Chereads / I Want To Be Strong and Protect My Village! Vol. 2 / Chapter 7 - Chapter 6 : Magic Academy

Chapter 7 - Chapter 6 : Magic Academy

Bagian 1

Pagi itu udara masih terasa dingin. Sinar matahari menerangi kota Edelweiss, menghangatkan setiap celah di antara perumahan. Sylphia terbangun dari tidur nyenyaknya setelah perjalanan panjang kemarin. Ia kemudian membersihkan diri, memakai pakaian yang nyaman, dan bersiap untuk perjalanan selanjutnya. Ia merasa segar dan siap menghadapi hari yang baru.

Setelah merapikan rambutnya dan mengemas barang-barangnya, Sylphia turun ke ruang makan penginapan untuk memesan sarapan. Aroma roti panggang dan kopi segar memenuhi ruangan, membuat perutnya berkeroncong. Ia memilih duduk di dekat jendela, menikmati pemandangan pagi kota Edelweiss yang tenang. Sarapan disajikan dengan cepat, terdapat roti hangat, telur, dan potongan buah segar. Sylphia menikmati setiap suapannya, mempersiapkan diri untuk perjalanan ke kota Seal Altair.

Selesai sarapan, Sylphia mengucapkan terima kasih kepada pemilik penginapan dan meninggalkan tempat itu dengan semangat. Seal Altair, tujuan berikutnya, adalah kota ikonik yang terletak di dekat ibu kota kerajaan Phyridia, terkenal dengan akademi sihirnya yang bergengsi. Untuk mencapai kota itu, dibutuhkan waktu setengah hari perjalanan. Sylphia merasa bersemangat sekaligus sedikit gugup. Ia selalu bermimpi untuk belajar di akademi sihir ternama itu, dan sekarang kesempatan itu ada di depan matanya.

Sekeluarnya dari penginapan, ia menuju ke sudut kota, dimana terdapat beberapa karavan yang sedang menunggu pelanggan. Setibanya di sana, Sylphia menyewa salah satu karavan untuk membawanya ke Seal Altair.

"Pak, saya ingin menyewa karavan anda untuk menuju Seal Altair." Kata Sylphia pada salah satu pemilik karavan.

"Baik, nona, saya akan segera bersiap. Untuk biayanya sampai Seal Altair dua belas koin emas." Kata pemilik karavan.

Sylphia pun memberikan dua belas koin emas kepada pemilik karavan. Setelah selesai bersiap, mereka berangkat meninggalkan kota Edelweiss yang sejuk menuju kota Seal Altair.

Perjalanan menuju Seal Altair membawa Sylphia melewati pemandangan indah Phyridia. Jalanan yang berkelok-kelok dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga liar yang bermekaran. Sesekali, ia melihat burung-burung berterbangan di langit biru, menambah keindahan perjalanan pagi itu. Sepanjang perjalanan, pikiran Sylphia dipenuhi dengan harapan dan impian tentang masa depannya di akademi sihir. Sesekali ia juga mengobrol dengan pemilik karavan.

"Jadi kau ingin pergi ke Seal Altair untuk bersekolah di akademi?" tanya pemilik karavan itu.

Sylphia mengangguk, "Benar, aku ingin mengasah kemampuanku. Sejak kecil aku tertarik dengan sihir. Aku mempelajarinya secara otodidak di rumah. Namun kini aku ingin belajar lebih dalam di Seal Altair."

"Itu luar biasa!" kata pemilik karavan. "Tapi aku akan memberitahu sesuatu padamu sebelum sampai di sana. Kerajaan Phyridia adalah kerajaan yang sangat mengagung-agungkan sihir. Di Phyridia, sihir adalah segalanya. Sihir biasanya digunakan oleh kaum bangsawan untuk menjaga dan menunjukkan otoritas mereka. Semakin tinggi kemampuan sihir seseorang, maka semakin tinggi pula kasta atau kehormatan yang dimiliki. Begitu juga sebaliknya, orang yang tak memiliki kemampuan sihir akan diidentikan dengan 'rakyat jelata'."

