapatkannya tentang buku musik misterius itu mengguncang batinnya. Meski begitu, Hana mencoba mengenyahkan rasa takutnya dan fokus pada apa yang harus dilakukannya hari ini. Dia menghubungi Arga untuk memberitahukan rencananya bertemu dengan Pak Rahman, pemilik toko antik, sekali lagi.

Arga tiba di apartemen Hana tepat waktu. Dengan jaket kulit hitam dan tatapan tajamnya, Arga tampak seperti seseorang yang selalu siap menghadapi bahaya. Setelah memastikan bahwa Hana baik-baik saja, mereka berdua berangkat menuju toko antik Pak Rahman.

Toko Pak Rahman terletak di sebuah jalan kecil yang sepi. Bangunan tua itu tampak tidak terawat, namun penuh dengan berbagai barang antik yang bernilai sejarah tinggi. Pak Rahman menyambut mereka dengan senyum ramah, namun wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang dalam.

"Apa yang bisa saya bantu lagi, Hana?" tanya Pak Rahman setelah mereka semua duduk di ruang kecil di belakang toko.

Hana memandang Arga sejenak sebelum menjawab. "Pak Rahman, kami butuh informasi lebih lanjut tentang buku musik yang Anda berikan kepada saya. Arga menemukan bahwa buku itu mungkin terkait dengan serangkaian pembunuhan misterius."

Wajah Pak Rahman berubah menjadi serius. "Saya tahu bahwa buku itu memiliki sejarah kelam, tapi saya tidak tahu banyak detailnya. Buku itu milik seorang komposer jenius bernama Damar Santoso, yang tewas secara misterius. Banyak rumor yang mengatakan bahwa musik dalam buku itu memiliki kekuatan yang gelap." Arga mendengarkan dengan seksama. "Apa yang Anda maksud dengan 'kekuatan yang gelap', Pak Rahman?"

Pak Rahman menghela napas panjang. "Damar Santoso adalah seorang musisi yang luar biasa, tapi ada sesuatu yang aneh dengan musiknya. Orang-orang yang mendengarkan musiknya sering melaporkan mimpi buruk dan perasaan tidak nyaman. Beberapa bahkan mengatakan bahwa mereka merasa diawasi oleh sesuatu yang tak terlihat." Hana merasakan dingin di punggungnya. "Apakah ada yang lain yang Anda tahu tentang Damar atau buku itu?"

Pak Rahman mengangguk pelan. "Saya tahu bahwa Damar memiliki seorang murid bernama Lila. Lila juga ditemukan tewas secara misterius tidak lama setelah kematian Damar. Buku itu, katanya, adalah warisan terakhir dari Damar untuk Lila. Setelah kematian Lila, buku itu hilang selama bertahun-tahun hingga akhirnya saya menemukannya di sebuah lelang barang antik."

Hana dan Arga bertukar pandang. Ada sesuatu yang sangat tidak beres dengan buku musik itu. "Terima kasih, Pak Rahman. Informasi ini sangat membantu," kata Arga dengan suara dalam.

Setelah meninggalkan toko, Hana dan Arga memutuskan untuk mengunjungi rumah tua tempat Lila pernah tinggal. Mereka berharap bisa menemukan lebih banyak petunjuk di sana. Rumah itu terletak di pinggiran kota, dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang tampak menyeramkan. Bangunan itu terlihat terbengkalai, dengan dinding yang penuh lumut dan jendela yang pecah.

Hana merasa jantungnya berdetak lebih cepat ketika mereka mendekati pintu depan rumah. Arga membuka pintu dengan hati-hati, dan mereka masuk ke dalam rumah yang gelap dan berdebu. Suara langkah mereka bergema di dalam ruangan yang kosong.

"Ini seperti rumah berhantu," bisik Hana, mencoba mengusir rasa takut yang merayap di dalam hatinya.

Arga menyalakan senter dan mulai memeriksa setiap ruangan. Mereka menemukan beberapa buku musik yang sudah tua dan berdebu, tetapi tidak ada yang tampak mencurigakan. Di salah satu kamar, mereka menemukan sebuah piano tua yang tampak sudah lama tidak dimainkan. Hana mendekati piano itu dan menyentuh tuts-tutsnya dengan lembut, menghasilkan suara yang pelan namun melankolis.

