Kembali lagi ke awal, setelah bu Ani demamnya mulai menurun untuk istirahat panjang, orang yang mungkin dia tak mau lihat datang membuka pintu, "Mana obat ku?" bertanya sebelum siswa itu melepas ransel dipundaknya nampak bu Ani terburu-buru memeriksa singkat apa yang dibawa siswa itu.
"Orang sakit tak usah banyak gerak, berbaringlah dikasur." Siswa itu memegang kedua bahu bu guru, lalu memaksanya tidur dikasur, dari gerakan yang dia buat dia hanya ingin pergi dari kamar yang sekaligus rumah itu, apartemen kecil minimalis satu kamar yang sekaligus ruang tamu dan juga ruang memasak, hanya ada lorong dan juga kamar mandi tersekat oleh dinding.
"Aku tak separah itu untuk tidur selama mungkin disini." jelasnya dan mencoba bangun dari tempat tidur, "Jika kamu bangun, aku tak lagi cinta kamu!" mendengar kata itu dia membatalkan tindakkannya dan tidur lagi, selimut hampir sampai ke bagian mata dia berujar...
"Kamu curang." Astaga!!! itu manis sekali untuk dilihat dari wanita berambut panjang dan berwarna ilalang kering dan bermata biru itu!!!
"Kamu harus nurut sebelum kamu memperparah keadaan!" Sedikit meninggikan suara karena kesal dengan pasangannya yang bandel dan tak mau ikut acara.
"Aku akan kedapur, memasak bubur nantikanlah dengan patuh."
"Aku tak akan kemana, selain itu kamu lihat dapur hanya beberapa langkah saja, mata kita bisa saling bertemu, kamu tau?"
"Awas saja kalau kamu tak patuh."
"Berisik! cepatlah sebelum nafsu makan istrimu hilang."
"Aku suka sifat kekanak-kanakan pasangan ku ini." dia mencubit hidung pasangannya yang sedikit tersumbat dibagian kanan itu, "Aku flu, jangan tambah menyusahkan nafasku!!!"
Selanjutnya Siswa itu mulai memasak bubur untuk orang yang tengah tergeletak ditempat tidur, "sebaiknya aku membuat wedang jahe untuk menghangatkan tubuhnya." ucapan itu cuma hanya bisa dia sendiri yang mendengarnya.
"Terimakasih telah merawatku Anton."
"Itu sudah kewajiban suami untuk istrinya."
"Aku suka logika mu, tapi tetap saja dari sudutku, aku sungguh beruntung memilikimu di sisiku, terutama aku berterimakasih kepada orang tua kita yang menjodohkan kita."
"Aku taklah sebaik dan sesempurna apa yang kamu pikirkan."
"Contohnya?"
"Apa yang harus aku contohkan?"
dia balik bertanya, dan juga membalikkan tubuhnya, menatap pasangannya dengan penuh perhatian.
"Aku tak tau." jawab Bu Ani, "Selain sikap terus terangmu yang menjengkelkan itu."
"Terimakasih."
"Itu bukan pujian."
Bubur pun sudah siap, dengan santan yang dia campur, juga sedikit gula merah cair di atasnya, dia lalu mengaduk bubur itu, menyuapi wanitanya dengan lembut dan penuh pengharapan, akhirnya selesai juga.
setelah mencuci segala peralatan memasak dan makan dia membawa air didalam wadah, air hangat-hangat kuku menurut dirinya tak akan menyakitkan kulit lembut istrinya.
"Tolong tarik baju ku keatas." pinta bu ani kepadanya, dia menurut saja, setelah itu melepas bra yang dikenakan, melempar di sisi tempat tidur, "Sangat mengagumkan kulit mu."
"Kamu memuji semuanya padahal kamu sering melihatku begini, aku malu tiba-tiba dipuji seperti itu."
"Kalau bukan karena sakit, aku sudah pasti melahapmu untuk sekarang."
"Simpan cairan itu untuk, akhir pekan."
dia membasuh tipis punggung bu Ani, menyeka keringat dari balik handuk kecil yang dibasahi, untuk sepasang pasutri itu hal biasa melihat pasangan yang telanj*ng bahkan itu cuma setengah telanj*ng, siswa itu menyuruh pasanganya menghadap kearahnya, tanpa kaget dan malu dia menyeka setiap keringat yang keluar, kedua dada itu tak luput dari pembersihan, tapi seperti biasa kedua put*ng itu mengeras, ya wajar saja bila disentuh lawan jenis itu sudah alami bagi seorang wanita, "Jangan mendesah karena ini, jika kamu teruskan aku tak tau apa yang akan aku lakukan selanjutnya!"
"Aku tak bisa!!! he ah!" pada akhirnya untuk menghilangkan panas berlebihan dia lalu menutup tubuh istrinya dengan selimut, "Cukup seperti ini, cepatlah sembuh, agar hasrat kita terpenuhi."