Sesampainya di rumah. Aku langsung ke kamar, berganti pakaian dan menuju ke basecamp menemui kedua teman dekatku, yang dari tadi menungguku di sana.
"Lama banget dah, dari mana aja sih?" tanya Dani yang capek dari tadi menungguku.
"Keliling dunia dulu tadi," jawabku bercanda.
"Yee, bercanda mulu, capek tau nunggu kamu dari tadi," balas Dani dengan nada kesal.
"Udah lah. Hmm, apakah ada informasi terbaru mengenai Atlantis?" tanya Vano.
"Nah itu, aku mau cerita sesuatu," jawabku.
"Cerita apa?" tanya Vano dan Dani berbarengan sambil menyiapkan diri untuk mendengarkan.
"Tadi kan, saat pulang sekolah aku ke kantin, karena diajak ketemuan sama Hendra berdua,"
"Hah? berdua? sepenting apa sih?" sahut Dani memotong ceritaku.
"Udahhh dengerin dulu," ucapku kesal.
"Terus?" tanya Vano yang dari tadi penasaran kelanjutan ceritaku.
"Dia sekali lagi mengatakan bahwa Atlantis itu gak ada," lanjutku.
"Tapi.... ada seorang laki-laki bernama Bram, dia salah satu penjual di kantin sekolah kita, dan katanya dia tahu dimana letak kota Atlantis itu, bahkan ingin mengajakku ke sana berdua sepulang sekolah besok. Namun aku tolak, karena aku gak mau berangkat tanpa kalian,"
"Aneh banget kan," tanyaku bercanda mencairkan suasana.
"Ya, kita kan satu tim, walaupun beda keahlian, misalnya, Dani yang ahli dalam kimia, Vano yang ahli dalam bidang fisika dan matematika, juga aku yang ahli dalam bidang biologi. Tapi kita akan jadi kuat jika kita bersama, saling mengisi dan saling melindungi, apapun dan kemanapun kita harus tetap bersama. karena tidak ada kekuatan yang bisa menandingi kekuatan persahabatan," ucapku, sambil tertawa kecil.
"Iya iyaa, tapi jika dipikir-pikir lagi. Kalau dia tahu dimana letak kota Atlantis, mengapa dia dengan mudahnya membuka rahasia itu ke orang lain, dan yang mencurigakan itu, dia sampai berani mau mengantarkan kamu ke sana, padahal itu tempat yang sangat-sangat tersembunyi dan rahasia," jelas Dani curiga.
"Lebih sederhananya lagi, jangan mudah percaya kepada orang lain, apalagi yang baru kenal," nasehat Vano.
"Hmm, dari pada kita diam saja menunggu munculnya informasi baru tentang Atlantis, mending kita cari sendiri aja, biar lebih cepat," usulku random.
"Tapi mau cari dimana lagi Rey?, kan di internet juga tidak lengkap dan gak pasti kebenarannya," ucap Dani dengan pasrah.
Vano mengeluarkan benda aneh dari sakunya.
"Dengan ini mungkin bisa," Vano menebak-nebak.
Benda tersebut berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 4x4 cm, ketebalannya sekitar 1 cm, warnanya hitam dan terbuat dari besi ringan.
"Benda apa itu? dan apa fungsinya?" tanyaku penasaran.
"Gak tahu, aku masih belum membukanya sama sekali," jawab Vano santai.
"Ini buatanmu sendiri?" tanya Dani sambil memegang benda tersebut.
"Ya bukanlah, mana ada orang yang gak mengerti cara menggunakan ciptaannya sendiri," jawab Vano bercanda dan mengambil kembali benda itu dari tangan Dani.
"Lah, terus itu punya siapa?" tanya Dani kebingungan.
"Hmm, kemarin aku menemukan itu di mejaku saat aku kembali ke kelas sehabis istirahat di kantin, aku juga tidak tahu itu milik siapa, dan siapa yang menaruhnya, apa lagi dikelas tidak ada cctvnya," jawab Vano santai.
"Lalu kalau bukan punya kamu, kenapa kamu ambil?, kan itu namanya mencuri," ucap Dani sedikit marah.
