Chereads / KURO / Chapter 20 - Sesuatu Yang Tersembunyi

Chapter 20 - Sesuatu Yang Tersembunyi

Senja merambat pelan, panorama jingga menghiasi seluruh kediaman. Di depan gapura komplek kaputren kediaman bangsawan Taji, Lin berdiri mematung bersama dua penjaga kediaman yang juga berdiri mematung pada tiap sisi luar gapura, sosoknya tampak bersemu jingga layaknya arca batu penjaga gapura, di tengah siraman cahaya jingga sang burung emas yang tampaknya sudah terlalu lelah untuk terus membuka mata, setelah seharian tak henti hentinya membakar mayapada. Menurut tradisi yang berlaku dalam keluarga besar Kawi, kecuali karena adanya suatu alasan atau dalam keadaan tertentu, tidak sembarang pria diizinkan memasuki komplek kaputren, dan oleh sebab alasan itu juga, dengan terpaksa Lin harus menunggu Cempaka yang tengah menemui bangsawan Shin Duk di depan gapura kaputren.

Sementara itu, dari arah dalam kaputren, ditemani seorang pelayan wanita kediaman bangsawan Taji, Cempaka terlihat sedang berjalan di antara pagar bunga warna Warni yang tumbuh indah sepanjang kanan kiri jalan menuju gapura kaputren, serta seolah berubah warna menjadi bersemu keemasan ditengah sepuhan cahaya mentari senja. "Bagaimana?" Tanya Lin, sesaat setelah mengetahui Cempaka telah melangkah keluar gapura dan menghampirinya.

"Ehm...". Cempaka mengangguk. Lantas, kedua kakak beradik itu mengikuti pelayan wanita kediaman yang datang bersama Cempaka menuju paviliun peristirahatan mereka.

Bersamaan dengan itu, di dalam paviliun utama kaputren, tabir kebahagiaan, suka cita serta bunga bunga harapan atas kesembuhan bangsawan Taji, yang untuk beberapa saat lalu dibentangkan selebar lebarnya oleh bangsawan Shin Duk, Lin Tang serta kedua kepala pelayan mereka, menyambut kabar baik dari Cempaka atas keberhasilannya dalam mengangkat penyakit dari tubuh bangsawan Taji, yang disampaikan sendiri oleh Cempaka secara langsung kepada bangsawan Shin Duk di paviliun utama kaputren. Tetapi lebih dari itu, tabir tabir wajah mereka bentangkan untuk menyamarkan kekhawatiran, kepanikan, ketakutan, kesombongan serta keangkuhan di wajah wajah mereka, dan yang paling penting, menyembunyikan apa yang sudah menjadi keharusan untuk selalu tersembunyi dari pandangan Cempaka. Kini, usai Cempaka undur diri dan tidak ada lagi orang luar di paviliun utama kaputren, rona kebahagiaan serta beribu asa di wajah wajah mereka perlahan pudar dan seketika itu sirna, berganti dengan kekhawatiran akan masa depan dan juga ketakutan terhadap keselamatan nyawa mereka selanjutnya, begitu rumit mencengkram wajah wajah mereka, terutama Lin Tang serta kedua kepala pelayan kediaman. Namun, semua itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap bangsawan Shin Duk, sebaliknya, kesombongan yang telah menjadi sifat alami bangsawan Shin Duk kembali menunjukkan seringai keangkuhannya, kabar keberhasilan Cempaka dalam upayanya mengangkat penyakit bangsawan Taji diragukan kebenarannya. Bahkan, dengan lantang mengatakan. "Hime cantik keluarga Hiragana itu adalah pembohong besar yang tidak dapat dipercaya". Bukannya itu tanpa alasan, seperti keangkuhan yang ditunjukkan saat mengabaikan semua saran dari Lin Tang dan kepala pelayan kepercayaannya, ditambah sesaat setelah Cempaka undur diri dan meminta izin untuk diantar menemui serta memberi hormat kepada bangsawan Sima, seorang pelayan datang memasuki paviliun utama kaputren dan menyampaikan. "Meskipun Cempaka dengan gelembung kapsul airnya telah mengeluarkan cairan seperti minyak berwarna pekat dari tubuh bangsawan Taji, keadaan bangsawan Taji tetap tanpa perubahan, keadaan bangsawan Taji tetap sama seperti sebelumnya, tubuhnya tetap diam dan tak bergerak. Sebaliknya, sekarang lebih parah, bangsawan Taji kini tidak lagi bisa membuka mata". Perkataan pelayan tersebut benar benar dipegangnya erat, sebaliknya menganggap angin lalu perkataan Cempaka yang mengatakan. "Untuk beberapa hari kedepan, bangsawan Taji akan tetap tidak sadarkan diri, serta selama masa pemulihan kondisinya, bangsawan Taji hanya akan mendapat asupan makanan berupa pil darinya". Selain itu, Cempaka sebab alasan etika serta alasan lain sebagai Hasibu pengobatan, sama sekali tidak menyinggung racun Tujuh Teratai Api dalam tiap ucapan yang disampaikan kepada bangsawan Shin Duk, dengan besar kepala serta merasa dirinya lebih dari siapapun, apalagi terhadap orang orang berpakaian sederhana yang selalu dianggapnya rendah, Cempaka dianggapnya tidak mengerti apa apa dan tidak bisa apa apa, kecuali hanya mendompleng nama besar gurunya. Terlebih lagi dari itu semua, bangsawan Shin Duk mengabaikan semua kenyataan yang mengatakan, bahwa tidak satupun yang ada di dunia ini berjalan tanpa melalui proses, semua butuh proses. Meskipun itu terjadi dalam sekejap mata, semua tetaplah melalui proses yang juga sekejap.

