Waktu tinggal 1 jam lagi untuk sampai di tujuan. Matahari hampir tenggelam, warna jingga terlukis indah di langit.
Aku sudah kembali ke kursi bagian navigasi, begitu juga Vano dan Dani, mereka sudah siap di tempatnya masing-masing.
"Masih ada waktu 1 jam, pelajari dulu tombol-tombol yang ada di meja kalian masing-masing, biar tau kegunaannya. Untuk buku panduannya aku kirim di jam digital kalian masing-masing," Vano mengingatkan.
"Oke," jawabku dan Vano berbarengan.
Aku dan Dani sibuk mempelajari tombol di mejanya masing-masing, sedangkan Vano sibuk mengatur strategi dari serangan monster gurita.
Waktu berjalan begitu cepat. Kami sudah sampai di area yang kemungkinan Atlantis berada, kami lanjutkan dengan menyelam ke dasar laut sedalam 100 meter. Perlu waktu 30 menit untuk sampai di dasar laut. Saat baru memasuki air, kami sudah disambut oleh beraneka ragam gerombolan ikan.
"Siap-siap semua, fokus kepada apa pun yang akan datang, kita gan tau dimana sekarang monster gurita itu berada," Vano berkata tegas.
Tanpa menjawab, kami bersiap-siap menajamkan mata karena semakin dalam kami menyelam, maka akan semakin gelap.
Setelah kami benar-benar berada di area yang dalam, jarak pandang kami hanya terbantu oleh lampu yang hanya menerangi sekitar Atlas aja, karena di sekitar kami terlihat gelap sekali, bahkan lampu Atlas aja hanya mampu menerangi sekitaran Atlas.
Kami menyelam lebih dalam lagi sampai ke dasar, semakin ke dasar semakin gelap, kami sudah gak bisa melihat keluar jendela. Lalu bagaimana kami menemukan Atlantis jika kami aja susah untuk melihat.
"Coba pakai radar untuk mencari keberadaan Atlantis," aku mengusulkan.
"Percuma, jika seandainya Atlantis bisa dilacak lewat radar, dari dulu pasti sudah ditemukan keberadaannya," jawab Vano.
"Lalu bagaimana?" tanyaku mendesak.
Kami sudah sampai di dasarnya, beruntungnya Atlas memiliki material yang sangat kuat, jadi gak akan remuk terkena tekanan yang sangat tinggi di dasar laut, dan juga kita harus segera menemukan keberadaan Atlantis sebelum kami yang ditemukan oleh monster gurita.
Kami juga gak tahu dimana rumah monster gurita itu, dan bisa aja monster itu berada di area kami sekarang. Semuanya gelap, kami gak tau apa yang menanti dibalik gelapnya lautan.
Matahari sudah tenggelam dan suasana bertambah gelap, kami berpikir cepat. Wilayah Sund-A-Land yang tenggelam sangat luas, bagaimana caranya kami menyusuri setiap meternya dengan keadaan gelap gulita.
"Bagaimana ini, mending kita pulang aja deh," Dani mengusulkan, mukanya pucat.
"Iya aku tau idemu bagus. Tapi kita sudah jauh-jauh ke sini, lalu mau pulang begitu aja? hanya karena kita gak dapat mengetahui lokasi Atlantis? pasti ada cara lain kok," aku menyemangati sekaligus berpikir langkah yang terbaik.
Dani sudah pasrah ingin segera pulang, Vano masih diambang antara bertahan dan pulang, dan aku masih berusaha mencari jalan yang lain, selain pulang.
"Sudah deh, aku pasrah. Kalau begitu mending kita pulang aja," Vano menghela nafas dalam-dalam.
Aku gak bisa terus-terusan menahan mereka supaya gak pulang, tapi 2 lawan 1, jadi aku pasrah ikut keputusan suara terbanyak. Atlas kembali berdesing, dengan berat hati aku melepas proyek kami untuk menemukan Atlantis. Sungguh kecewa di saat kita sudah jauh, malah berhenti karena suatu hal. Di saat Atlas baru terbang naik. Tiba-tiba radar Atlas berbunyi, dan trisula yang kami bawa bercahaya lembut. Kami secara bersamaan melihat di radar, ada titik warna merah yang sedang menuju ke arah kami.
Jaraknya sekitar 5 kilometer, berenang cepat ke arah Atlas. Kami gak bisa melihat itu apa, karena hanya gelap yang ada di balik kaca Atlas. Kami bertiga mematung memperhatikan layar radar.
"Benda apa itu?" Dani bertanya panik.
"HAH!!! mungkin itu monster guritanya!" Vano terkejut dan kami bertiga reflek panik berusaha melarikan diri.
