Bagian 1Pagi itu, cahaya matahari menyinari kota Eldoria, menerobos masuk melalui celah-celah tirai tipis di sebuah kamar penginapan. Louis membuka matanya, dan melihat sekeliling kamar yang terlihat rapi dan bersih. Ia kemudian mendorong selimut yang menutupi tubuhnya, memperlihatkan badannya yang kekar. Ia merasa segar setelah tidur yang nyenyak. Ia kemudian duduk sejenak di kasurnya, mengamati sekeliling kamar yang sederhana namun nyaman. Di sampingnya, seorang wanita masih tertidur nyenyak, rambut pirangnya yang panjang terurai di atas bantal. Cahaya pagi yang lembut mengelus wajahnya yang damai, seolah enggan membangunkan keindahan dalam tidurnya.Louis tersenyum sambil memandangi wajah manis Alice yang masih terlelap. Ia merasa beruntung memiliki seseorang seperti Alice dalam hidupnya. Tak lama kemudian, Alice terbangun perlahan, matanya yang indah terbuka dan ia mengucapkan selamat pagi kepada Louis sambil tersenyum manis, kemudian ia menutupi tubuhnya yang mulus dengan selimut. "Selamat pagi, Louis," ucapnya lembut."Selamat pagi, Alice," balas Louis dengan suara hangat. "Bagaimana tidurmu?""Nyenyak sekali," jawab Alice sambil meregangkan tubuhnya. "Sepertinya aku bisa tidur sepanjang hari di tempat ini."Setelah melakukan 'sapaan hangat' yang cukup singkat, mereka mengenakan pakaian dan mulai bersiap-siap untuk hari itu. Alice bangkit dari tempat tidur, mengenakan gaun hijau lembut yang menambah pesona kecantikannya. Louis mengenakan baju petualangannya yang sudah biasa ia kenakan, tampak tangguh dan siap menghadapi tantangan hari itu. Mereka kemudian berjalan keluar dari kamar mereka, menuruni tangga penginapan yang berderak dengan setiap langkah.Di lantai bawah, suasana penginapan sudah mulai ramai. Para petualang dan penduduk lokal berkumpul di ruang makan, menikmati sarapan mereka dan berbincang-bincang dengan penuh semangat. Louis dan Alice memilih meja di dekat jendela, di mana mereka bisa melihat pemandangan kota Eldoria yang mulai sibuk dengan aktivitas pagi.Seorang pelayan datang menghampiri mereka, membawa menu sarapan. "Selamat pagi, apa yang bisa saya sajikan untuk kalian?" tanya pelayan itu dengan senyum ramah."Kami memesan satu porsi roti panggang dengan selai madu, satu porsi daging sapi dengan sayuran, satu minuman anggur, dan satu jus jeruk," jawab Louis sambil menyerahkan menu kembali kepada pelayan. Alice mengangguk, matanya berbinar menantikan sarapan lezat yang akan segera tiba.Sambil menunggu makanan mereka, mereka berdua berbincang-bincang tentang rencana mereka untuk hari itu. "Setelah sarapan, aku dan reguku akan pergi ke guild petualang untuk mengambil misi yang tersedia, bagaimana denganmu, Alice?" kata Louis.Alice mengangguk. "Aku akan pergi ke toko bunga untuk bekerja. Sepertinya hari ini akan ada banyak pelanggan."Tidak lama kemudian, sarapan mereka tiba. Roti panggang yang hangat dan renyah, telur dadar yang lembut, minuman anggur, dan jus jeruk yang segar tersaji di depan mereka. Mereka mulai menikmati makanan mereka sambil melanjutkan percakapan. Louis menceritakan tentang mimpinya semalam, tentang petualangan di hutan misterius, sementara Alice mendengarkan dengan antusias sambil menyeruput jus jeruk kesukaannya, sesekali tertawa kecil mendengar kisah-kisah konyol dalam mimpi Louis.Setelah selesai sarapan, mereka