Bagian 1
Sir Neils, kepala desa Gatewood, merasa bahwa tragedi yang menimpa Lila dan teman-temannya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebagai kepala desa, ia bertanggung jawab untuk melaporkan kejadian ini secara rinci kepada Adipati Maurice. Di ruang kerja yang sederhana namun rapi, Sir Neils duduk di meja kayu tua yang penuh dengan dokumen dan catatan. Dengan pena di tangan, ia mulai menulis surat dengan hati-hati, memastikan setiap detail kejadian tercatat dengan jelas.
"Yang Mulia Adipati Maurice,
Dengan ini saya melaporkan kejadian yang sangat mengerikan yang terjadi di desa kami, Gatewood. Pada hari keempat bulan ini, seorang anak dari ras manusia binatang bernama Lila ditemukan dalam kondisi mengenaskan setelah disiksa oleh seorang pria yang kejam. Kejadian ini bermula ketika Louis, seorang petualang, menemukan Lila di hutan, dikelilingi oleh mayat teman-temannya yang telah dibantai. Louis dan beberapa warga merawat anak itu selama beberapa hari.
Namun suatu hari anak itu menghilang. Kemudian dua petualang menemukannya dalam keadaan yang memprihatinkan. Warga desa telah mencoba menyelamatkan Lila dan memberikan perawatan di rumah salah satu warga kami, namun sayangnya, setelah beberapa hari bertahan, Lila menghembuskan nafas terakhirnya.
Pelaku dari kekejaman ini sempat ditangkap oleh Arlan dan Aria, dua petualang yang kebetulan kembali ke desa. Pelaku tersebut tanpa rasa bersalah menceritakan bagaimana ia menyiksa Lila, membuat semua orang di sana menjadi geram. Ini adalah tindakan yang sangat kejam dan tidak manusiawi, yang tidak bisa kita biarkan tanpa hukuman yang setimpal.
Kami mohon agar Yang Mulia segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku dan memastikan keamanan serta keadilan bagi semua ras di wilayah kita. Kami juga berharap Yang Mulia dapat menyampaikan laporan ini kepada Raja Theodore, agar tindakan yang lebih luas dapat diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Hormat saya,
Tuan Neils Kepala Desa Gatewood"
Setelah menyelesaikan suratnya, Sir Neils menggulung kertas perkamen tersebut dan menyegelnya dengan stempel resmi desa Gatewood. Ia memastikan surat tersebut akan dikirim secepat mungkin melalui beberapa orang pemuda yang diutusnya.
Sementara itu, Darius, meskipun pertemuannya dengan Lila cukup singkat, ia memiliki empati yang mendalam terhadap anak tersebut. Baginya, Lila mewakili banyak anak tak berdosa yang menjadi korban kekejaman. Terlebih lagi Lila sudah menjadi keluarga dari sahabatnya di desa. Darius memiliki koneksi dengan beberapa anak bangsawan melalui bisnis keluarganya. Ia memutuskan untuk menggunakan jaringan ini untuk menyampaikan berita tragis ini langsung kepada Raja Theodore.
Di rumahnya, Darius duduk dan menulis dengan hati-hati, menulis kabar berita dengan bahasa yang penuh empati dan deskripsi yang jelas. Ia menceritakan kejadian dari awal hingga akhir, tekanan penderitaan Lila dan kekejaman yang dialaminya.
"Kepada Yang Mulia Raja Theodore,
Dengan rasa duka yang mendalam, saya menyampaikan kabar tragedi yang menimpa seorang anak manusia binatang bernama Lila. Kejadian ini terjadi di sekitar desa Gatewood, wilayah Adipati Maurice. Beberapa hari sebelumnya, beberapa makhluk kecil yang mirip dengan Lila ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan, dibantai tanpa ampun oleh beberapa orang yang tak berperikemanusiaan. Dan beberapa hari lalu Lila sendiri disiksa dengan kejam sebelum akhirnya mengakhiri nafas terakhirnya di rumah rekan kami yang merawatnya.
Pelaku dari kekejaman ini telah ditangkap dan kini dibawa ke kota Eldoria. Namun, pelaku pembantaian teman-teman Lila sebelumnya masih belum terungkap. Saya memohon kepada Yang Mulia untuk mengambil tindakan tegas dan memperhatikan penderitaan makhluk tak berdosa seperti Lila dan teman-temannya.
Hormat saya,
Darius Leonhart
Darius menyelesaikan suratnya dengan harapan besar bahwa Raja Theodore akan mendengar dan bertindak. Ia mengirimkan surat tersebut dan menyegelnya dengan segel pribadi keluarganya, memastikan surat tersebut akan dikirim melalui jalur tercepat ke istana.
Oleh karena itu, baik Tuan Neils maupun Darius berusaha memastikan bahwa tragedi yang menimpa Lila tidak akan berlalu tanpa tindakan. Mereka berharap bahwa dengan melibatkan Adipati Maurice dan Raja Theodore, keadilan akan ditegakkan dan keamanan bagi semua makhluk di Kerajaan Lumania akan terjaga.
