Pagi hari diikuti oleh kabut tipis yang menyelimuti kota, menambah suasana misterius dan menenangkan. Hana, Arga, dan Jaka memulai hari mereka dengan tekad untuk menemukan jurnal yang disebutkan dalam arsip. Hana merasa campur aduk antara antusiasme dan kekhawatiran. Mereka tahu bahwa setiap langkah mereka semakin mendekat pada kebenaran yang mungkin berbahaya.
Setelah sarapan cepat, mereka memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan kota tempat jurnal itu mungkin disimpan. Hana memimpin jalan, dengan Arga dan Jaka di belakangnya. Jalan menuju perpustakaan berkelok-kelok melewati daerah yang dikenal dengan rumah-rumah tua dan bangunan bersejarah. Suasana di sekitar mereka terasa tenang, namun Hana tidak bisa menepis rasa cemas yang menyelimuti hatinya.
Setiba di perpustakaan, mereka disambut oleh pemandangan ruang baca yang luas dengan rak-rak penuh buku dan dokumen yang berdebu. Seorang pustakawan tua dengan kacamata tebal duduk di meja informasi. Hana menghampirinya dan menjelaskan tujuan mereka. Pustakawan itu mengangguk dan memberikan mereka akses ke ruang arsip yang lebih dalam.
Di ruang arsip, mereka mulai mencari jurnal yang disebutkan. Jaka, yang terampil dalam mencari dokumen, segera mulai membolak-balik tumpukan arsip. Arga dan Hana mengikuti dengan penuh perhatian, mengawasi setiap lembar dokumen yang ditemukan.
Hana merasa jantungnya berdebar saat Jaka menarik sebuah kotak tua dari rak. Kotak itu terlihat sangat tua dan berdebu, dengan label yang pudar. Jaka membuka kotak itu dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat beberapa buku dan jurnal yang tampaknya sangat tua.
"Ini dia," kata Jaka, menunjukkan sebuah buku dengan sampul kulit yang usang. "Ini adalah jurnal yang kita cari."
Hana dan Arga segera mendekat, dan mereka memeriksa buku itu dengan seksama. Jurnal tersebut berisi tulisan tangan yang rapi namun agak sulit dibaca karena usianya. Beberapa halaman pertama tampaknya berisi catatan tentang teori musik dan komposisi, tetapi halaman-halaman berikutnya mencatat beberapa hal yang lebih menarik.
Setelah beberapa saat, Hana menemukan sebuah catatan yang tampaknya penting. Tulisan itu berbunyi: "Musik bukan hanya sekadar bunyi. Dalam catatan ini, aku menjelaskan bagaimana notasi yang diciptakan oleh Damar Santoso bukan hanya untuk menciptakan melodi, tetapi juga untuk memanggil sesuatu yang lebih dari sekadar suara. Aku telah menyaksikan bagaimana musiknya memiliki efek pada jiwa manusia dan bagaimana bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Jika digunakan dengan niat yang salah, musik ini bisa menjadi alat untuk kekuatan yang sangat gelap."
Hana membaca catatan tersebut dengan seksama, merasa semakin terjerat dalam misteri yang membelenggu mereka. Arga memerhatikan dengan cermat, mencoba menganalisis setiap kata dan implikasinya.
"Ini menjelaskan bahwa ada lebih banyak dari yang kita pikirkan tentang musik Damar," kata Arga. "Sepertinya kita harus mencari tahu lebih dalam tentang bagaimana musik ini dapat mempengaruhi dunia di sekitar kita dan apa yang mungkin dipanggil oleh notasi ini."
Hana mengangguk setuju. "Tapi apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"
Arga berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang orang-orang yang berhubungan dengan Damar Santoso dan bagaimana mereka terlibat dengan musiknya. Jurnal ini menyebutkan bahwa ada orang yang menyaksikan efek dari musik tersebut. Mungkin kita bisa menemukan lebih banyak informasi dengan menghubungi mereka."
Mereka memutuskan untuk melanjutkan pencarian mereka ke pihak-pihak yang berhubungan dengan Damar, termasuk mungkin keluarga dan kolega-koleganya. Mereka berencana untuk mengunjungi rumah-rumah tua yang tercatat sebagai tempat tinggal beberapa orang yang mungkin terlibat.
