Chereads / The Secret Of Atlantis / Chapter 4 - Episode 4

Chapter 4 - Episode 4

30 menit berlalu, penerbangan menuju Atlantis masih lama, dan sekarang waktunya kami sarapan.

"Hmm, masih 10 jam lagi untuk sampai ke sana, belum lagi nanti harus ke dasar laut. Mending sekarang aku sarapan dulu," ucap Vano menghela nafas dalam-dalam, dan menghidupkan kemudi otomatis. Lalu berjalan ke tempat penyimpanan. Aku dan Dani menyusul Vano menuju tempat penyimpanan untuk mengambil makanan.

Kami mengambil roti lapis selai coklat dan sepiring buah anggur. Vano dan Dani membawa beraneka ragam makanan untuk persediaan. Maklum orang kaya, dan Kami duduk di salah satu kursi yang di tengahnya terdapat meja bundar. makan bersama sambil mengobrol adalah hal yang menyenangkan.

"Lahap banget makannya? lapar banget ya?" aku bercanda.

"Pertanyaan retoris, pertanyaan yang gak perlu dijawab," Dani menjawab dengan wajah kesal.

"Kalian gak bosan gitu? di sini selama 10 jam?" tanya Dani dengan muka sebal.

"Bosan sih, lalu mau bagaimana lagi? main game offline, gak seru. Main game online, gak ada wifinya," jawabku santai.

"Nah, main game online aja, kita main bareng. Dan juga Atlas sudah aku kasih wifi. Jadi gak bosan kita menunggu sampai di tujuan," usul Vano dengan semangat.

"Memangnya aman ya? terus-terusan pakai kemudi otomatis?" tanya Dani khawatir.

"Santai, mode kemudi otomatisnya canggih kok, gak akan nabrak pesawat yang lewat, bahkan burung sekalipun," jawab Vano santai.

**********

Waktu makan selesai, kami beres-beres dan duduk kembali di kursi yang di tengahnya terdapat meja bundar. Di dalam Atlas ada 6 kursi, 3 di tempat kemudi, dan 3 di tempat kami sekarang berada. Itu adalah tempat istirahat, makan dan kegiatan santai lainnya. Kami bermain game online bersama, menyingkirkan kebosanan. Juga gak lupa dengan banyak camilan yang kami makan bersama dibarengi dengan main game.

**********

3 jam berlalu, menang dan kalah gak terhitung jumlahnya. Pada akhirnya kami bosan bermain game online. Kami meletakkan handphone masing-masing di atas meja karena sudah bosan. Kami duduk rileks, menghela nafas dan saling tatap satu sama lain, tatapan lelah dan bosan.

"Apa lagi yang harus kita lakukan biar gak bosan," arti dari tatapan kami satu sama lain.

Suasana lenggang beberapa saat.

"Oh iya, tadi aku menemukan informasi baru mengenai Atlantis," aku mengawali pembicaraan.

"Informasi apa? dan apakah itu penting?" tanya Dani cetus.

"Bisa dibilang penting banget sih. Di sana tertulis bahwa Atlantis berada di area rumah monster gurita, dan bisa dibilang, Atlantis dilindungi oleh monster gurita itu," aku menjelaskan dengan muka sedikit ngeri.

"Sepenting itu, kenapa gak dari tadi bilangnya?" tanya Vano yang terkejut mendengar informasi dariku.

"Maaf ya.... aku lupa. Dan juga tadi aku bosan, jadi lupa mau bilang ke kalian," aku minta maaf dengan suara pelan, karena aku merasa bersalah, gak memberi tahu informasi sepenting itu.

Suasana lenggang.

Vano berpikir lama banget. Aku dan Dani hanya bisa diam dan saling tatap, karena kami gak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Vano. Yang kami tau, Vano pasti berpikir 2-3 langkah ke depan untuk mengantisipasi hal buruk yang akan terjadi.

"Untung sih, kamu kasih senjata pada Atlas," aku menghibur, supaya suasana jadi lebih santai.

"Tapi..."

"Kenapa?" tanyaku.

"Ee..... gak jadi. Semoga saja senjata Atlas bisa melindungi kita," kata Vano pendek dan kembali berpikir.