Sylphia mendengarkan penjelasan pemilik karavan itu. "Aku mengerti, pak. Terima kasih atas penjelasan anda, aku sangat terbantu. Aku yakin bisa menghadapi itu semua. Aku adalah petualang peringkat A dari Lumania."

Pemilik karavan pun sempat terkejut dan merasa terkesan. "Jadi begitu, sepertinya ini bukanlah hal yang terlalu sulit untukmu."

Saat tengah hari mendekat, Sylphia akhirnya tiba di Seal Altair. Kota itu tampak megah dengan menara-menara tinggi yang menjulang di setiap sudut. Jalan-jalannya ramai dengan aktivitas, para pedagang menjajakan barang dagangan mereka, dan para pelajar sihir berlalu-lalang dengan jubah akademi mereka. Sylphia merasakan kegembiraan yang membuncah di dalam dadanya.

"Terima kasih atas tumpangannya, tuan." Kata Sylphia kepada pemilik karavan yang mengantarnya.

"Tak masalah, nona. Ingatlah kata-kataku baik-baik. Semoga kau beruntukng." Kata karavan itu, kemudian ia pergi ke ujung kota untuk mencari pelanggan lain.

Sylphia berjalan menyusuri kota. Ia melihat bangunan-bangunan megah berwarna putih, menunjukkan kesan yang bersih dan suci. Setiap sudut kota dipenuhi pemandangan indah dan kerapian, serta taman-taman yang terdapat berbagai macam bunga. Patung dan kolam air mancur juga menghiasi di beberapa titik dan sudut kota. Sylphia benar-benar takjub selama menyusuri keindahan kota ini. Hingga akhirnya saat ia berada di jalan yang terletak di atas, ia melihat bangunan megah dan luas yang mencolok. Tempat itu tak lain adalah akademi sihir Seal Altair yang merupakan tempat tujuannya. Ia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum melangkah ke arah akademi sihir. Ia pun akhirnya mulai melangkah menuju tempat itu dengan sedikit rasa gugup dan jantung yang berdebar.

Setibanya di sana, ia merasa takjub dengan keindahan tempat itu. Bangunan akademi tampak menjulang tinggi, dengan arsitektur yang rumit dan indah. Gerbang besar yang terbuat dari logam mengilap berdiri kokoh, dijaga oleh dua patung gargoyle yang tampak hidup. Sylphia berjalan dengan langkah mantap, mendekati pintu masuk yang dipenuhi dengan pelajar lain yang juga baru datang.

Di meja pendaftaran, Sylphia mengantre bersama para pelajar lainnya. Di sana, ia sempat mendengar percakapan siswa-siswi yang juga sedang mengantre. Mereka saling bercerita tentang pengalaman dan latar belakang keluarga mereka. Sepertinya, mayoritas siswa di sini adalah keluarga dari kaum bangsawan, pengusaha, dan orang-orang terpandang, seperti keluarga kerajaan, adipati, walikota, pengusaha kaya, dan keluarga terpandang dari berbagai penjuru kerajaan ini. Sebagian kecil sisanya adalah rakyat biasa yang mendaftar karena mereka memiliki daya sihir dan ingin meningkatkan kemampuannya.

Sylphia mendengarkan dengan saksama, terkadang tersenyum mendengar cerita-cerita yang menarik. Di sebelahnya, seorang gadis dengan rambut pirang panjang bercerita tentang ayahnya yang seorang adipati di wilayah utara. Ia sedang berbincang bincang dengan temannya.

"Ayahku bilang, aku harus menjadi yang terbaik di akademi ini," kata gadis itu dengan nada bangga. Dia kemudian menoleh dan melihat Sylphia selama beberapa saat, penasaran dengan siapa gadis itu. "Hai, namaku Angeline, dan kau?"

"Sylphia," jawab Sylphia sambil tersenyum. "Senang bertemu denganmu, Angeline."

Di belakangnya, seorang pemuda dengan jubah mewah berbicara tentang kakeknya yang seorang penyihir terkenal yang pernah melatih banyak penyihir hebat di akademi ini. Pemuda itu sedang berkenalan dengan siswa lain di sebelahnya.

"Kakekku adalah Altair Magnus," katanya sambil mengangkat dagunya dengan bangga. "Namaku Robin. Kakekku selalu bilang bahwa aku punya potensi besar, dan aku di sini untuk membuktikannya."

