Dari kejauhan, tampak dua remaja tengah melangkah di belakang seorang pelayan kediaman menyusuri jalan batu yang menghubungkan antara paviliun satu dengan paviliun lain di bagian belakang komplek kediaman bangsawan Taji. "Tuan, bukankah itu Tuan Muda Lin dan Nona Muda Cempaka?". Salah satu pengawal bangsawan Sima yang tanpa sengaja melihat dua sosok remaja itu, memberitahu pengawal Wong dengan penuh keheranan, diikuti oleh pengawal Wong, serta semua orang di halaman dua paviliun saling berhadapan tersebut mengarahkan pandangan mereka ke arah Lin serta Cempaka, yang sedang melangkah di belakang pelayan wanita kediaman menyusuri jalan batu di bagian belakang komplek.
"Ada apa mereka di sini?!" Kata pengawal Wong tak kalah herannya.
"Apa di sini ada yang sakit?!" Tanya salah seorang pengiring pria bangsawan Sima kepada salah satu pengusung joli di sampingnya, bertanya tanya. Tetapi, sama halnya dengan dirinya, pengusung joli yg mendapat pertanyaan itu hanya menggeleng dengan penuh tanya.
Sementara itu, melihat pengawal Wong bersama semua yang ada di halaman paviliun, mengarahkan pandangan mereka ke arah jalan batu bagian belakang komplek kediaman dengan penuh keheranan. Penasaran, Kuro bersama San yang baru saja melangkah keluar melewati ambang pintu paviliun, juga mengarahkan pandangannya ke arah jalan batu dimana pandangan pengawal Wong serta yang lainnya tertuju.
"Hai...!". Sementara San melambaikan tangan kanan ke arah Lin dan Cempaka bersama seorang pelayan kediaman sembari sedikit berseru, dari kejauhan, Lin bersama Cempaka serta pelayan kediaman yang mengetahui lambaian San kepada mereka, sayup tampak mengarahkan pandangan mereka ke arah San yang berdiri di samping Kuro, sambil terus mengayunkan langkah mereka melewati jalan batu. Kuro terpaku di tempat, ia terpukau, binar binar kekaguman berhamburan dari mata birunya, ketika pandangan matanya menangkap pancaran pesona kecantikan dari wajah Cempaka, yang seketika itu juga, menusuk serta menyirami sanubarinya dengan bunga bunga yang tidak bisa digambarkan oleh kata kata. Biarpun untuk pertama kalinya dan juga ia tidak begitu memahami itu perasaan apa, tetapi ia bisa merasakan perasaan itu tidak dirasakan di saat bertemu dengan setiap orang, sebuah perasaan yang menurutnya sedikit di bawah perasaan bahagia yang muncul ketika bersama bangsawan Sima, sedikit diatas San, serta lebih di atas lagi Nyai Bulan, Ping serta yang lain.
San yang menyadari hal itu, seketika melangkah ke depan Kuro, berdiri dan bergaya menghadapnya untuk menghalangi pandangan Kuro ke arah Cempaka. Sembari tersenyum genit,San sedikit memiringkan kepala sambil menempelkan kedua ujung jari telunjuk pada kedua pipi, kedua mata berkedip kedip genit seperti anak kucing, dengan genit ia berkata. "Apa aku kurang cantik?".
Merasa kebahagiaannya mendadak diganggu, mata Kuro menyipit, dahi mengernyit, ia menatap San yang berdiri sok cantik di depannya dengan wajah geli yang sangat aneh, kemudian berpaling ke kiri sembari berlagak muntah. "Hueeek...!". Lantas kembali menghadap San sembari mendorong leher San ke kanan dengan tangan kanan untuk menyingkirkan San dari hadapannya. Sedangkan, San yang terkikik sambil tetap bergaya sok cantik karena ledekan Kuro, melompat lompat ke kanan bertumpu pada kaki kiri agar tak terjatuh. Dan.
Pletak...! Jitakan tangan kiri San mendarat di kepala Kuro dengan telak.
"Aoo...! Sakit tau Cik...!" Seru Kuro, sedikit membungkuk, mengeluh sambil menggosok gosok kepalanya yang terkena jitakan San, sementara San semakin terkekeh penuh kemenangan.
