Seorang pelayan wanita kediaman terlihat sedang menyusuri koridor kediaman bangsawan Taji, ketegangan tampak jelas menyelimuti wajahnya, berjalan dengan tergesah gesah dan terburu buru menuju timur kediaman. Ketika hampir tiba di ujung koridor dekat gapura timur kediaman, pelayan wanita itu sekilas melihat ke sekeliling, dan setelah memastikan tidak ada seorangpun yang memperhatikan, diam diam menuju sudut sepi tak jauh dari gapura timur yang tengah dijaga oleh beberapa penjaga kediaman, serta dengan caranya sendiri, pelayan wanita itu menarik perhatian salah seorang penjaga gapura untuk mengikutinya.
Gayung bersambut, sesaat setelah sudut matanya menangkap sosok pelayan wanita tersebut, salah satu penjaga gapura dengan hati hati dan tanpa disadari para penjaga lain, segera memisahkan diri dari rekan rekannya dan bergegas menyusul menuju sudut sepi kediaman, dimana disana, pelayan tadi telah menunggu kedatangannya dengan gelisah sembari sesekali melihat ke sekeliling. Lantas, pelayan wanita itu membisikkan sesuatu ke telinga penjaga gapura, yang kemudian diikuti anggukan kepala oleh penjaga gapura tersebut, sebelum akhirnya keduanya kembali memisahkan diri dan bergegas pergi meninggalkan sudut sepi kediaman.
Di sisi lain kediaman, seorang pelayan wanita lain juga terlihat tergesa gesa dan terburu buru menyusuri koridor menuju kaputren, wajahnya juga sama tegangngnya seperti pelayan sebelumnya. Kediaman bangsawan Taji benar benar telah diselimuti ketegangan, suasana sore hari yang begitu cerah dan indah, seolah tidak dapat dirasakan hampir di seluruh komplek kediaman bangsawan Taji, hampir seluruh penjuru kediaman terasa gelap dan suram. Ketegangan semakin kian terasa memenuhi udara, di saat pelayan itu melewati gapura kaputren dan begitu juga selanjutnya, setelah memasuki paviliun tempat sang Nyonya besar tinggal, di mana di dalamnya, seorang kepala pelayan pria bersama seorang lagi kepala pelayan wanita, telah lebih dulu menemui bangsawan Shin Duk yang sedang duduk ditemani Lin Tang di sebuah meja dalam ruang peristirahatan sang Nyonya Besar. Sungguh ruang peristirahatan yang sangat besar dengan segala kemewahannya, dan bahkan lebih besar daripada ruang peristirahatan sang suami di paviliun utama, binar binar kemilau kemewahan hampir memenuhi tiap sisi ruangan. Akan tetapi, binar binar serta kemilau kemewahan itu seolah terlihat kusam dan seolah sama sekali tak berharga, di tengah ketegangan yang begitu sangat terasa memenuhi seluruh ruangan.
"Bagaimana keadaan di sana?!" Tanya bangsawan Shin Duk, sesaat setelah pelayan itu memasuki ruangan dan bergabung dengan dua pelayan lain yang telah lebih dulu ada di dalam, berdiri di sisi kiri kepala pelayan wanita yang berdiri berdampingan dengan kepala pelayan pria di seberang meja di hadapannya.
Lalu, tanpa menunggu, pelayan yang baru saja tiba itu menceritakan semua yang disaksikan dalam ruangan, dimana dalam ruangan tersebut, Cempaka tengah berusaha mengobati bangsawan Taji dari kelumpuhan, dimana di ruangan itu juga, dirinya serta beberapa pelayan lain, menyaksikan Cempaka menggunakan gelembung air yang sangat besar untuk mengeluarkan cairan hitam dari dalam tubuh bangsawan Taji. "Kami semua yang ada di sana, hampir saja tidak bisa mempercayai apa yang kita saksikan, Nyonya. Keahlian Nona Cempaka benar benar luar biasa, Nyonya. Cara yang digunakannya Berbeda dengan semua ahli pengobatan yang pernah Nyonya datangkan untuk mengobati Tuan Taji". Tidak hanya itu, pelayan itu juga mengutarakan pandangan pribadinya terhadap Cempaka, menurutnya, meskipun berusia masih sangat muda, keahlian Cempaka sebagai ahli pengobatan tidak bisa disangkal lagi, begitu sangat mengagumkan. Bahkan, dengan terang terangan, tanpa ragu, pelayan itu mengungkapkan kekhawatirannya akan kesembuhan bangsawan Taji yang hanya tinggal menunggu waktu. "Selama ini, kita mendengar kehebatan Dewi Jampi hanya dari cerita mulut ke mulut. Tetapi hari ini, kita bisa melihatnya secara langsung, dengan mata kita sendiri, Nyonya. Secara tidak langsung, kita bisa melihatnya dari keahlian Nona Cempaka dalam menangani penyakit Tuan Taji. Apa yang harus kita lakukan, Nyonya. Bagaimana jika Nona Cempaka bisa mengobati Tuan Taji, dan Tuan Taji benar benar sembuh, bagaimana nasib kami selanjutnya, Nyonya?!". Pelayan wanita itu melanjutkan semua perkataannya dengan panik.
