Chapter 6 - Chapter 5 : Welcome

Bagian 1

Di sebuah jalan dekat perbatasan dengan Phyridia, terlihat sebuah karavan yang sedang terhenti karena suatu masalah. Sylphia, rupanya ia sedang mengurus masalah yang membuat karavan yang ditumpanginya bersama orang lain terhenti. Masalah itu tak lain adalah bandit-bandit yang menghadang mereka.

Dengan sihirnya, Sylphia dapat menumbangkan dan menghabisi para bandit yang berusaha mengganggu perjalanan mereka, setelah sebelumnya regu petualang yang mengawal karavan tersebut terpojok dan nyaris dihabisi. Sebagai petualang peringkat A, ia mampu menaklukan para bandit yang menghalangi jalan mereka tanpa kesulitan yang berarti, meski ia tidak sedang dikontrak melainkan hanya sebagai penumpang karavan tersebut.

Para penumpang karavan dan regu petualang yang ada disitu sangat takjub melihat kehebatan Sylphia dalam mengalahkan bandit-bandit yang berusaha membegal mereka. Mereka yang awalnya dipenuhi rasa putus asa, kini kembali memiliki harapan. Regu petualang yang sempat terpojok kini kembali menunjukkan semangat mereka melawan para bandit yang tersisa. Salah satu petualang yang sempat terkapar, kini ia kembali bangkit dan melakukan perlawanan. "Cepat, kalahkan mereka!" teriak petualang itu.

Sedangkan para bandit yang tersisa mulai merasa tak percaya diri setelah mengetahui lawan mereka kali ini addalah petualang peringkat A.

"Kau yang di sana! Sepertinya kau berhasil melarikan diri ketika pemberantasan bandit di Eldoria. Saat itu aku sudah memberimu kesempatan kabur. Tapi kali ini, sepertinya hal itu sudah tak berlaku…" kata Sylphia sambil melihat salah satu bandit.

Sontak bandit itu pun panik dan memohon supaya diberikan kesempatan untuk terakhir kalinya dengan raut wajah dan suara ketakutan. "Tunggu… tolong mengertilah, nona…. aku melakukan ini karena terpaksa…. Tolong maafkan aku hanya untuk kali ini saja, aku akan berjannaaarrkkk!!!!" Belum selesai bicara, sebuah batu besar menimpanya hingga tubuhnya nyaris tak berbentuk. Batu itu keluar dari pola sihir yang tiba-tiba muncul di atasnya.

"Sudah kubilang itu sudah tak berlaku bukan?" Kata Sylphia dengan nada rendah. Hal itu sontak membuat bandit lainnya yang tersisa segera kabur seedan-edannya seperti dikejar setan.

Setelah para bandit itu pergi, para penumpang karavan dan regu petualang yang ada di situ sangat takjub melihat kehebatan Sylphia dalam mengalahkan bandit-bandit yang berusaha membegal mereka. Tepuk tangan dan sorakan mengiringi keberhasilannya, menciptakan suasana penuh kebahagiaan di tengah rerumputan yang hijau. Keberanian dan keahlian Sylphia dalam menghadapi ancaman yang mematikan menjadi penyemangat bagi semua yang menyaksikannya. Pemilik karavan yang ada di depan pun menggratiskan perjalanannya sebagai rasa terima kasih.

Namun, di tengah sorak sorai, perhatian Sylphia tertuju pada seorang anggota petualang yang terluka parah. Gadis muda itu terbaring di tanah, memegangi perutnya yang berdarah dekat pusar. Wajahnya pucat, dan napasnya tersengal-sengal akibat rasa sakit yang hebat.

Sylphia segera menghampiri gadis tersebut, matanya penuh dengan rasa empati dan ketegasan. "Tenanglah, aku akan membantumu," katanya dengan suara lembut namun tegas. Dia berlutut di samping gadis itu, mengangkat tangannya yang bersinar dengan cahaya penyembuhan.

