Chereads / Melody in the Shadows / Chapter 4 - Shadow Of The Past

Chapter 4 - Shadow Of The Past

Pagi itu, Hana terbangun dengan perasaan yang masih campur aduk setelah kejadian semalam. Meskipun ancaman dari kekuatan gelap tampaknya telah berlalu, dia tidak bisa menghilangkan bayangan-bayangan mengerikan dari pikirannya. Namun, dengan dukungan dari Arga dan Jaka, Hana merasa sedikit lebih kuat untuk menghadapi hari baru.

Mereka berkumpul di ruang tamu apartemen Hana, mengingat kembali kejadian semalam dan merencanakan langkah selanjutnya. Arga, yang kini merasa bahwa kasus ini belum sepenuhnya selesai, mengusulkan agar mereka mencari lebih banyak informasi tentang sejarah buku musik dan komposer Damar Santoso.

"Saya rasa kita harus menemui beberapa orang yang mungkin tahu lebih banyak tentang Damar dan sejarah bukunya," kata Arga sambil menyeruput kopinya. "Kita perlu memahami sepenuhnya apa yang kita hadapi."

Jaka mengangguk setuju. "Saya kenal seorang profesor di universitas yang mungkin bisa membantu. Dia ahli dalam sejarah musik Indonesia dan mungkin tahu sesuatu yang bisa kita gunakan."

Hana mengangguk, meski hatinya masih diliputi keraguan. "Baiklah, mari kita temui dia. Tapi saya ingin kita berhati-hati. Saya tidak ingin ada lagi yang terluka."

Dengan tekad baru, mereka memutuskan untuk mengunjungi Profesor Irfan di Universitas Jakarta. Profesor Irfan adalah seorang ahli dalam sejarah musik dan sudah banyak menulis tentang komposer-komposer besar Indonesia. Mereka berharap dia bisa memberikan petunjuk lebih lanjut tentang Damar dan bukunya.

Sesampainya di universitas, mereka disambut oleh seorang asisten profesor yang mengantar mereka ke ruangan Profesor Irfan. Pria tua itu menyambut mereka dengan senyuman ramah dan segera mempersilakan mereka duduk.

"Selamat pagi, Hana, Arga, dan Jaka. Saya mendengar kalian ingin tahu lebih banyak tentang Damar Santoso," kata Profesor Irfan dengan suara lembut namun penuh otoritas. "Apa yang bisa saya bantu?"

Arga mengambil alih pembicaraan dan menceritakan semua yang mereka ketahui sejauh ini, mulai dari buku musik yang ditemukan Hana, hingga kejadian di rumah tua Lila. Profesor Irfan mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk dan mencatat beberapa hal penting.

"Apa yang kalian ceritakan sangat menarik," kata Profesor Irfan setelah Arga selesai berbicara. "Damar Santoso memang salah satu komposer paling misterius dalam sejarah musik Indonesia. Banyak yang percaya bahwa karyanya memiliki kekuatan supranatural, tapi ini pertama kalinya saya mendengar tentang pembunuhan terkait dengan musiknya."

Hana merasa sedikit lega mendengar bahwa Profesor Irfan tidak menganggap cerita mereka sebagai omong kosong. "Apa yang Anda ketahui tentang Damar dan buku musiknya, Profesor?"

Profesor Irfan membuka sebuah buku catatan dan mulai menjelaskan. "Damar Santoso adalah seorang komposer jenius yang hidup pada awal abad ke-20. Dia dikenal dengan komposisi-komposisinya yang indah namun penuh dengan emosi yang mendalam. Sayangnya, hidupnya berakhir tragis ketika dia ditemukan tewas di studionya. Meskipun polisi menyimpulkan bahwa dia bunuh diri, ada banyak spekulasi bahwa kematiannya sebenarnya adalah pembunuhan."

Hana mengangguk, ingat akan informasi yang sudah mereka ketahui. "Bagaimana dengan bukunya? Apa yang membuatnya begitu istimewa?"

"Buku musik yang Anda temukan itu," lanjut Profesor Irfan, "dikatakan berisi notasi-notasi musik yang belum pernah dipublikasikan. Ada yang percaya bahwa notasi-notasi itu memiliki kekuatan untuk memanggil entitas dari dunia lain. Ini mungkin terdengar seperti takhayul, tapi banyak cerita yang mendukung klaim tersebut."