Tak terima, Kuro lantas berbalik menghadap San, serta dengan wajah dan gaya konyolnya, ia memaki San dengan makian aneh yang tak kalah konyol. Sementara itu, San yang tak mau kalah, balas memaki Kuro dengan tingkah serta makian yang juga sama konyolnya. Sedangkan pengawal Wong bersama yang lain melihat ulah konyol keduanya, mereka yang sebelumnya keheranan karena tiba tiba Lin bersama Cempaka ada di kediaman bangsawan Taji, kini menjadi terhibur dan terkekeh kekeh lebar.
Di sisi lain, Lin bersama Cempaka yang tengah melangkah memasuki halaman sebuah paviliun, sembari terus melangkah di belakang pelayan kediaman, keduanya menoleh serta melihat keributan di depan dua paviliun saling berhadapan tersebut dengan wajah keduanya yang sangat terlihat penasaran sekaligus dipenuhi tanda tanya. Dimana di sana, terlihat pengawal Wong bersama para pengiring bangsawan Sima tengah tertawa tawa melihat tingkah konyol San, yang sedang bertengkar dengan seorang remaja laki laki mengenakan pakaian serba putih dan tidak keduanya kenali, bergerak gerak konyol sambil saling menunjuk satu sama lain, sementara suara pertengkaran mereka yang sampai di telinga keduanya terdengar mencicit cicit layaknya tikus. "Kak, siapa anak itu?! Tanya Cempaka kepada Lin, penasaran.
"Entahlah?! Aku juga baru melihatnya".
Selang berlalu, di dalam paviliun dimana pelayan wanita kediaman tadi membawa kakak beradik itu masuk ke dalam, dan sesaat setelah pelayan wanita kediaman meninggalkan paviliun, seusai mengatakan kepada Lin dan Cempaka akan segera mengirim pelayan untuk mengurus kebutuhan kakak beradik tersebut selama tinggal di kediaman bangsawan Taji. Sementara Lin mendudukkan dirinya pada kursi sebuah meja di tengah ruangan, Cempaka melangkah menuju pintu paviliun, sejenak mengintip keluar paviliun melalui cela pada salah satu daun pintu, sebelum menguncinya lalu kembali melangkah menuju tengah ruangan, kekesalan tidak lagi bisa disembunyikan dari wajah cantiknya. "Ini semua gara gara Ayah dan Ibu," Gerutunya sembari melangkah dengan gusar menuju meja.
Lin yang paham betul keengganan adiknya untuk bersentuhan dengan urusan pejabat, hanya menanggapinya dengan datar. "Apa yang kau temukan?".
"Racun Tujuh Teratai Api," Jawab Cempaka lirih, duduk di kursi meja sisi kiri depan Lin dengan kesal.
Setelah mendapat jawaban dari Cempaka, Lin tidak lagi bersuara, ia hanya tampak berpikir. Dan untuk beberapa saat, keduanya tenggelam dalam kebisuan, sebelum akhirnya Lin kembali menggerakkan bibirnya untuk berkata. "Apa rencanamu sekarang?".
Cempaka tersentak, seketika ia menatap Lin, sebaliknya, alih alih menjawab pertanyaan Lin, tetapi ia mala mengajukan sebuah pertanyaan. "Kak, apa menurutmu Gusti Ayu telah mengetahui sesuatu?!".
Lin tidak lantas menjawab. "Entahlah...?! Aku tidak yakin. Kita juga baru tahu beliau singgah di sini hari ini," Jawabnya kemudian. "Tapi aku yakin, Cik San telah mencium bau busuk di kediaman ini".
Cempaka menghela nafas panjang, wajah cantiknya tiba tiba tampak dalam dilema. "Inilah yang tidak aku suka dari seorang pejabat," Ucapnya. "Aku tidak tau siapa Tuan Taji, dan seperti apa dia dulunya. Betapapun susah payahnya aku mengeluarkan Racun itu untuk menyembuhkannya, ketika ia telah pulih dan aku tidak ada lagi di tempat ini, tidak ada jaminan racun itu tidak akan dimasukkan lagi ke dalam tubuhnya. Bukan tidak mungkin, jika racun itu dimasukkan kembali ke dalam tubuhnya, dan Tuan Taji kehilangan Nyawa, bisa saja mereka menggunakan alasan itu untuk mengkambing hitamkan kita. Meskipun aku berusaha keras untuk menolaknya, tapi sisi lain diriku tidak bisa mengelak dan tetap pergi ke sini untuk mencoba menyembuhkannya, karena itulah tugas utamaku sebagai Hasibu pengobatan".
