Chereads / I Want To Be Strong and Protect My Village! Vol. 2 / Chapter 10 - Chapter 9 : Pity Little Creature

Chapter 10 - Chapter 9 : Pity Little Creature

Bagian 1

Pagi itu, kabut masih menyelimuti hutan ketika Louis keluar dari rumah kayunya yang sederhana. Udara dingin menyentuh wajahnya, namun semangat berburu dan keterampilannya dalam pedang tetap membara. Ia telah lama merencanakan untuk memburu serigala ajaib yang sering kali mengganggu hewan ternak di desa. Dengan persiapan yang matang, ia memulai perjalanan ke dalam hutan yang lebat.

Langkah-langkah Louis hampir tak terdengar di antara dedaunan yang basah. Ia bergerak dengan penuh kehati-hatian, mata tajamnya mengamati setiap gerakan di sekitar. Setelah beberapa jam menyusuri jejak, ia akhirnya menemukan tanda-tanda kehadiran serigala ajaib itu. Jejak kaki besar dan bekas cakaran di batang pohon menjadi petunjuk yang jelas.

Setelah beberapa waktu, ia melihat bayangan besar bergerak cepat di antara pepohonan. Dengan hati-hati, ia mengikuti bayangan itu sampai ia melihat serigala ajaib itu minum di sungai kecil. Serigala itu memiliki bulu yang berkilauan dengan warna perak, dan matanya bersinar dengan cahaya biru magis. Louis tahu bahwa ia harus bergerak cepat dan tepat.

Dengan pedangnya yang terhunus, Louis mengamati serigala itu dari jarak yang aman. Serigala ajaib itu nampaknya tidak menyadari kehadirannya. Dengan gerakan gesit, Louis bergerak mendekat. Ia tahu bahwa bertarung dengan serigala ajaib memerlukan keahlian dan konsentrasi tinggi. Begitu ia merasa siap, ia melancarkan serangannya.

Serigala ajaib itu berbalik dan menyerang dengan cakarnya yang tajam. Louis, dengan keahlian dalam pedangnya, bergerak lincah untuk menghindari serangan dan membalas. Ia memanfaatkan setiap celah dalam pertarungan, mengarahkan pedangnya ke bagian-bagian tubuh serigala yang lebih rentan. Tali pengikat kekuatan serigala tersebut semakin mengendur, dan Louis dapat merasakan bahwa ia semakin mendekati kemenangan.

Setelah beberapa menit pertarungan yang melelahkan, Louis akhirnya berhasil menebas leher serigala ajaib dengan satu pukulan kuat. Serigala itu melolong sekali lagi sebelum roboh, dan cahaya biru di matanya perlahan memudar.

Dengan serigala ajaib kini terbaring tak bergerak, Louis merasa lega. Namun, perutnya mulai mengeluh kelaparan. Ia memutuskan untuk melanjutkan perburuan, kali ini mencari babi hutan untuk makan siang. Setelah beberapa waktu, ia menemukan kawanan babi hutan yang sedang mencari makan di antara semak-semak. Dengan cekatan, Louis menggunakan pedangnya untuk melumpuhkan salah satu babi hutan.

Setelah berhasil, Louis menguliti dan membersihkan babi hutan tersebut dengan keterampilan yang sama seperti saat ia berpedang. Ia mengumpulkan kayu kering dan menyalakan api unggun dengan hati-hati. Dengan memanfaatkan beberapa teknik yang telah dipelajarinya, ia memanggang daging babi hutan di atas api, membiarkan aroma harum memenuhi udara. Sambil menunggu daging matang, ia duduk bersandar pada batang pohon, menikmati keindahan alam sekitar.

Aroma daging yang dipanggang mengisi udara, membuat perutnya keroncongan. Saat ia sedang menunggu daging tersebut matang, Louis mendengar suara gemerisik dari semak-semak di dekatnya. Ia berhenti sejenak, menajamkan pendengarannya. Dari balik semak-semak, ia melihat sepasang mata kecil yang mengintipnya dengan rasa ingin tahu.

