"Apa... apa yang terjadi?" tanya Gelya dengan suara gemetar, mengusap matanya dan bangkit dari tanah.
"Kita di mana?" sahut Ariq, matanya memperhatikan sekeliling, mencoba mencari petunjuk tentang tempat mereka berada.
Raye berdiri, mengguncang debu dari celananya. "Itu gua... cahayanya sangat terang... dan tiba-tiba kita berada di sini."
"Ini bukan tempat kemah," bisik Izyi, wajahnya pucat. Dia berjongkok di samping Gelya, merasa bingung dan takut. "Kita tidak di hutan yang sama lagi."
Vilsa, dengan ekspresi tenang meski hatinya berdebar, menatap Raye dan berkata, "Kita harus tetap tenang. Ini jelas bukan tempat yang kita kenal, tapi panik tidak akan membantu. Mari kita cari tahu di mana kita berada."
Setelah memastikan tidak ada yang terluka, mereka berlima memutuskan untuk berjalan mengikuti jalan setapak yang mereka temukan di antara pepohonan. Jalan setapak itu tampak sudah lama tidak digunakan, dengan rumput liar tumbuh di sepanjang sisinya, tetapi setidaknya itu adalah petunjuk pertama yang mereka miliki.
Mereka berjalan selama beberapa menit dalam diam, mencoba mencerna situasi mereka. Di kejauhan, mereka bisa melihat asap tipis naik ke langit, menandakan adanya kehidupan manusia atau setidaknya sesuatu yang bisa menyalakan api. Dengan hati-hati, mereka mengikuti arah asap itu.
Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di puncak sebuah bukit kecil. Di bawah mereka terbentang sebuah desa kecil dengan rumah-rumah berbentuk aneh yang terbuat dari kayu dan jerami. Asap mengepul dari cerobong-cerobong rumah, dan mereka bisa mendengar suara anak-anak tertawa serta suara alat musik dari jauh.
"Itu... desa," kata Raye dengan nada lega. "Mungkin kita bisa mendapatkan jawaban di sana."
"Ayo kita turun," ajak Vilsa, yang sudah mulai berjalan menuruni bukit.
Ketika mereka memasuki desa, penduduk desa langsung memperhatikan mereka. Orang-orang yang lewat berhenti dan menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Beberapa anak kecil berlari mendekat, memandang mereka dengan mata besar penuh rasa ingin tahu.
"Lihat! Mereka berbeda!" teriak seorang anak laki-laki kecil, menunjuk ke arah Raye dan teman-temannya. "Mereka dari luar desa!"
Seorang pria tua dengan janggut putih panjang dan pakaian cokelat sederhana mendekati mereka. Wajahnya penuh dengan kerutan, tetapi matanya bersinar dengan kebijaksanaan. "Selamat datang di Aetheria," katanya dengan suara ramah. "Saya adalah Eldor, tetua desa ini. Apa yang membawa kalian ke tempat ini?"
"Kami tidak tahu bagaimana kami bisa sampai di sini," jawab Ariq jujur. "Kami sedang berkemah, lalu tiba-tiba muncul cahaya, dan kami... berada di sini."
Eldor mengangguk pelan, seolah mengerti situasi mereka. "Aetheria adalah desa kecil yang berada di bawah perlindungan kerajaan Elf, Neraido Vasileio. Desa ini sering menjadi tempat singgah bagi para pelancong dan pengelana dari berbagai tempat. Namun, kalian terlihat berbeda dari kebanyakan yang pernah datang ke sini."
"Kerajaan Elf?" tanya Vilsa, matanya menyipit. "Apakah ini semacam dunia magis?"
Eldor tertawa kecil. "Dunia magis? Mungkin begitulah kalian menyebutnya. Dunia ini penuh dengan keajaiban, makhluk magis, dan sihir yang kuat. Banyak yang datang ke Aetheria mencari ilmu atau sekadar berlindung. Apakah kalian memiliki tujuan khusus datang ke sini?"
"Kami hanya ingin tahu bagaimana cara kembali ke tempat kami berasal," kata Raye, suaranya menunjukkan sedikit keputusasaan.
"Saya mengerti," Eldor mengangguk. "Ada banyak misteri di dunia ini, dan tidak semuanya mudah dipecahkan. Namun, mungkin kalian bisa menemukan jawaban di Neraido Vasileio. Para Elf memiliki pengetahuan luas tentang dimensi dan portal antar dunia. Mereka mungkin bisa membantu."
"Bagaimana kami bisa sampai ke sana?" tanya Gelya dengan antusiasme yang baru ditemukan.
Eldor menunjuk ke arah utara. "Ikuti jalan ini sampai kalian tiba di hutan perak. Di sana, kalian akan menemukan penjaga gerbang yang bisa menunjukkan jalan ke kerajaan Elf. Tetapi hati-hati, hutan perak penuh dengan makhluk yang bisa menjadi bahaya bagi orang yang tidak siap."
"Terima kasih atas bantuannya, Eldor," kata Raye dengan hormat.
"Tidak perlu berterima kasih, anak muda. Aetheria selalu terbuka untuk orang-orang yang membutuhkan," jawab Eldor dengan senyum. "Tetapi, sebelum kalian pergi, makanlah sesuatu. Perjalanan panjang akan lebih mudah jika perut kalian kenyang."
Penduduk desa membawa mereka ke sebuah pondok kecil yang berfungsi sebagai tempat pertemuan. Di dalam, ada meja panjang penuh dengan makanan yang lezat: roti gandum segar, daging panggang, buah-buahan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, dan minuman berwarna ungu yang berbau harum. Mereka makan dengan lahap, merasa lebih berenergi dan siap menghadapi apa pun yang menunggu mereka.
Sambil makan, mereka berbincang dengan penduduk desa yang ramah dan ingin tahu tentang asal-usul mereka. Seorang wanita tua dengan pakaian biru muda bercerita tentang legenda lama mengenai para pahlawan yang datang dari dunia lain untuk menyelamatkan Oneiro dari kehancuran. Seorang pemuda yang bekerja sebagai pandai besi menawarkan untuk memperbaiki apa pun yang mereka butuhkan. Anak-anak kecil bermain di sekitar mereka, tertawa dan saling berlarian.
"Aku tidak pernah merasa lebih hidup," bisik Izyi sambil tersenyum kecil pada Gelya. "Ini seperti... mimpi."
"Ya, mimpi yang indah," Gelya setuju, matanya bersinar dengan kegembiraan.
Setelah makan, Eldor memberikan mereka peta sederhana yang menunjukkan rute ke hutan perak. "Berhati-hatilah, dan percayalah pada intuisi kalian," katanya sambil menyerahkan peta. "Dunia ini mungkin asing bagi kalian, tetapi terkadang, orang asinglah yang membawa harapan."
Raye, Vilsa, Ariq, Gelya, dan Izyi berpamitan kepada penduduk desa, membawa serta bekal yang telah disiapkan. Mereka mulai berjalan menuju hutan perak, dengan hati yang sedikit lebih tenang karena tahu mereka tidak sendirian.
Namun, mereka juga sadar bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Dunia Oneiro menyimpan banyak misteri dan bahaya yang belum mereka ketahui. Dengan langkah hati-hati, mereka melangkah ke dalam hutan perak, di mana daun-daun perak berkilau seperti bintang, menandai awal petualangan yang akan mengubah hidup mereka.
Kira-kira apa yang akan terjadi dengan Raye dan teman-temannya di hutan perak nanti yaa??