Kontan saja, kepanikan mendadak memenuhi udara dalam ruangan, bercampur dan menyatu menjadi satu, dengan ketegangan yang telah lebih dulu berkuasa dalam ruangan, menciptakan sebuah ketakutan yang mengalir bersama hembusan nafas tiap orang yang ada dalam ruangan.
"Hentikan rengekanmu!" Hardik kepala pelayan wanita kediaman, menyuruh bawahannya tersebut agar diam dan berhenti merengek dengan panik, ketakutan serta kepanikan juga menyelimuti wajahnya, tangannya terlihat gemetaran.
Seketika, pelayan wanita itu menutup rapat rapat mulutnya, dan seketika itu juga, pelayan itu menunduk sembari bergumam. "Maafkan saya".
"Bu, bagaimana jika Nona Cempaka, benar benar bisa menyembuhkan Romo?". Sahut Lin Tang, menoleh ke kanan, bertanya kepada Ibunya dengan kelopak mata bergetar, begitu pula nada suaranya, ketakutan serta kepanikan terlihat jelas menguasai dirinya. "Apa yang harus kita lakukan?!".
"Kau tenanglah!". Dengan nada suara yang terkesan dipaksakan terdengar setenang mungkin, bangsawan Shin Duk mencoba menenangkan putrinya, kemudian terdiam.
Hening, semua terdiam, kebisuan melanda ruangan, yang terdengar di telinga mereka hanyalah detak jantung masing masing yang berdegup kencang, dan terdengar begitu kerasnya di telinga hingga serasa menggema memenuhi seluruh ruangan, sebelum akhirnya keheningan itu pecah, oleh suara kepala pelayan wanita yang berkata kepada pelayan di sisi kirinya. "Jika tidak ada lagi yang ingin kau sampaikan, kau boleh pergi".
Pelayan itu mengangguk, lalu membungkuk kepada bangsawan Shin Duk, sebelum bergegas melangkah keluar dari ruangan. Dan untuk beberapa saat kemudian, suasana ruangan tetap tak berubah, keheningan serta kebisuan tetap mencekam seisi ruangan, kepanikan serta ketakutan mengombang ambing dan menenggelamkan mereka dalam pikiran masing masing.
Senyum sinis tiba tiba berkembang di sudut bibir bangsawan Shin Duk, setelah terlintas kembali di benaknya perkataan salah seorang pelayan yang dibisikkan di telinganya sesaat sebelumnya, di saat dirinya menemani Cempaka memeriksa tubuh sang suami di paviliun utama. Sedangkan, kedua kepala pelayan yang mengetahui akan hal itu, melihat bangsawan Shin Duk dengan penuh keheranan. Lalu bangsawan Shin Duk menoleh ke kiri, menatap Lin Tang yang duduk dengan kepanikan menyelimuti wajahnya. "Kau tenanglah!" Ucapnya, kembali mencoba menenangkan putrinya, suaranya juga terdengar lebih tenang daripada sebelumnya, lantas kembali berpaling ke depan, menatap kedua kepala pelayan yang berdiri keheranan di seberang meja di hadapannya, dengan sinis, penuh percaya diri dan tanpa ragu berkata. "Tidak akan semudah itu".