berdua membayar dan meninggalkan penginapan. Ketika Louis sudah melangkah keluar lebih dahulu, nona resepsionis itu memanggil Alice. Nona resepsionis yang tersenyum ramah memanggilnya dengan lembut, "Nona, bolehkah saya bicara sebentar?"Alice berhenti dan kembali mendekat, dengan ekspresi penasaran. "Tentu, ada apa?" tanyanya dengan senyum canggung.Nona resepsionis mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Saya hanya ingin memberi tahu bahwa semalam 'suara' anda terdengar sampai luar kamar. Mungkin lain kali anda bisa mengecilkan 'suara' anda."Wajah Alice seketika memerah seperti tomat setelah mendengar itu, rasa malu meliputi dirinya. Ia merasa seolah seluruh penginapan mengetahui apa yang mereka lakukan semalam. "Oh, maafkan kami. Kami tidak menyadarinya," ucap Alice dengan suara pelan.Nona resepsionis tersenyum menenangkan. "Tidak apa-apa, lagi pula itu sudah biasa, saya hanya memberi saran. Semoga hari Anda menyenangkan."Alice mengangguk cepat, merasa sangat malu. "Terima kasih, saya akan mengingatnya." Setelah itu, ia buru-buru keluar dari penginapan, menyusul Louis yang sudah menunggu di luar.Louis, yang tidak menyadari percakapan tersebut, melihat Alice dengan ekspresi penasaran. "Ada apa, Alice? Kau terlihat sedikit pucat."Alice tersenyum kaku, mencoba mengabaikan rasa malunya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Mari kita berjalan-jalan sebentar."Setelah keluar dari penginapan, Louis dan Alice memutuskan untuk berjalan-jalan menikmati pemandangan kota Eldoria yang indah. Matahari pagi yang cerah menyinari jalanan, menambah kehangatan suasana di antara mereka. Mereka berbincang-bincang dengan santai, menikmati momen kebersamaan di tengah keramaian kota."Sudah dua tahun berlalu sejak gelombang serangan monster," kata Louis, memecah keheningan. "Banyak yang telah terjadi sejak saat itu."Alice tersenyum, mengenang kembali berbagai peristiwa yang telah mereka alami. "Ya, kita sudah melewati banyak hal bersama."Mereka melanjutkan percakapan, membahas hal-hal menarik yang mereka temui selama perjalanan mereka. Sesekali, mereka saling bertanya tentang keadaan desa Gatewood, kampung halaman mereka."Bagaimana kabar di Gatewood?" tanya Louis. "Apakah semuanya baik-baik saja?"Alice mengangguk. "Ya, desa kita masih damai. Banyak perubahan yang terjadi, tapi semuanya menuju arah yang lebih baik. Kehidupan di sana semakin nyaman."Louis tersenyum. "Aku senang mendengarnya. Meski kita berada di luar desa, hati kita tetap ada di Gatewood."Mereka terus berjalan, menikmati setiap momen di kota Eldoria. Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran. Mereka duduk di sebuah bangku, menikmati keindahan taman sambil melanjutkan perbincangan mereka."Jadi, apa rencana kita hari ini?" tanya Alice sambil memandang Louis."Setelah ini, aku dan reguku akan pergi ke guild petualang untuk mengambil misi yang tersedia," jawab Louis. "Aku harap kami bisa mendapatkan misi yang menarik."Alice mengangguk. "Sepertinya akan seru. Aku akan selalu mendukung kalian, Louis."Louis tersenyum lembut. "Terima kasih, Alice. Semangat darimu sangat berarti bagiku."Setelah berbincang sejenak di taman, Louis dan Alice akhirnya berpisah untuk menjalani kegiatan mereka masing-masing. Louis menuju guild petualang, sementara Alice berjalan ke toko bunga