Chapter 2 - Prolog

Tatapan dari kejauhan, Dia mulai menghela nafas, duduk dikursi paling ujung dekat jendela, tepatnya sebelah kanan dari sudut pandang meja guru yang ada dikelas.

Dia mulai tidur karena merasa bosan sebelum sesuatu membuat dia terganggu dan dengan agak kesal dia mencondongkan kepalanya ke arah kanan, sembari raut wajah sedikit kesal dia melihat dari sekilas yang sudut pandangnya terhalang oleh teman sekelas yang duduk tepat di depannya, itu adalah wali kelas, kelas 2C, dengan terhuyung-huyung wali kelas itu masuk kelas, seperti habis lari maraton tadi pagi, dia nampak lelah dengan setelan terusan, di padukan sebuah rajutan indah yang menyelimuti bahu hingga hampir ke pinggangnya.

Wali kelas itu memasang muka letih sembari memanggil nama-nama murid yang ada dikelas.

Dari arah belakang, siswa dengan ketidak mau'an tinggi mulai duduk tegap, alat-alat belajar yang dia perlukan sudah tertata di atas meja belajarnya.

"sret sret sret tek tek tek" bunyi kapur tulis mengeliat ditelinga siapa saja yang ada dalam ruangan itu, dengan penjelasan sedikit detail, pelajaran berlangsung saja begitu apa adanya.

"Uwaaaa! ngantuk sekali." secara sepontan siswa yang duduk dibarisan ketiga, paling tengah menguap dan berucap bahwa dia ngantuk, itu jelas didengar sang guru. "Andika! sebaiknya kamu bersiap untuk tahapan 10 poin tahun ini." Ucap guru muda yang baru saja memulai pelajaran dikelas, dia memasuki usia pertengan dua pulu keatas, dengan jenjang honorer, dan baru saja mendapatkan riwayat wali kelas tahun ini.

"Aku tak sengaja bu, tolong kasihani aku, jika tidak orang tua ku akan memarahiku." Ujar siswa bernama andika, memohon dengan sungguh untuk meniadakan 10 poin pertama tahun ini.

"Kalau begitu, ambil buku kosong mu, tulis dengan rapi dan buat disetiap lembar menjadi dua garis permohan maaf sampai lembaran terakhir." jelas itu sebuah hukuman neraka bagi tangan, ketegangan dan rasa sakit menjulur sebelum tugas itu dibuat.

"Kamu selalu saja tak berbelas kasih bu." tanpa diduga sebelumnya, orang paling pojok berbicara dengan santai kepada seorang yang bahkan kepala sekolah pun tak bisa membuatnya bergeming seorang guru kiler nan cantik seperti ratu es yang diselimuti kedinginan jika mereka mendekati mereka hanya akan jadi bongkahan es yang tak berarti.

"Apa yang kamu katakan?! kamu ingin mendapati 50 poin karena bersikap kuarang ajar kepada guru?." jelas itu sesuatu yang lebih bahaya dari pada 10 poin, 50 poin sama saja seperti setelah orang tua dipanggil, kamu juga mendapati dirimu dilebeli anak nakal di seluruh sekolahmu, bahkan lebih parahnya lagi kamu bisa saja mengulang tahun berikutnya, hanya untuk mereset ulang poinmu.

"Kamu selalu saja tak kenal ampun, hanya karena hal yang bahkan bapak peresiden pun tak ambil pusing, itu hanya sifat alami dari orang jika dia mengantuk di kesunyian suara."

"Walapun itu penuh dengan kehadiran manusia?"

"Itu tak logis mengatakan manusia, dari pada orang untuk kata lebih lembut, oke, kalau kamu memberi hukuman kepada Dika, harusnya kamu juga di hukum atas keterlambatan bimbingan wali kelas, aku menghitung 15 menit waktu yang kami buang untuk menunggu kehadiran satu orang saja, itu sungguh boros waktu bu." penjelasan dari Siwa di ujung belakang meja deretan kanan itu menukik seperti mata bor yang melubangi bumi hanya untuk mencari air atau pun minyak bumi.

"Bahkan kamu juga dengan bodohnya menampakan wajah kusut di hari pertama pekan ini, itu menjengkelkan untuk aku lihat dari wanita yang aku kagumi selama ini, terlepas betapa terpandangannya dirimu sebelum ini, aku hanya khawatir bahwa kamu kurang tidur untuk waktu belakang, namun sepertinya kamu sedang dalam mod yang tak menyenangkan, kamu melampiaskan itu kepada dia."

kata terakhir membuat wanita itu ingin mengatakan bahwa dialah yang membuat mod ini hancur.