Selang sejenak, kepala pelayan wanita memasuki ruangan, selepas memerintahkan salah seorang pelayan bawahannya untuk mengantar Cempaka menemui bangsawan Sima di paviliun tamu, dan untuk beberapa saat yang lalu tetap bertahan di luar paviliun utama kaputren, menunggu kabar penting selanjutnya yang dibawa oleh pelayan bawahannya yang lain dari paviliun tamu. "Bagaimana? Anak itu sudah meninggalkan paviliun tamu?" Tanya bangsawan Shin Duk, menyambut kembalinya wanita kepercayaannya tersebut di dalam ruangan.

"Tidak ada yang penting dari paviliun tamu Nyonya. Nona Cempaka hanya memberi hormat kepada Gusti Ayu Sima, berbincang ringan sejenak, sebelum Nona Cempaka pamit untuk undur diri. Tidak ada satupun pembicaraan yang menyinggung Nyonya ataupun kediaman. Kecuali Gusti Ayu yang bertanya kepada Nona Cempaka, mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan Nona Cempaka terhadap Tuan Taji".

"Lalu apa yang dikatakan pembual kecil itu?".

"Sama seperti yang Nona Cempaka sampaikan kepada kita Nyonya, bahwa Nona Cempaka telah berhasil mengangkat penyakit dari tubuh Tuan Taji, dan mulai besok, secara bertahap Nona Cempaka akan mulai memulihkan kondisi Tuan Taji, yang menurut Nona Cempaka akan memakan waktu Cukup lama hingga Tuan Taji benar benar pulih sepenuhnya. Nona Cempaka juga meminta Gusti Ayu Sima, untuk tidak terlalu khawatir".

"Apa wanita bodoh itu juga langsung percaya perkataan pembual kecil itu? Seperti wanita bodoh itu langsung percaya kabar kalau teman baik nya telah mati?" Kejar bangsawan Shin Duk, senyum ejekan melengkung di sudut kiri bibirnya, bersamaan dengan tawa ejekan yang juga keluar dari sela kedua bibirnya.

"Sepertinya begitu Nyonya," Jawab kepala pelayan wanita, ragu.

Sudut kiri bangsawan Shin Duk kembali melengkung, seringai jahat berkembang di wajahnya. "Jangan khawatirkan orang orang bodoh itu! Lakukan saja perintahku, dan kupastikan semua akan baik baik saja. Sekarang kalian boleh pergi!" Pungkasnya.

"Baik Nyonya". Secara bersamaan, kedua kepala pelayan kediaman kemudian membungkuk kepada bangsawan Shin Duk, sebelum berbalik lalu melangkah menuju pintu ruangan.

