Chereads / The Oneiro / Chapter 6 - Chapter 6 : Hutan Goblin

Chapter 6 - Chapter 6 : Hutan Goblin

Pagi hari menyapa desa kecil itu dengan kelembutan. Cahaya matahari menyusup di antara pepohonan, menghangatkan udara dingin pegunungan. Raye, Vilsa, Ariq, Gelya, dan Izyi berkumpul di depan rumah Eldor, tetua desa yang bijaksana. Setelah insiden serangan bandit malam itu, mereka merasa bertanggung jawab untuk membantu desa dan juga mencari cara agar mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka ke Kerajaan Elf.

Eldor keluar dari rumahnya, mengenakan jubah panjang dengan hiasan simbol-simbol kuno. Wajahnya yang penuh dengan kerutan menampakkan senyuman bijak saat dia melihat kelima remaja yang berdiri di hadapannya. "Kalian telah menunjukkan keberanian semalam," katanya dengan suara lembut. "Namun, masuk ke Kerajaan Elf bukanlah tugas yang mudah, terutama tanpa surat izin resmi."

Raye mengangguk, mengingat peringatan yang diberikan oleh penjaga gerbang kerajaan kemarin. "Tetua Eldor, apakah ada cara lain untuk mendapatkan izin tersebut?" tanya Raye, matanya penuh harap.

Eldor terdiam sejenak, lalu memandang ke arah timur, ke arah hutan yang tampak gelap dan misterius. "Ada dua kerajaan di Oneiro yang tidak memerlukan surat izin resmi untuk memasuki wilayah mereka," katanya. "Yang pertama adalah Kerajaan Sihir, Magiko Vasileio, dan yang kedua adalah Kerajaan Agung, Megalo Vasileio."

Gelya berseri-seri mendengar informasi itu. "Jadi, kita bisa pergi ke Kerajaan Sihir! Mungkin di sana kita bisa belajar tentang dunia ini dan bagaimana cara kembali ke rumah," ujarnya penuh semangat.

Vilsa, dengan nada suara yang lebih tenang, menambahkan, "Tapi bagaimana cara kita ke sana? Kita tidak tahu jalan, dan siapa tahu apa yang menanti kita di sepanjang perjalanan."

Eldor tersenyum. "Kalian tidak akan sendirian. Yudi, seorang pemuda dari desa ini yang ingin mendaftar ke Akademi Megalytri di Magiko Vasileio, akan pergi bersama kalian. Dia sudah berpengalaman dan mengenal jalan ke sana."

Seolah mendengar panggilan namanya, seorang pemuda bertubuh tegap dengan rambut hitam pendek muncul dari balik rumah. Yudi tersenyum ramah pada kelompok itu. "Saya akan membimbing kalian ke Kerajaan Sihir. Saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan ke sana untuk persiapan mendaftar di akademi."

Raye dan teman-temannya merasa lega mendengar itu. Ariq menyentil bahu Raye sambil berbisik, "Setidaknya kita punya seseorang yang tahu jalan. Dan mungkin dia bisa sedikit mengajari kita tentang sihir."

Yudi tertawa kecil mendengar percakapan mereka. "Saya masih belajar, tetapi saya akan melakukan yang terbaik untuk membantu kalian. Oh, dan sebaiknya kalian bersiap-siap. Kita harus melewati Hutan Goblin, dan itu bisa berbahaya."

Izyi yang sejak tadi diam tiba-tiba angkat bicara. "Goblin? Apakah mereka menyerang manusia?"

Yudi mengangguk serius. "Ya, mereka biasanya tidak menyerang tanpa alasan, tapi hutan itu adalah wilayah mereka. Jika kita tidak hati-hati, mereka mungkin merasa terancam."

Setelah melakukan persiapan dengan bantuan warga desa, kelompok itu berangkat pagi itu juga. Mereka mengikuti jalan setapak yang menuju ke dalam hutan, dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang seakan menutupi cahaya matahari. Suasana berubah menjadi lebih suram dan sunyi. Raye berjalan di depan, diikuti oleh Vilsa dan Gelya, sementara Ariq dan Izyi berjalan di belakang bersama Yudi yang memimpin mereka.

Ketegangan mulai terasa ketika mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan. Suara ranting patah dan gemerisik dedaunan membuat mereka waspada. "Tetap dekat dan jangan berpencar," bisik Yudi.

Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara geraman dari semak-semak. Beberapa sosok kecil dengan kulit kehijauan dan mata merah muncul dari balik bayangan pohon. Goblin-goblin itu, membawa senjata primitif, menatap dengan mata penuh kebencian. Tanpa peringatan, mereka menyerang.

Raye mengangkat tongkat kayu yang dia bawa sebagai senjata, siap bertahan. Goblin pertama melompat ke arahnya, dan Raye memukulnya keras dengan tongkatnya, membuat goblin itu jatuh ke tanah. Sementara itu, Ariq mengambil batu dari tanah dan melemparkannya dengan keras ke arah salah satu goblin, mengenai kepala makhluk itu.

Yudi bergerak cepat, mengangkat tangannya dan mengucapkan mantra dengan cepat. Bola api muncul di telapak tangannya, lalu dia lemparkan ke arah goblin-goblin yang mendekat. Api menyala dan membakar, memaksa goblin-goblin itu mundur dengan teriakan ketakutan.

Vilsa, dengan mata dingin, menendang salah satu goblin yang mendekat terlalu dekat, sementara Gelya menolong Izyi yang hampir terjatuh saat mencoba menghindari serangan goblin lainnya. Meskipun mereka bukan ahli dalam bertarung, kerja sama mereka membuat pertempuran menjadi lebih mudah.

Dengan bantuan sihir api Yudi, mereka berhasil mengusir goblin-goblin itu. Makhluk-makhluk kecil itu melarikan diri ke dalam hutan, meninggalkan mereka dengan nafas yang terengah-engah. Raye menurunkan tongkatnya, berkeringat, tapi tersenyum lega.

"Hebat!" seru Gelya. "Kita berhasil melawan mereka!"

Yudi mengangguk sambil tetap waspada. "Ini baru permulaan. Kita harus cepat keluar dari hutan ini sebelum lebih banyak goblin datang. Ayo, jalan terus!"

Kelompok itu melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, namun dengan perasaan lega karena mereka berhasil melalui tantangan pertama mereka bersama. Satu langkah lebih dekat menuju Kerajaan Sihir, satu langkah lebih dekat menuju jawaban yang mereka cari.