"Udahlah. Gak perlu banyak tanya, ini teknologi yang belum pernah diciptakan sama sekali, aku sudah mengeceknya tadi," Vano menjelaskan dengan kesal.
"Tapi kan itu sama saja dengan mencuri. Sini, aku kembalikan sendiri besok," dengan cepat tangan Dani merampas benda itu yang sedang dipegang oleh Vano.
Dan "Klik"
Tanpa disengaja, Dani menekan tombol di bagian samping benda tersebut. Benda itu bergetar pelan dan mengeluarkan hologram berbentuk keyboard dan layar, seperti komputer layar lebar, tapi bedanya semuanya melayang di udara. Kami tertegun lama dan saling tatap satu sama lain.
"Bentar aku cek dulu," Vano mencoba mengotak-atik benda tersebut. Selain pintar fisika dan matematika, dia juga pintar dalam mengoperasikan komputer.
"Wow menarik, ini cara kerjanya sama seperti komputer biasa, aku heran siapa yang membuat ini, sepintar apa sih, sampai dia bisa membuat komputer dengan ukuran kecil dan mudah dibawa kemana-mana," Vano terkejut sekaligus senang sekali karena dia bisa mempelajari benda berteknologi tinggi itu.
Kami menjelajahi isi dari benda tersebut, saling bergantian mencoba berbagai fitur dalam komputer itu. Di dalam komputer canggih tersebut terdapat banyak sekali informasi yang tidak ada di komputer biasa.
"Hah?" kami berseru kaget bersamaan.
Kami gak sengaja membuka berkas yang berisi cetak biru senjata kota Atlantis, kami benar-benar gak sengaja membuka berkas itu, karena semua berkas di sana memang gak memiliki nama, hanya berbentuk persegi dan bernomor acak. Kami membuka berkas secara acak hingga kami menemukan berkas tersebut, dua berkas yang kami buka sebelum berkas penting itu, berisi angka acak. Mungkin itu kode dan kami gak dapat menerjemahkannya.
Dengan cepat Vano mengcopy cetak biru yang ada di komputer ke dalam tabletnya. Aku dan Dani hanya diam menatap layar hologram dengan perasaan yang campur aduk, antara senang karena mendapat informasi baru tentang Atlantis (yaitu senjata kota Atlantis). Bingung karena gak tahu siapa pemilik asli benda itu dan khawatir karena bisa jadi itu benda penting dan rahasia karena di dalamnya terdapat dokumen penting.
Setelah dia selesai mengcopy dokumennya, dia langsung berlari ke tempat eksperimennya untuk membuat senjata itu. Bentuk senjatanya mirip sekali seperti trisula di film anak-anak, untuk warna dan yang lainnya aku gak tau karena aku malas membaca deskripsinya, jadi aku hanya memperhatikan bentuk trisulanya saja.
Saat dia lagi asik bereksperimen. Aku dan Dani mencoba mencari fakta tentang Atlantis lebih dalam lagi.
"Jika senjatanya aja ada, berarti kemungkinan kotanya juga ada dong?" tanyaku penasaran ke Dani.
"Kita cari aja di komputer ini, siapa tau ada," saran Dani.
Akhirnya aku dan Dani mencari informasi lain mengenai Atlantis. Sementara Vano lagi sibuk dengan eksperimennya.
**********
"Nah ini dia," seru Dani dengan perasaan lega.
Akhirnya kami menemukan berkas yang berisi letak kota Atlantis. Di sana hanya ada satu kalimat saja, namun tulisannya memakai bahasa yunani kuno, jadi kami menerjemahkannya dahulu dengan alat penerjemah yang berada di jam tanganku.
"Atlantis dulunya berada di permukaan yang bernama Sund-A-Land, yang sekarang berada di bawah laut karena bencana alam," begitulah kira-kira terjemahan dari tulisan berbahasa yunani kuno tersebut.
Membutuhkan waktu 30 menit kami menemukan berkas itu, dan sekali ketemu hanya satu kalimat saja. Untungnya walaupun cuman satu kalimat, isinya begitu jelas sekali. Bahwa Atlantis yang sekarang berada di bawah laut yang dulunya adalah Sund-A-Land.