Bagian 2
Siang itu, kota Eldoria yang biasanya sibuk dengan aktivitasnya, tampak lebih hidup dari biasanya. Jalan-jalan utama dipenuhi oleh warga yang lewat lalang, pedagang yang berteriak-teriak menawarkan barang dagangannya, dan anak-anak yang bermain di trotoar. Kota ini adalah pusat aktivitas yang penting di wilayah Eldoria, tempat di mana segala sesuatu berkisar dari perdagangan hingga misi petualangan.
Di tengah keramaian ini, Alan bersama dengan regunya, tengah berjalan menuju guild petualang untuk mendaftarkan misi mereka. Alan dikenal karena keahliannya dalam siasat dan ketekunannya dalam mencapai tujuannya, sementara regunya terdiri dari beberapa petualang yang kompak. Mereka baru saja kembali dari sebuah misi yang sukses dan bersiap untuk mencari tantangan berikutnya.
Namun, perhatian mereka teralihkan oleh sesuatu yang tidak biasa. Alan dan regunya tiba di depan papan berita yang besar dan mencolok yang dipasang di dinding luar guild. Papan berita tersebut sering digunakan untuk mengumumkan misi, berita terbaru, dan berbagai informasi penting untuk para petualang. Hari itu, sebuah berita baru telah dipasang yang menarik perhatian banyak orang.
Ketika mereka mendekat, Alan melihat berita tersebut dengan seksama. Berita itu memuat informasi yang sangat mengejutkan dan mengecewakan. Tertulis di atasnya adalah,
Berita Tragis: Kekejaman Terhadap Anak dari Ras Manusia Binatang
Baru-baru ini, sebuah kejadian yang sangat mengerikan dan brutal telah terjadi di dekat desa Gatewood. Seorang anak perempuan berusia balita dari ras manusia binatang, yang dikenal sebagai Lila, telah disiksa dengan sangat kejam. Anak yang malang itu akhirnya meninggal di kediaman salah satu warga desa Gatewood yang sempat merawatnya. Pelaku dari kekejaman ini adalah seorang pria yang diduga memiliki gangguan mental serius dan memiliki kebiasaan menyiksa makhluk-makhluk yang dianggapnya 'lucu.'
Menurut laporan, pelaku dan rekan-rekannya sebelumnya telah membantai teman-teman Lila sebelum akhirnya menargetkan dirinya. Anak malang ini mengalami penderitaan yang tak terlukiskan sebelum akhirnya meninggal akibat trauma berat dan cidera di kepala belakang. Kejadian ini menunjukkan betapa kejamnya dunia ini dan menggarisbawahi perlunya perhatian lebih terhadap keselamatan makhluk-makhluk tak berdaya seperti Lila.
Pihak berwenang telah menangkap pelaku dan sedang menyelidiki kasus ini dengan serius. Kami mengimbau kepada seluruh petualang dan warga untuk tetap waspada dan membantu pihak yang berwenang dalam upaya pencarian keadilan.
Kami berharap kejadian tragis ini dapat memberikan pelajaran berharga dan mendorong semua pihak untuk lebih peduli terhadap keamanan dan kesejahteraan makhluk hidup di sekitar kita.
Alan membaca dengan penuh perhatian, sementara regunya juga menunjukkan ekspresi terkejut dan khawatir. Berita tersebut jelas memberikan dampak emosional yang mendalam bagi mereka. Alan yang biasanya terlihat tegar dan tidak mudah dijangkau oleh berita, kali ini terlihat sangat terpukul. Ia menampilkan berita tersebut dengan penuh kepedihan, merasa marah dan hampa atas apa yang telah terjadi pada anak malang itu.
"Sial, berita ini benar-benar mengerikan," kata Alan sambil meremas kertas yang ada di tangannya. "Bagaimana bisa seseorang melakukan hal sekejam itu pada seorang anak?"
Salah satu anggota regunya, Frufy, menambahkan dengan nada penuh penyesalan, "Kita harus melakukan sesuatu. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kita perlu memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal!"
Alan mengangguk setuju. "Benar! Kita tidak bisa hanya berdiri diam. Kita harus menghubungi pihak yang berwenang dan melihat bagaimana kita bisa membantu."
Di sisi lain, berita ini juga menyebar dengan cepat di kalangan para petualang dan warga Eldoria. Banyak yang merasa tergerak untuk terlibat dalam upaya pencarian keadilan dan memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang layak. Di kota yang sibuk ini, berita tragis ini menjadi sorotan utama, mendorong banyak orang untuk memikirkan dan bertindak demi mencegah kekejaman serupa di masa depan.
Di kediaman Adipati Maurice, suasana biasanya tenang dan penuh kehormatan, hari itu terasa berbeda. Maurice, seorang pria dengan reputasi yang terkenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas, sedang duduk di ruang kerja yang megah. Di dekatnya terdapat surat yang baru diterima dari Sir Neils, kepala desa Gatewood. Ia telah membaca surat tersebut beberapa kali, namun setiap kali ia mengulanginya, amarahnya semakin membara.