tempatnya bekerja. Jalanan kota Eldoria masih dipenuhi orang-orang yang sibuk dengan aktivitas pagi mereka, menambah semarak suasana.Alice tiba di toko bunga yang terletak di sudut jalan. Toko itu kecil namun penuh warna, dengan berbagai bunga bermekaran yang dipajang di depan. Begitu memasuki toko, Alice disambut oleh rekan seusianya, Lydia, yang sedang sibuk menata buket bunga."Selamat pagi, Alice!" sapa Lydia dengan senyum lebar. "Siap untuk hari yang sibuk?"Alice membalas senyuman itu. "Selamat pagi, Lydia! Tentu saja, mari kita mulai."Mereka berdua mulai bekerja, menata bunga-bunga segar dan merapikan toko. Sambil bekerja, mereka berbincang-bincang dengan santai, membicarakan berbagai hal yang terjadi di sekitar mereka."Apakah kau mendengar kabar tentang pasangan muda yang baru saja menikah di desa sebelah?" tanya Lydia dengan antusias. "Katanya pernikahan mereka sangat meriah."Alice tertawa kecil. "Oh, tentu. Aku mendengar banyak gosip tentang itu. Semua orang membicarakannya."Mereka terus berbincang, sesekali tertawa saat membahas gosip-gosip terbaru ala emak-emak di kota. Pembicaraan mereka beralih dari pernikahan, ke acara festival yang akan datang, hingga rencana liburan."Jadi, bagaimana kabar Louis?" tanya Lydia tiba-tiba, memberikan senyum menggoda. "Kalian berdua tampak sangat serasi."Alice tersipu malu, pipinya memerah. "Louis baik-baik saja. Dia pergi ke guild petualang hari ini untuk mengambil misi baru.""Kau beruntung memiliki seseorang seperti Louis. Dia sangat berdedikasi dan perhatian." Kata Lydia, seolah ia juga menginginkan sosok yang selalu mendukungnya.Alice tersenyum. "Ah, kau bisa aja."Mereka melanjutkan pekerjaan mereka, menata bunga-bunga dengan hati-hati dan memastikan toko selalu tampak indah. Pembicaraan mereka terus berlanjut, mengisi waktu dengan cerita-cerita yang membuat pekerjaan terasa lebih ringan.Louis memasuki guild petualang dengan langkah penuh semangat. Suasana di dalam guild adalah campuran dari kesibukan dan energi, dengan petualang dari berbagai kelas yang sibuk berbicara tentang misi dan persiapan mereka. Dinding guild dihiasi dengan berbagai poster dan papan pengumuman yang menawarkan misi dan informasi terbaru.Louis melangkah ke area utama guild, di mana dia segera melihat Darius dan Sylphia sudah menunggu di dekat meja resepsionis. Darius, yang mengenakan pelindung bahu petualangnya, berdiri tegak dengan senyum lebar di wajahnya. Sylphia, di sisi lain, duduk santai di kursi dengan ekspresi ceria dan penuh semangat."Selamat pagi, teman-teman!" seru Louis dengan antusiasme saat mendekati mereka.Darius membalas dengan semangat, "Selamat pagi, Louis! pagimu?""Pagi yang indah," jawab Louis sambil tersenyum. "Aku menikmati sarapan lezat yang disediakan oleh penginapan. Bagaimana dengan kalian?"Sylphia mengangkat satu alisnya dengan senyuman menggoda yang terlihat sedikit menyebalkan. "Ah, sepertinya kamu baru saja 'bersenang-senang' dengan kakakku semalaman."Louis tertawa kecil sambil mengusap kepala belakangnya, terlihat sedikit malu. "Haha, yah, kami hanya menikmati malam yang damai."Sementara Darius, yang juga mendengar percakapan itu pura-pura tidak paham apa yang sedang dibicarakan.Setelah cukup mengobrol, ketiganya bergerak menuju area papan pengumuman yang terletak di sisi guild. Papan itu dipenuhi