"Maksudnya? apakah senjata Atlas gak akan mempan untuk menyerang gurita itu?" tanya Dani terkejut.

"Bukan begitu, kita gak tau sekuat apa monster gurita itu. Mungkin saja senjata itu bisa mengalahkan monster gurita, namun kemungkinannya kecil," jelas Vano.

"Kalau begitu, kita harus berhati-hati," ucapku.

"Jika kita gak bisa menyerangnya. Setidaknya kita bisa bertahan dari serangannya," ucap Vano.

"Kalau itu pasti bisa, tapi akan susah jika kita terus bertahan tanpa melumpuhkannya," jawab Dani.

"Coba kalian cari cara untuk melumpuhkan monster gurita di komputer canggih itu. Siapa tau ada cara untuk menghadapinya," saran Dani.

"Okeee, siap," jawabku dan Dani serentak.

Suasana kembali lenggang.

Vano lagi-lagi berpikir logis untuk ke depannya. Masih 7 jam lagi untuk sampai ke Atlantis, jadi aku dan Dani menghabiskan waktu yang tersisa untuk mencari data baru tentang Atlantis, sekaligus mendengarkan musik.

Aku tidak terlalu khawatir pada monster gurita, karena menurutku lebih baik sembunyi dan lari dari pada melawannya, lagi pula kita belum tentu menang saat melawannya.

Kami melakukan banyak hal selama 7 jam, mulai dari menjelajahi isi komputer canggih, berdiskusi tentang banyaknya kemungkinan, kalau bosan ya kembali main game online, gak lupa dengan makan siang dan banyak camilan yang kami makan bersama.

Semua yang kami lakukan terlihat biasa aja, seolah hanya pergi ke luar kota. Gak ada rasa khawatir sama sekali, bahkan setelah mendengar monster gurita saja cuma panik sebentar, lalu santai lagi. Santai bukan berarti tidak mempersiapkan kedepannya ya, kami juga takut dengan monster itu. Namun jika kita mau menemukan solusi yang bagus, kita harus tetap berfikir dengan tenang, jangan panik berlebihan.

"Huhhhhhh. Sudah aku cari di setiap filenya, namun gak ada cara untuk mengalahkan monster gurita itu," keluhku karena lelah mencari informasi di setiap file yang ada di komputer canggih.

"Hmmm, lalu bagaimana?" tanya Dani kepada Vano.

"Mungkin kita bisa menggunakan senjata pada Atlas, tapi kemungkinan senjata itu gak menyakitinya sama sekali," jawab Vano.

"Maksudnya?" tanyaku tidak paham.

"Monster gurita itu kemungkinan telah hidup ratusan tahun setelah Atlantis tenggelam. Jika dia masih hidup sampai sekarang, itu berarti gurita tersebut sangat kuat sehingga tidak ada predator seperti hiu yang bisa membunuhnya," jelasku.

"Iya juga yaa," sahut Dani.

"Oh iya, setahuku gurita memiliki pengelihatan yang tajam, dia dapat melihat dengan baik dalam kondisi terang maupun sangat gelap di dasar laut. Dan juga gurita termasuk hewan yang sangat cerdas, jadi gak menutup kemungkinan kita bisa lolos dari kejarannya," tuturku.

"Serem banget," sahut Dani bergidik ngeri.

"Ditambah gurita bisa berkamuflase atau penyamaran untuk bertahan hidup," tambahku.

"Kamuflase?" tanya Dani.

"Iya, dia akan mengubah warna tubuhnya sesuai dengan tempat dia berada seperti bunglon, dia menggunakan kemampuan itu untuk bertahan hidup sekaligus mencari makanan," jelasku.

"Lalu kita harus bagaimana?" tanya Vano.

"Mungkin kita harus sembunyi sembunyi agar gak ketahuan sama monster itu. Lebih baik kita menggunakan cara aman, dengan cara hati-hati jangan sampai monster itu tau keberadaan kita. Jika kita ketahuan kita harus melarikan diri, itu lebih baik dari pada melawannya," usulku.

"Oke lah," sahut Dani dan Vano.

Tidak ada hal yang menegangkan selama perjalanan kami ke Atlantis, semua berjalan dengan aman.