Sylphia merasa sedikit gugup mendengar semua cerita itu, tapi ia juga merasa termotivasi. Meskipun latar belakangnya berbeda, ia yakin bahwa dedikasi dan kerja kerasnya akan membawanya jauh. Ia teringat dengan semua latihan keras yang pernah dilaluinya bersama para elf di desa Elenora, juga pengalamannya bertualang bersama regu petualangnya selama dua tahun terakhir. Semua pengalaman itu telah mempersiapkannya untuk hari ini.

Saat mengantri, Sylphia bertemu dengan beberapa siswa lain yang juga berasal dari latar belakang sederhana. Mereka tampak cemas dan ragu-ragu, namun Sylphia memberi mereka senyuman yang meyakinkan.

"Hei, kita bisa melakukannya," kata Sylphia kepada seorang pemuda dengan rambut cokelat keriting yang tampak gelisah.

Pemuda itu tersenyum canggung. "Namaku Charles. Aku sangat gugup. Aku dari desa kecil di perbatasan, dan ini adalah pertama kalinya aku berada di kota besar seperti ini. Aku bersekolah di sini atas dorongan dari warga desaku, dan mereka yang membiayaiku."

"Sylphia," jawab Sylphia sambil menjabat tangannya. "Kita semua punya kekuatan dan kemampuan kita sendiri. Yang penting adalah kita terus berusaha dan tidak menyerah."

Ketika gilirannya tiba, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah menyambutnya. "Selamat datang di Akademi Sihir Seal Altair. Nama dan tujuan Anda?"

"Sylphia," jawabnya dengan suara mantap. "Saya datang untuk mendaftar sebagai murid baru."

Wanita itu mengangguk dan memberikan Sylphia formulir pendaftaran. "Silakan isi formulir ini dan kembalikan kepada saya. Setelah itu, Anda akan mengikuti ujian masuk untuk menentukan tingkat keahlian Anda."

Sylphia mengisi formulir dengan cepat namun teliti. Ia memberikan kembali formulir tersebut kepada wanita di meja pendaftaran dan menerima petunjuk tentang lokasi ujian. Dengan jantung yang berdebar-debar, ia berjalan menuju aula ujian, siap menghadapi tantangan berikutnya.

Bagian 2

Dengan formulir yang sudah diisi, Sylphia mengikuti petunjuk menuju aula ujian. Di sepanjang jalan, ia terus mendengar percakapan para calon pelajar yang semakin membuatnya termotivasi. Meskipun sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga terpandang, Sylphia tahu bahwa kemampuan dan tekadnya yang akan menentukan keberhasilannya di akademi ini.

Saat memasuki aula ujian yang besar dan megah, Sylphia merasakan aura kompetisi yang kuat. Ia menatap sekeliling, melihat para calon pelajar lainnya yang tampak penuh semangat. Sylphia menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri, dan mempersiapkan dirinya untuk tantangan berikutnya.

Di dalam aula, Sylphia menemukan tempat duduknya dan menunggu instruksi dari pengawas ujian. Setelah beberapa saat, seorang pengawas dengan jubah biru gelap masuk ke aula dan mulai memberikan instruksi.

"Selamat datang di ujian masuk Akademi Sihir Seal Altair," kata pengawas itu dengan suara tegas. "Ujian ini akan menguji kemampuan sihir dasar kalian, pengetahuan teoretis, dan kreativitas dalam menggunakan sihir. Kalian punya waktu tiga jam untuk menyelesaikan semua soal. Semoga sukses."

Ujian dimulai dengan suasana yang tegang namun penuh antusiasme. Aula yang luas dipenuhi oleh para calon siswa yang berdiri mengantri, menunggu giliran mereka untuk menunjukkan kemampuan sihir masing-masing. Di bagian depan aula, terdapat beberapa meja panjang tempat para penguji duduk, siap memberikan penilaian atas setiap demonstrasi yang ditampilkan.