dengan berbagai poster dan catatan tentang misi yang tersedia. Louis, Darius, dan Sylphia mulai memeriksa dengan seksama, membaca deskripsi misi dan memeriksa tingkat kesulitannyaLouis berhenti di depan sebuah poster yang mencuri perhatiannya. "Ini tampaknya menarik. Ada laporan tentang kelompok monster yang menyebabkan masalah di wilayah hutan utara. Misi ini meminta petualang peringkat A untuk membersihkan area dan memastikan keamanan untuk penduduk."Sylphia membaca deskripsi misi dengan teliti. "Ini adalah misi yang cukup menantang, dan sepertinya sudah sesuai dengan kemampuan kita. Kita akan menghadapi beberapa monster berbahaya, tetapi ini akan menjadi kesempatan bagus untuk melatih keterampilan kita."Darius mengangguk. "Aku setuju. Ini akan menjadi misi yang baik untuk kita. Dan kita bisa memastikan bahwa wilayah tersebut aman untuk penduduk."Mereka pun mendaftarkan misi itu, yang artinya Louis dan regunya kini telah menjadi petualang peringkat A. Mereka berdiskusi lebih lanjut tentang rincian misi dan merencanakan strategi untuk hari itu. Sementara itu, suasana di guild semakin ramai dengan kedatangan lebih banyak petualang yang juga ingin memulai hari mereka dengan misi baru.Setelah memutuskan untuk mengambil misi di papan tersebut dan mendaftarkannya di resepsionis, Louis, Darius, dan Sylphia bersiap-siap untuk memulai petualangan mereka. Mereka mengatur perlengkapan mereka, memastikan semua peralatan dalam kondisi baik, dan memeriksa persediaan sebelum berangkat."Baiklah, kalian siap?" tanya Louis dengan semangat."Siap!" jawab Darius dan Sylphia serempak.Bagian 2Siang itu, sinar matahari menembus pepohonan tinggi di hutan, menciptakan corak-corak cahaya di sepanjang jalan setapak yang menuju desa Elenora. Aria berjalan dengan ringan di atas jalan berdaun itu. Angin sepoi-sepoi mengayunkan dedaunan di sekelilingnya, memberikan perasaan damai yang menyelimuti seluruh hutan.Desa Elenora, kampung halaman Aria, adalah desa elf yang tersembunyi di tengah hutan. Rumah-rumahnya terbuat dari kayu dan diukir dengan indah, menyatu dengan alam sekitarnya. Pohon-pohon besar berdiri di sekitar desa, memberikan naungan dan perlindungan alami bagi para penghuni desa. Aria merasa lega bisa pulang setelah sekian lama berada di luar desa untuk misi petualangan.Saat Aria mendekati pintu gerbang desa, ia disambut oleh pemandangan yang familiar namun selalu membuat hatinya bergetar. Anak-anak elf berlari-lari di sekitar, bermain dengan penuh kegembiraan. Beberapa elf dewasa sibuk dengan pekerjaan mereka, ada yang menganyam keranjang, ada yang memahat kayu, dan ada yang menyiapkan makanan di dapur-dapur terbuka."Aria!" teriak seorang gadis kecil berambut pirang dengan telinga runcing, berlari ke arah Aria dengan mata berbinar-binar. Itu adalah Lina, salah satu anak yang paling dekat dengan Aria."Lina!" jawab Aria dengan senyuman lebar, menunduk untuk memeluk gadis kecil itu. "Aku merindukanmu, sayang. Bagaimana kabarmu?""Aku baik-baik saja! Kami semua merindukanmu, Aria. Apakah kamu membawa cerita baru dari petualanganmu?" Lina bertanya dengan penuh antusias."Tentu saja, aku punya banyak cerita untuk kalian. Tapi pertama-tama, aku harus menemui ibu dan ayah," kata Aria sambil mengusap kepala Lina dengan lembut.Aria melanjutkan perjalanannya melalui desa, sesekali