"Kalian tahu sesuatu tentang tempat bernama Skellsith?" tanya Ramiel sambil tersenyum.
Makhluk kecil itu berhenti makan dan saling memandang sebelum salah satu dari mereka berjalan mendekat. Makhluk kecil itu mulai membentuk gerakan tangan dan isyarat yang menunjukkan arah. Ramiel memperhatikan dengan seksama, mencoba memahami petunjuk yang diberikan.
Ramiel mengingat setiap detail yang diperlihatkan makhluk kecil itu, walaupun tidak sepenuhnya mengerti. Setelah makhluk-makhluk kecil itu selesai memberikan petunjuk, mereka kembali berkumpul dan tampak bersiap untuk pergi.
Ramiel merasa sedih melihat mereka pergi, tetapi ia tidak bisa menahan mereka lebih lama. Sebelum mereka menghilang ke dalam hutan, dia mengucapkan terima kasih dan melambai. "Terima kasih, teman-teman kecil. Semoga kita bertemu lagi," katanya dengan tulus.
Bodohnya ia telah memberi bekal kepada makhluk yang tak ia kenal. Melanjutkan pencarian, Ramiel berjalan dengan petunjuk sebuah kompas. Kompas itu memberinya arah mata angin yang akurat, membimbing langkah-langkahnya menuju Perpustakaan.
Pepohonan di Edenfell begitu tinggi dan besar, beberapa di antaranya bahkan mencapai puluhan meter. Batang-batangnya tertutup lumut tebal dan tanaman merambat. Dedaunan mereka berdesir lembut. Di antara pepohonan, terdapat berbagai jenis flora yang tidak pernah dilihat Ramiel sebelumnya.
Bunga liar dengan warna cerah tumbuh di sekitar akar-akar pohon, mengeluarkan aroma yang harum dan menenangkan. Pepohonan yang besar dengan cabang menjuntai rendah membuat hutan terasa selalu berada dalam bayangan.
Namun, kini suara aneh terdengar dari kejauhan, membuat Ramiel terpaksa mengeluarkan pedangnya di tengah perjalanan. Ia merasa ada sesuatu yang asing. Makhluk-makhluk kecil yang dia temui sebelumnya seketika muncul kembali ke hadapannya, kali ini dalam jumlah yang lebih banyak.
Mereka terbang mengelilingi Ramiel, tampak seperti mengarahkannya ke suatu tempat. Meskipun ia merasa ada yang tidak beres, Ramiel tetap melangkah maju dengan waspada, berharap menemukan petunjuk lebih lanjut. Namun, semakin jauh dia masuk ke dalam hutan, semakin gelap dan dingin suasananya.
Setelah beberapa langkah perjalanan, Ramiel tiba di sebuah pohon besar yang tampak sangat tua dan menyeramkan. Pohon yang memiliki cabang menyerupai lengan serta menjulur ke segala arah, dengan dedaunan yang berwarna gelap.
✦✦✦
Persis saat Ramiel mendekati pohon itu, makhluk-makhluk sebelumnya serentak menyebar dan menghilang. Membuat rasa cemasnya kembali melanda, tetapi ia tetap melangkah maju. Namun tanpa disadari, cabang dari pohon besar itu bergerak dan menangkap tubuhnya dengan cepat.
Ramiel berusaha melepaskan diri, tetapi cengkraman pohon itu terlalu kuat. Ia sadar jika makhluk-makhluk kecil tadi membawanya ke tempat predator pemangsa, pohon itu memperlihatkan struktur yang menyerupai wajah mengerikan.
Ramiel sadar jika makhluk ini adalah makhluk yang menggunakan tipu muslihat untuk memikat mangsanya. Akhirnya ia memutuskan untuk berjuang menghancurkan kayu-kayu yang menjeratnya, tetapi semakin dia melawan, semakin erat cengkeramannya.
Ramiel mengayunkan pedangnya dengan kuat. Setiap tebasan memancarkan percikan cahaya yang menyala, menerangi kegelapan di sekitarnya. Beberapa dari kayu itu terpotong dan bergetar, tetapi cabang-cabang yang tersisa tetap menahannya dengan gigih.
Ramiel melanjutkan asanya, menebas dengan penuh tenaga, hingga pohon tersebut mengeluarkan suara mengerikan, seperti geraman yang seakan mengancam kehadiran Ramiel. Tumbuhan tersebut bergerak lebih cepat, menjepit Ramiel dari segala arah.
Ramiel menghindar ke kiri dan ke kanan, berusaha menjaga jarak dan tetap fokus pada serangan. Dia terus menyerang dengan bilah tajamnya, setiap gerakan Ramiel adalah hasil dari latihan dan ketahanan yang telah dibangun.
Akar pohon yang mengerikan terus berdatangan ke arahnya, Ramiel merasa ketegangan semakin memuncak. Dia berulang kali mengulangi gerakan untuk berusaha mengurangi risiko dan tetap bertahan.
Dalam benaknya, muncul kata-kata, "jikalau mampu mengalahkan yang satu ini, mungkin aku akan lebih kuat dari Edwart." seolah Ramiel berusaha keras untuk menekan rasa cemas yang menjalar di hatinya.