Louis berjalan pelan-pelan mendekati semak-semak itu. Ketika ia menyibak daun-daun, ia terkejut menemukan seorang anak kecil dari ras manusia binatang. Anak perempuan itu memiliki telinga rubah yang lebar dan ekor rubah yang lucu bergoyang-goyang di belakangnya. Ia tampak ketakutan dan kotor, seolah sudah lama berada di hutan tanpa perawatan.

Louis berjongkok, berusaha terlihat tidak mengancam. "Hei, apa yang kau lakukan di sini sendirian?" tanyanya dengan suara lembut. Anak itu tampak bingung, matanya besar dan penuh rasa takut. Sebelum Louis bisa berkata lebih banyak, anak itu tiba-tiba berlari, ekornya berkibar di belakangnya. Ia berlari menuju sebuah goa kecil yang tersembunyi di antara pepohonan.

Louis berdiri dan menggaruk kepalanya, bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, ia merasa khawatir tentang keadaan anak itu. Bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa bertahan sendirian di hutan seperti ini? Dengan cepat ia memutuskan untuk mengikutinya.

Ia mendekati goa tersebut dengan hati-hati, memastikan tidak membuat suara yang bisa menakuti anak itu lebih jauh. Dari mulut goa, ia bisa melihat anak perempuan itu meringkuk di pojokan, memeluk ekornya erat-erat.

Louis berbicara dengan lembut dari luar goa, "Hei, jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Louis. Aku hanya ingin membantu."

Anak itu tetap diam, tapi matanya yang besar dan penuh rasa ingin tahu mulai memperhatikan Louis lebih seksama.

"Apakah kau lapar?" Louis bertanya, mencoba menawarkan sesuatu yang mungkin bisa membuat anak itu merasa lebih nyaman. "Aku punya daging babi hutan yang enak. Bagaimana kalau kita makan bersama?"

Setelah beberapa saat, anak itu tampak sedikit lebih tenang dan akhirnya mengangguk pelan. Louis tersenyum, merasa ada harapan. "Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan membawa makanan ke sini."

Anak itu tetap diam, tapi matanya yang besar dan penuh rasa ingin tahu mulai memperhatikan Louis lebih seksama. Sesampainya kembali, Louis mengeluarkan sepotong daging babi yang sudah matang dan meletakkannya di atas daun besar di dekat mulut goa. "Ini, coba makan sedikit. Ini sangat enak."

Anak itu mendekat perlahan, rasa takut di matanya perlahan digantikan oleh rasa lapar. Ia mengambil daging tersebut dengan tangan kecilnya dan mulai memakannya dengan lahap. Mulut kecilnya mulai melahap daging itu dan pipinya menggumpal bergoyang, menandakan ia sangat menikmati makanan itu. Louis tersenyum, merasa sedikit lega.

Louis melihat anak itu. Meski kotor dan berpakaian compang-camping, anak itu tampak sangat lucu dan imut, membuat Louis ingin melahapnya atau mencubitnya. Namun tentu Louis takkan melakukannya karena itu hanya akan membuatnya takut.

"Namaku Louis," ulangnya, berharap bisa membuka komunikasi dengan anak itu. "Siapa namamu?"

Anak perempuan itu menatap Louis dengan mata besarnya yang membulat, menggelengkan kepala dengan lembut. Louis merasa ada yang aneh. Ia menyadari bahwa anak itu tidak bisa berbicara. Setiap kali Louis bertanya atau mencoba berkomunikasi, anak itu hanya bisa mengangguk atau menggelengkan kepala.

Louis merasa semakin prihatin. Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk tidak memaksa anak itu untuk berbicara. "Baiklah, Lila," katanya lembut, meskipun ia tidak tahu apakah nama itu benar atau tidak. "Aku akan membantumu. Jangan khawatir, aku akan menjaga kamu sampai kita bisa menemukan seseorang yang bisa membantumu."