Semenjak pertemuan pertama kalinya dengan Cempaka di aula utama, meskipun samar dan seolah tidak nyata, serta tidak semua orang bisa menyadari gambaran emosi di wajahnya yang terus berubah ubah seiring waktu. Kali ini, simpul yang sempat terlihat di wajah bangsawan Shin Duk yang menggambarkan telah terlepasnya belenggu dalam pikirannya, ketika berdiri di samping Cempaka dan memperhatikan gadis cantik itu dari dekat, kini kembali terlihat mengembang di wajahnya. Wajahnya yang sebelumnya dicekam kepanikan, kini terlihat seolah lepas tanpa beban, keyakinan yang berapi api juga tampak jelas dari sorot matanya, semua perkataan selanjutnya yang keluar dari bibirnya diucapkan tanpa sedikitpun keraguan, sebaliknya, senyum ejekan menghiasi tiap kalimat yang terucap dari bibirnya. Wajahnya yang suram karena kepanikan, yang kini terlihat seolah lepas tanpa beban, perlahan menunjukkan keangkuhan serta kesombongan yang selalu tersembunyi rapi dibalik keahlian satu satunya yang dimilikinya dalam bermain kesan, bersama tutur lemah lembut yang telah menjadi ciri utama bangsawan Kawi, serta kecantikan paripurna sosok seorang bangsawan dengan kilau kemewahan yang selalu ditonjolkan dalam tiap waktu dan kesempatan, yang dijadikannya sebagai harga mati untuk mengangkat harga diri setinggi tingginya, sekaligus sebagai cangkang untuk menutupi segala sesuatu yg tersembunyi dengan rapi dibaliknya. "Tidak akan semudah itu. Kalian tahu? Racun Tujuh Teratai Api adalah salah satu dari sepuluh racun mematikan yang sampai saat ini belum ada penawarnya. Buktinya, berapa puluh ahli pengobatan tersohor dari negeri ini, yang pernah kudatangkan dengan mengorbankan banyak sekali harta dengan percuma, tidak ada yang sanggup menemukan keberadaan racun Tujuh Teratai Api dalam tubuh pria tua itu, apalagi untuk membuat penawarnya. Kalian tadi juga dengar sendiri, ketika aku bertanya kepada gadis murid Dewi Jampi itu, jawabannya sama saja dengan para ahli pengobatan lain, yang tidak mengetahui nama penyakit pria tua itu. Itu sudah cukup menunjukkan kepada kita, jika murid Dewi Jampi atau bahkan gurunya sendiri, sama saja dengan semua ahli pengobatan lain yang tidak bisa berbuat apa apa. Apalagi, gadis itu cuma sekedar menggunakan gelembung air mainan anak anak, untuk mengeluarkan racun Tujuh Teratai Api dari tubuh pria tua itu, itu sangat tidak mungkin, mustahil".
Sadar semua yang disampaikan Ibunya sangat memandang remeh sesuatu yang bukan menjadi tidak mungkin, akan menimbulkan malapetaka bagi dirinya dan bisa saja mengancam nyawanya, Lin Tang menyangkal dengan mencibir perkataan Ibunya. "Bagaimana Ibu bisa sangat begitu yakin, padahal Ibu sendiri belum pernah melihat kemampuan mereka?! Bagaimana jika itu sebaliknya, Bu? Bagaimana jika semua itu tidak sesuai dengan yang Ibu perkirakan? Apa Ibu sudah lupa, semua ketakutan yang mengganggu Ibu beberapa hari ini? Bagaimana jika ketakutan itu benar benar terjadi pada kita, Bu?".
"Jangan khawatir, percayalah pada Ibu! Kau tidak tahu racun Tujuh Teratai Api itu seperti apa. Selain racun itu adalah racun yang mematikan, sejak awal, aku sudah sangat yakin, tidak ada seorangpun yang dapat membuat pria tua itu terhindar dari kematian. Kau tahu kenapa? Karena sampai saat ini, racun itu belum ada penawarnya. Kenyataan itulah yang semakin membuatku yakin, tidak ada seorangpun yang sanggup menyembuhkan pria tua itu dari racun Tujuh Teratai Api dalam tubuhnya. Jika racun Tujuh Teratai Api sudah ada penawarnya, mana mungkin, racun itu tetap menjadi salah satu dari sepuluh racun mematikan yang tanpa memiliki penawar. Karena alasan itu juga, waktu itu dengan senang hati aku menyetujui saran para tetua untuk memanggil Dewi Jampi".
"Meskipun racun Tujuh Teratai Api terkenal belum ada penawarnya, Ibu tidak seharusnya mengabaikan kemampuan Dewi Jampi, yang sebaliknya juga terkenal di mana mana. Bahkan aku juga sempat dengar, tidak hanya di negeri ini, negeri tetangga juga mengakui kehebatannya. Kita tadi juga sudah lihat sendiri, semua yang dilakukan Nona Cempaka di paviliun utama. Tidakkah Ibu lihat, cara yang digunakan Nona Cempaka untuk memeriksa Romo, berbeda dengan cara ahli pengobatan lain yang pernah datang kesini untuk mengobati Romo. Bagaimana, jika Nona Cempaka sanggup mengeluarkan racun itu dari tubuh Romo dengan caranya sendiri, Bu?".