Bersamaan pintu ruangan yang ditutup kembali dari luar, Lin Tang bangkit dan menyusul meninggalkan paviliun utama kaputren menuju paviliun pribadinya. Dan setibanya di paviliun pribadinya, di dalam ruang peristirahatan pribadinya yang tidak ada orang lain lagi ada di dalamnya, selain dirinya sendiri serta seorang pelayan kepercayaannya, Lin Tang segera mendudukkan dirinya pada kursi sebuah meja dalam ruang peristirahatannya, dan berkata kepada pelayan pribadinya yang berdiri di sisi meja di samping depannya. "Kau awasi Dayang Gusti Ayu Sima yang bernama San!".

"Apa yang akan Dhen Ayu rencanakan?".

"Nanti kuberitahu. Sekarang lakukan dulu apa yang kukatakan dan laporkan kepadaku semua yang kau dapat! Tapi ingat, kau harus hati hati dan lakukan secara diam diam, jangan sampai orang orang paviliun utama mengetahuinya!".

"Saya mengerti Dhen Ayu," Balas pelayan Lin Tang, kemudian hendak melangkah meninggalkan meja. Namun, seketika itu juga Lin Tang mencegahnya.

"Tunggu...! Kau juga diam diam awasi Nona Cempaka dan saudaranya!". Lantas, Lin Tang memberi isyarat kepada pelayan kepercayaannya tersebut untuk mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga pelayannya, sesaat kemudian kembali menjauhkan kepala dari telinga pelayannya sembari berkata. "Kau harus melakukan semuanya diam diam!" Imbuhnya kembali menandaskan.

"Dhen Ayu jangan khawatir!" Jawab pelayan Lin Tang meyakinkan tuannya, sebelum kemudian bergegas melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Di sudut lain kediaman, sama halnya Lin Tang yang diam diam memerintahkan pelayan kepercayaannya untuk mengawasi Lin, Cempaka serta San secara diam diam tanpa sepengetahuan Ibunya, kepala pelayan pria bersama kepala pelayan wanita kediaman, juga membicarakan ketakutan akan nasib mereka selanjutnya apabila bangsawan Taji benar benar sembuh dari penyakitnya, di suatu tempat dimana cahaya keemasan mentari senja terhalang untuk masuk ke dalamnya, serta tentunya tanpa ada seorangpun di sekitar mereka dapat mendengar apapun yang mereka bicarakan. "Apa yang akan kita lakukan?!" Kata kepala pelayan wanita kediaman dengan panik, ketakutan akan nasib masa depan mereka semakin mencekam wajahnya semenjak meninggalkan paviliun utama kaputren.

"Kau tenangkanlah dirimu!" Balas kepala pelayan pria, mencoba terlihat setenang mungkin di mata lawan bicaranya, tetapi sejatinya, ia juga sama halnya dengan kepala pelayan wanita, ketakutan luar biasa akan nasib mereka selanjutnya juga menyerang dirinya.

"Tenang tenang! Bagaimana aku bisa tenang?!". Dengan gusar, kepala pelayan wanita membantah. "Kau harus memikirkan sesuatu untuk keselamatan kita!".

"Apalagi yang bisa kita lakukan, selain melakukan apa yang Nyonya perintahkan kepada kita?!" Jawab kepala pelayan pria, skeptis.

"Ingatlah, kita mempunyai putra. Kau juga harus memikirkan masa depannya! Bagaimana nasib putra kita, jika kita berdua mati di sini?".

Kepala pelayan pria menghela nafas dalam dalam, ia berusaha berpikir jernih dan tidak terbawa suasana. "Maka dari itu, kukatakan padamu agar kau tenang!" Ucapnya kemudian. "Bagaimana aku bisa berpikir, jika kau terus terusan berkata dengan panik?!".

Mendengar perkataan sang suami, kepala pelayan wanita kediaman menghela nafas dalam dalam serta mencoba menenangkan dirinya.

"Untuk memikirkan apa yang akan kita lakukan, kita jangan terburu buru untuk memutuskan sesuatu, kita lihat dulu perkembangannya". Kepala pelayan pria melanjutkan, lalu menoleh kepada sang istri yang berada di sisi kirinya. "Bagaimana menurutmu, jika semua yang dikatakan Nyonya ada benarnya?".