Anak itu hanya mengangguk pelan, dan Louis merasa sedikit lega. "Aku akan memastikan kau aman di sini. Jangan khawatir, aku akan menjagamu."

Bagian 2

Setelah Lila selesai makan, ia tampak lebih tenang. Ia berdiri dengan kaki kecilnya, lalu meraih tangan Louis dengan lembut. Kedua tangannya yang mungil menggenggam jari tangan Louis, dan kemudian menggoyangkannya, seolah ingin mengajaknya ke suatu tempat. Louis, merasa bahwa mungkin ada sesuatu yang penting yang perlu diperiksa, mengikuti Lila dengan penuh rasa ingin tahu.

Mereka berjalan menyusuri hutan, dengan Lila memimpin jalan tepat di depan Louis. Sepanjang perjalanan, Lila terus memegangi tangan Louis dengan tangan mungilnya, seolah takut kehilangan arah atau terpisah dari pelindungnya. Tangan kecilnya terus menggenggam erat jari Louis, sementara Louis mengamati sekeliling dengan hati-hati.

Hutan yang sebelumnya tampak tenang kini terasa lebih misterius, dengan cahaya matahari yang menyaring melalui daun-daun pohon, menciptakan pola-pola cahaya di tanah. Lila tampak sangat fokus dan sedikit khawatir, sesekali menoleh untuk memastikan Louis masih bersamanya.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka berhenti di tepi sebuah kawasan yang lebih padat dan gelap. Lila menunjuk ke arah semak-semak yang lebat dengan jari kecilnya. Ekspresi anak itu tampak campur aduk antara ketakutan dan kesedihan. Louis mendekati semak-semak itu dengan hati-hati, merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres berada di baliknya.

Dengan perlahan, Louis menyibak semak-semak tersebut. Ketika ia melihat ke dalam, dia terkejut dan hatinya terasa berat. Di hadapannya, tergeletak beberapa makhluk kecil yang mirip dengan Lila dalam keadaan tak bernyawa. Makhluk-makhluk ini memiliki telinga dan ekor rubah yang sama seperti Lila. Beberapa dari mereka terlihat sangat mengenaskan. Ekor dan telinga mereka dipotong-potong, seolah direnggut dengan paksa.

Louis melangkah lebih jauh dan melihat beberapa makhluk lainnya dengan kepala mereka hancur, seolah dipukul dengan sesuatu yang sangat berat. Bahkan ada juga yang matanya masih terbuka dan menunjukkan ekspresi ketakutan namun sudah tak bernyawa. Bekas air mata di wajah mereka juga belum sepenuhnya mengering, menunjukkan betapa ketakutannya mereka sesaat sebelum dibunuh. Ada bekas-bekas darah yang belum mengering di sekitar mereka, dan tanah tampak dipenuhi dengan jejak-jejak kekacauan. Beberapa petunjuk itu menandakan sepertinya hal ini terjadi belum lama. Melihat kondisi mereka, Louis bisa merasakan betapa mengerikannya apa yang baru saja terjadi di sini, membuatnya tak habis pikir, bagaimana bisa anak sekecil ini dihadapkan dengan situasi semengerikan ini?

"Lila, apa yang terjadi?" Louis bertanya dengan nada penuh empati, sambil membungkuk untuk lebih dekat dengan anak itu. "Siapa yang melakukan ini?"

Lila hanya bisa menatap dengan mata sedih dan bingung, tampaknya tidak mampu menjelaskan secara verbal. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan lambat, menunjukkan bahwa dia tidak tahu secara pasti, atau mungkin hanya tidak bisa berbicara, atau karena masih ketakutan dan trauma. Louis menyadari bahwa situasi ini mungkin lebih kompleks daripada yang dia kira.

Louis merasa marah dan prihatin, mengetahui bahwa makhluk-makhluk tak berdosa ini telah mengalami nasib yang mengenaskan. Ia bertekad untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kekejaman ini dan bagaimana ia bisa membantu Lila.

"Jangan khawatir, Lila," kata Louis lembut sambil berusaha memberikan rasa aman. "Aku akan memastikan bahwa ini tidak akan dibiarkan begitu saja. Kita akan mencari tahu siapa yang melakukannya dan menghadapinya."

Lila tampak sedikit lebih tenang dengan kata-kata Louis, meskipun mata kecilnya masih dipenuhi kesedihan. Louis memutuskan untuk membawa Lila kembali ke tempat aman, sebelum melanjutkan penyelidikan lebih lanjut. Sambil kembali menuju area di mana ia memanggang daging babi hutan, ia berpikir tentang apa langkah berikutnya dan bagaimana ia bisa membantu anak kecil dan teman-teman barunya yang masih mungkin membutuhkan perlindungan.

Sepanjang perjalanan kembali, Lila terus memegangi tangan Louis dengan erat, seolah mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari kehadirannya. Louis bertekad untuk memastikan bahwa Lila dan makhluk-makhluk kecil lainnya tidak akan menderita lebih jauh. Di bawah naungan pepohonan yang tenang, ia merencanakan langkah-langkah yang akan diambil, termasuk melaporkan penemuan ini kepada pihak kota atau guild petualang dan mencari bantuan untuk melindungi makhluk-makhluk yang tersisa. Louis juga sempat berfikir, dilihat dari kondisi makhluk-makhluk kecil itu, sepertinya pelaku bukanlah orang yang semata mencari keuntungan, melainkan kepuasan.

Louis seketika teringat tentang sebuah penyakit jiwa yang ia tahu dari Sir Hansel, seorang tabib hebat yang kini telah pergi entah ke mana, pernah membagikan informasi tentang suatu kondisi psikologis yang dikenal dengan istilah "Cute Syndrome."

Cute Syndrome adalah kondisi mental di mana seseorang merasa punya dorongan untuk melakukan kekerasan atau kekejaman terhadap makhluk yang dianggap lucu atau imut. Orang-orang yang mengidap sindrom ini tidak melakukannya karena kemarahan atau kebencian, melainkan justru karena mereka merasa 'gemas' atau terlalu terpesona oleh penampilan makhluk tersebut. Perasaan gemas ini dalam kasus yang ekstrem, bisa berubah menjadi dorongan untuk menyakiti atau bahkan membunuh makhluk tersebut untuk mendapatkan kepuasan pribadi atau satisfying.

Louis merasakan getaran dingin di tengkuknya saat ia memikirkan kemungkinan bahwa orang yang melakukan tindakan kejam ini mungkin mengalami kondisi tersebut. Melihat keadaan Lila dan makhluk-makhluk kecil yang terluka parah di depan matanya, keyakinan itu semakin menguat. Terlebih lagi, makhluk-makhluk ini memang memiliki penampilan yang sangat imut dan lucu yang mungkin bisa memicu reaksi semacam ini pada seseorang dengan Cute Syndrome. Setiap jeritan, tangisan, dan ekspresi ketakutan dari makhluk-makhluk menggemaskan itu akan menjadi kenikmatan para pengidap penyakit jiwa tersebut.

"Jika ini benar, berarti pelaku bukanlah seseorang yang mencari keuntungan material, melainkan seseorang yang mungkin memiliki dorongan kuat untuk menyakiti makhluk-makhluk ini hanya karena perasaan 'gemas' yang berlebihan. Ini adalah bentuk kekejaman yang berbeda dan jauh lebih menakutkan." gumam Louis.

Louis merasa perlu untuk mengungkap kasus ini lebih lanjut dan melindungi makhluk-makhluk yang tersisa. Ia tahu bahwa menghadapi seseorang dengan kondisi seperti ini tidak akan mudah. Perlu ada pemahaman yang mendalam tentang motivasi dan kondisi mental pelaku untuk bisa menangani situasi dengan tepat.

Dalam perjalanan kembali, Louis bertekad untuk melaporkan penemuan ini kepada pihak berwenang secepat mungkin. Ia harus memastikan bahwa tindakan yang lebih drastis diambil untuk mengatasi ancaman ini dan melindungi makhluk-makhluk lainnya di hutan.

Louis memandang Lila yang masih memegangi tangannya dengan wajah ketakutan. Karena sepertinya Lila belum sepenuhnya pulih, Louis akhirnya menggendongnya. Louis merasakan kehangatan tubuh kecil Lila yang beratnya nyaris tidak terasa. Dengan lembut, ia membaringkan Lila di pangkuannya, memastikan ia nyaman dan aman. Dalam perjalanan pulang ke desa Gatewood, Louis berusaha berjalan dengan hati-hati, agar setiap langkah tidak mengganggu ketenangan Lila.

Di sepanjang perjalanan, Lila tampak lebih tenang, dengan mata kecilnya tertutup lelap di dada Louis. Hutan yang gelap dan misterius perlahan berganti dengan pemandangan desa yang lebih akrab. Cahaya matahari yang menyaring melalui daun-daun pepohonan menjadi semakin cerah saat mereka mendekati pintu gerbang desa.

Bagian 3

Sesampainyaa di desa Gatewood, Louis segera menuju ke rumah kepala desa, Sir Neils, yang dikenal dengan kebijaksanaan dan keahliannya dalam mengatasi masalah di desa.

Louis mengetuk pintu rumah Sir Neils dengan lembut. Tak lama kemudian, Sir Neils, seorang pria bertubuh tegap dengan rambut putih yang sudah mulai memudar, membuka pintu. Wajahnya yang biasanya ceria dan ramah segera berubah menjadi ekspresi kekhawatiran ketika melihat keadaan Louis dan Lila.

"Louis, apa yang terjadi?" tanya Sir Neils, matanya tertuju pada Lila yang tertidur di pelukan Louis. "Siapa dia? Kenapa anak ini tampak begitu terluka dan ketakutan?"

Louis menjelaskan dengan singkat dan jelas. "Kami menemukan anak ini di hutan. Dia tidak bisa bicara, dan aku memberinya nama 'Lila'. Ada sesuatu yang sangat mengerikan di sana, sejumlah makhluk kecil seperti Lila tergeletak tak bernyawa.

"Louis, ceritakan lebih lanjut tentang apa yang kamu temukan," kata Sir Neils, mengambil posisi duduk di samping Louis. "Apa yang kamu lihat di hutan?"

Louis menggambarkan dengan rinci kondisi di hutan, menjelaskan bagaimana makhluk-makhluk kecil itu terluka dan kemungkinan bahwa pelaku memiliki dorongan yang sangat mengerikan. "Saya tidak tahu siapa pelakunya, tapi saya khawatir mereka mungkin masih berada di sekitar. Kita perlu mencari tahu lebih lanjut dan melaporkan ini ke guild petualang."

Sir Neils mengangguk, wajahnya menunjukkan tekad. "Ini adalah masalah serius. Kami akan segera menghubungi adipati Maurice untuk penyelidikan lebih lanjut. Selain itu, kami akan memastikan keamanan di desa dan Lila."

Setelah pergi dari kediaman kepala desa, Louis berjalan pulang menuju rumahnya dengan Lila yang masih tertidur lelap dalam pelukannya. Di sepanjang jalan, ia disapa oleh penduduk desa yang penasaran dengan Lila, tetapi ia hanya memberi mereka senyuman singkat dan melanjutkan perjalanannya. Ketika ia melewati rumah Alice, ia melihat Alice Sedang menyirami tanaman di depan rumahnya. Alice yang melihatnya pun menghampiri Louis.

"Louis! Bagaimana hasil buruanmu hari ini?" tanya Alice dengan antusias saat melihatnya mendekat.

Louis tersenyum dan terlihat lelah. "Aku berhasil mendapatkan bahan dari serigala ajaib. " katanya.

Perhatian Alice kemudian tertuju pada Lila dengan mata berbinar-binar. "Oh, Louis, dia sangat imut! Siapa dia? Apa aku boleh menggendongnya sebentar?" Alice mendekat, ingin menggendong Lila.

Awalnya, Lila yang terbangun tampak ketakutan dan mencengkeram baju Louis dengan erat. "Tenang, Lila," kata Louis dengan lembut. "Ini Alice, dia teman yang sangat baik dan tidak akan menyakitimu."

Mendengar kata-kata Louis yang menenangkan, Lila perlahan-lahan merelakan dirinya untuk diambil oleh Alice. Alice dengan hati-hati menggendong Lila, memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. "Hai, Lila," bisik Alice lembut. "Aku senang bertemu denganmu."

Louis melihat bagaimana Lila mulai merasa nyaman dalam pelukan Alice. Ia pun menceritakan semua yang terjadi di hutan. "Aku menemukannya di hutan. Dia sendirian dan ketakutan. Aku juga menemukan sejumlah makhluk kecil sepertinya yang telah dibantai dengan kejam di tempat lain."

Wajah Alice berubah serius. "Makhluk-makhluk kecil? Dibantai? Siapa yang tega melakukan hal sekejam itu?"

Louis menghela napas berat. "Aku tidak tahu pasti, tapi dilihat dari kondisi mereka, ada kemungkinan pelakunya adalah orang-orang yang mengidap sebuah penyakit jiwa."

Alice terdiam sejenak, memandang Lila yang kini mulai tertidur kembali dalam pelukannya. "Ini sangat mengerikan, Louis. Kita harus melakukan sesuatu. Apakah Sir Neils sudah tahu?"

Louis menambahkan, "Aku sudah memberitahu hal ini kepada kepala desa barusan. Dia akan mengirimkan surat kepada Adipati Maurice untuk meminta bantuan. Semoga kita mendapatkan dukungan yang kita butuhkan."

Mereka pun mendiskusikan nasib Lila sambil berjalan-jalan di desa. Jalanan desa yang biasanya sibuk kini tampak tenang, dengan beberapa penduduk desa yang lalu lalang, menyapa mereka dengan senyuman ramah. Lila masih tertidur lelap di pelukan Alice, napasnya yang tenang menunjukkan betapa lelahnya dia.

Saat mereka terus berjalan, tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki yang familiar. Griselda, kesatria wanita dan kakak angkat Louis yang telah melatihnya sejak dua tahun lalu, mendekat dengan senyum hangat di wajahnya. Griselda adalah sosok yang tangguh dan bijaksana, selalu siap memberikan nasihat dan bimbingan pada mereka.

"Louis! Bagaimana petualanganmu hari ini?" sapa Griselda dengan antusias saat mendekati mereka.

Louis tersenyum dan memberikan anggukan hormat. "Petualangan yang cukup menarik, Griselda. Aku berhasil mendapatkan bahan dari serigala ajaib dan akan menjualnya di pasar."

Griselda kemudian mengalihkan perhatiannya pada Lila dengan penuh rasa ingin tahu. "Siapa anak kecil yang lucu ini? Boleh aku menggendongnya?" tanyanya sambil mendekat untuk melihat lebih jelas.

Alice tersenyum dan menaruh jari di bibirnya, memberi isyarat agar Griselda tidak berbicara terlalu keras. "Ssstt... Dia sedang tidur, Griselda. Mungkin kau bisa menggendongnya lain kali," bisik Alice lembut.

"Ahh, baiklah kalau begitu." Kata Griselda dengan senyuman kecut. "Tapi darimana ia berasal?" Lanjutnya sambil kembali menghadap Louis.