berhenti untuk menyapa tetangga dan teman-temannya. Setiap orang menyambutnya dengan hangat, menanyakan kabarnya dan berbagi kabar terbaru dari desa.Ketika Aria sampai di rumah keluarganya, ia melihat kedua orang tuanya, Elowen dan Thalion, sedang duduk di depan rumah mereka, berbincang dengan tenang. Rumah mereka, yang dibangun di sekitar batang pohon besar, terlihat kokoh dan alami, dengan jendela-jendela yang dihiasi dengan tanaman merambat."Ibu, Ayah, aku pulang!" seru Aria sambil melangkah mendekat.Elowen, ibunya, bangkit dengan senyum lebar dan segera memeluk Aria erat. "Aria, sayang! Kami sangat merindukanmu. Bagaimana perjalananmu?"Thalion, ayahnya, juga bangkit dan menepuk punggung Aria dengan penuh kasih. "Selamat datang kembali, putriku. Kau tampak lebih kuat dari sebelumnya."Aria tersenyum dan merasakan kehangatan cinta keluarganya. "Terima kasih, Ayah, Ibu. Perjalanannya penuh tantangan, tetapi aku banyak belajar dan berkembang."Setelah berbincang-bincang sejenak dengan orang tuanya, Aria masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Ia menceritakan beberapa petualangan yang dialaminya, termasuk bagaimana ia dan Arlan membantu keluarga kerajaan Althar dari kudeta. Orang tuanya mendengarkan dengan penuh perhatian dan kebanggaan."Aria, kau benar-benar telah menjadi petualang hebat," kata Thalion dengan bangga. "Kami sangat bangga padamu.""Terima kasih, Ayah," jawab Aria dengan tulus.Sementara itu, di desa Gatewood, Griselda, kesatria wanita yang telah menjaga desa selama dua tahun terakhir, sibuk melatih sekelompok anak-anak remaja di tanah lapang desa. Griselda, dengan rambutnya yang panjang dan berwarna cokelat, serta baju zirah kompleks yang telah menunjukkan tanda-tanda keausan setelah bertahun-tahun bertarung, memimpin latihan dengan penuh semangat dan dedikasi.Hari itu, cuaca cerah dan angin sepoi-sepoi memberikan kesegaran saat Griselda menunjukkan teknik-teknik dasar berpedang kepada para remaja. Sekitar sepuluh anak berusia 13 hingga 16 tahun berdiri di depannya, masing-masing memegang pedang kayu. Mereka mengikuti gerakan Griselda dengan tekun, mencoba meniru setiap langkah dan ayunan pedangnya."Fokus pada keseimbangan kalian," kata Griselda dengan suara tegas namun penuh dorongan. "Jika kalian tidak bisa menjaga keseimbangan, kalian tidak akan bisa mengayunkan pedang dengan kekuatan penuh. Ingat, kaki kalian adalah fondasi dari setiap serangan."Di samping Griselda, beberapa pemuda dan pemudi desa yang telah dilatihnya selama tua tahun sejak persiapan serangan monster kala itu, terlihat sekarang ikut membantu memberikan bimbingan kepada adik-adik mereka. Mereka sekarang telah menjadi asisten Griselda, memberikan petunjuk tambahan dan membantu memperbaiki posisi para remaja.Setelah beberapa waktu berlatih, Griselda memutuskan untuk memberikan istirahat. "Baik, kita istirahat sejenak. Kalian semua sudah berlatih keras," kata Griselda, tersenyum bangga pada murid-muridnya.Para remaja meletakkan pedang kayu mereka dan duduk di bawah naungan pohon besar di tepi lapangan. Mereka mulai mengobrol satu sama lain, berbagi cerita dan impian mereka.Salah satu remaja bernama Finn, mengusap keringat di dahinya dan berkata, "Aku ingin sekali menjadi petualang seperti Louis. Dia sangat hebat dengan pedangnya dan selalu punya