Jaka, yang sejak tadi mendengarkan dengan seksama, bertanya, "Apakah ada cara untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah buku itu? Mungkin ada dokumen atau catatan lain yang bisa kita periksa?"

Profesor Irfan berpikir sejenak sebelum menjawab. "Mungkin kalian bisa memeriksa arsip nasional. Ada kemungkinan bahwa mereka memiliki catatan tentang Damar dan karyanya yang belum dipublikasikan. Selain itu, kalian juga bisa mencoba mencari lebih banyak informasi dari orang-orang yang pernah mengenal Damar."

Setelah diskusi singkat, mereka memutuskan untuk mengunjungi arsip nasional keesokan harinya. Profesor Irfan memberikan mereka beberapa rekomendasi kontak yang mungkin bisa membantu, termasuk mantan murid-murid Damar yang masih hidup.

Sore itu, mereka meninggalkan universitas dengan perasaan campur aduk. Mereka kini memiliki lebih banyak petunjuk, tapi juga lebih banyak pertanyaan. Hana merasa sedikit lebih optimis, tapi dia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang.

Keesokan harinya, mereka tiba di arsip nasional dan langsung menuju bagian yang menyimpan catatan sejarah musik Indonesia. Dengan bantuan staf arsip, mereka mulai mencari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Damar Santoso.

Setelah beberapa jam mencari, Jaka menemukan sebuah map yang tampak usang dengan tulisan tangan "Damar Santoso" di bagian depan. Mereka membuka map tersebut dengan hati-hati dan menemukan berbagai dokumen, termasuk surat-surat pribadi, notasi musik, dan beberapa artikel koran.

Salah satu surat menarik perhatian mereka. Surat itu ditulis oleh Damar kepada seorang teman dekatnya, mengungkapkan kekhawatirannya tentang musik yang dia ciptakan.

"Saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi musik ini tampaknya memiliki kekuatan yang tidak saya mengerti. Setiap kali saya memainkannya, saya merasa ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan. Saya takut, tapi saya tidak bisa berhenti."

Hana merasakan dingin di punggungnya saat membaca surat itu. "Ini seperti apa yang kita alami," katanya dengan suara pelan.

Arga mengangguk. "Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang teman yang disebutkan dalam surat ini. Mungkin dia tahu sesuatu yang bisa membantu kita."

Mereka melanjutkan pencarian mereka dan menemukan beberapa artikel koran yang memberitakan tentang kematian Damar. Salah satu artikel menyebutkan bahwa polisi menemukan notasi musik yang belum pernah dipublikasikan di dekat tubuh Damar, menambah spekulasi tentang kematiannya yang misterius.

Hana merasa semakin terhubung dengan Damar. "Seolah-olah dia mencoba memberi tahu kita sesuatu melalui musiknya," pikirnya.

Setelah berjam-jam di arsip nasional, mereka akhirnya memutuskan untuk mengunjungi salah satu kontak yang direkomendasikan oleh Profesor Irfan. Orang tersebut adalah seorang mantan murid Damar yang kini tinggal di pinggiran kota.

Sesampainya di rumah mantan murid itu, mereka disambut oleh seorang wanita tua bernama Ibu Sari. Meski usianya sudah lanjut, matanya masih bersinar dengan kecerdasan dan rasa ingin tahu.

"Selamat sore, apa yang bisa saya bantu?" tanya Ibu Sari dengan senyum ramah.

Arga memperkenalkan diri mereka dan menjelaskan tujuan mereka. Ibu Sari mendengarkan dengan seksama, dan setelah Arga selesai, dia menghela napas panjang.

"Damar adalah guru yang luar biasa," kata Ibu Sari dengan suara lembut. "Dia memiliki bakat yang luar biasa dalam musik, tapi dia juga sering terganggu oleh sesuatu yang tidak bisa kami pahami."

Hana merasa ada kehangatan dalam cara Ibu Sari berbicara tentang Damar. "Apa yang Anda maksud dengan 'terganggu'?"

Ibu Sari mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Damar sering berbicara tentang mimpi buruk dan bayangan yang mengikutinya. Dia percaya bahwa musik yang dia ciptakan memiliki kekuatan yang tidak bisa dia kendalikan. Saya pikir itu hanya imajinasi, tapi setelah mendengar cerita kalian, saya mulai berpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih."