Chereads / The Secret Of Atlantis / Chapter 8 - Episode 8

Chapter 8 - Episode 8

"Apakah kamu keturunan asli Atlantis?" tanya Alex.

"Aku gak tau, aku sendiri juga bingung," jawabku kebingungan.

"Ya tidak salah lagi, kamu adalah keturunan asli Atlantis," sahut Alex.

"Jadi, kamu kesini karena disuruh orang tuamu?" tanya Alex.

"Hah? aku kesini bersama temanku karena niat kami sendiri," jawabku kebingungan.

"Aneh, seharusnya orang tuamu tau tentang Atlantis. Jika kamu mewarisi kemampuan yang dimiliki penduduk Atlantis, maka orang tuamu atau salah satu dari mereka juga keturunan Atlantis," jelas Alex.

Aku masih mematung dan menatap tanganku dengan bingung. Sulit rasanya untuk mencerna apa yang dikatakan oleh Alex.

"Kurang ajar! beraninya kau dasar licik!" geram Mort.

Mort mencoba berdiri dengan sisa tenaganya.

"AKAN KUHANCURKAN KALIAN SEMUA!" teriak Mort dan menatap kami semua dengan tatapan buas.

Mort bergerak dengan gesit meninjuku.

SPROOOTTTTT!!

Dengan cepat Alex dan Amir menyatukan kekuatannya untuk menghentikan Mort. Namun sayangnya tekanan air dari mereka berdua gak cukup kuat untuk menghentikan kekuatan Mort. Aku yang gak siap menerima serangan itu, reflek memejamkan mata dengan jantung yang berdetak kencang. Dan....

BUM!!

"Hah!! apa apaan ini!?" geram Mort.

"Wow!" Alex dan yang lainnya tercengang.

"Apa yang barusan kamu lakukan?" tanya Vano antusias.

"Ak-aku juga gak tau," aku mematung menatap telapak tanganku dengan banyak pertanyaan yang terlintas di pikiran.

"Wow! sangat mengejutkan, ternyata salah satu dari kalian adalah keturunan Atlantis," Mort menyeringai.

"Keturunan Atlantis? apa yang dia bicarakan?" gumamku dalam hati.

"Hahaha, lebih baik kalian segera ikut denganku, karena melawanku sama dengan melawan pemimpin Atlantis,"

"Dasar licik, aku gak takut dengan kalian," balas Dani mengejek.

"Baiklah kalau begitu," geram Mort.

Dengan gesit Mort melambungkan serangan tepat di depan ku.

BUM!!

Beruntungnya Alex yang sudah siap, berlari dan menangkis serangan Mort. Jika sepersekian detik Alex terlambat, maka serangan itu sudah menghantam telak tubuhku.

"Aagghhh, kalian berdua cepat urus anak itu, aku akan mengurus yang ini," geram Mort rahangnya mengeras.

Kedua bawahan Mort pun langsung berlari menyerang kami. Dengan membawa trisula berwarna biru gelap, mereka berhasil mengepung kami. Aku, Dani, Vano dan Amir saling membelakangi, sedangkan Ariel berdiri di sudut ruangan.

"Waspada semuanya! Rey kamu urus yang itu, dan aku urus yang ini. Dani dan Vano, kalian cepat berlindung bersama Ariel," perintah Alex.

Kami mengangguk bersamaan dan pertempuran pun meletus.

BUM!!

SPROOOTTTTT!!

Pertarungan begitu sengit, tubuhku sudah melemah. kakiku bergetar gak kuat untuk berdiri kokoh, sementara musuh di hadapanku masih terlihat bugar.

satu menit berlalu, keringat mengucur di seluruh badanku. kakiku sudah gak kuat menahan badanku, kepalaku pusing dan pandanganku kabur. Dengan kondisiku yang sudah lemah, tiba-tiba dengan gesit dia kembali menyerangku. aku memejamkan mata berharap ada yang menolongku.

BUM!!

BRAK!!

Tiba-tiba suruhan Mort itu terpental, menghantam dinding dengan keras dan jatuh terduduk di lantai. Saat aku membuka mataku perlahan, ternyata telah berdiri kubah kokoh yang terbuat dari tekanan air yang sangat tinggi. Energiku sudah terkuras habis, nafasku menderu kencang.

"CUKUP SUDAH!" teriak Mort, dengan cepat melesat menuju ke sudut ruangan.

"Hahahahaha, kamu masih mau melawan?" ucap Mort yang telah menyandera kedua temanku dan istri Alex.

"Ikut denganku secara baik-baik, maka aku tidak akan menyakiti mereka," tawaran Mort, dengan tersenyum miring.

Terlihat Alex sudah terkapar gak bergerak di lantai, sedangkan Amir masih sadar namun sudah gak kuat untuk berdiri. Kedua bodyguard Mort sudah gak sadarkan diri.

"JA-JANGAN SENTUH TEMAN-TEMANKU, AAKHHHHHH!" aku berteriak dengan kuattt.

Dengan cepat perisai yang melindungiku berubah menjadi bola, kemudian bola air itu menelan Mort hidup-hidup dan terbang satu meter dari lantai.

"BLURRPP..BLURRPP LEPASIN SIALAN!" teriaknya dari dalam bola air.

"ARGHHHHHH, TIDAK AKAN!" balasku berteriak, energiku sudah sekarat.

Mort tenggelam di dalam bola air yang aku buat, membuatnya gak bisa bernapas dan kehilangan kesadarannya. Tenagaku sudah ludes, hingga mengakibatkan bola air buatanku pecah dan Mort terjun bebas ke lantai. Dan....

**********

"Ughh," mataku mengerjap perlahan hingga terbuka sempurna.

Aku terbaring di atas kasur, melihat setiap inci ruangan. Ruangannya cukup luas, walaupun di pinggiran kota, desain interior kamarnya penuh dengan teknologi canggih. Aku bangkit berusaha untuk duduk.

"Pelan-pelan Rey," ucap Ariel yang membantuku untuk duduk bersandar pada bantal.

"Dimana Mort? apakah dia sudah...."

"Belum, dia tidak akan bisa mati karena dia memakai kalung permata putih dari Pulau Angel," jawab Alex memotong pertanyaanku.

"Kalung permata putih? Pulau Angel? apa itu?" tanya Dani penasaran.

"Ya, Pulau Angel berada di luar dinding es Antartika, dan kalung permata putih itu dari sana," jawab Amir singkat.

"Tapi... Kenapa sekarang kalung itu ada di Mort?" tanyaku keheranan.

"Pasti dia mencurinya," jawab Vano menebak-nebak.

"Benar, dia seorang pencuri yang sudah mencuri beberapa senjata. seperti Namean Cestus yaitu sarung tangan tempur milik Her-Cules dan Zoƫphylax Pendant yaitu kalung permata putih milik Pulau Angel," jelas Alex panjang lebar.

"Sebaiknya kalian cepat kembali ke permukaan, sebelum Mort kembali dan membahayakan kalian," saran Ariel menasehati.

"Tapi sekarang sudah malam, laut sudah sangat gelap. Lebih baik besok saja, sekarang kita makan malam dulu," sahut Amir.

Akhirnya kami makan bersama sembari mengobrol banyak hal.

"Sejak kapan kamu dapat mengendalikan air?" tanya Dani penasaran.

"itu yang pertama kalinya aku mengendalikan air," jawabku.

UKHUK!!

Alex dan Amir tersedak makanannya, dan buru-buru minum air yang telah disediakan di meja makan.

"Baru pertama kali? sungguhan? tapi kamu sudah menguasai teknik yang perlu dilatih berbulan-bulan dan bisa bertahun-tahun lamanya," balas Amir terkejut.

"Hah? segitu lamanya?" sahutku ikut terkejut.

"Iyaa, bahkan sekarang teknik itu menjadi sangat langka karena hanya ada beberapa orang yang menguasainya," jelas Amir

"Kekuatan yang sekarang kamu miliki itu adalah warisan dari pulau Atlantis. Hanya keturunan bangsa Atlantis yang memilikinya," tambah Alex.

"Berarti orang tuaku..." gumamku keheranan.

"Kamu sendiri juga keturunan bangsa Atlantis, tapi kenapa gak bisa mengendalikan air tanpa trisula itu?" tanya ku pada Alex.

Tiba-tiba suasana menjadi sunyi dan semua menunduk, menyisakan aku, Vano dan Dani yang kebingungan. Air mata Alex dengan deras mengalir dan ditenangkan oleh istri dan anaknya.

"Ehh maaf, aku gak bermaksud membuat suasana menjadi seperti ini," sahutku dengan menundukkan kepala.

Ariel menghembuskan nafas panjang dan membawa kami bertiga menjauh dari Alex.

"Alex memiliki kisah yang menyedihkan dimana dia kehilangan kekuatannya. Di saat kamu menanyakan itu, dia menjadi teringat dengan masa kelamnya dan menangis," ucap Ariel memulai percakapan.

"Maafkan aku."

"Tidak apa apa, kan kamu tidak tau."

"Kalau boleh tau, kenapa kekuatan Alex bisa hilang?" tanya Vano.

"Jadi...." Ariel menyiapkan dirinya untuk menceritakan kejadian itu.