Chereads / KURO / Chapter 15 - Belenggu Di Tengah Hutan Bambu

Chapter 15 - Belenggu Di Tengah Hutan Bambu

Di saat hampir semua perhatian mata penghuni kediaman bangsawan Taji tertuju pada paviliun utama, seorang pelayan diam diam meninggalkan bagian depan komplek kediaman, dan dengan tergesah gesah menyusuri jalan batu di bagian belakang komplek kediaman. Kedua tangannya memegang sebuah buntalan kain yang dipegangnya erat di depan tubuhnya, wajah serta gerak tubuhnya terlihat sangat cemas, Sesekali melihat ke sekeliling dan ke arah belakang, khawatir jangan jangan ada seseorang yang melihat atau mengikutinya, sambil terus berjalan dengan tergesah gesah dan terburu buru menyusuri jalan batu menuju hutan bambu di ujung belakang kediaman. Wajah pelayan itu terlihat sedikit lebih tenang, ketika telah memasuki hutan bambu dan melangkah menyusuri jalan setapak dalam hutan bambu yang mengarah ke tengah hutan. Namun, sama sekali tanpa pelayan wanita itu sadari, dari balik rerimbunan rumpun bambu tidak jauh dari kanan belakang jalan setapak yang pelayan itu lewati, Kuro terus membuntuti dan mengawasi tiap langkahnya menuju ke tengah hutan.

Sesampainya di depan dua pondok yang berdiri di tengah hutan bambu, sementara Kuro bersembunyi di balik rerimbunan rumpun bambu di tepian hutan sebelah kanan pondok, pelayan itu sejenak mengamati sekeliling, sekali lagi melihat ke arah jalan setapak yang membawanya ke tempat itu, dan setelah memastikan semua baik baik saja serta tidak ada yang mengikutinya, baru kemudian bergegas masuk ke dalam salah satu pondok yang berdiri di sebelah kanan pondok lainnya.

Perlahan, serta sesenyap mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan pelayan yang telah berada di dalam pondok, Kuro menyelinap ke samping pondok, mencari cari cela dinding pondok yang bisa digunakan untuk melihat ke dalam, dan ia bergegas mencari cela pada dinding di bagian lain pondok, ketika mendapati pelayan wanita itu dilihatnya masuk salah satu ruang di dalam pondok. Mata birunya seketika menyipit, wajahnya terlihat bingung, di dalam ruangan dalam pondok yang seharusnya pelayan itu ada di dalam, tetapi ia tidak melihat seorangpun ada di dalam ruangan itu. "Aneh?! Kemana perginya orang itu?!" Pikirnya heran dan bertanya tanya.

Dengan wajah kebingungan, ia menarik matanya dari cela dinding, lalu sejenak memperhatikan dinding kayu sebelah kirinya serta sekilas melihat ke sekeliling pondok. Lantas, sekali lagi mengintip ke dalam ruangan. Akan tetapi, di dalam ruangan tetap kosong, tidak terlihat seorangpun ada di sana, kecuali sebuah ranjang tidur yang tampaknya seperti terbuat dari batu persegi panjang, serta sebuah kursi kayu yang duduk manis di samping ranjang, di dalam ruangan juga tidak terlihat pintu lain selain pintu yang digunakan pelayan itu tadi masuk. "Benar benar aneh?! Apa mungkin orang itu bukan masuk ruangan ini?" Pikirnya terus bertanya tanya. "Tapi tidak mungkin, ini dinding samping ruang dimana orang itu tadi masuk". Dan dengan ragu ragu, ia hendak mencari cela lain di belakang pondok, siapa tahu ia salah lihat dan tanpa ia ketahui pelayan itu kembali keluar dan masuk ke ruangan lain dalam pondok. Tiba tiba!

Gradak gradak gradak...! Terdengar suara benda bergeser dari dalam ruangan, seketika itu juga Kuro kembali mengintip ke dalam pondok.

Di dalam ruangan, terlihat dinding kayu di sudut jauh kanan ruangan antara ranjang tidur batu dan dinding yang sejajar dengan dinding tempat Kuro mengintip, bergeser, terbuka dan membentuk sebuah pintu. Menyusul kemudian, pelayan tadi muncul dari dalam ruang gelap di balik dinding, berdiri sejenak di samping kepala ranjang tidur batu yang menempel pada dinding yang bergeser, sebelum akhirnya melangkah keluar ruangan, setelah dinding kayu itu kembali bergeser dan tertutup seperti sedia kala.