Seiring berjalannya waktu, mereka menemukan sebuah alamat yang merujuk pada rumah keluarga Santoso. Rumah itu terletak di pinggiran kota, dikelilingi oleh kebun yang tidak terawat dan pagar yang rusak. Ketika mereka tiba di lokasi, mereka merasa seolah-olah memasuki sebuah dunia yang tertinggal di masa lalu.
Hana mengetuk pintu rumah yang sudah tua dan terlihat usang. Setelah beberapa menit, seorang wanita tua dengan rambut putih yang terikat rapi membuka pintu. Wajahnya penuh kerutan, namun matanya tampak tajam dan penuh kewaspadaan.
"Selamat pagi, Nyonya," kata Arga dengan sopan. "Kami sedang mencari informasi tentang Damar Santoso. Apakah Anda mungkin bisa membantu kami?"
Wanita itu menatap mereka sejenak, lalu mengangguk. "Saya adalah adik perempuan Damar. Nama saya Laila. Apa yang bisa saya bantu?"
Hana dan Arga menjelaskan tujuan mereka dan menunjukkan jurnal yang baru saja mereka temukan. Laila melihat jurnal itu dengan penuh perhatian, matanya membesar saat membaca beberapa catatan.
"Ini adalah catatan lama milik Damar," kata Laila dengan nada seram. "Selama bertahun-tahun, kami mencoba untuk melupakan masa lalu, tetapi tampaknya kegelapan itu belum sepenuhnya hilang."
"Apakah Anda tahu lebih banyak tentang apa yang dimaksud dengan catatan ini?" tanya Hana.
Laila menghela napas panjang. "Damar selalu percaya bahwa musiknya memiliki kekuatan lebih dari sekadar hiburan. Dia pernah berkata bahwa musiknya bisa mempengaruhi pikiran dan bahkan memanggil sesuatu yang gelap. Ketika dia meninggal, kami semua merasa seolah-olah dia telah meninggalkan sesuatu yang belum selesai."
Arga bertanya, "Apakah ada orang lain yang mungkin tahu lebih banyak tentang hal ini atau terlibat dalam penelitian Damar?"
Laila berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ada seorang muridnya, Lila, yang juga sangat terlibat dengan karya Damar.
Setelah kematian Damar, Lila terus mempelajari musiknya, dan dia juga mengalami beberapa kejadian aneh. Namun, setelah dia meninggal secara misterius, kami tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Mendengar ini, Hana merasa ada sebuah hubungan yang lebih dalam antara Lila dan musik Damar. Mereka berencana untuk mengunjungi tempat tinggal Lila, yang terletak di daerah lain di kota. Laila memberikan alamat rumah Lila dan beberapa petunjuk yang mungkin berguna.
Ketika mereka tiba di rumah Lila, mereka disambut oleh suasana yang sama seperti di rumah Damar—rumah tua yang sepi dan dikelilingi oleh kebun yang tidak terawat. Mereka mengetuk pintu, dan setelah beberapa saat, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh kerutan membuka pintu.
"Saya Peter, suami dari Lila," kata pria itu dengan nada suram. "Apa yang bisa saya bantu?"
Arga menjelaskan situasi mereka dan menunjukkan jurnal.
Peter terlihat cemas saat membaca catatan tersebut. "Lila selalu percaya bahwa ada sesuatu yang lebih gelap di balik musik Damar," katanya. "Dia sering kali berbicara tentang bagaimana musiknya bisa memanggil sesuatu dari kegelapan. Setelah kematian Damar, Lila mencoba untuk melanjutkan karya Damar dan menemukan jawaban, tetapi dia akhirnya terjebak dalam misteri yang sama."
Mereka bertanya kepada Peter apakah ada catatan atau dokumen tambahan yang dapat memberikan petunjuk. Peter mengangguk dan membawa mereka ke ruang kerja Lila yang sekarang tertutup rapat. Di dalam ruangan itu, mereka menemukan beberapa catatan dan sketsa yang mungkin pernah ditulis oleh Lila.