Chereads / Melody in the Shadows / Chapter 3 - Tones of Darkness

Chapter 3 - Tones of Darkness

Malam itu, saat Hana berlatih memainkan beberapa komposisi dari buku catatan Lila, dia merasakan sesuatu yang aneh. Suara-suara dalam musik itu tampak hidup, seolah-olah ada sesuatu yang bergerak di balik nada-nada tersebut. Hana berhenti sejenak dan memandang Arga dengan tatapan penuh ketakutan.

"Ada sesuatu yang tidak beres, Arga. Aku bisa merasakannya."

Arga mendekati Hana dan menenangkan dirinya. "Kita harus tetap tenang. Ini mungkin bagian dari ujian yang harus kita lalui. Kita tidak boleh menyerah sekarang."

Hana mengangguk dan melanjutkan permainan pianonya. Setiap nada yang ia mainkan terasa semakin berat, namun ia terus melanjutkannya. Suara-suara itu mulai terdengar lebih jelas, seolah-olah ada bisikan-bisikan dari dunia lain yang mencoba berkomunikasi dengannya.

Tiba-tiba, pintu apartemen Hana terbuka dengan keras. Seorang pria berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh dengan kemarahan dan ketakutan. "Hentikan!" teriaknya. "Kalian tidak  tahu apa yang kalian hadapi!"

Hana dan Arga segera berhenti dan menatap pria itu dengan kaget. Arga segera mengambil sikap defensif, sementara Hana mencoba memahami siapa pria ini dan apa yang dia inginkan.

"Siapa Anda?" tanya Arga dengan nada tegas.

Pria itu menghela napas, mencoba menenangkan diri sebelum berbicara lagi. "Nama saya Jaka. Saya salah satu murid Damar, sama seperti Lila. Saya telah mencari buku musik itu selama bertahun-tahun. Kalian harus menghentikan ini sekarang juga sebelum terlambat." Hana menatap Jaka dengan bingung. "Apa maksud Anda? Kami mencoba menghentikan kekuatan gelap yang ada dalam musik ini." Jaka menggelengkan kepala dengan panik. "Kalian tidak mengerti. Setiap kali musik itu dimainkan, kalian membuka pintu ke dunia lain, dunia yang penuh dengan kegelapan dan entitas jahat. Damar sudah tahu tentang ini, itulah sebabnya dia mencoba menghentikannya sebelum dia mati."

Arga memandang Jaka dengan skeptis. "Jika Anda tahu semua ini, mengapa Anda tidak menghentikannya sejak awal? Mengapa baru sekarang Anda muncul?"

Wajah Jaka berubah suram. "Saya sudah mencoba, tetapi saya selalu terlambat. Saya pikir buku itu telah hilang selamanya sampai saya mendengar tentang konser Hana dan musik yang dimainkan. Saya harus memastikan bahwa buku itu tidak jatuh ke tangan yang salah dan kekuatan gelap ini tidak dibangkitkan lagi."

Hana merasakan getaran ketakutan di dalam hatinya. "Jadi apa yang harus kita lakukan? Bagaimana kita bisa menghentikan ini?"

Jaka mendekati mereka, mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Ada satu cara. Damar menciptakan komposisi terakhir yang seharusnya bisa menutup pintu ke dunia lain. Tapi komposisi itu sangat sulit dimainkan dan membutuhkan dua orang untuk memainkannya secara sempurna. Hanya dengan begitu, kita bisa menghentikan kekuatan ini untuk selamanya."

Hana menatap Arga dengan tekad. "Kita harus mencobanya. Ini satu-satunya cara."

Arga mengangguk. "Baiklah. Jaka, apakah Anda tahu di mana kita bisa menemukan komposisi terakhir ini?"

Jaka mengangguk. "Komposisi itu tersembunyi di rumah tua tempat Damar tinggal dulu. Aku akan membawa kalian ke sana, tapi kita harus berhati-hati. Ada orang-orang yang menginginkan kekuatan ini untuk tujuan mereka sendiri."

Mereka segera berangkat menuju rumah tua Damar, terletak di pinggiran kota yang lebih jauh lagi. Sepanjang perjalanan, Hana dan Arga merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Mereka tahu bahwa apa yang mereka hadapi bukan hanya sekadar musik, tetapi sesuatu yang jauh lebih berbahaya.

Setibanya di rumah tua Damar, mereka menemukan tempat itu dalam kondisi yang sama menyeramkan dengan rumah Lila. Dinding-dinding yang penuh lumut, jendela-jendela yang pecah, dan suasana mencekam menyelimuti tempat itu. Mereka masuk dengan hati-hati, mengikuti petunjuk dari Jaka untuk menemukan ruang kerja Damar.

Di ruang kerja yang penuh dengan buku-buku dan naskah musik, mereka akhirnya menemukan komposisi terakhir yang dimaksud. Komposisi itu ditulis dengan tangan di atas kertas yang sudah menguning, tetapi masih bisa terbaca dengan jelas. Hana dan Jaka mulai memeriksa notasi musik tersebut, sementara Arga berjaga di pintu, memastikan tidak ada yang mengganggu mereka.

"Ini sangat rumit," kata Hana dengan suara bergetar. "Tapi aku yakin kita bisa melakukannya."

Jaka mengangguk. "Kita harus melakukannya dengan sempurna. Tidak boleh ada kesalahan."

Dengan hati-hati, Hana dan Jaka mulai memainkan komposisi tersebut di piano tua yang ada di ruang kerja Damar. Setiap nada yang dimainkan terasa berat dan penuh dengan emosi yang dalam. Arga tetap waspada, memperhatikan setiap gerakan di sekitar mereka.