Salah satu calon siswa pertama yang maju adalah seorang gadis dengan rambut merah yang mengikat tinggi. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Elise, dan dengan tenang memulai demonstrasinya. Elise mengeluarkan pedangnya sambil merapal mantra. Ia rupanya sedang melakukan sihir penguatan. Aura berwarna jingga memancar di tubuh dan pedangnya. Setelah selesai merapal, ia pun menebas beberapa balok kayu besar yang diletakkan di depannya sehingga balok-balok kayu itu hancur. Itu adalah sihir tingkat 2, sihir penguatan. Sihir ini biasanya digunakan oleh petarung jarak dekat untuk meningkatkan daya serangnya. Para penguji pun dibuat terkagum oleh kemampuannya, karena kemampuan seperti ini sangatlah langka.

Berikutnya adalah seorang pemuda bernama Armand. Dengan penuh percaya diri, dia memanggil makhluk kecil yang lucu dengan telinga besar dan bulu berwarna-warni. Makhluk itu berputar-putar di sekitar Armand, menunjukkan trik-trik sederhana yang membuat para penonton tersenyum. Armand kemudian menginstruksikan makhluk itu untuk menghilang kembali ke dalam portal kecil yang dia ciptakan. Para penguji tersenyum dan memberikan nilai yang baik untuk kreativitasnya.

Di tengah aula, seorang anak laki-laki bernama Edwin mengambil tempat di tengah aula. Dia mengangkat tangannya, dan dengan sihir telekinesis, dia mengangkat beberapa benda di sekitarnya, termasuk buku-buku, pena, dan bahkan kursi. Benda-benda itu melayang dengan stabil di udara, berputar perlahan sesuai dengan gerakan tangannya. Penampilan Edwin menunjukkan kontrol dan konsentrasi yang tinggi, membuat para penguji terkesan.

Seorang gadis lain dengan rambut pirang ikal bernama Arabella kemudian maju. Dia memanggil elemen api, dan dengan gerakan tangan yang lincah, dia menciptakan lingkaran api yang mengelilingi dirinya. Arabella kemudian mengubah lingkaran api itu menjadi burung phoenix yang terbang mengelilingi aula, sebelum akhirnya berubah kembali menjadi api kecil yang padam di tangannya. Para penguji mencatat penampilannya dengan ekspresi serius.

Seorang pemuda bernama Lucas maju ke depan. Dengan sihir tanah, dia memanipulasi tanah di bawahnya untuk membentuk patung-patung kecil yang indah. Patung-patung itu menggambarkan berbagai macam hewan dan makhluk magis, menunjukkan bakat artistiknya yang luar biasa. Para penguji tampak kagum dengan detail dan keindahan patung-patung yang dia buat.

Ketika seorang siswa bernama Victoria memanggil elemen angin dan menciptakan pusaran angin kecil yang berputar di sekitar aula, membuat beberapa siswa lainnya harus menahan rok dan topi mereka agar tidak terbang, Sylphia tersenyum. Victoria kemudian mengarahkan pusaran angin itu untuk mengangkat sebuah meja kecil, membuatnya melayang beberapa meter di atas tanah sebelum dengan lembut menurunkannya kembali.

Seorang anak laki-laki bernama Timothy menampilkan sihir ilusi. Dia menciptakan pemandangan hutan yang indah lengkap dengan binatang-binatang yang bergerak, burung yang berkicau, dan aliran sungai yang mengalir di tengah aula. Para penonton terpesona oleh realisme ilusi itu, dan penguji mencatat nilai yang tinggi untuk penampilannya.

Di tengah aula yang megah, suasana menjadi semakin tegang saat giliran Sylphia tiba. Para siswa dan penguji menatap penuh perhatian, sementara Sylphia melangkah dengan mantap ke tengah ruangan. Meski tampak sedikit gugup, dia berusaha mengusir rasa cemas dan mempercayai kemampuan yang sudah dia latih selama bertahun-tahun.

Sylphia berdiri di pusat aula, di hadapan para penguji yang duduk di meja panjang di bagian depan, dan juga di hadapan para siswa dan senior yang menonton dari balkon lantai atas. Udara di sekitar seolah berubah, menegangkan dan penuh harapan. Sylphia menarik napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa inilah saat yang menentukan.

Dengan langkah yang mantap, Sylphia memulai prosesnya. Dia berdiri tegak, mengangkat kedua tangannya, dan mulai merapal mantra. Suaranya lembut namun penuh keyakinan, resonansi dari setiap kata mantra membuat aura di sekelilingnya terasa hidup.

"Dorian Excellius, returi Holly!"

Saat mantra itu diucapkan, pola-pola magis yang rumit mulai terbentuk di udara di sekeliling Sylphia. Pola-pola tersebut bersinar dengan cahaya lembut, berkelip dalam berbagai warna seperti biru, hijau, dan emas. Gerakan tangan Sylphia memadukan pola-pola itu dengan keterampilan yang mengesankan, dan cahaya dari pola-pola itu semakin terang.

Salah satu penguji yang duduk di meja depan, seorang pria berusia sekitar lima puluhan dengan janggut putih dan kacamata tebal, mengernyitkan dahi. Dia mengamati dengan seksama, matanya menilai setiap detail dari sihir yang dipersembahkan Sylphia. Ekspresi wajahnya mulai berubah menjadi serius, menunjukkan bahwa dia menyadari apa yang sedang terjadi.

Sylphia terus melanjutkan mantra dengan fokus yang mendalam. Pola-pola magis di sekelilingnya mulai berputar, membentuk lingkaran-lingkaran dan garis-garis yang mengalir seperti air yang tenang namun penuh kekuatan. Dengan penyempurnaan terakhir dari mantranya, cahaya dari pola-pola itu berkumpul, membentuk bentuk-bentuk panjang yang berkilauan di udara.

Tiba-tiba, dari tengah-tengah pola-pola magis itu, muncul pedang-pedang sihir. Pedang-pedang tersebut tidak hanya tampak tajam, tetapi juga memancarkan cahaya yang kuat, menyilaukan mata. Setiap pedang terlihat anggun dan terampil, dengan aura sihir yang sangat kuat mengelilinginya.

Para siswa dan penguji terpukau melihat fenomena tersebut. Pedang-pedang itu melayang di udara dengan keanggunan dan ketepatan, menunjukkan tingkat keterampilan dan kontrol yang luar biasa dari Sylphia. Pedang-pedang sihir itu mengelilinginya dalam formasi yang rapi, menggambarkan keindahan dan kekuatan sihir tingkat 5 yang sangat jarang.

Penguji utama, pria berusia lima puluhan itu, semakin serius dalam tatapannya. Dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajahnya saat dia menyaksikan Sylphia menampilkan sihir yang begitu hebat. Beberapa penguji lain juga mengangguk penuh kekaguman, sementara para siswa yang melihatnya dari lantai atas tidak bisa menahan rasa takjub mereka.

Sylphia berdiri dengan tenang, menjaga kontrol atas pedang-pedang sihir yang melayang di sekelilingnya. Setiap pedang berputar dengan ritme yang harmonis, menunjukkan keterampilan dan konsentrasi yang mendalam. Setelah beberapa saat, Sylphia menyelesaikan sihirnya dengan mengarahkan pedang-pedang itu kembali ke dalam pola-pola magis, yang kemudian memudar dengan lembut, meninggalkan hanya kilau cahaya yang samar.

Bagian 3

Sylphia berdiri di tengah aula, memusatkan perhatian dan mengumpulkan energi magis yang tersisa. Setelah mempresentasikan sihir tingkat 5-nya, dia merasa yakin untuk menunjukkan keahlian lainnya yang lebih hebat. Dengan gerakan tangan yang lincah dan anggun, dia mulai merapal mantra kedua, memfokuskan pikirannya pada sebuah teknik yang lebih kompleks.

"Syrien Vortex, Eradico!"

Saat mantra diucapkan, cahaya ungu mulai membentuk pola-pola rumit di bawah kaki Sylphia. Pola tersebut menyebar dengan cepat, memenuhi hampir seluruh luas aula. Pola ungu itu tampak seperti jaring yang melingkar di tanah, dengan garis-garis yang saling berhubungan membentuk desain yang sangat terperinci. Keindahan pola ini seolah menyatu dengan aura di sekelilingnya, menghasilkan pemandangan yang mengesankan.