"Anak manusia," suara itu membuat Ramiel terkejut setengah mati. Tak disangka pohon raksasa itu dapat berbicara sendiri dengan mulutnya. Makhluk-makhluk kecil yang ia temui sebelumnya terlihat mengelilinginya di balik semak.
Sekejap, Ramiel berpikir untuk berbicara dengan mereka. "Aku teman dari Gorrum, aku bukan musuh di sini," ujar Ramiel dengan nada tegas.
Pohon itu memperhatikan gerak-geriknya, tersenyum lebar dengan nada sinis, "aku benci makhluk itu," seraya menertawakan Ramiel dengan lepas.
"Kali ini adalah anak laki-laki? para dewa telah meninggalkan urusan kehidupan di dunia ini." ucap pohon itu dengan remeh. Ramiel yang mendengar perkataan tersebut, pada akhirnya kehilangan tenaganya, genggaman pada pedangnya kian melemah, suara gemuruh dan kabut yang menyelimuti membuat tubuhnya tidak lagi dapat bereaksi.
Ramiel sekali lagi berusaha untuk mengayunkan pedang, namun terasa lambat, membuat pandangannya perlahan kabur. Kemudian ia merasa tubuhnya terlempar ke tanah dengan sangat keras, hingga menimbulkan dampak yang cukup membuat dirinya tak sadarkan diri.
✦✦✦
"Tok...tok...tok..." terdengar seperti suara kayu yang sedang dipukul dengan kuat.
Tubuhnya terasa pegal dan kaku, seolah telah tidur selama berhari-hari. Ia menggerakkan jarinya terlebih dahulu, merasakan dingin dan kelembutan lumut di bawahnya. Ramiel perlahan membuka matanya, merasakan berat kelopak mata yang masih enggan berpisah.
Penglihatannya kini masih samar, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya lembut yang menyusup melalui celah dedaunan di atasnya. Terbangun di samping batu berlumut dan tanaman bunga daisy putih, kini Ramiel secara refleks terbangun cepat setelah sadar dirinya berada di tempat asing.
Menoleh ke kanan dan ke kiri, ia merasa bimbang, saat ini matanya melihat kearah seorang laki-laki dan perempuan yang sedang memotong kayu bakar. Dengan kapaknya yang besar, mereka bekerja dengan tenang di sekitar sungai. Tampak seperti aliran air ketiga yang Ramiel temui selama berada di hutan ini.
Kemudian langkah selanjutnya adalah memeriksa barang-barang yang ia bawa, pikir Ramiel. Namun hatinya terasa lega mengetahui ia tak kehilangan apapun setelah hilang kesadaran sebelumnya. Dengan hati-hati, ia mencoba bangkit, memastikan untuk tidak menarik perhatian dua orang yang sedang bekerja tersebut.
Ramiel memperhatikan ciri fisik mereka yang memiliki kulit pucat bercorak serta rupa wajah nan indah. "Bolehkah aku tahu siapa kalian?" sembari mengumpulkan pikirannya, ia bertanya dengan nada hati-hati.
"Kau sudah sadar rupanya" ucap sang wanita dengan lembut, ia berhenti sejenak dan memandang Ramiel dengan perhatian. "Kami tinggal disini." lanjutnya dengan nada yang sama.
"Kau hampir menjadi makanan Arboris, pohon kejam itu." sahut pria yang tampak lebih tua diantara mereka berdua.
"Kami telah mengawasimu semenjak kau bertemu dengan kawanan Herbugs." tambahnya, "Maaf soal kepalamu, sepertinya aku membenturkannya lumayan keras." lanjut pria itu.
"Aku tak keberatan, namun He.. Herbugs?" jawab Ramiel, sekaligus keheranan. Ternyata perasaan diawasi yang selama ini Ramiel rasakan itu benar adanya, ia hanya meragukan instingnya, hal yang telah berulang kali diperingatkan oleh paman kurcaci.
Kemudian wanita yang berada disampingnya membalas dengan spontan, "berterimakasihlah pada Theron, asap yang dikeluarkan pohon tua itu bisa merusak fungsi tubuhmu."
Theron hanya membalas tatapan Ramiel dengan senyum tipis yang menenangkan, lalu berkata dengan nada ramah, "Tidak masalah, kawan. Kau bisa membalasku dengan memberitahu namamu."
Ramiel menoleh ke arah Theron, laki-laki yang sedari tadi mengayunkan kapaknya dengan tegas dan penuh tenaga. "Terima kasih atas pertolongan kalian," katanya sambil menahan gagang belati di pinggangnya dengan lembut, seolah-olah mencari keamanan. "Namaku Ramiel."
"Panggil aku Elara," ucap gadis yang tadi tampak sibuk memotong kayu, kini menatap Ramiel dengan penuh siaga. "Dan tenanglah, tidak perlu menyentuh senjata itu. Jika kami ingin mencelakaimu, kau tak akan bangun dari pingsanmu tadi."
Lalu belum sempat Ramiel membalas, Elara menambah perkataannya dengan tegas. "Berhati-hatilah, Ramiel, hutan ini telah lama tidak menerima kabar datangnya seorang manusia."
✦━━━✦