Louis menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk menceritakan kejadian yang mengejutkan itu. "Aku menemukannya di hutan, tidak jauh dari tempatku berburu. Awalnya saat aku memanggang daging babi untuk makan siang, aku mendengar suara di semak-semak dan menemukan Lila sedang mengintipku seolah sedang kelaparan dan menginginkan daging itu. Dia tampak ketakutan dan sendirian, jadi aku mencoba mendekatinya dengan hati-hati."

Griselda mengerutkan kening, merasa khawatir. "Sendirian di hutan? Itu berbahaya sekali untuk anak sekecil ini."

Louis mengangguk. "Benar. Aku pun berusaha untuk menenangkannya dan membawakannya makanan. Setelah itu, dia memegang tanganku dan membawaku ke sebuah tempat yang lebih gelap dan padat di hutan. Di sana, aku menemukan sejumlah makhluk kecil seperti Lila yang telah dibantai dengan kejam."

Wajah Griselda berubah serius. "Apa maksudmu dibantai dengan kejam?"

Louis menelan ludah, mencoba menahan rasa jijik dan marah yang muncul kembali saat mengingat pemandangan itu. "Mereka telah dibunuh dengan cara yang sangat brutal. Beberapa dari mereka memiliki ekor dan telinga yang telah dipotong-potong, seolah direnggut dengan paksa. Yang lainnya memiliki kepala yang sudah hancur, seolah dipukul dan digeprek dengan sesuatu yang sangat berat. Tanah di sekitarnya penuh dengan genangan darah yang masih segar dan jejak kekacauan. Sepertinya mereka sempat berlarian dan berusaha menyelamatkan diri sebelum dibantai. Maaf, aku tak bisa melanjutkannya, itu benar-benar sangat mengerikan. Aku benar-benar tak habis pikir bagaimana bisa anak sekecil ini harus mengalami kejadian semengerikan itu…"

Alice yang masih menggendong Lila, mendengarkan dengan cemas. "Kami pikir mungkin ada pemburu kejam atau orang-orang jahat yang menikmati menyakiti makhluk-makhluk ini hanya karena mereka terlihat imut dan lucu."

Louis menambahkan, "Aku sudah melaporkan ini kepada kepala desa. Dia akan mengirimkan surat kepada Adipati Eldoria untuk meminta bantuan. Sementara itu, kita harus memastikan Lila aman di sini."

Griselda yang mendengar cerita Louis tampak sangat marah dan prihatin. "Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan!" katanya dengan suara tegas, matanya berkilat dengan kemarahan namun tulus. "Setiap ras yang tinggal di Kerajaan Lumania harus mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang adil, baik itu ras manusia, elf, dwarf, ataupun manusia binatang seperti Lila."

Louis mengangguk. "Itu benar. Apa yang terjadi pada Lila dan teman-temannya adalah tindakan keji yang tidak bisa dibiarkan begitu saja."

Griselda mengepalkan tangannya dengan erat. "Sebagai kesatria kerajaan, sudah menjadi tugasku untuk melindungi semua ras yang ada di kerajaan ini. Aku akan melaporkan ini kepada istana jika ada waktu. Raja Theodore dan Putri Charlotte perlu mengetahui kejadian ini. Ini bukan hanya tentang Lila, tapi tentang keselamatan semua ras yang hidup di bawah naungan kerajaan kita."

Alice yang masih menggendong Lila, memandang Griselda dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Griselda. Dukunganmu sangat berarti. Lila sudah cukup menderita. Kita harus memastikan dia dan makhluk lain seperti dia mendapatkan keadilan."

Griselda mengangguk, wajahnya menunjukkan penuh tanggung jawab. "Aku akan melakukan yang terbaik untuk ini. Kita harus menyelidiki lebih dalam siapa yang bertanggung jawab dan apa motif yang mendasari perbuatan mereka. Jika ini adalah pekerjaan pemburu kejam atau orang-orang jahat, mereka harus dihadapkan pada keadilan." Setelah itu, Griselda meninggalkan mereka untuk melatih para pemuda seperti biasanya.