"Tenanglah, nona. Aku akan segera memulihkanmu." Kata Sylphia sembari melakukan pengobatan. Cahaya hijau keluar dari tangannya, menutup luka gadis itu secara perlahan.

Gadis itu meringis menahan sakit, tetapi ia berusaha untuk tersenyum. "Terima kasih, nona Sylphia…"

Sylphia mengangguk, fokus pada penyembuhan luka gadis itu. Cahaya penyembuhan semakin terang, menyatu dengan luka dan perlahan-lahan menghilangkan rasa sakit serta menghentikan pendarahan. Gadis itu merasa kehangatan menyebar di tubuhnya, mengurangi rasa sakit yang sebelumnya begitu menyiksa.

Setelah beberapa saat, luka Liora hampir sembuh sepenuhnya. Sylphia menarik napas dalam-dalam, puas dengan hasil usahanya. "Cobalah untuk tidak bergerak terlalu banyak dulu. Luka ini masih butuh waktu untuk sembuh sepenuhnya."

Gadis itu mengangguk, matanya berkilat penuh rasa terima kasih. "Terima kasih banyak, nona Sylphia. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu tidak ada. Oh ya, maaf lupa memperkenalkan diri, namaku Liora,"

Sylphia tersenyum lembut. "Senang bisa membantu, Liora. Itulah tujuan kita sebagai petualang, melindungi dan membantu mereka yang membutuhkan."

Setelah memastikan Liora dalam kondisi stabil, Sylphia berdiri dan melihat sekeliling. Karavan dan para penumpang bersiap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Dengan rasa antusias, mereka semua naik kembali ke kereta kuda dan bersiap untuk bergerak menuju tujuan berikutnya, Kerajaan Phyridia.

Sebelum mereka melanjutkan perjalanan, para anggota petualang lain mendekati Sylphia dengan penuh rasa hormat dan terima kasih. Seorang pemuda dengan rambut cokelat pendek maju lebih dulu. "Terima kasih atas bantuanmu, Sylphia. Namaku Gareth," katanya sambil menjabat tangan Sylphia.

Setelah Gareth, anggota petualang lain pun mulai memperkenalkan diri mereka satu per satu. Ada enam laki-laki dan empat perempuan. Seorang laki-laki bertubuh besar dengan senyum ramah berkata, "Aku Boris. Kamu benar-benar hebat tadi."

Seorang perempuan dengan rambut panjang yang diikat rapi memperkenalkan diri, "Aku Elara. Terima kasih telah menyelamatkan kami."

"Elara? Namamu terdengar seperti tokoh penulis buku sihir yang aku gemari…" Kata Sylphia sambil tertawa kecil. Elara pun tersenyum sedikit malu.

Kemudian seorang pemuda kurus dengan kacamata bulat berkata, "Namaku Felix. Kamu punya kemampuan yang luar biasa, Sylphia."

Seorang laki-laki dengan pedang di pinggangnya memperkenalkan diri dengan suara rendah namun berwibawa, "Aku Noric. Kami berhutang budi padamu."

Perempuan lain yang terlihat tangguh dan memiliki tato di lengannya berkata, "Aku Nadia. Kamu benar-benar penyelamat kami hari ini."

Lalu, seorang pria muda dengan senyum ceria memperkenalkan diri, "Aku Leo. Senang bertemu denganmu, Sylphia."

Seorang perempuan dengan busur di punggungnya memperkenalkan diri dengan anggukan kecil, "Aku Laura. Terima kasih atas bantuannya."

Seorang laki-laki dengan rambut merah yang sedikit acak-acakan berkata, "Namaku Franco. Kamu luar biasa, Sylphia."

Seorang perempuan berkacamata sambil membawa tongkat sihir dengan mata tajam dan penuh kewaspadaan memperkenalkan diri, "Aku Selina. Senang bertemu denganmu."

Dan terakhir, seorang laki-laki dengan luka di lengannya yang tampak sudah dirawat berkata, "Aku Adrian. Terima kasih banyak atas pertolonganmu."

Sylphia tersenyum pada mereka semua. "Senang bertemu dengan kalian semua. Kita adalah tim sekarang, jadi mari kita terus menjaga satu sama lain."

Perjalanan itu dipenuhi dengan obrolan yang penuh semangat dan rasa terima kasih kepada Sylphia. Mereka melanjutkan perjalanan melalui hutan yang teduh, dengan suara burung berkicau dan angin sepoi-sepoi yang menambah ketenangan.

Ketika malam mulai turun, mereka memutuskan untuk berhenti dan mendirikan kemah di dekat sungai kecil yang mengalir dengan tenang. Suara gemericik air dan kicauan serangga malam menciptakan suasana yang menenangkan setelah hari yang penuh dengan ketegangan.

Bagian 2

Di sekitar api unggun yang menyala terang, mereka berkumpul, menikmati makan malam sederhana yang penuh kehangatan. Sylphia duduk di samping Liora, yang tampak semakin pulih. Mereka berbincang-bincang tentang petualangan mereka, mengenal satu sama lain lebih dalam.

"Kamu hebat sekali, Sylphia," kata Liora dengan kagum. "Bagaimana kamu bisa begitu kuat?"

Sylphia tersenyum, mengingat latihannya yang tak terhitung jumlahnya. "Latihan dan tekad. Kami semua memiliki kekuatan di dalam diri kita, Liora. Yang penting adalah bagaimana kita mengasah dan menggunakannya untuk kebaikan."

Liora mengangguk, terinspirasi oleh kata-kata Sylphia. "Aku akan berlatih lebih keras lagi. Terima kasih, Sylphia." Lanjutnya sambil memegang erat pedangnya.

Sylphia tersenyum dan memutuskan untuk menceritakan lebih banyak tentang perjalanannya. "Sejak kecil, aku selalu tertarik dengan sihir. Ketika aku berusia sekitar tujuh tahun, aku mulai belajar sihir dengan para elf di desa Elenora. Mereka sangat bijaksana dan sabar, mengajariku dasar-dasar sihir dengan telaten."

Liora mendengarkan dengan mata berbinar. "Desa Elenora? Bukankah itu desa elf yang terkenal dengan keindahannya?"

"Ya, benar sekali," jawab Sylphia. "Elenora adalah tempat yang sangat indah dan penuh dengan energi magis. Aku beruntung bisa belajar di sana. Namun, belajar sihir bukanlah hal yang mudah. Aku melakukan banyak eksperimen yang berbahaya. Pernah suatu kali, aku hampir menghancurkan rumahku sendiri karena salah mengucapkan mantra. Untungnya, aku dan keluarga selamat, tapi itu adalah pelajaran berharga untuk selalu berhati-hati."

Teman-teman Liora yang lain, yang juga mendengarkan, tertawa kecil mendengar cerita Sylphia. Franco, yang duduk di seberang api unggun, menimpali, "Itu pasti pengalaman yang menegangkan. Bagaimana kamu bisa terus belajar setelah kejadian itu?"

Sylphia mengangguk. "Memang menegangkan, tetapi itu juga memotivasiku untuk belajar lebih banyak dan lebih hati-hati. Setelah itu, aku bergabung dengan regu petualang untuk mengasah kemampuanku. Selama dua tahun terakhir, aku berlatih keras dan berjuang bersama mereka. Kami menghadapi berbagai tantangan dan misi, yang membantu kami tumbuh dan berkembang."

Leo, dengan senyum cerahnya, bertanya, "Siapa saja anggota regu petualangmu?"

