Chapter 2 - Cream Soup

Kami berdua berjalan di jalanan, tidak ada yang memperdulikan kami, aku melihat lihat barang barang apa saja yang dijual di jalanan, dari sandal jerami hingga vas bunga, jika semuanya sudah terlihat miskin, untuk memerdulikan orang lain yang juga miskin, mungkin ini yang dipikiran orang orang.

Untungnya aku bisa membaca tulisan tulisan dunia ini, sebuah roti harganya 20 perunggu, kalau sesuai sistem novel novel yang aku biasa, 1 perak akan bernilai 100 perunggu, artinya harga aku hanya 25 potong roti tawar keras.

Tapi bukannya terlalu murah untuk seorang budak, dilihat dari kondisi tubuhku, isa dibilang aku masih baru di perbudakan, dan aku dijual sebagai budak sex, mungkin karena kami sengaja dibuat kelaparan agar saat pembeli nanti bisa dengan mudah menakhlukan kami hanya dengan modal makanan saja?

Kami berdua sudah berjalan cukup lama dan tidak ada yang berbicara sama sekali, aku memutuskan untuk memecah keheningan.

"Kamu tahu harga garam?"

"Satu kantong 50 perak"

"Kantong nya sebesar apa?"

"Pahamu"

"Oh"

Aku melihat ke pahaku lalu aku perkirakan mungin hanya 500 gram saja, berarti 10 gram 10 perak.

"Apakah dekat sini ada tambang garam?"

"Tidak ada, semua garam dipegang oleh Flintlock"

Setelah berjalan agak lama, kami tiba di sebuah rumah kayu yang sudah mau roboh, dia membuka pintunya, pintunya tidak dikunci mungkin karena tidak apa apa untuk dicuri, aku berjalan masuk, hanya ada satu ruangan besar, tidak ada sekat atau apapun, dapur, tempat simpan barang dan tempat kosong, tidak ada meja untuk makan juga.

Aku kemudian duduk dan lantai, mengejutkanya lantainya cukup bersih, aku kemudian melihat dia menyalakan tungku api, aku sebenarnya agak takut rumahnya akan terbakar suatu hari nanti, dia kemudian memasukkan tepung gandum, beberapa tanaman dan daging kering, kemudian dia tuangkan ke mangkok, aku meniupnya dingin dan memakannya.

"Ukh"

Penampilannya memang seperti cream soup, tapi rasanya jauh dari yang aku bayangkan, rasanya hambar dengan dedaunan pahit, yang bisa aku makan dengan tenang hanya daging keringnya, namun karena sudah dibikinkan dan sama sama lapar dan miskin, aku menelannya dengan terpaksa.

"Kamu punya peta tidak?"

"Ada"

Dia mengeluarkan sebuah gulungan, aku kemudian melihat petanya, kami berada di sebuah desa kecil bernama sorsa, di kerajaan yang luas wilayahnya cukup besar dibanding kerjaan yang lain, hanya saja desa ini terisolasi oleh bukit dan tebing, sehingga untuk ke ibu kota, harus melewati daerah 2 kerajaan, atau dengan jalur laut.

"Kamu bisa membaca?"

"Tidak terlalu bisa"

"Berapa lama untuk ke laut?"

"4 Jam kalau jalan kaki, 1 jam dengan kuda"

"Besok aku akan mengajarimu cara membuat garam"