Mendengar perkataan suaminya yang sama sekali tidak terlintas dalam pikirannya sebelumnya, kepala pelayan wanita seketika menoleh kepada sang suami, alisnya terangkat, kebingungan terlihat dari sorot matanya. Dan untuk sesaat, keduanya hanya saling berpandangan satu sama lain dalam kebisuan, sebelum akhirnya kepala pelayan wanita kembali mengalihkan pandangannya ke depan, wajahnya kini menjadi terlihat sangat bimbang.

Hampir bersamaan dengan itu, di saat hampir seluruh penjuru kediaman bangsawan Taji dicekam kepanikan, di bagian belakang kediaman, tepatnya di halaman depan dua paviliun joglo yang saling berhadapan satu sama lain, dan sama sekali tak tersentuh oleh kepanikan yang melanda hampir seluruh penjuru kediaman bangsawan Taji. Pengawal Wong, bersama ketiga pengawal lainnya serta para pengiring pria bangsawan Sima, tengah berbincang ringan dengan diselingi canda serta tawa ringan di antara mereka, menikmati segarnya udara senja hari yang begitu cerah, sembari membunuh waktu luang mereka selama tinggal di kediaman bangsawan Taji. "Adhen dari mana? Nona San dari tadi menunggu Adhen di dalam," Tanya salah seorang pengusung joli, melihat Kuro yang tiba tiba muncul dari samping paviliun, diikuti oleh pandangan semua mata yang ada di halaman paviliun tertuju ke arah datangnya Kuro.

"Dari sana". Kuro menjawab dengan menunjuk arah yang tidak jelas, tangannya mengarah ke belakang kediaman, tetapi secara kasat mata, telunjuknya menunjuk salah satu paviliun yang berdiri di bagian belakang komplek kediaman, tidak menunjuk secara langsung hutan bambu yang ada jauh di belakang komplek, sambil mengalihkan langkah yang sebelumnya hendak menghampiri pengawal Wong serta yang lain, menuju pintu paviliun.

Sementara itu, dalam paviliun yang berdiri di sisi kanan pengawal Wong yang tengah bercengkrama bersama para pengawal serta pengiring lainnya, melihat Kuro memasuki ambang pintu paviliun, San bergegas bangkit dari duduknya, lalu menyeret Kuro menuju belakang paviliun. Sedangkan Kuro yg merasa bingung karena San tiba tiba saja menyeretnya, hanya memasang wajah bodohnya yg kebingungan mengikuti San tanpa sedikitpun membantah. "Aku ingin Adhen membantuku!" Kata San setelah keduanya berada di ruang belakang paviliun.

Sejenak, Kuro melihat sekeliling, dan setelah mengetahui alasan kenapa San menyeretnya ke belakang, lantas ia berkata dengan suara nyaris berbisik. "Apa kita akan membuat kekacauan lagi seperti di desa Mundu?".

San mengangguk, lalu menyeringai genit, serta dengan cara bicara yang juga nyaris berbisik, ia pun berkata. "Tapi kali ini Gusti Ayu tahu yang kita lakukan". Lantas, San mendekatkan bibirnya ke telinga Kuro dan berbisik.

Kuro mendadak mengernyitkan dahi, pupil mata birunya mengecil. "Nyonya Gie Wang?!". Ia berGumam kaget, menjauhkan telinganya dan menatap San tak percaya.

Melihat wajah Kuro yang tampak begitu kaget, San lantas bertanya dengan tanda tanya besar di kepala. "Ada apa?".

"Sebenarnya, ada yang tidak aku mengerti dan ingin kutanyakan". Kemudian Kuro menceritakan kepada San sebuah tangan yang tiba tiba keluar dari penutup kain di atas gerobak kayu ketika berpapasan di koridor, serta semua yang dilihatnya di ruang bawah tanah pondok di tengah hutan bambu.

Setelah mendengar semua dari Kuro, kini giliran San yang terlihat kaget. "Kenapa Adhen baru cerita sekarang?!" Protesnya emosi.

"Aku ragu?!". Kuro berkilah, lantas kembali bertanya. "Kau tidak mau jawab pertanyaanku!?".

"Nanti aku jelaskan," Jawab San. "Lalu dimana Adhen melihatnya?".

Kuro tak menjawab, lalu mengajak San menuju jendela samping paviliun yang terbuka, dan sambil berkata lirih menunjuk hutan bambu di belakang kediaman. "Di sana".