"Kami datang"
tepat dibelakang pintu, bu ani bersiap untuk segala kemungkinan, dia menghela nafas panjang sebelum membuka pintu kediamannya.
"Apa yang kalian lakukan?"
"Menjenguk orang sakit."
"Bagai mana jika kalian ketularan sakitnya?"
"Kalau pun itu benar, mungkin Anton yang membawanya."
Siswa itu tak menyangkal hal itu, sebab dia memang pernah merawat bu guru, seharusnya dia lah yang pertama akan membawa penyakit beliau kekelas terlebih dengan kerumunan gadis yang mencari perhatian kepadanya.
"Aku hanya membawa sekecil yang aku biasa, itu pun karena mereka memaksa."
"Aku takut kamu akan menyerang bu guru dengan kesempatan ini."
"Maaf teman walau pun beliau orang yang aku kagumi, tapi aku masih bermoral, menyerang orang yang lemah tidaklah menantang."
Sering kali kejujurannya membuat orang menjadi salah tingkah, apa lagi yang bersangkutan, maksudnya yang dia bicarakan membuat kekhawatiran tak mendasar.
"Hah!... Apakah kalian akan terus di pintu ini?"
"Kami masuk."
"Silahkan."
Nampak dari dekat ruangan yang semula sedikit berantakan kini menjadi bersih, mungkin bu ani membersihkannya selagi empat muridnya berjalan menuju kediamannya.
"Aku akan menaruh obat disini." ucap siswa itu kepada beliau.
"Apa yang kamu makan?"
"Tak ada selain bubur yang aku hagatkan."
"Jelas sekali."
"Baiklah aku kira bahan itu sudah cukup untuk membuat sup ayam."
"Entah kenapa kalian seperti pasangan saja disini."
Sontak perkataan itu, membuat kebingungan diwajah, apa yang mesti mereka jawab, untuk menyangkal perkataan barusan.
"Sepertinya aku memang cocok jadi pasanganmu bu? bagai mana?"
"Kalau pun aku jatuh cinta kepada mu, aku berharaf di 18 tahun kamu bertindak."
"Tunggu saja."
Dua orang gadis yang sedari tadi diam dan hanya duduk manis bersender di dinding, mulai angkat bicara.
"anda mungkin akan jadi pemenangnya." gadis 1
"Kekalahan didepan mata." gadis 2
"Masih banyak pria lain." ujar siswa yang ikut bersama mereka, sedangkan si dia hanya mendengarkan saja, sambil memastikan bahan-bahan itu cukup untuk membuat sup.
"Apakah kamu bekerja?"
"Tidak, bukankah aku selalu disini?"
"Tumpukan buku apa itu disana?"
dia menunjuk kearah buku yang tergeletak di bawah tempat tidur.
"Aku ketahuan."
"Jika kamu masih seperti ini image mu dimata ku menjadi buruk."
dia terdiam mendengarkan itu, dan tanpa sadar dia menjawab "jangan." dia lupa bahwa ada murid lain di ruangannya, inilah kebodohan jika kamu sudah jatuh cinta, bahkan objek didepan mata mu sendiri bahkan tidak sampai ke otak untuk diolah menjadi visual, bodoh!
"Ini semakin seperti pasangan suami istri saja!!!" ucap gadis 1 dan di balas angukan gadis 2.
"Ti, ti tidak! kami hanya seperti biasa." Mata biru itu seolah-olah membuat pupil dimatanya menjadi lambang cinta, ini sedikit mempertegaskan bahwa guru itu cintanya kepada siswa bernama anton sudah ketahap paling dalam.
"Inilah kenapa aku tak ingin mengajak kalian."
Dia lalu menuangkan sup itu dimangkuk kecil, yang muat untuk di tangkup satu tangan, "Aku berharaf kamu cepat sembuh bu."
karena mereka sudah terbiasa saling merawat, hal seperti doa dan harapan sudah jadi kebiasaan bagi keduanya, sedari tadi mereka hanya tak bisa menghapus kebiasaan mereka untuk sementara waktu sampai ketiganya pulang.
"Sup mu enak, kaldu ayam menyentuh lidah dengan lembut."
"Syukurlah nafsu makanmu ada, terimakasih pujianya."
Sup itu pun habis tanpa ada sisa kua dimangkuk, harusnya setelah ini membersihkan tubuh, harusnya sih begitu