"Kita tidak perlu ikut campur urusan mereka. Kau konsentrasi saja pada alasan kita berada di tempat ini! Tetapi, jika Gusti Ayu telah merencanakan sesuatu, kita akan siap berdiri di depan beliau. Di samping itu, kita beruntung tidak sejak awal berada dalam masalah ini. Seperti yang selama ini dilakukan nenek Shu Shu, kita juga punya sangat banyak bukti untuk tidak terlibat dalam urusan mereka," Jawab Lin.
Tiba tiba! Pintu paviliun mereka diketuk dari luar. "Tuan Muda, Nona Muda, apa saya boleh masuk? Tolong buka pintunya!". Suara lembut seperti gaya seorang pelayan kediaman terdengar dari luar pintu paviliun, meminta izin untuk masuk ke dalam.
Mengenali suara wanita itu sangat tidak asing lagi ditelinga keduanya, dan juga mengetahui suara wanita itu suara siapa, Lin beserta Cempaka seketika berseru secara bersamaan. "Diamlah...!". Dan San terdengar terkekeh dari luar pintu.
Bersamaan dengan pintu paviliun yang dibuka oleh Cempaka, wajah sok cantik San yang tersenyum licik kepada Lin, muncul di ambang pintu paviliun. "Ada yang ingin kukenalkan kepada kalian berdua," Ucap San kemudian, melangkah masuk ke dalam paviliun menuju meja dimana Lin berada. Akan tetapi, melihat dan menyadari Lin tetap dingin menaruh pandangannya ke pintu paviliun serta sama sekali tidak menghiraukan dirinya. Penasaran pada apa yang terjadi, San menoleh ke belakang, kosong, tidak ada siapapun di belakangnya. Dan ketika sudut matanya menangkap bayangan di pintu paviliun, seketika ia berbalik. Ternyata, Cempaka bersama Kuro tetap tak beranjak dari pintu paviliun, keduanya terpaku di ambang pintu saling berpandangan satu sama lain.
Pipi Cempaka seketika memerah, ia tersipu karena malu, ketika tiba tiba San berdiri di hadapannya serta menghalangi pandangannya kepada Kuro. "Nona tidak akan bisa dengan semudah itu tanpa melewatiku," Ucap San dengan seringai licik. Lantas, baik Cempaka maupun Kuro, dengan malu malu keduanya mengekor di belakang San menuju tengah ruangan.
Setelah San memperkenalkan Kuro kepada Lin dan keduanya saling menjabat tangan masing masing, selanjutnya, dengan malu malu Kuro mengulurkan tangan kepada Cempaka. Lantas, dengan pipi terlihat bersemu kemerahan, Cempaka pun menyambut uluran tangan Kuro. Dan.
Tiba tiba! Kuro bersama Cempaka terlempar ke dalam sebuah ruang tanpa batas, dimana hanya mereka berdua berada di dalamnya dan berdiri saling berhadapan, dengan tubuh masing masing terlihat jelas tanpa penghalang oleh satu sama lain.
Sementara Kuro terbelalak menyaksikan keindahan luar biasa di hadapannya, bola mata birunya bergerak gerak mesum, mulut menganga seperti orang bodoh. Cempaka berteriak histeris, seketika menyilangkan tangan kiri di depan dada, tangan kanan spontan menutupi bagian bawah perut, dan seketika itu juga ia jongkok bersimpuh bertumpu pada lutut.
Sementara itu, di dekat mereka, Lin bersama San melihat Cempaka tiba tiba histeris, seketika menarik tangan kanannya saat menjabat Kuro untuk menutupi bawah perut, dan seketika itu juga, jongkok bersimpuh sembari menutupi dada dengan tangan kiri seolah sedang tidak mengenakan pakaian, sementara Kuro menyeringai konyol dengan wajah bodohnya sambil menggaruk garuk kepala dan berkata. "Maaf, aku benar benar tidak sengaja". Baik Lin maupun San, keduanya mengernyitkan dahi keheranan, bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.
"Nona, kau kenapa?" Tanya San heran, di samping itu, wajahnya juga terlihat menunjukkan kekhawatiran pada apa yang terjadi, sementara Lin kini memperhatikan semua itu dengan sorot mata tajam menyelidik.
Seolah tiba tiba tersadar dari mimpi. Cempaka tersentak, wajah cantiknya memerah, dahi berkerut, bibir sedikit terbuka dengan gigi mengatup erat, sambil menggeram panjang. "Iiih...!". Perlahan bangkit dengan kedua tangan mengepal. Dan.
"Ugh...!". Sebuah pukulan keras Cempaka menghantam perut Kuro.
Braak...! Tubuh Kuro terpental menghantam pintu paviliun. Bersamaan dengan kedua daun pintu yang hancur terbelah serta berterbangan ke halaman paviliun, tubuh Kuro terlempar jauh melintasi jalan batu serta halaman sebuah paviliun di seberang jalan, dan. Braak...! Tubuh Kuro kembali dengan keras menghantam dan menghancurkan dinding depan paviliun di seberang jalan.
Bersamaan dengan itu, tiba tiba mendengar suara keras sesuatu yang hancur karena benturan, hampir bersamaan dengan mereka melihat sosok putih terlempar cepat keluar paviliun dimana sebelumnya San serta Kuro tadi masuk, pengawal Wong beserta para pengiring pria bangsawan Sima seketika berdiri, bertanya tanya, ada apa dan apa sebenarnya yang terjadi. Menyusul kemudian, sosok Cempaka terlihat melesat cepat keluar paviliun menuju paviliun di seberang jalan batu, dan berdiri di ambang dinding depan paviliun yang telah hancur dan berlubang dengan kedua tangan mengepal di samping tubuh. Di sisi lain bagian belakang kediaman, para pelayan kediaman yang mengetahui hal itu, juga mengalami hal serupa dengan pengawal Wong dan juga para pengiring bangsawan Sima lainnya, berdiri terpaku melihat ke arah paviliun dimana Kuro bersama Cempaka berada.
Di tengah ruangan paviliun yang telah berantakan karena hantaman tubuhnya, meja kursi patah, hancur dan terbalik, potongan potongan kayu berserakan di mana mana, tubuh Kuro tergeletak dan terlentang di tengah ruangan. "Pukulannya keras sekali...?! Rusukku pasti banyak yang patah," Rintihnya dengan tubuh babak belur. Namun, ketika hendak berusaha bangkit, Cempaka telah melompat dari ambang lubang dinding paviliun yang hancur, menduduki pinggulnya lalu menghajarnya dengan pukulan beruntun. "Aaa...!" Teriaknya, bersama debu serta batu batu lantai di sekitarnya yang berhamburan kemana mana dan mengepul memenuhi seluruh ruangan, hingga Kepulan debu itu mengepul menerobos keluar paviliun melalui lubang pada dinding paviliun, jendela serta lubang besar pada dinding paviliun yang hancur.
Dalam pekatnya debu yang kian tebal memenuhi seluruh ruangan dalam paviliun, Cempaka terus menghajar Kuro dengan pukulan, hingga sosoknya tidak lagi tampak oleh mata karena tebalnya debu debu yang terus berhamburan. Tiba tiba! Cempaka berhenti bergerak, kepalanya sedikit mendongak, perhatian pikirannya tertuju dan mencoba memastikan apa yang tiba tiba dirasakan sangat menggelitik dirinya, ketika ia merasakan sesuatu yang didudukinya bergerak gerak konyol. Seketika itu juga Cempaka bangkit dan berdiri, menatap tajam Kuro yg tergeletak tak berdaya di bawahnya dan terlihat samar karena debu yang terus berhamburan, wajah cantiknya kian memerah, dahi kian berkerut, gigi gemeletuk, serta kedua kepalan tangannya gemeretak kian mengepal di samping tubuhnya. Menyusul kemudian, sebuah lidah api biru muncul dan menyelimuti kepalan tangan kanannya, membentuk sebuah cahaya berbentuk kepala naga berekor dua lidah api yang menjilat jilat di sisi luar lengannya.
Bersamaan dengan itu, di seberang paviliun. Lin yang berdiri menyaksikan keonaran itu dari ambang pintu paviliun bersama San, seketika itu tersentak, ketika dari lubang besar dinding paviliun di seberang jalan batu, samar terlihat kilatan kilatan cahaya biru di antara pekatnya debu yang tanpa henti berhamburan dalam paviliun. "Ini gawat, dia bisa membunuhnya!?" Gumamnya sangat ketakutan. Seketika itu juga ia melesat ke seberang paviliun. Namun ia terlambat.
"Dasaar mesuum...!" Teriakan keras Cempaka nyaring terdengar hingga ke luar paviliun.
Blaam...! Terjadi sebuah ledakan besar dan begitu dahsyat, bumi bergetar, tanah, batu, serta potongan potongan kayu yang hancur berterbangan dan berhamburan ke segala arah, sementara Lin yang hampir saja mencapai seberang paviliun terpental kembali jauh ke belakang, terhempas jempalitan di halaman paviliun tempatnya semula.