cerita menarik dari petualangannya."Seorang gadis bernama Lucy, yang duduk di samping Finn, menambahkan, "Aku juga! Tapi aku ingin menjadi seperti Sylphia, bisa menggunakan sihir untuk melindungi teman-temanku dan melawan monster."Remaja lain, Jarek, yang terkenal dengan kekuatan fisiknya, berkata dengan semangat, "Aku akan menjadi lebih kuat dan menjadi petualang kelas S seperti Arlan. Aku ingin melindungi desa ini dan melakukan perjalanan ke tempat-tempat jauh."Griselda, yang mendengar percakapan mereka, mendekat dan duduk di antara mereka. "Sepertinya kalian punya mumpi yang sangat hebat," katanya dengan senyuman lembut. "Menjadi petualang memang menarik, tapi juga penuh tanggung jawab. Kalian harus siap menghadapi bahaya dan selalu berlatih keras. Louis, Sylphia, dan Arlan mencapai posisi mereka karena dedikasi dan kerja keras mereka."Griselda tersenyum lembut dan memandang para remaja dengan tatapan penuh nostalgia. "Baiklah, aku akan menceritakan sedikit latar belakangku," katanya, suaranya penuh antusias. " Ketika aku masih kecil, aku telah menjadi yatim piatu pada usia tujuh tahun. Orang tua kandungku meninggal dalam sebuah serangan bandit, dan aku harus menghadapi dunia sendirian."Para remaja mendengarkan dengan penuh perhatian, terpesona oleh cerita Griselda. Ia melanjutkan, "Namun suatu hari, aku diadopsi oleh seorang kesatria hebat yang telah merawat dan mendidikku selama enam tahun. Dia bukan hanya ayah angkatku, tapi juga guruku. Aku belajar banyak darinya, dari teknik bertarung hingga nilai-nilai seorang kesatria."Griselda menghela napas sejenak sebelum melanjutkan, "Pada usia 13 tahun, aku memutuskan untuk mendaftar sebagai petualang. Aku bekerja keras, dan berkat latihan dan bimbingan dari ayah angkatku, aku berhasil mencapai peringkat A. Selama bertahun-tahun, aku menghadapi banyak tantangan dan petualangan. Namun, pada usia 21 tahun, setelah kehilangan ayah angkatku dalam sebuah pertempuran, aku memutuskan untuk mengikuti jejaknya dan menjadi kesatria. Itu adalah cara bagiku untuk menghormati warisannya dan melanjutkan tugas yang telah dia emban selama hidupnya."Ketika Griselda selesai bercerita, suasana menjadi tenang. Para remaja, terinspirasi oleh kisah perjuangan dan dedikasi Griselda, merasa lebih termotivasi. Mereka menyadari bahwa untuk mencapai impian mereka, mereka perlu lebih dari sekadar keterampilan fisik; mereka juga memerlukan ketahanan mental dan semangat yang kuat."Terima kasih, Griselda, atas cerita dan bimbinganmu," kata Finn dengan penuh rasa hormat. "Kami akan berlatih dengan lebih keras dan berusaha menjadi seperti kamu dan orang-orang hebat yang kami kagumi."Griselda tersenyum bangga. "Aku percaya pada kalian semua. Teruslah berlatih dan jangan pernah menyerah pada impian kalian. Suatu hari nanti, kalian juga akan memiliki cerita yang bisa menginspirasi orang lain."Dengan kata-kata semangat dari Griselda, para remaja bangkit dan kembali berlatih dengan energi baru. Mereka melatih setiap gerakan dengan tekun, mengasah keterampilan mereka dan memperkuat fondasi untuk masa depan mereka sebagai petualang. Griselda mengawasi mereka dengan penuh kebanggaan, mengetahui bahwa generasi berikutnya akan siap untuk melindungi desa Gatewood dan menjelajahi dunia luar dengan keberanian dan tekad yang sama seperti dirinya.