Jam tanganku bergetar pelan. Ternyata mama meneleponku, dan aku mengangkatnya.
"Rey, ini sudah malam, waktunya tidur, besok kan kamu sekolah," mamaku mengingatkan.
"Iyaa Ma, sebentar lagi ya, nanti sekitar jam 10-an," jawabku santai. Telepon pun ditutup.
"Mending, sekarang kita bantu Vano aja, menyelesaikan trisulanya dahulu dan setelah itu kita membuat kapal selam buat mencari Atlantis. Kita kan sudah tau dimana lokasinya. Kita punya waktu satu minggu menyiapkannya, tapi jangan sampai hal ini mengganggu nilai ulangan tengah semester kita, dan kita akan berangkat pas liburan sehabis ulangan tengah semester," usul Dani sekaligus mengingatkan.
"Boleh, tapi jangan lupa, bawa makanan yang banyak, takutnya malah jadi berhari-hari kita ke sana," sahutku sambil tertawa.
"Kalau urusan itu mudah, nanti aku bawa makanan yang banyak buat persediaan," jawab Dani dan ikutan tertawa.
Kami pun memutuskan untuk membuat trisulanya sekarang. Jadi atau gak, kami harus pulang jam 10 pas, karena besok ada ujian, jadi butuh waktu tidur yang normal. Serta belajar yang cukup untuk persiapannya.
**********
Gak terasa hari cepat berlalu. Waktu kami tinggal 3 hari lagi, sebelum kami akan berangkat menuju Atlantis. 4 hari yang lalu berjalan normal, kami hanya fokus dalam dua hal, yaitu proyek dan ujian. Kami membagi waktu berpikir, antara berpikir Atlantis dan berpikir pelajaran sekolah. Juga membagi waktu antara belajar dan mempersiapkan keberangkatan.
**********
Sekarang kami melanjutkan membuat kapal selam di basecamp kami. 2 hari yang lalu kami sudah menyelesaikan trisula kami, dan sekarang kapal selamnya sudah berbentuk, tapi belum di cat dan ditata bagian dalamnya.
"Huu capek banget," Aku mengusap keringat di dahi.
Ya bagaimana tidak capek coba. Pagi sampai siang kami ujian. Siang sampai malam kami membagi waktu antara belajar dan melanjutkan proyek, hingga gak ada waktu istirahat selain waktu makan dan waktu tidur.
"Ya kan demi bisa membuktikan langsung kalau Atlantis itu ada, jadi ya jangan banyak mengeluh," jawab Vano yang asik mengotak-atik mesin dalam kapal selam.
Dari kemarin Vano selalu semangat, bukan karena ingin menjelajahi Atlantis, tapi karena teknologi yang ada di dalam Atlantis lebih canggih. Padahal aku yang seharusnya semangat.
**********
Hari demi hari terlewati. Gak terasa, besok sudah liburan tengah semester. Kami sudah siap-siap dari seminggu yang lalu, mulai dari membuat trisula, membuat kapal selam, mendekor bagian dalam kapal selam, dan menyiapkan banyak cadangan makanan serta sarana lainnya.
"Fiuhhh... akhirnya selesai juga," ucap Vano lega, dan melempar obeng sembarangan.
Suasana lenggang sejenak.
"By the way, apa gunanya kita membawa trisula? kan kekuatannya hanya air, memangnya bisa ya? air digunakan dalam air?" tanya Dani memulai percakapan.
"Hmm kurang tau ya, tapi ya mending kita bawa aja, siapa tau ada gunanya," jawab Vano menebak-nebak.
"Semuanya sudah siap. Sekarang kita perlu izin ke orang tua kita, untuk kepergian kita besok ke Atlantis," saran Dani.
**********
Akhirnya kami pulang dan pamit ke orang tua kami masing-masing untuk pergi ke Atlantis. Tapi aku bingung mau izin bagaimana ke mamaku, dan yang aku takutkan, aku gak diizinkan buat pergi. Seperti dulu saat aku sulit mendapatkan izin membuat lorong bawah tanah menuju ke basecamp. Dulu saat membuat basecamp, kami hampir merombak seluruh lantai kamar dan mamaku marah besar, menyuruhku segera menyelesaikan proyek itu. Mamaku sulit banget memberikan izin kepada hal-hal yang besar, bahkan mengizinkanku bepergian ke tempat jauh, kayanya bakal susah. Dan aku gak tahu bagaimana kalau mamaku memang terkekeh gak mengizinkanku pergi.