Semuanya terlambat. Baru aja Vano memegang tuas kemudi, tiba-tiba tentakelnya yang lengket menangkap Atlas, kami terguncang di dalam Atlas dan berteriak histeris. Untungnya kami memakai sabuk pengaman, jadinya kami gak terlempar ke mana-mana. Gak menunggu lama, monster gurita itu langsung menangkap kami dengan sisa tentakelnya. Atlas sudah dililit oleh delapan tentakel, gak ada cara lagi untuk meloloskan diri selain menyerangnya.
"REY!!! AKTIFKAN PERTAHANANNYA!" Vano berteriak.
Tanpa disuruh dua kali, aku langsung menekan salah satu tombol, yang membuat dinding bagian luar Atlas diselimuti listrik jutaan volt. Seketika tubuh monster gurita yang menempel di Atlas tersengat listrik dan melepaskan tubuhnya dari Atlas.
Tapi sayangnya seranganku gak dapat melumpuhkannya. Justru dia bertambah marah, dan menghantamkan tentakelnya lebih keras ke arah Atlas, sampai Atlas terlempar sana sini. Serangan monster gurita itu terus menerus tanpa jeda. Kami terpelanting ke sana kemari. Untungnya material Atlas sangat kuat, sehingga dinding Atlas gak mengalami kerusakan, yang dapat membuat air laut masuk ke dalam Atlas dan membuatnya tenggelam.
"APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?" Dani berteriak mengalahkan suara terikan histeris kami.
Kami gak menjawabnya, karena kami gak bisa berpikir jika keadaannya seperti ini.
Gak ada yang bisa kami lakukan. Bahkan menyerangnya dengan senjata Atlas pun gak mempan kepada monster gurita itu. Kami hanya akan terus menerus menjadi bulanan pukulan, dan Atlas gak akan bisa bertahan lebih lama. Kami gak bisa menjamin, berapa lama lagi Atlas bisa bertahan. Walaupun dilapisi material terkuat sekalipun, jika terus-terusan dipukuli oleh monster, pada akhirnya akan mengalami kerusakan juga.
Semuanya berteriak. Keadaan sangat menakutkan. Apakah kita akan berakhir di sini?.
Di saat yang sangat genting, aku melihat cahaya terang yang keluar dari sela-sela tempat penyimpanan barang.
"CAHAYA APA ITU!!?" aku berteriak dan menunjuk ke arah sinar itu muncul.
"TOLONG JANGAN BERCANDA, AKU GAK MAU MATI DI SINI!!!" Dani berteriak menjawabku.
"ADA SATU CARA YANG TERSISA. KITA MENYERANGNYA MENGGUNAKAN TRISULA YANG ADA DI SANA. ITU SENJATA TERAKHIR KITA," Vano berteriak mengasih saran dan menunjuk ke arah cahaya terang itu.
"TAPI KITA KELUARNYA PAKAI APA, MEMANG KITA BISA BERNAFAS DI AIR," balas Dani berteriak.
"PAKAI PERLENGKAPAN RENANG CANGGIH YANG AKU BUAT. ADA DI TEMPAT PENYIMPANAN JUGA," jawab Vano berteriak.
Tanpa menunggu lama. Aku dan Dani memakai perlengkapan renang canggih, dan memegang trisula itu. Vano gak ikut keluar karena dia akan mengendalikan Atlas, supaya Atlas bisa lari.
Aku segera keluar dari Atlas dan berenang ditemani Dani di belakangku. Kami gak tahu apa kekuatan dari trisula itu.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Dani bertanya dengan wajah pucat.
"Hmm. Aku gak tau, coba kita cari tau sendiri apa kekuatannya," aku mengusulkan dan langsung mengarahkan ujung trisula ke monster gurita.
Dan "Booom".
Di saat trisula tepat mengarah ke monster gurita, seketika senjata itu mengeluarkan gelembung udara berwarna hitam yang melaju cepat menuju gurita itu dan meledak ketika gelembung itu mengenainya. Hasil ledakannya mengeluarkan gas berwarna hitam pekat yang membuat monster itu kehilangan kesadarannya.
"Ayo cepat masuk ke dalam Atlas dan lari, sebelum dia sadar kembali," aku segera menarik tangan Dani dan berenang menuju Atlas.
Setelah kami masuk, Atlas langsung berenang pergi sejauh mungkin dari monster gurita. Dengan secepat mungkin kami berlari. Gak peduli dengan apa yang di depan kami. Karena lebih baik cepat lari sejauh mungkin, sebelum dia sadar dan mengejar kami lagi.