Saat mereka semakin mendalami musik tersebut, Hana mulai merasakan sesuatu yang aneh. Suara-suara dari dunia lain mulai terdengar lagi, tetapi kali ini lebih jelas dan intens. Bayangan-bayangan mulai muncul di sudut-sudut ruangan, bergerak mendekati mereka dengan perlahan.

"Jangan berhenti!" teriak Jaka. "Kita hampir selesai!"

Dengan tekad yang kuat, Hana dan Jaka terus memainkan komposisi tersebut. Bayangan-bayangan itu semakin mendekat, tetapi semakin dekat ke penyelesaian komposisi, dan Hana merasakan getaran aneh di sekelilingnya, seolah-olah dunia lain benar-benar terbuka di hadapannya.

Tiba-tiba, pintu depan rumah terbuka dengan keras. Seorang pria bertubuh kekar masuk dengan tatapan penuh amarah. "Hentikan mereka!" teriaknya. Di belakangnya, beberapa orang lagi masuk, semuanya tampak berbahaya.

Arga segera bereaksi, menghalangi pria-pria itu mendekati Hana dan Jaka. "Cepat, selesaikan komposisinya!" teriaknya sambil mencoba melawan mereka.

Hana dan Jaka, meski terguncang oleh kehadiran orang-orang tak diundang itu, tetap memainkan musik dengan penuh konsentrasi. Mereka tahu bahwa nyawa mereka, dan mungkin banyak orang lainnya, bergantung pada kesempurnaan permainan mereka.

Arga berjuang keras melawan para penyerang. Ia menggunakan segala kekuatan dan keterampilannya untuk menahan mereka.

Setiap kali seseorang mencoba mendekati Hana dan Jaka, Arga menghadapinya dengan berani. Pertarungan itu sengit, dan Arga mulai merasa lelah, tapi dia tidak menyerah.

Musik semakin mencapai klimaksnya. Suara-suara dari dunia lain semakin keras, seolah-olah mencoba mengganggu konsentrasi mereka. Bayangan-bayangan di ruangan itu bergerak semakin cepat, mendekati piano dengan niat jahat.

"Ayo, kita hampir selesai!" Jaka berteriak, suaranya bergetar karena ketegangan.

Akhirnya, dengan usaha yang keras dan fokus yang penuh, Hana dan Jaka memainkan nada terakhir komposisi itu. Sebuah getaran kuat mengalir melalui ruangan, diikuti oleh suara seperti ledakan yang menggelegar. Cahaya terang menyilaukan memancar dari piano, dan bayangan-bayangan itu menghilang seketika.

Para penyerang yang masih berdiri tiba-tiba terjatuh, terkejut dan kebingungan. Mereka melihat cahaya itu dengan mata terbelalak, menyadari bahwa sesuatu yang luar biasa baru saja terjadi.

Arga berdiri dengan napas terengah-engah, tubuhnya penuh luka dari pertarungan. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara serak.

Hana dan Jaka berdiri dari piano, wajah mereka menunjukkan campuran kelelahan dan kepuasan. "Kita berhasil," kata Jaka. "Kita menutup pintu ke dunia lain. Kekuatan gelap itu tidak akan bisa kembali."

Hana merasakan air mata mengalir di pipinya. Dia merasa lega, meskipun tubuhnya masih gemetar karena ketegangan yang baru saja dialaminya. "Terima kasih, Arga. Tanpa kamu, kami tidak akan berhasil."

Arga tersenyum lemah. "Ini adalah kerja tim. Kita semua berperan penting."

Mereka bertiga meninggalkan rumah tua itu dengan hati-hati, memastikan tidak ada lagi bahaya yang mengintai. Para penyerang yang tersisa tampak kebingungan dan tidak lagi menunjukkan niat jahat. Mereka hanya berdiri di sana, terdiam dan terpana oleh apa yang baru saja terjadi.

Kembali ke apartemen Hana, mereka mencoba merenung dan memahami semua yang telah terjadi. Meski mereka berhasil menutup pintu ke dunia lain, perasaan aneh dan bayangan dari pengalaman itu masih melekat di pikiran mereka.

"Apakah semuanya benar-benar sudah berakhir?" tanya Hana dengan suara pelan.

Jaka mengangguk. "Kita sudah melakukan apa yang harus kita lakukan. Tapi kita harus tetap waspada. Musik itu memiliki sejarah kelam, dan mungkin masih ada orang yang menginginkan kekuatannya."

Arga merangkul Hana dengan lembut. "Yang penting sekarang adalah kita selamat. Kita berhasil melalui semua ini bersama."

Hana merasa nyaman dalam pelukan Arga, merasakan kehangatan dan perlindungan yang diberikan olehnya. Meski ancaman gelap sudah berlalu, dia tahu bahwa perjalanan mereka belum sepenuhnya selesai. Ada banyak hal yang harus mereka pelajari dan pahami tentang musik dan dunia di sekitarnya.

Dengan tekad baru, Hana, Arga, dan Jaka berjanji untuk terus menjaga satu sama lain dan memastikan bahwa kekuatan gelap itu tidak akan pernah kembali. Mereka menyadari bahwa meskipun musik bisa menjadi sesuatu yang indah, namun di balik keindahan itu, terkadang ada bayangan gelap yang menunggu untuk dibangkitkan.

Dan begitu, cerita mereka berlanjut. Dengan setiap nada yang dimainkan dan setiap misteri yang terungkap, mereka menyadari bahwa dunia ini penuh dengan rahasia yang menunggu untuk ditemukan. Tapi mereka tidak akan pernah berhenti mencari, dan bersama-sama, mereka akan menghadapi apa pun yang datang dengan keberanian dan kepercayaan.