Aku berjalan pelan menuju kamar mamaku, dengan memikirkan berbagai cara, agar aku dapat izin untuk pergi. Tibalah aku di depan pintu kamar mamaku.
"Hmm, mungkin mamaku tidur, kan ini sudah larut malam," kataku dalam hati, dan berbalik badan menuju ke kamarku.
"Tapi bisa jadi kan mamaku masih belum tidur. Besok sudah berangkat, kalau gak izin sekarang, lalu mau kapan?" aku berhenti dan balik badan mencoba memberanikan diri untuk meminta izin ke mamaku.
Jantungku berdetak kencang. Perlahan aku mengetok pintu kamar mamaku. Sebaiknya aku izin sekarang, dari pada gak sama sekali. Di izinkan atau gak, itu urusan nanti.
"Tok tok tok," aku mengetuk pintu perlahan.
"Ada apa Rey, masuk saja. Pintunya gak di kunci kok," mamaku menjawab dengan suara sedang.
Aku membuka pintu kamar perlahan, dan duduk di kasur mamaku. Mamaku lagi sibuk bekerja di depan laptopnya.
"Ada apa Rey?" mamaku bertanya tanpa menoleh ke arahku.
Aduh! mamaku langsung bertanya, dan gam memberi aku waktu untuk berpikir, maupun bernafas. Dari mana aku harus memulainya.
"Duh! bagaimana ya bilangnya?" kataku dalam hati.
"Hmm... aku..... mau...." jawabku patah-patah.
"Mau apa?" tanya mamaku mendesak.
Jantungku berdetak sangat cepat. Aduh kenapa jadi susah begini, padahal tinggal bilang saja lho.
"...mau minta izin," lanjutku dengan tangan gemetar.
"Oalah, Mau izin ke mana?" mamaku bertanya lebih lanjut.
"Mau ke Atlantis," jawabku sambil menunduk.
"Hah?" mamaku terkejut mendengar nama tempat yang akan aku datangi.
"Ee maksudnya mau membuktikan keberadaan Atlantis. Tenang aja kok, aku berangkatnya bersama Vano dan Dani," aku mencoba membuat alasan yang ampuh, agar mendapat izin dari mamaku.
"Memang dimana itu Atlantis, bukannya gak ada ya?" mama menatapku penuh selidik.
"Menurut perkiraanku sih di area permukaan yang dulunya Sund-A-Land, tapi di bagian yang sudah tenggelam," aku menjelaskan.
Aku berbohong tentang 'menurut perkiraanku' karena gak mungkin kan? aku jawab "dari informasi di dalam benda yang ditemukan Vano kemarin,"
Mamaku menatapku sejenak dan menghela nafas dalam-dalam.
"Baiklah, berapa hari?" mamaku bertanya sambil kembali menghadap laptopnya.
"Kalau itu aku kurang tahu Ma," jawabku singkat.
"Yaudah deh, mama izinin. Tapi ingat, jika ada apa apa langsung hubungi mama lewat jam tangan itu, oke?"
"Iya makasih Ma," ucapku dengan perasaan senang.
"iyaa, sama-sama."
Akhirnya aku mendapatkan izin dari mamaku, karena aku membawa nama kedua teman dekatku. Hmm, bagaimana ya? dengan Vano dan Dani? apakah dia sudah mendapatkan izin dari orang tuanya? menurutku sih pasti dapat izin ya, karena kita saling bawa nama, jadi pasti di izinkan kalau kami berangkat bersama. Setelah urusan izin selesai.
Aku kembali ke kamarku untuk beristirahat, supaya besok memiliki tenaga yang cukup, untuk menjelajahi Atlantis seharian.
