Ke esokan harinya mereka membicarakan sesuatu dikelas, Ibu Ani yang duduk santai mendampingi mereka, menyimak setiap diskusi sebelum menyimpulkannya menjadi ide bersama.
Pertama masalah yang mereka diskusikan iyalah tak ada hadiah apa pun dari kegiatan ini.
"Bukankah mereka pelit?"
"Aku juga berpikir begitu." Ucap Anton, berdiri di depan, tangannya menopang tubuh di meja.
"Menjengkelkan! buat apa kita menyia-nyiakan waktu, sebaiknya kita tak usah ikut saja." Andika sangat kesal, beberapa kali memukul meja belajarnya.
"Aku tau kamu kesal, tapi yang kamu pukul milik pemerintah."
"Tetap saja ini membuatku kecewa, apa-apaan ini semua, seperti kita bermain-main saja, mereka tak tau seberapa banyak waktu tenaga dan uang kita habiskan? pemerintah memang busuk!" Untuk remaja seumurnya mungkin tak banyak yang mau berbicara seperti Andika, apa lagi menyangkut pemerintah itu menyeramkan.
Poin kedua adalah...
"Setelah pelit, apa lagi ini? memaksa kita membuka kedai? memuakan!"
"Kau tampak benci sekali, kamu tak membiarkan teman-temanmu ikut berbicara."
"Tsk, aku mewakili perasaan mereka."
"Ya, aku sependapat dengan Andika, terlebih ini menyita waktu untuk kelas 3 mereka sebentar lagi Ujian .kelulusan, setelah itu bulan berikutnya kita Ujian kenaik kan kelas."
Akhirnya ada juga murid angkat bicara, rupanya mereka bukannya setujuh, namun lebih tepatnya mereka menyesali setiap tindakan yang diberikan ke mereka.
Anton sebagai pembicara berharaf mereka sedikit tenang dan mikirkan bagai mana acara ini meriah untuk mereka walau pun tak mendapatkan hadiah.
"Aku sebanarnya tak mau berbicara, Tapi karena Ibu Nur juga ikut marah, aku jadi berpikir kenapa ini membuat banyak orang kesal?"
"Ibu Nur? sih guru kalem dan termasuk aset sekolah ini seperti dia?" Ucap Anton sembari menunjuk Bu Ani yang sedari tadi menyimak pembicaraan muridnya.
"Tak akan ada yang bisa mengalahkan pesona guru itu, bahkan jika aku peria, aku akan jatuh cinta kepadanya, dia selalu memborong gelar guru terbaik, tercantik, ramah, guru yang disayangi muridnya, aku hanya mendapat kan peredikat guru terdingin."
"Kenapa ini berakhir membicarakannya?" Anton menjadi kebinggunggan.
"Coba kamu pikir guru sepertinya marah? tak biasa bukan?"
"Kamu dekat dengannya bukan, kenapa kamu tak bisa membuatnya sedikit menekan amarahnya."
"Oke kalau kamu bilang begitu, tapi tetap saja orang yang ceria dan baik sepertinya marah adalah hal yang langkah, aku mendapatkannya! aku mengabadikannya!"
"T-Tunggu dulu, Aku tak dapat mencerna diskusi ini, dari masalah acara kenapa nyambung ke kemarahan Ibu Nur?."
"Itu masih nyambung, sebab ibu Nur marah karena acara yang seperti ini, teruskan Aldi." Ucap Bu Ani meminta meneruskan pembicaraan ini, di kelas ini hanya Antonlah yang waras yang lainnya? sedikit dibawah kewarasan.
"Aku selalu menemaninya karena dia adalah guru yang selalu mengajari ku belajar, tapi... entah kenapa malam itu mood nya menjadi buruk, tapi masih bisa bersikap tenang, aku menanyakan kenapa ada apa dan mengapa? ---Dia bilang dia ingin berhenti jadi guru saja kalau begini..."
"Oke! Aku setujuh dengan pendapat rekan ku itu."
"Kamu jangan ikut-ikutan juga Bu!"
"Dia pada akhirnya bisa tenang setelah mengeluarkan semuanya, kembali lagi seperti semula."
"Oke Aldi, poin pertama dari yang aku dapat untukmu iyalah, Pertama kenapa diskusi ini sampai ke pembicaraan Ibu Nur yang marah, Kedua kamu di malam hari kenapa bersama ibu Nur dan dimana kalian? Ke tiga, kamu itu bukan murid di kelas ini."