"Arga, lihat ini," kata Hana tiba-tiba. Dia menemukan sebuah buku catatan tersembunyi di bawah piano. Buku itu tampak sangat tua, dengan halaman-halaman yang sudah menguning.

Arga mengambil buku catatan itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat tulisan tangan yang rapi, penuh dengan catatan musik dan tulisan-tulisan tentang mimpi-mimpi buruk yang dialami Lila. Salah satu halaman menarik perhatian mereka:

"Musik ini, aku yakin, memiliki kekuatan yang lebih dari sekadar melodi. Setiap kali aku memainkannya, aku merasa seperti ada sesuatu yang bangkit dari kegelapan. Damar pernah mengatakan bahwa musik ini adalah pintu ke dunia lain, dunia yang penuh dengan bayangan dan kegelapan. Aku harus menemukan cara untuk menghentikan musik ini sebelum terlambat."

Hana merasa bulu kuduknya merinding. "Apa yang kita temukan ini benar-benar menakutkan, Arga. Apa yang harus kita lakukan?" Arga berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Damar dan Lila. Mungkin ada seseorang yang tahu lebih banyak tentang sejarah gelap musik ini. Kita juga harus berhati-hati dengan siapa kita berbicara tentang ini. Jika ada orang yang mengejar buku ini, mereka pasti tidak akan berhenti sampai mendapatkannya."

Mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dengan membawa buku catatan Lila. Malam itu, Hana dan Arga kembali ke apartemen Hana untuk mempelajari buku catatan tersebut lebih lanjut. Mereka menghabiskan berjam-jam membaca dan menganalisis setiap halaman, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Damar dan Lila.

Saat mereka semakin mendalami catatan tersebut, Hana merasa semakin takut. Semua ini terlalu aneh dan menyeramkan. Namun, ada sesuatu dalam diri Arga yang membuatnya merasa aman, meski hanya sedikit.

"Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dunia yang disebutkan dalam catatan ini," kata Arga akhirnya. "Mungkin ada cara untuk menghentikan kekuatan gelap ini sebelum merusak lebih banyak orang."

Hana mengangguk. "Aku akan membantumu, Arga. Kita harus mencari tahu bagaimana menghentikan ini."

Hari-hari berikutnya dihabiskan dengan penelitian intensif. Hana dan Arga mengunjungi perpustakaan, bertemu dengan para ahli musik, dan bahkan berbicara dengan beberapa mantan murid Damar yang masih hidup. Mereka menemukan bahwa Damar sangat tertarik pada esoterisme dan okultisme. Beberapa komposisinya bahkan terinspirasi oleh ritual-ritual kuno yang dipercaya memiliki kekuatan magis.

Salah satu mantan murid Damar, seorang pria tua bernama Pak Wira, memberikan mereka informasi yang sangat penting. "Damar selalu berkata bahwa musiknya adalah jembatan antara dunia kita dan dunia yang lain. Dia percaya bahwa melalui musik, kita bisa berkomunikasi dengan entitas dari dunia lain. Aku pikir dia hanya berhalusinasi, tapi sekarang aku tidak yakin lagi."

Arga dan Hana mulai memahami bahwa musik dalam buku itu mungkin memang memiliki kekuatan untuk memanggil sesuatu yang jahat. Mereka juga menemukan bahwa Damar dan Lila mungkin telah mencoba menghentikan kekuatan itu, namun gagal.

"Jika kita bisa menemukan komposisi yang tepat, mungkin kita bisa membalikkan efek musik ini," kata Hana dengan tekad yang kuat.

Arga mengangguk. "Kita harus mencoba. Kita tidak bisa membiarkan kekuatan ini terus membawa kehancuran."

Dengan semangat baru, mereka mulai menyusun rencana untuk mencari dan memainkan komposisi yang bisa menghentikan kekuatan gelap ini. Mereka tahu bahwa ini bukan tugas yang mudah dan mereka mungkin harus menghadapi bahaya yang lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan.