"Kamu lebih menjengkelkan dengan kata tanpa pemilah, lawan bicaramu adalah orang yang lebih tua untuk diajak berdebat dengan subjek kesalahan diri."
"Aku tak mengakui bahwa kamu tua, umurmu baru saja 23 tahun tahun ini, tepatnya maret kemarin, selisih kita hanya 6 tahun, kamu itu bagaikan kakak perempuan yang menjengkelkan untuk diakui." Ucapan siswa itu menampar guru itu, dengan realita bahwa dia berharaf akan mempunyai adik yang akan dia manjakan, namun dia sudah memiliki sertifitikat anak tunggal di kartu keluarga.
"Aku berjanji pada diriku bahwa, aku tak akan mau mempunyai adik seperti dirimu, itu menjengkelkan untuk aku membayangkan setiap saat melihat mu dirumah keluarga."
"Nyatanya aku tinggal sendiri, bahkan itu sulit untuk membayangkan kakak perempuan cantik seperti mu tinggal bersamaku di satu atap."
pembicaraan terhenti, di maksudkan dengan kata cantik yang membuat bu guru itu tersipuh dan mematung.
"Jangan mengoda orang lebih tua, hatiku tak cukup bisa terpikat kepada seorang remaja muda sepertimu."
sedari tadi semuanya menyaksikan perdebatan ini, sebelum seorang siswi masuk ke obrolan ini, karena ada pembahasan romantis, siswi pasti akan ikut untuk hal ini, kalau tak ikut itu membuat ke gusaran di hati mereka.
"Ngomong-gomong soal itu, aku melihat diakhir pekan sosok seperti ibu, berjalan bersama pria, aku pikir tak mungkin orang itu punya kekasih itu mustahil sampai pada titik kalian berdebat dan membahas soal berbau romantis."
Entah kenapa dari sudut pandang dua orang pendebat itu memasang wajah tegang dan hanya diam mematung seolah dia tak percara bahwa ada yang melihat sekilas bayangan kebersamaan.
"Ya ya ya... aku tak menyangkal bahwa aku berjalan bersama pria itu diakhir pekan, namun mengatakan bahwa kami pasangan mungkin... hem agak jauh dari harapan mu, dia hanya seorang yang bertanya jalan, sembari aku menujuk jalan yang benar aku juga berada dalam satu jalur dengannya tujuan kami sama itu saja tak lebih, baiklah ini menjengkelkan mengabiskan sesiku hanya beradu argumen dengan orang bodoh di ujung sana." dia jelas merasa kesal kepada siswa itu, tapi memberi hukuman padanya bukan cara yang tepat, dia seperti belut yang licin, itu menjengkelkan untuk dipikirkan sembari menyudahi kelasnya, dia berjalan terhuyung-huyung keluar dari kelasnya, tanpa diduga dia terjatuh tepat lututnya dulu membentur lantai hingga dia terjerembab tak sadarkan diri.
"Kamu selalu membuatku jengkel Ani, aku sudah katakan istirahatlah yang cukup."
sebelum dia bangun, pria itu sudah menahanya untuk tetap tidur di bansal uks, "Pergilah untuk sekarang ini, cukup beresiko jika mereka mengetahui ini."
"Bahkan mereka memberi mandat kepadaku untuk mengurusmu, sebab kata mereka aku lah yang membuatmu begini."
"Menyebalkan rasanya di urus pemuda sepertimu."
"Terimakasih atas pujiannya."
"T-itu bukan pujian dasar..."
"Tak apa merawat wanita ku, sesekali saja."
"Jangan panggil aku seperti itu setelah kamu menceramahi ku."
"Aku cukup jengkel dengan mod mu dikelas tau, kamu yang acuh tak acuh tiba-tiba banyak omong itu menjengkelkan Ani."
"Siapa suruh menyangkal sudut pandangku."
"Sudut pandang kolot itu tak akan membangun."
setetah agak mendingan, karena obat yang diberikan, guru itu pun izin pulang lebih awal untuk berobat ke dokter setelah itu baru pulang kerumah buat istirahat yang cukup.
"Aku pasti akan mendiamkannya jika dia masuk, dasar suami tak berperasaan."