Raye, Vilsa, Ariq, Gelya, Izyi, dan Yudi akhirnya tiba di gerbang utama Akademi Megalytri. Di hadapan mereka, berdiri sebuah bangunan megah yang memancarkan aura sihir dari setiap sudutnya. Tembok-tembok akademi berkilauan seperti kristal di bawah sinar matahari, dengan simbol-simbol sihir yang terpahat di dinding, melingkari pintu utama. Di atas pintu itu, sebuah prasasti berisi kata-kata dalam bahasa kuno tertulis: "Di sinilah keajaiban bermula dan mimpi menjadi nyata."
Yudi menatap bangunan itu dengan penuh kekaguman. "Inilah impian setiap penyihir di Oneiro, Akademi Megalytri," katanya, suaranya penuh kekaguman. "Aku sudah lama ingin datang ke sini. Dengan belajar di sini, kita bisa menjadi penyihir hebat yang bisa diandalkan."
Raye tersenyum tipis, masih terpesona oleh kemegahan tempat itu. "Ini lebih besar dari yang aku bayangkan. Kita harus melewati banyak tantangan untuk sampai di sini."
Saat mereka berdiri di sana, sekelompok siswa lain datang, sepertinya untuk pendaftaran juga. Di antara mereka, tampak seorang laki-laki bertubuh kekar dengan rambut cokelat gelap yang tergerai hingga bahu, namun wajahnya berbeda dari ekspresi keras yang biasa ditunjukkan oleh para barbar. Ada sesuatu yang tenang dan kalem dalam tatapannya, yang langsung menarik perhatian Gelya.
"Hey, lihat, dia pasti berasal dari Kerajaan Barbar," bisik Gelya pada Vilsa. "Tapi... entah kenapa, dia tidak terlihat seperti barbar pada umumnya."
Laki-laki itu mendekati meja pendaftaran dan menyebutkan namanya, "Pitra dari Varvariko Vasileio." Suaranya rendah tapi tenang, penuh keyakinan. Penampilan dan caranya berbicara sangat berbeda dengan stereotip barbarian yang biasanya garang dan kasar.
"Pitra," kata Yudi, memperkenalkan dirinya dan kelompoknya. "Aku Yudi, dan ini Raye, Vilsa, Ariq, Gelya, dan Izyi. Kami dari desa dekat perbatasan Kerajaan Elf. Apa yang membawamu ke sini?"
Pitra tersenyum ramah. "Aku ingin mengasah bakat sihirku. Aku tahu, sebagai seorang barbar, bakat sihir itu langka. Tapi aku ingin membuktikan bahwa aku bisa menjadi penyihir yang baik. Bahkan seorang barbar sekalipun bisa menguasai seni sihir."
Raye merasa ada koneksi dengan Pitra, seolah-olah mereka berdua memiliki sesuatu yang membedakan mereka dari orang lain di dunia ini. "Kau tampak berbeda dari barbarian lainnya," kata Raye dengan jujur.
Pitra tertawa kecil. "Memang begitu. Di desaku, aku selalu dianggap aneh karena ketertarikanku pada sihir. Tapi aku percaya, ada tempat untuk semua orang di dunia ini, selama kita percaya pada diri sendiri."
Percakapan mereka terputus saat seorang pria tua dengan jubah panjang dan tongkat kayu menghampiri. Dia memiliki rambut putih panjang dan mata yang memancarkan cahaya biru, memberikan kesan misterius. "Selamat datang di Akademi Megalytri," katanya dengan suara yang dalam dan bergema. "Nama saya Profesor Sofos. Saya yang bertanggung jawab atas pendaftaran dan penerimaan siswa baru. Siapa yang ingin mendaftar?"
Yudi maju pertama kali. "Saya Yudi, dari desa di perbatasan Kerajaan Elf."
Profesor Sofos memandang Yudi sejenak, lalu beralih ke yang lain. "Dan kalian?"
Raye dan teman-temannya memperkenalkan diri mereka satu per satu. Ketika sampai pada Pitra, Profesor Sofos menatapnya dengan seksama. "Barbar dari Varvariko Vasileio yang ingin mempelajari sihir? Itu tidak biasa. Tapi kami di sini tidak menolak siapapun yang memiliki keinginan kuat untuk belajar."
Mereka semua disuruh mengikuti Profesor Sofos ke dalam bangunan akademi. Lorong-lorong di dalamnya dipenuhi dengan artefak-artefak kuno, lukisan penyihir legendaris, dan rak-rak penuh buku sihir. Setiap langkah yang mereka ambil, lantai marmer di bawah kaki mereka berkilauan dengan pola-pola sihir yang memancarkan energi hangat.
Di dalam aula besar, terdapat sebuah meja panjang di mana beberapa penyihir duduk. Mereka adalah dewan akademi, orang-orang paling terkemuka di Magiko Vasileio. "Setiap siswa yang diterima di sini harus melalui ujian untuk menunjukkan bakat mereka," kata Profesor Sofos, memandang para siswa dengan tatapan tajam. "Siapkan dirimu. Ujian dimulai besok pagi."
Raye merasakan campuran antara kegembiraan dan kekhawatiran. Ia tahu, ini adalah langkah pertama mereka menuju sesuatu yang lebih besar, petualangan yang lebih menantang di dunia Oneiro. Ia melirik teman-temannya. Masing-masing tampak fokus dan siap. Mereka telah melalui banyak hal bersama, dan dia tahu bahwa apapun ujian yang menanti, mereka akan menghadapinya sebagai satu kesatuan.
Namun, saat mereka berbalik untuk pergi, mata Profesor Sofos berhenti pada Raye. "Kau..." katanya pelan, suaranya hampir seperti berbisik. "Aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirimu. Mungkin... hanya mungkin, kau akan menemukan lebih dari sekadar sihir di tempat ini."
Kata-kata itu mengambang di udara saat Raye mencoba mencerna maksudnya. Tapi sebelum ia sempat bertanya, Profesor Sofos telah berbalik, meninggalkan mereka dengan pikiran yang dipenuhi teka-teki.
Di luar, malam mulai menyelimuti Magiko Vasileio dengan selimut bintang. Raye dan teman-temannya duduk di bawah pohon besar di halaman akademi, membicarakan tentang ujian esok dan pertemuan mereka dengan Pitra.
"Aku suka dia," kata Gelya, menggambarkan Pitra dengan antusias. "Dia tampak seperti seseorang yang bisa kita andalkan."
Vilsa, yang biasanya skeptis, mengangguk setuju. "Ada sesuatu tentangnya yang membuatku merasa tenang. Mungkin kita bisa belajar banyak darinya."
Raye tersenyum, menatap langit malam. Ini baru permulaan, pikirnya. Dunia Oneiro masih penuh misteri, dan setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke kebenaran yang tersembunyi di balik tabir sihir.