"Reguku terdiri dari Louis, seorang ahli pedang; Darius, seorang pemanah; dan aku sendiri," jawab Sylphia. "Kami bertiga telah menghadapi banyak petualangan bersama, dan mereka selalu memberikan semangat padaku. Louis dan Darius biasanya berlatih dengan seorang kesatria yang menjaga desa kami. Kesatria itu sangatlah hebat. Sedangkan aku berlatih dengan seorang petualang peringkat S. Dua rekanku lainnya terkadang juga berlatih bersama rekan dari petualang itu yang ahli dalam berpedang. Selain mengajarkan kekuatan pada kami, mereka juga mengajarkan moral. Mereka selalu berpesan pada kami untuk selalu memegang teguh prinsip dan nilai-nilai yang kita yakini."

Liora dan teman-temannya terlihat sangat terkesan dengan cerita Sylphia. Mereka merasa terinspirasi oleh dedikasi dan ketekunan Sylphia dalam mengejar mimpinya. Liora, dengan mata yang bersinar penuh semangat, berkata, "Aku ingin menjadi sekuat kamu, Sylphia. Aku akan berlatih lebih keras dan tidak akan pernah menyerah."

Sylphia tersenyum, merasa bangga dengan semangat yang ditunjukkan oleh Liora dan teman-temannya. "Kalian semua terlihat sangat bersemangat. Tadi aku juga melihat kalian berjuang melawan para bandit yang menyerang karavan. Aku sangat terkesan dengan keberanian kalian. Teruslah berlatih dan percayalah pada diri kalian sendiri. Jika kalian bekerja keras dan tidak pernah menyerah, kalian pasti akan mencapai impian kalian."

Malam itu berlalu dengan penuh cerita dan inspirasi. Mereka semua merasa lebih dekat satu sama lain, terikat oleh semangat petualangan dan keinginan untuk menjadi lebih baik.

Bagian 3

Setelah perjalanan yang panjang dan penuh cerita, rombongan karavan akhirnya tiba di Kerajaan Phyridia saat matahari mulai terbenam. Langit berwarna oranye keemasan, memancarkan cahaya hangat yang menyinari pepohonan hijau di sekeliling jalan utama menuju ibu kota Phyridia. Pemandangan tersebut menyambut kedatangan mereka dengan keindahan yang memukau.

Mereka tiba di gerbang kota Phyridia, yang dihiasi dengan ukiran magis dan lambang kerajaan. Para penjaga di gerbang segera mengenali regu petualang yang datang bersama karavan, memberi hormat dengan penuh hormat. Sylphia, Liora, dan yang lainnya turun dari kereta kuda dan berjalan menuju pusat kota yang ramai.

"Ibu kota Phyridia selalu indah, terutama saat matahari terbenam," kata Sylphia sambil mengagumi pemandangan di sekitar mereka. "Ini adalah tempat yang penuh dengan sihir dan keajaiban."

Gareth, salah satu petualang, mengangguk. "Memang, tempat ini selalu memancarkan aura yang magis. Tidak heran banyak penyihir hebat berasal dari sini."

Mereka melanjutkan perjalanan menuju guild petualang yang terletak di tengah kota. Bangunan guild besar dan megah, dengan menara tinggi yang menjulang ke langit. Saat mereka memasuki guild, suasana di dalamnya penuh dengan aktivitas. Petualang dari berbagai tempat berkumpul, berbincang, dan merencanakan misi mereka berikutnya.

Matahari mulai tenggelam ketika Sylphia dan rombongannya tiba di kota kecil di dekat ibu kota Phyridia. Udara sore yang sejuk dan aroma bunga-bunga di sepanjang jalan menyambut mereka, menciptakan suasana yang nyaman dan damai setelah perjalanan panjang mereka.

"Kita akhirnya sampai," kata Liora dengan nada lega. "Terima kasih banyak, Sylphia. Perjalanan ini tidak akan seaman ini tanpa bantuanmu."

Sylphia tersenyum hangat. "Sama-sama, Liora. Aku senang bisa membantu. Kalian semua juga hebat."