Surat itu mengabarkan bahwa anak yang kemarin menjadi korban kekerasan brutal, Lila, akhirnya meninggal dunia. Sir Neils menulis dengan rinci kondisi terakhir Lila, bagaimana tubuh kecilnya tak mampu lagi bertahan setelah mengalami penderitaan yang luar biasa. Maurice merasa tercekik oleh perasaan gagal melindungi rakyatnya, terutama makhluk kecil yang tak berdaya seperti Lila. Berita ini menghancurkan hatinya dan membuatnya merasa reputasinya sebagai seorang adipati dipertaruhkan.
Maurice berdiri dari kursinya, berjalan mondar-mandir di ruangan sambil merenung dalam-dalam. Pikirannya penuh dengan gambaran tentang kekejaman yang dilakukan kepada Lila. Bayangan wajah polos anak itu yang dipenuhi rasa takut dan sakit membuat darahnya mendidih. Ia merasa perlu mengambil tindakan tegas untuk menunjukkan kepada rakyatnya bahwa keadilan akan ditegakkan, dan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang.
Setelah beberapa saat, Maurice memanggil para bangsawan dan penasihatnya untuk berkumpul di aula utama kediamannya. Dengan wajah serius dan penuh determinasi, ia menjelaskan situasi tragis yang telah terjadi dan pentingnya pentingnya memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku. Para bangsawan yang hadir turut merasakan kesedihan dan kemarahan yang sama, setuju bahwa tindakan keras diperlukan untuk menjaga keamanan dan keadilan di kerajaan.
"Pelaku kekejaman ini harus dihukum dengan cara yang setimpal. Kejahatannya begitu kejam dan tidak berperikemanusiaan, dia harus merasakan penderitaan yang sama seperti yang dia timpakan kepada Lila," kata Maurice dengan suara yang tegas. "Aku mengusulkan untuk menjatuhkan hukuman mati dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan kepada Lila. Ini bukan hanya untuk memberikan keadilan kepada Lila, tetapi juga sebagai peringatan bagi siapa saja yang berpikir untuk melakukan kejahatan serupa."
Para bangsawan dan penasihatnya setuju dengan keputusan ini. Mereka menyadari bahwa tindakan tegas ini diperlukan untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan menunjukkan bahwa keadilan tetap tegak di bawah pemerintahan Maurice.
Setelah mendapat persetujuan, Maurice segera memerintahkan prajurit kota untuk mengeluarkan pelaku dari sel penjara. Pelaku diikat dengan rantai dan dibawa ke tengah kota, di mana sebuah tiang telah disiapkan untuk mengikatnya. Kerumunan warga mulai berkumpul, sebagian besar dari mereka dipenuhi dengan kemarahan yang meluap. Berita tentang kejahatan mengerikan yang menimpa Lila telah menyebar luas, dan semua orang menginginkan keadilan ditegakkan.
Maurice berdiri di atas podium, mengamati pemandangan dengan wajah serius. "Hari ini, kita akan menunjukkan kepada dunia bahwa keadilan tidak akan pernah tidur di Eldoria. Pelaku kekejaman ini akan dihukum dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan kepada anak malang itu. Ini adalah peringatan bagi siapa saja yang berpikir untuk menyakiti makhluk tak berdosa di tanah kita."
Pelaku digantung di tiang di tengah-tengah kerumunan, wajahnya menunjukkan ketakutan namun juga ada secercah kegilaan yang terpancar dari matanya. Saat Maurice memberi isyarat, prajurit membuka jalan bagi warga untuk mendekat. Beberapa warga yang membawa berbagai alat seperti tongkat, batu, dan bahkan pisau kecil maju dengan wajah penuh amarah.
Seorang wanita tua, yang mungkin memiliki cucu seusia Lila, adalah orang pertama yang mendekat. Dengan air mata yang mengalir di wajahnya, dia mendekatkan tongkat kayunya ke tubuh pelaku. Setelah itu, warga lainnya mulai mengikuti, masing-masing memberikan pukulan, tendangan, dan luka pada tubuh pelaku. Teriakan dan ratapan pelaku tenggelam dalam kegelapan yang marah.
Maurice berdiri memperhatikan, hatinya berat namun yakin bahwa ini adalah langkah yang benar. Keadilan telah ditegakkan, dan meskipun rasa sakit atas tragedi yang menimpa seorang anak kecil bernama Lila tidak akan pernah hilang, setidaknya rakyat tahu bahwa mereka aman dan keadilan akan selalu ditegakkan di bawah pemerintahannya. Setelah beberapa saat, pelaku akhirnya tewas mengenaskan setelah diamuk massa, dan kerumunan pun perlahan-lahan membubarkan diri, membawa serta perasaan lega bahwa keadilan telah ditegakkan.
Di tengah keramaian-pikuk kerumunan yang mulai bubar, beberapa prajurit kota berkumpul di sudut yang agak tersembunyi, berbicara dengan suara pelan namun penuh emosi. Salah satu dari mereka, seorang penjaga penjara dengan wajah tegang, mulai berbagi cerita tentang pelaku selama masa tahanannya.