**********
Jam tanganku bergetar pelan. Aku terbangun dari tidurku, melihat jam tanganku. Ternyata Vano yang menelepon, dan mengirim pesan kepadaku. "Ayo siap-siap, kita akan berangkat sekarang!" begitulah isi dari pesan tersebut. Hah? berangkat sekarang? apa gak kepagian? bahkan matahari aja belum terbit. Aku menjawab pesannya dengan mengomel dalam hati, lalu segera mandi dan menyiapkan semuanya yang diperlukan.
Setelah semuanya siap aku segera menemui mamaku yang lagi mau berangkat belanja ke pasar, untuk persediaan di rumah. aku segera pamit mau berangkat.
"Ma, aku berangkat sekarang," aku pamit.
"Lho! pagi banget? gak sarapan dulu?" tanya mamaku terkejut.
"Gak perlu Ma, aku ada persediaan makanan di kapal selam kok, jadi nanti aku sarapan di perjalanan aja," jawabku.
"Yaudah, hati-hati di jalan, jangan lupa selalu kabarin mama,"
Mamaku melepas kepergianku di dalam kamarku. Aku menuju ke basecamp, melalui lorong bawah kamarku.
Saat aku sampai di basecamp. Aku melihat Vano dan Dani yang sudah bersiap-siap, memasukkan barang bawaan mereka di tempat penyimpanan. Dan aku menyusul memasukkan barang bawaanku. kami sibuk menyiapkan segala hal, juga mengecek mesin kapal selamnya, takutnya ada kerusakan atau kesalahan pada mesinnya.
**********
15 menit berlalu. Kami sudah duduk di kursi masing-masing dan siap untuk berangkat.
"Eh bentar, ini kan kapal selam ya?, jadi kita dari sini ke laut bagaimana," aku bertanya kebingungan.
"Sebut saja Atlas, itu nama kapal selam ini, kalau urusan ke laut gampang. Siap? berangkat," jawab Vano sambil mengaktifkan mesin dan berangkat.
Atlas berdesing pelan, seketika terbuka jalur di depan kami menuju ke permukaan, melewati halaman belakang rumah Vano. Atlas pun melesat menuju ke permukaan dan terbang 2 meter di atas tanah, kemudian jalur yang kami lewati tadi menutup lagi tanpa bekas. Ternyata Vano sudah menyiapkan segalanya dan berpikir 2-3 langkah ke depannya.
"Eh, kamu gila ya? kalau sampai orang lain lihat ada kapsul terbang bagaimana?" Dani kaget lalu marah.
"Sudah tenang dulu. Tanpa kalian ketahui, aku sudah menambahkan teknologi yang bisa membuat Atlas gak bisa dilihat atau menghilang. Dan sekarang Atlas lagi mode menghilang, jadi tenang aja," Vano menjelaskan dengan sabar.
"Oooo," seketika Dani memasang wajah senyum malu, karena terlanjur marah duluan.
Kami melanjutkan pemberangkatan. Atlas berdesing dan terbang menuju lokasi, kami terbang 35.000 kaki dari permukaan laut. Vano serius mengemudikan Atlas, Dani asik mendengarkan musik sambil melihat pemandangan sunrise lewat jendela Atlas. Sedangkan aku sibuk mencari informasi lain di dalam komputer, yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Suasana lenggang, karena kami sibuk dengan urusan sendiri-sendiri.
Atlas berbentuk oval, lumayan besar dan dalamnya luas. Walaupun kami berdiri di dalamnya, tidak akan terbentur atap. Di bagian depan terdapat kaca jendela yang besar, sehingga bebas melihat ke depan. Juga terdapat meja panjang yang melengkung dipenuhi tombol, dan terdapat 3 kursi. Aku duduk di kursi sebelah kiri, tempat tombol persenjataan. Aku gak tahu kenapa dia bikin Atlas ada senjatanya, katanya sih buat jaga-jaga. Dani duduk di sebelah kanan, tempat tombol-tombol penting yang digunakan saat keadaan darurat. Vano duduk di tengah-tengah aku dan Dani, tempat tombol sekaligus tuas kemudi. Di bagian tengah Atlas terdapat meja bundar yang dikelilingi 3 kursi. Dan bagian belakang terdapat ruang penyimpanan makanan, dari yang panas, sampai yang dingin juga ada di sana, serta barang lainnya.