Para siswa dan penguji memperhatikan dengan saksama. Beberapa di antara mereka mulai merasakan perubahan di sekitar mereka. Pola ungu itu bergetar sejenak sebelum menyebar lebih jauh, mengisi setiap sudut aula dengan aura sihir yang misterius. Kemudian, dengan kilauan terakhir, pola itu tampak menyala dengan intensitas yang kuat.

Seorang penguji muda dengan rambut pirang dan mata tajam berdiri dari tempat duduknya, menatap Sylphia dengan serius. Dia adalah salah satu dari para guru yang bertugas menguji kekuatan dan kemampuan para pelamar. Ekspresi wajahnya menunjukkan keterkejutan saat dia merasakan efek dari sihir yang baru saja dipanggil Sylphia. Penguji ini segera mengarahkan pandangannya ke sihir penghalang yang biasanya melindungi aula dari efek sihir luar. Namun, dia melihat bahwa penghalang itu mulai memudar, bahkan mulai menghilang sepenuhnya.

Pola ungu yang telah dibuat Sylphia menunjukkan efek yang sangat kuat. Segera setelah pola itu sepenuhnya terbentuk, seluruh efek sihir yang ada di aula—termasuk penghalang sihir dan beberapa sihir pertahanan—hilang tanpa jejak. Sihir yang awalnya melindungi aula dari gangguan eksternal sekarang lenyap, membuat aula terasa kosong dari efek sihir yang biasanya mengelilinginya.

Sylphia mengamati hasil kerjanya dengan kepuasan. Dengan satu gerakan tangan, dia mengakhiri sihir tersebut, dan pola ungu itu perlahan-lahan memudar. Keberhasilan ini menunjukkan kekuatan dan kemampuan Sylphia dalam menggunakan sihir tingkat tinggi, sebuah prestasi yang jarang dicapai oleh banyak penyihir. Sihir tingkat 6 seperti "Pemblokir" ini tidak hanya menonjolkan keterampilan teknis, tetapi juga menunjukkan tingkat keahlian yang luar biasa.

Suasana aula menjadi hening sejenak, dengan semua orang memperhatikan efek yang baru saja ditunjukkan. Beberapa siswa yang berada di lantai atas tidak bisa menahan kekaguman mereka. Mereka membicarakan kemampuan Sylphia dengan penuh rasa kagum, saling bertanya tentang teknik yang telah dipraktikkan. Penguji yang lebih tua di meja depan mulai berdiskusi serius, mencatat catatan dan berbicara di antara mereka.

Sylphia berdiri dengan tenang di tengah aula, merasa bangga dan tenang meskipun dia tahu bahwa dia telah membuat dampak yang besar. Saat semua orang mulai berbisik dan berdiskusi, Sylphia menunggu dengan sabar untuk mendengar penilaian dari para penguji. Matanya menunjukkan tekad dan keyakinan, siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang selanjutnya.

Lantai aula terasa lebih kosong setelah efek sihir "Pemblokir" memudar, memberi ruang bagi para penguji dan siswa untuk memproses dan mengagumi keterampilan yang baru saja diperlihatkan Sylphia.

Setelah Sylphia menyelesaikan ujian dengan pertunjukan sihir yang mengesankan, aula kembali menjadi tenang ia pun kembali ke tempat duduknya. Para siswa, terutama mereka yang mengantri, memandang dengan penuh kekaguman. Bahkan beberapa penguji yang dikenal keras dan teliti tidak bisa berkata-kata melihat kekaguman mereka, terlihat jelas dari ekspresi mereka yang penuh perhatian. Penampilan Sylphia, terutama penggunaan sihir tingkat 6, telah meninggalkan jejak yang mendalam di hati setiap orang di aula.

Namun, di sudut aula, beberapa siswa dari kalangan bangsawan tidak tampak senang dengan penampilan Sylphia. Mereka berdiri di kelompok-kelompok kecil, berbicara dengan suara yang agak berbisik, tetapi penuh dengan nada ketidakpuasan dan iri hati.