"Selama di penjara," ujar penjaga itu dengan nada rendah namun penuh kemarahan, "dia tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah. Sebaliknya, dia malah menceritakan dengan rinci bagaimana dia menyiksa anak yang bernama Lila itu."
Para prajurit lainnya mendengarkan dengan saksama, beberapa di antaranya mengencangkan pegangan pada tombak yang dipegangnya dengan marah.
"Apa yang dia katakan?" tanya salah satu prajurit, matanya membara.
Penjaga penjara menghela napas berat, mencoba mengendalikan emosinya. "Dia bercerita dengan ekspresi puas di wajahnya, seolah-olah menikmati setiap saat dari penderitaan Lila yang dia timbulkan. Dia mengatakan bagaimana dia mengejar Lila, membuatnya takut, dan kemudian membantingnya ke tanah. Dia bahkan bercerita dengan bangga tentang bagaimana dia memotong telinga anak itu, dan menikmati teriakan dan tangisannya."
Seorang prajurit yang lebih muda, yang baru saja bergabung dengan pasukan, tampak pucat mendengar cerita itu. "Bagaimana bisa ada orang yang sekejam itu?" tanyanya, rasanya cemas.
Penjaga penjara melanjutkan, "Malam itu ketika aku dan beberapa penjaga lainnya sedang berjaga. Pelaku itu tertawa sendiri, mengingat kembali perbuatannya. Salah satu dari kami tidak tahan lagi dan hampir masuk ke sel untuk menghabisinya di tempat."
Seorang prajurit yang lebih senior menampar bahu penjaga penjara itu. "Aku tahu perasaanmu. Kami semua ingin melihatnya membayar untuk apa yang telah dia lakukan. Namun, kita harus tetap mematuhi perintah Adipati Maurice. Keadilan harus ditegakkan dengan cara yang benar."
"Ya," lanjut penjaga penjara dengan nada getir, "walaupun rasanya sangat sulit menahan diri saat melihatnya di sana dimana dia masih bisa tersenyum dan merasa puas dengan kejahatannya."
Prajurit lainnya mengangguk setuju, mata mereka menunjukkan perpaduan antara kemarahan dan tekad. "Hari ini, kita telah menunjukkan bahwa keadilan tidak akan pernah tidur. Pelaku telah mendapatkan hukuman yang setimpal."
Pembicaraan mereka terhenti ketika Maurice mendekat. "Kalian semua telah melakukan tugas kalian dengan baik," katanya dengan suara tegas namun penuh penghargaan. "Hari ini adalah hari yang sulit bagi kita semua, tapi kita telah menunjukkan bahwa keadilan akan selalu ditegakkan."
Para prajurit memberikan rasa hormat kepada Maurice, dan meskipun hati mereka masih merasa sedih atas tragedi yang menimpa anak itu, mereka tahu bahwa mereka telah melakukan yang terbaik untuk memastikan keadilan ditegakkan. Mereka berharap kejadian ini akan menjadi pelajaran bagi semua orang bahwa kekerasan dan kekejaman tidak akan pernah dibiarkan tanpa hukuman di Eldoria.
Orang-orang di Eldoria pun berbicara di antara mereka sendiri, mencoba memahami kebrutalan yang baru terjadi di tanah mereka. Mereka yang memiliki anak atau cucu seusia Lila merasa ngeri dan ketakutan, mencoba memahami bagaimana seseorang bisa tega melakukan tindakan yang begitu kejam terhadap seorang anak kecil yang tak berdaya.
Di pasar, para ibu berkumpul sambil menjaga anak-anak mereka yang bermain di dekat mereka. "Aku masih tidak bisa percaya ada orang yang sekejam itu," kata seorang ibu dengan mata berkaca-kaca. "Kabarnya anak bernama Lila itu masih sangat kecil, bahkan belum bisa berbicara dengan lancar."
"Ya," sahut ibu yang lain, menggenggam tangan anaknya dengan lebih erat, "Siapa yang bisa melakukan hal seperti itu? Anak-anak harus dilindungi, bukan disiksa."
Di sudut lain, sekelompok pria yang sedang beristirahat dari pekerjaan mereka berbicara dengan nada serius. "Aku tidak bisa membayangkan ada manusia yang sanggup melakukan hal seperti itu," kata seorang pria sambil meyakinkan dirinya sendiri. "Apalagi pada anak kecil yang tidak bersalah."
"Dia pasti benar-benar sakit jiwa," tambah temannya, wajahnya penuh amarah. "Anakku seumuran dengan Lila. Setiap kali aku melihatnya bermain, hatiku terasa hancur memikirkan apa yang telah terjadi pada Lila."
Di dekat pintu gerbang desa, seorang nenek sedang berbicara dengan cucunya yang berusia sekitar lima tahun. "Kau tahu, Nak, kita harus selalu waspada. Ada orang jahat di luar sana, tapi kita juga punya orang baik seperti Sir Maurice dan para prajurit yang melindungi kita."
Cucunya yang masih polos mengangguk, meski belum sepenuhnya mengerti. "Apakah mereka bisa melindungi kita dari orang jahat, Nenek?"
"tentu saja," jawab nenek itu sambil mengelus rambut cucunya. "Mereka ada di sini untuk memastikan kita semua aman."
Diskusi serupa berlangsung di seluruh Eldoria, dari rumah-rumah hingga kedai-kedai kecil. Rasa ketidakpercayaan, kesedihan, dan kemarahan bercampur aduk di antara penduduk kota. Mereka semua berusaha memahami bagaimana kekejaman seperti itu bisa terjadi di tempat yang mereka anggap aman dan damai.
Bagian 3
Di istana kerajaan Lumania, Raja Theodore sedang menikmati pagi yang cerah dengan duduk di balkon istananya yang menghadap taman kerajaan. Seorang pelayan mendekatinya dengan penuh hormat, membawa sebuah surat yang baru saja tiba. Surat itu berasal dari Darius, seorang pemuda yang dikenal baik oleh sang raja.
Raja Theodore membuka surat itu dengan penasaran, berharap mendengar kabar baik dari Darius. Namun, semakin ia membaca, wajahnya berubah menjadi suram. Surat itu berisi tentang tragedi mengerikan yang menimpa anak kecil bernama Lila, seorang anak dari ras manusia binatang. Dengan hati yang berat, ia melanjutkan membaca surat tersebut.
Surat dari Darius menceritakan bagaimana Lila dan makhluk kecil sepertinya ditemukan oleh Louis di hutan, mereka mati dalam keadaan sangat mengenaskan. Louis menemukan mereka di sekitar hutan, bukti dari kekejaman yang telah terjadi. Meskipun pelaku yang menganiaya Lila telah ditangkap dan diadili di pusat kota Eldoria, beberapa pelaku lainnya yang bertanggung jawab atas pembantaian makhluk-makhluk kecil sebelumnya masih berkeliaran bebas.
Raja Theodore memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan amarah yang berkobar di dadanya. Bagaimana mungkin ada orang yang tega melakukan kekejaman seperti itu, terutama kepada anak-anak yang tak berdaya? Ia tahu bahwa sebagai raja, ia harus bertindak tegas dan cepat untuk memastikan keadilan ditegakkan dan melindungi rakyatnya dari bahaya serupa di masa depan.
Seiring dengan surat itu, Raja Theodore merasakan kemarahan yang mendalam. Kekuatan dan kedudukan yang dimilikinya seolah tidak cukup untuk mengatasi kepedihan yang dirasakannya ketika mengetahui detail-detail kejam dari kejadian itu. Raja telah lama menghargai dan menghormati semua ras di kerajaannya, dan insiden ini sangat mengguncang keyakinannya tentang keamanan dan keadilan di kerajaannya.
Raja Theodore berdiri dari kursinya dengan langkah berat, dan berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke taman istana. Ia memandang keluar dengan tatapan kosong, merenungkan apa yang baru saja dibacanya. Hatinya terasa berat mengetahui bahwa tidak hanya satu, tetapi banyak makhluk kecil telah menjadi korban kebrutalan yang tak terbayangkan. Ia membayangkan betapa ketakutannya Lila saat ia disiksa dan bagaimana makhluk kecil lainnya mungkin mengalami nasib serupa sebelum ditemukan.
Melihat situasi ini, Raja Theodore menyadari bahwa dampak tragedi ini tidak hanya akan dirasakan oleh warga di wilayah Eldoria tetapi juga bisa menimbulkan ketegangan di seluruh kerajaan, terutama di antara ras manusia binatang. Ketika konflik antar ras seringkali timbul dari ketidakadilan dan penganiayaan, tragedi ini bisa memperburuk hubungan antara ras-ras tersebut. Raja merasa perlu untuk segera mengambil tindakan agar situasi tidak memburuk.
Sambil menahan kemarahan yang meluap, Raja Theodore memanggil penasihatnya. "Segera kumpulkan semua penasihat dan jenderal. Kita perlu membahas langkah-langkah yang akan diambil untuk menangani tragedi ini dan memastikan bahwa konflik antar ras dapat diredakan. Aku tidak ingin tragedi ini menjadi pemicu ketegangan lebih lanjut."
Penasihat-penasihat dan jenderal yang diminta segera berkumpul di ruang rapat istana. Raja Theodore mulai menjelaskan situasi dengan rinci, menunjukkan surat dari Darius dan membahas langkah-langkah yang perlu diambil. Ia menekankan perlunya penyelidikan yang mendalam dan komunikasi yang jelas dengan semua ras di kerajaannya, terutama ras manusia binatang, untuk menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap Lila adalah pelanggaran yang tidak dapat diterima.
"Selain itu," tambah Raja Theodore, "kita harus memikirkan cara untuk membantu keluarga yang telah merawat Lila dan orang-orang dari ras manusia binatang, serta memastikan keadilan ditegakkan dengan cara yang benar. Hukum harus ditegakkan dengan adil, dan kita harus menunjukkan bahwa tindakan kekejaman seperti ini tidak akan ditoleransi."
Bagian 4
Keesokan harinya, suasana di depan istana kerajaan Lumania berubah menjadi tegang. Puluhan orang dari ras manusia binatang berkumpul di sana, menyuarakan aksi solidaritas atas tragedi mengerikan yang menimpa sesama mereka. Mereka membawa spanduk dan poster dengan pesan-pesan kuat yang menuntut keadilan dan perlindungan. Di antara kerumunan itu, berbagai macam emosi tampak terlihat, mulai dari kemarahan, kesedihan, hingga keputusasaan.
Gerbang istana dijaga dengan ketat oleh barisan prajurit kerajaan yang bersiap menghadapi segala kemungkinan. Mereka berdiri tegak, mengawasi kerumunan dengan penuh kewaspadaan. Di dalam istana, Raja Theodore sudah menerima laporan tentang kerumunan yang berkumpul di luar. Dengan wajah serius, ia memutuskan untuk menemui mereka secara langsung. Ia mengenakan pakaian kebesaran yang menunjukkan otoritasnya, dan ditemani oleh beberapa bangsawan serta pengawalnya yang setia.
Saat Raja Theodore keluar dari istana, kerumunan menjadi lebih hening. Semua mata tertuju padanya. Di depan kerumunan, seorang wanita dengan rambut jingga mencuat di antara yang lain. Telinga dan ekor rubahnya yang khas menunjukkan identitas rasnya. Ia adalah Felica, seorang petualang kelas A yang terkenal di kalangan mereka. Dengan langkah mantap, Felica maju ke depan, diikuti oleh tatapan penuh harap dan dukungan dari rekan-rekannya.
Felica berdiri beberapa meter dari Raja Theodore. Dengan suara lantang yang penuh emosi, ia mulai berbicara. "Yang Mulia Raja Theodore," serunya, "nama saya Felica, dan saya berdiri di sini hari ini sebagai wakil dari ras manusia binatang. Kami datang untuk menuntut keadilan atas tragedi yang telah menimpa anak-anak kecil dari ras kami, termasuk Lila, yang diperlakukan dengan kekejaman yang tak terbayangkan!"
Kerumunan mendengarkan dengan seksama, dan beberapa dari mereka menyeka air mata saat mendengar nama Lila disebut. "Kami tidak bisa diam saja!" lanjut Felica dengan suara bergetar, "ketika anak-anak kami disiksa dan dibunuh dengan kejam, kami menuntut keadilan yang setimpal untuk pelaku, dan kami ingin memastikan bahwa tragedi seperti ini tidak akan pernah terulang lagi!"
Raja Theodore mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia menyadari betapa seriusnya situasi ini dan betapa pentingnya memberikan tanggapan yang tepat. "Nona Felica, dan semua yang hadir di sini," Raja Theodore memulai dengan suara yang tegas namun lembut, "saya mendengar seruan kalian dan merasakan kesedihan serta kemarahan kalian. Tragedi yang menimpa seorang anak bernama Lila dan makhluk kecil lainnya adalah tindakan yang tidak dapat diterima, dan kami berkomitmen untuk memberikan keadilan yang setimpal."
Raja Theodore melanjutkan, "Para pelaku akan ditangkap dan akan diadili sesuai hukum. Kami akan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan bahwa pelaku menerima hukuman yang setimpal dengan kekejaman yang telah dilakukannya. Selain itu, kami juga akan memperkuat perlindungan bagi semua ras di kerajaan ini, termasuk ras manusia binatang, untuk mencegah terulangnya tragedi semacam ini."
Felica menatap Raja Theodore dengan tatapan penuh harap. "Kami berharap kata-kata Anda menjadi tindakan nyata, Yang Mulia. Kami tidak ingin anak-anak kami hidup dalam ketakutan lagi!"
Raja Theodore mengangguk dengan tegas. "Saya berjanji kepada kalian semua, kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan keamanan dan keadilan bagi setiap warga di kerajaan ini. Kami akan bekerja sama dengan para pemimpin ras manusia binatang untuk memperbaiki hubungan dan memastikan perlindungan yang lebih baik."
Kerumunan mulai berbisik-bisik, membicarakan tanggapan Raja Theodore. Beberapa dari mereka tampak lebih tenang, meskipun masih ada yang tampak skeptis. Felica melangkah mundur, bergabung kembali dengan rekan-rekannya. Mereka semua berharap bahwa kata-kata Raja Theodore akan membawa perubahan nyata dan keadilan yang mereka tuntut.
Setelah pertemuan itu, Raja Theodore kembali ke istana, segera memerintahkan penyusunan rencana untuk meningkatkan perlindungan dan keamanan bagi semua ras di kerajaannya. Ia juga memastikan bahwa proses hukum terhadap pelaku dijalankan dengan transparan dan adil, sebagai bukti komitmennya terhadap keadilan dan perdamaian di kerajaannya.
Raja Theodore segera memerintahkan regu pengintai elit untuk memburu para pelaku yang masih bebas berkeliaran. Regu pengintai ini merupakan bagian dari korps kesatria elit, sebuah unit yang terkenal karena keahlian mereka dalam pengintaian dan perburuan. Berbeda dengan kesatria biasa yang mengenakan zirah berat, regu pengintai ini berpakaian lebih mirip petualang, dengan pakaian ringan dan peralatan yang memudahkan gerakan cepat serta penyamaran.
Raja Theodore berdiri di aula istana, dikelilingi oleh para pemimpin regu pengintai. Dengan wajah penuh determinasi, ia memberi mereka perintah langsung. "Saya ingin kalian menemukan dan membawa para pelaku penganiayaan ini ke hadapan keadilan. Tidak ada tempat di kerajaan ini untuk kekejaman seperti itu. Bertindaklah cepat dan berhati-hati!"
Panglima regu pengintai, seorang pria berusia paruh baya dengan mata tajam bernama Seraphin, mengangguk dengan tegas. "Kami akan segera berangkat, Yang Mulia. Kami tidak akan kembali sampai para pelaku ditangkap!"
Begitu menerima perintah, regu pengintai segera bergegas ke markas mereka. Para pengintai bergerak dengan kecepatan dan efisiensi yang luar biasa, mengumpulkan peralatan mereka dan mempersiapkan kuda-kuda mereka. Mereka terdiri dari berbagai ahli, penjejak, pemanah, pejuang jarak dekat, dan ahli strategi, semua berpengalaman dalam medan sulit dan misi berisiko tinggi. Setiap anggota tim memiliki keahlian khusus yang membuat mereka mampu menghadapi segala situasi.
Tepat setelah panglima memberikan instruksi, regu pengintai mulai menyebar ke berbagai penjuru kerajaan. Mereka berangkat dalam kelompok-kelompok kecil, menggunakan rute tersembunyi dan teknik penyamaran untuk menghindari perhatian musuh. Para penjejak memimpin jalan, mengikuti jejak dan petunjuk yang mungkin terlewatkan oleh mata biasa. Mereka menyelidiki desa-desa, hutan, dan gua-gua, mencari informasi dari penduduk setempat dan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh para buronan.
Di sebuah desa terpencil di pinggiran kerajaan, sekelompok pengintai bertemu dengan seorang penduduk yang mencurigai adanya aktivitas mencurigakan di hutan terdekat. Mereka mendengar tentang seorang pria yang sering terlihat dengan bekas luka dan perilaku aneh, mencocokkan deskripsi salah satu buronan. Para pengintai segera menyusun rencana untuk menyergap pria tersebut, bersembunyi di pepohonan dan semak-semak di sekitar rumahnya.
Di tempat lain, regu pengintai lainnya menemukan jejak di sebuah gua yang digunakan sebagai tempat persembunyian oleh kelompok bandit. Dengan hati-hati, mereka menyelinap masuk, menggunakan keahlian mereka dalam penyamaran dan pengintaian untuk menghindari jebakan dan pengawal. Mereka berhasil menangkap beberapa anggota bandit yang ternyata terlibat dalam serangkaian serangan terhadap makhluk kecil.
Bagian 5
Perburuan para pelaku ini berlangsung selama beberapa hari, dengan regu pengintai terus-menerus bergerak dan menyesuaikan strategi mereka. Mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan, tetapi juga kecerdikan dan keahlian mereka dalam pengintaian. Setiap kali mereka menemukan jejak baru, mereka berkomunikasi melalui sinyal rahasia dan perantara yang terpercaya, memastikan bahwa informasi terus mengalir tanpa mengungkapkan keberadaan mereka kepada musuh.
Akhirnya, setelah kerja keras dan upaya tanpa henti, regu pengintai berhasil menangkap sebagian besar pelaku yang terlibat dalam penganiayaan makhluk kecil. Mereka membawa para pelaku kembali ke ibukota, menyerahkan mereka kepada pihak berwenang untuk diadili sesuai hukum. Berita penangkapan ini segera tersebar ke seluruh kerajaan, membawa harapan baru bagi para korban dan komunitas manusia binatang.
Raja Theodore, yang menerima laporan penangkapan ini, merasa lega dan berterima kasih kepada regu pengintai atas dedikasi mereka. Ia memastikan bahwa para pelaku menerima hukuman yang setimpal dengan kejahatan mereka, mengirimkan pesan tegas bahwa kerajaan tidak akan pernah mentolerir kekejaman dan kekerasan terhadap yang lemah dan tak berdaya. Dengan ini, Raja Theodore berharap dapat memulihkan kepercayaan dan perdamaian di kerajaannya, serta mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.