Franco mengangguk setuju. "Kami beruntung bertemu denganmu di jalan. Kami pasti akan lebih waspada dan kuat setelah pelajaran berharga ini."

Noric, yang biasanya pendiam, juga memberikan apresiasinya. "Jaga dirimu, Sylphia. Semoga kita bisa bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik."

Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman barunya, Sylphia melanjutkan perjalanannya sendiri. Kota kecil ini, meskipun tidak sebesar ibu kota, tetap memiliki pesona tersendiri dengan bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata dan atap-atap yang menjulang tinggi. Jalanan berliku dipenuhi dengan toko-toko kecil yang menjual berbagai barang dari makanan hingga pernak-pernik magis.

Sylphia berjalan menyusuri jalan utama, matanya mencari-cari tanda penginapan. Ia melewati beberapa pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan semangat, bau roti panggang dan sup hangat menggoda perutnya yang mulai kosong. Setelah beberapa saat, ia melihat sebuah tanda bergoyang perlahan di angin sore, bertuliskan "Penginapan Bintang Tujuh" dengan lambang bintang berkilauan di bawahnya.

Sylphia mendorong pintu penginapan dan disambut dengan suara lonceng kecil. Interior penginapan terasa hangat dan mengundang, dengan perapian besar di sudut ruangan dan meja-meja kayu yang diatur dengan rapi. Beberapa pengunjung duduk santai, menikmati makanan dan minuman mereka, suasana riuh rendah penuh tawa dan percakapan.

"Selamat datang di Penginapan Bintang Tujuh," kata seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah dari balik meja penerima tamu. "Ada yang bisa saya bantu?"

Sylphia mendekat. "Ya, saya membutuhkan kamar untuk malam ini."

"Tentu saja," jawab wanita itu. "Kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Berapa lama Anda akan menginap?"

"Setidaknya satu malam, mungkin lebih," kata Sylphia sambil menyerahkan beberapa koin emas.

Wanita itu menerima pembayaran dan memberikan kunci kamar kepada Sylphia. "Kamar Anda ada di lantai dua, nomor tujuh. Jika Anda membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk bertanya. Kami juga menyajikan makan malam di ruang makan hingga sebelum tengah malam.

"Terima kasih," kata Sylphia, mengambil kunci dan menaiki tangga menuju kamarnya. Kamar nomor tujuh terletak di ujung koridor, memberikan privasi dan ketenangan yang diharapkannya.

Begitu masuk ke dalam kamar, Sylphia melepaskan tas dan menaruh barang bawaannya. Ia kemudian duduk di tepi tempat tidur yang nyaman. Pemandangan dari jendela menunjukkan pemandangan kota kecil yang mulai bersinar dengan lampu-lampu malam, menambah kesan damai dan tenang.

Setelah merapikan diri dan mengganti pakaian, Sylphia memutuskan untuk turun dan menikmati makan malam di ruang makan. Aroma makanan menggugah selera menyambutnya saat ia masuk, membuatnya sadar betapa laparnya ia setelah perjalanan panjang. Ia memilih meja di sudut ruangan dan memesan hidangan sederhana namun lezat: sup hangat, roti segar, dan daging panggang yang dibumbui dengan rempah-rempah lokal.

Sambil menikmati makanannya, Sylphia tak bisa menahan senyum saat mengingat perjalanannya hari ini. Pertemuan dengan Liora dan regu petualang lainnya meninggalkan kesan yang mendalam, mengingatkannya pada pentingnya persahabatan dan kerja sama. Ia juga merasa puas bisa membantu mereka, menunjukkan bahwa meskipun ia kuat, selalu ada kesempatan untuk belajar dan tumbuh dari setiap pertemuan.

Setelah makan malam, Sylphia kembali ke kamarnya, merasa kenyang dan puas. Ia berbaring di tempat tidur, memejamkan mata, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam keheningan malam. Besok adalah hari baru, dan perjalanan lain menantinya di Phyridia.