"Bagaimana bisa ada seseorang dari kalangan rakyat jelata menunjukkan kemampuan seperti itu? Ini benar-benar tidak adil," bisik seorang siswa lelaki berbaju mahal, matanya menatap Sylphia dengan tatapan sinis. Namanya adalah Lucien, anak dari seorang adipati terkemuka. "Aku telah belajar sihir sejak kecil, dan aku hanya bisa menggunakan sihir tingkat dasar dengan baik. Dan dia hanya seorang rakyat biasa sudah bisa menggunakan sihir tingkat 6?"

"Ya, benar-benar tidak masuk akal," tambah seorang gadis dengan gaun yang dihiasi perhiasan mewah, bernama Arabella. "Bagaimana mungkin dia hanya memerlukan waktu beberapa tahun untuk mencapai tingkat keahlian itu sementara kita, yang berasal dari keluarga bangsawan, harus bekerja keras bertahun-tahun lamanya?"

"Aku mendengar bahwa dia adalah seorang petualang dari Lumania," kata seorang siswa lain, Theo, yang tidak bisa menyembunyikan nada iri di suaranya. "Mereka memang dikenal memiliki keterampilan yang baik, tetapi ini terlalu ekstrem. Kenapa dia bisa diterima di akademi ini? Harusnya ada pemeriksaan yang lebih ketat!"

Percakapan mereka menjadi semakin sengit saat mereka melanjutkan diskusi tentang Sylphia. Beberapa siswa mulai menganggapnya sebagai ancaman terhadap posisi mereka di akademi. Mereka merasa bahwa kehadiran Sylphia mungkin merusak keseimbangan yang telah mereka bangun dan berpotensi merampas peluang mereka.

Sementara itu, Sylphia sendiri tidak menyadari perasaan iri hati yang berkembang di sekelilingnya. Dia berdiri di samping penguji utama, menunggu hasil penilaiannya. Dia merasa lega setelah ujian yang menegangkan, tetapi pikirannya juga sudah mulai memikirkan langkah selanjutnya dalam proses pendaftaran dan pelatihan.

Di sisi lain, para penguji yang sedang berdiskusi terlihat semakin serius. Penguji utama, pria tua berjanggut putih, berdiskusi dengan penguji lain mengenai performa Sylphia. Mereka berbicara dalam suara yang tidak terlalu keras, namun cukup jelas bagi mereka yang dekat dengan meja penguji.

"Kemampuan sihirnya sangat mengesankan," kata penguji utama, mengamati catatannya. "Kita tidak bisa mengabaikan potensi besar yang dia tunjukkan. Namun, harus dipastikan bahwa dia memiliki motivasi dan dedikasi yang sama untuk mengikuti pelatihan di akademi ini."

"Dia pasti memiliki latar belakang yang unik," tambah penguji lain. "Meskipun berasal dari luar kalangan bangsawan, keahliannya menunjukkan bahwa dia memiliki bakat yang sangat jarang ditemukan."

"Kita harus memutuskan dengan hati-hati," kata penguji utama. "Keputusan kita akan menentukan bagaimana dia akan diterima dan ditempatkan dalam program pelatihan."

Sementara penguji mendiskusikan penilaian dan keputusan mereka, Sylphia berusaha tetap tenang. Dia tahu bahwa menerima penilaian dari para penguji adalah bagian penting dari proses ini, dan dia berharap performanya akan mempengaruhi keputusan mereka secara positif.

Di luar aula, beberapa siswa bangsawan masih terus berbicara dengan penuh kemarahan dan ketidakpuasan. Mereka berusaha mencari cara untuk meredakan rasa iri hati mereka dan mencari solusi untuk menghadapi kemungkinan bahwa Sylphia akan menjadi pesaing yang serius di akademi.

Sylphia, menyadari semua pembicaraan dan perasaan yang berkembang di sekelilingnya, melanjutkan menunggu dengan sabar. Dia sempat menyayangkan ketika ia mengeluarkan sihir tingkat 5 dan 6 yang membuat heboh dan gempar. "Seharusnya tadi aku menunjukkan sihir tingkat dua atau tiga, itu cukup membuat penguji terkesan. Tapi tadi aku malah menggemparkan seisi akademi dengan sihir tingkat 5 dan 6. Ah, sudahlah…" gumamnya.