Di satu sisi, merasa sangat tidak senang jika ada yang menentang dan mengabaikan mentah mentah perkataannya, di sisi lain ia juga sangat terpojok oleh perkataan Lin Tang, bangsawan Shin Duk membalas perkataan Lin Tang dengan menaikkan nada bicaranya. "Apa kau sekarang sudah berani menggurui Ibumu!?".
"Bukan begitu maksudku, Bu. Aku hanya tidak ingin kehilangan apa yang telah kita miliki karena kesalahan kita sendiri. Apa Ibu lupa, berapa lama racun itu berada didalam tubuh Romo? Seharusnya Ibu menyadari sesuatu. Jika racun itu benar benar mematikan, bagaimana mungkin, Romo bisa tetap bertahan sampai saat ini? Semua orang di sini tahu, Bu. Hanya dengan gelembung air, para pelayan menyaksikan Nona Cempaka mengeluarkan cairan hitam dari tubuh Romo. Kenapa Ibu tidak sedikitpun berpikiran, bagaimana jika cairan hitam itu adalah racun Tujuh Teratai Api?! Bukankah terlalu bodoh untuk mengabaikan hal itu begitu saja?!".
"Bagaimana kau bisa begitu yakin, cairan hitam itu adalah racun Tujuh Teratai Api?". Dengan sinis, bangsawan Shin Duk menggunakan perkataan Lin Tang sebelumnya untuk bertanya.
"Kenapa aku harus yakin, Bu?! Aku hanya menyarankan, agar kita merencanakan sesuatu untuk mengatasi kemungkinan yang bisa saja terjadi sebaliknya, dan jika perkiraanku itu benar terjadi, Ibu pasti tau sendiri apa akibatnya. Kita akan kehilangan semuanya, Bu. Bahkan, kita juga bisa kehilangan nyawa kita, dan lebih buruk dari itu, kita akan berakhir di penjara. Apa Ibu siap dengan semua itu? Aku tidak tahu dari mana Ibu mendapat pemikiran bodoh seperti itu, dan siapa yang mempengaruhi Ibu, hingga Ibu bisa seyakin itu dan berani mempertaruhkan segalanya".
Mendengar perkataan Lin Tang yang semakin menyudutkan dirinya, sebaliknya, bangsawan Shin Duk hanya menanggapi dengan melengkungkan sudut kiri bibirnya, dan dengan sinis berkata. "Jadi, sekarang katakan kepadaku apa rencanamu, bagaimana caramu mengatasi hal itu jika benar benar terjadi?".
Lin Tang terdiam, sepatah katapun tidak ada yang terucap dari mulutnya untuk menjawab pertanyaan Ibunya.
Melihat Lin Tang hanya diam dan tidak menjelaskan apapun, membuat bangsawan Shin Duk semakin besar kepala, Dan mencibir putrinya dengan kembali melengkungkan sudut bibir kirinya.
"Nyonya. Sejak awal, kita memang terlalu percaya diri dan tidak mempersiapkan rencana apapun untuk berjaga jaga, jika saja semua yang telah kita rencanakan tidak sesuai perkiraan. Menurutku, yang dikatakan Dhen Ayu ada benarnya, sebaiknya kita juga memikirkan cara untuk mengatasinya sebelum terlambat". Kepala pelayan pria yang sejak semula diam dan memperhatikan, ikut angkat suara menimpali perkataan Lin Tang.
"Kalau begitu, bagaimana rencanamu?".
"Mungkin sebaiknya kita lihat dulu perkembangannya, Nyonya. Sebelum memutuskan apa yang harus kita lakukan selanjutnya".
"Aku tanya, apa rencanamu? Bukan memintamu untuk menyuruhku menunggu".
Seperti halnya Lin Tang, kepala pelayan pria itu seketika terdiam tanpa bisa menjelaskan apapun.
Sudut kiri bibir bangsawan Shin Duk kembali melengkung. "Aku benar benar dikelilingi orang orang tak berguna," Ccibirnya sinis. "Kalian berdua dengarkan baik baik perkataanku!". Lalu berpaling ke kiri, melihat ke arah Lin Tang yang masih diselimuti kepanikan serta keengganan untuk sepaham dengan perkataan Ibunya. "Kau juga dengarkan!" Lanjutnya. Sebelum kembali berpaling ke depan dan berkata. "Kalian diam saja dan Lakukan saja perintahku, maka semua akan baik baik saja, pada akhirnya pria tua itu tetap akan mati. Sejak pertama aku masuk kediaman ini, aku tidak pernah kehilangan apapun yang telah kumiliki, dan sampai kapanpun, semua yang telah kumiliki akan tetap kumiliki".