Setelah para pelaku tertangkap, kerajaan Lumania memutuskan untuk menggelar persidangan publik yang dihadiri oleh banyak warga. Hakim kerajaan, seorang pria tegas bernama Sir Gideon, memimpin persidangan tersebut dengan ketegasan yang sudah menjadi ciri khasnya. Setelah mendengar semua bukti dan kesaksian, termasuk dari regu pengintai yang berhasil menangkap para pelaku, Sir Gideon menjatuhkan hukuman penggal kepada delapan orang yang terbukti bersalah atas penganiayaan dan pembunuhan makhluk-makhluk kecil.
Hari eksekusi tiba, dan ibukota Lumania dipenuhi oleh kerumunan orang yang datang untuk menyaksikan hukuman tersebut. Panggung eksekusi didirikan di alun-alun utama, dihiasi dengan bendera kerajaan yang berkibar perlahan tertiup angin. Para prajurit kerajaan mengamankan area tersebut, memastikan tidak ada kekacauan yang terjadi. Di antara kerumunan, terlihat wajah-wajah yang marah, sedih, dan penuh harap untuk mendapatkan keadilan bagi para korban yang tak berdosa.
Ketika para terdakwa digiring ke panggung eksekusi, kerumunan mulai bergemuruh dengan ejekan dan cacian. Tangan dan kaki para pelaku diikat, dan mereka didorong untuk berlutut di atas balok eksekusi. Meskipun terikat dan berada di ambang kematian, mereka tetap menunjukkan sikap arogan dan tanpa penyesalan. Senyum licik menghiasi wajah mereka, dan mata mereka berkilat dengan kegilaan.
Hakim Sir Gideon membaca keputusan hukuman dengan suara lantang, "Atas nama Kerajaan Lumania dan Raja Theodore, kalian dinyatakan bersalah atas kejahatan berat terhadap makhluk-makhluk tak berdosa. Hukuman kalian adalah kematian dengan cara penggal, yang akan dilaksanakan segera."
Alih-alih merasa takut atau menyesal, para terdakwa malah tertawa terbahak-bahak. Salah satu dari mereka, seorang pria berwajah seram bernama Karlen, berbicara dengan nada mengejek, "Kalian pikir ini akan menghentikan kami? Tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat makhluk-makhluk kecil itu menangis dan berteriak ketakutan. Kami mengejar mereka, memukuli mereka, dan menikmati setiap saat-saat dari penderitaan mereka."
Pria lain, dengan bekas luka di wajahnya, menambahkan, "Wajah ketakutan mereka adalah hal terindah yang pernah kami lihat. Kalian bisa membunuh kami, tapi kenangan itu akan selalu hidup dalam ingatan kami. Kami menikmati setiap tetes darah dan setiap jeritan kesakitan."
Kata-kata mereka membuat kemarahan memuncak di hati semua orang yang hadir. Algojo yang ditugaskan untuk mengeksekusi hukuman, seorang pria bertubuh besar dan berwajah garang, merasa dadanya bergetar oleh kemarahan. Mendengar cerita sadis dan melihat ekspresi kepuasan di wajah para pelaku, algojo tidak bisa lagi menahan emosinya.
Dengan satu gerakan cepat, algojo mengangkat pedangnya yang besar dan menebas leher Karlen. Kepala Karlen terjatuh ke tanah, membuat kerumunan bergemuruh dengan suara sorakan dan teriakan kemarahan. Ekspresi terkejut muncul di wajah pelaku lainnya, namun mereka masih tertawa seakan-akan mereka tak peduli. Algojo, yang tak lagi bisa menahan amarahnya, menebas leher para pelaku satu per satu tanpa ragu. Setiap tebasan membawa kepuasan tersendiri bagi orang-orang yang hadir, melihat keadilan ditegakkan untuk makhluk-makhluk kecil yang tak berdaya.
Setelah semua pelaku dieksekusi, suasana di alun-alun berubah menjadi hening. Kerumunan terdiam, merenungi kejadian yang baru saja mereka saksikan. Meskipun para pelaku telah dihukum mati, rasa duka dan kehilangan pada para korban masih tetap terasa. Raja Theodore, yang menyaksikan dari balkon istananya, merasa lega namun juga terpukul. Ia tahu bahwa tindakan kekejaman seperti ini tidak boleh terulang lagi di kerajaannya.
Sebagai langkah selanjutnya, Raja Theodore memerintahkan agar diadakan pertemuan dengan para pemimpin komunitas manusia binatang dan pemimpin desa-desa di seluruh kerajaan. Ia bertekad untuk memperkuat perlindungan terhadap semua warga, terutama yang paling rentan. Undang-undang baru tentang perlindungan makhluk hidup akan segera disusun, dan pasukan regu pengintai akan diberi wewenang lebih besar untuk menangani kejahatan semacam ini.
Hari itu menjadi hari bersejarah di Lumania, sebuah pengingat bagi semua orang bahwa keadilan harus ditegakkan dan kekejaman tidak akan pernah dibiarkan. Meskipun kehilangan Lila dan makhluk-makhluk kecil lainnya sangat menyakitkan, tindakan cepat dan tegas dari Raja Theodore serta dukungan dari masyarakat membuat perubahan besar menuju kerajaan yang lebih adil dan penuh kasih.