Kuro bergegas menyembunyikan dirinya ke belakang pondok, dan sambil mengintip ke depan pondok di sudut kanan dinding belakang, Kuro terus mengawasi pelayan tersebut melangkah meninggalkan pondok, menuju jalan setapak di antara rerimbunan rumpun bambu di depan pondok, hingga bayangan pelayan wanita itu benar benar menghilang dari pandangan ditelan lebatnya hutan bambu. Tanpa buang buang waktu lagi, Kuro menyelinap masuk ke dalam pondok, menuju ruangan tempat di mana dinding yang bisa bergeser itu tadi berada.

Sejenak, Kuro berdiri di sudut ruangan antara dinding dan ranjang tidur batu dalam ruangan, memperhatikan dengan seksama dinding kayu di hadapannya yang tadi sempat dilihatnya bisa bergeser dan terbuka membentuk sebuah pintu. Akan tetapi, meskipun dilihat dari sudut manapun dan dengan cara apapun, dinding kayu itu hanya terlihat sebagai dinding kayu biasa, sama sekali tidak memperlihatkan jika dinding kayu itu adalah sebuah pintu. Kemudian, ia menggaruk garuk kepala sambil bergumam, bingung. "Bagaimana cara membukanya?!". Tiba tiba! Melintas di pikirannya pondok yang ditinggalinya bersama sang Kakek di Telaga Sore, juga memiliki ruang bawah tanah yang hanya bisa dibuka menggunakan kunci kombinasi gerakan tangan.

Mendadak, Kuro menyeringai konyol, memutar tubuh ke kanan, sedikit melangkah ke depan dan berdiri di samping kepala ranjang tidur batu, seperti tadi yang dilihatnya dilakukan pelayan wanita itu sesaat setelah keluar dari ruangan di balik dinding. Namun, setelah melakukan apa yang dilakukan pelayan tadi, tidak terjadi apapun pada dinding kayu di sampingnya, dinding itu tetap diam tak bergeming. Ia kembali menyeringai sambil menggaruk garuk kepala, dan sambil tetap menyeringai, ia kembali menghadap dinding, sekali lagi mencari cari apakah ada tombol atau sesuatu yang bisa digunakan untuk menggeser dinding tersebut, tetapi di sana ia sama sekali tidak melihat apapun, selain dinding kayu. "Payah...". Gerutunya, merasa bodoh sendiri, ternyata tidak semudah seperti yang dilihatnya dilakukan oleh pelayan wanita tadi. "Dasar payah... Pasti ada cara lain, wanita itu tadi pasti tidak cuma hanya berdiri di sini?!" Pikirnya, setelah teringat kembali ketika hendak memasuki ruangan bawah tanah dalam pondok di telaga sore, harus lebih dulu melakukan kombinasi gerakan tangan yang rumit untuk membuka pintunya.

Terbersit di pikirannya untuk menghancurkan dinding kayu di hadapannya, itu cuma dinding kayu biasa, ia juga tidak merasakan adanya lapisan Oura melindungi dinding kayu itu, dengan sekali hantam, dinding kayu itu pasti hancur, kenapa harus bingung bingung mencari cara untuk membukanya. Tetapi dia tidak bisa melakukan hal itu, pasti akan ada masalah yang timbul karena hal itu nantinya. Dengan menggaruk garuk kepala, kesal, Kuro merangkak naik ke atas ranjang tidur batu, dan membaringkan diri di atasnya.

Selang beberapa saat, setelah bosan berbaring dan berguling ke kanan ke kiri memikirkan cara untuk membuka dinding geser di samping kanannya itu, tetapi belum juga berhasil menemukan cara untuk membukanya. Kuro turun dari ranjang, lalu melangkah menuju ke arah sisi dinding ruangan di mana di situ terdapat cela tempatnya tadi mengintip dari luar pondok, berdiri dan bersandar di sana, memperhatikan dinding di samping kiri ranjang batu yang dilihatnya bisa bergeser, sambil mengingat ingat kembali semua yang dilakukan pelayan tadi ketika berdiri di samping kepala ranjang.

Kuro kembali melangkah menuju samping kiri kepala ranjang tidur batu dalam ruangan, sesaat setelah teringat kembali kaki kanan pelayan tadi sedikit bergerak ke depan saat berdiri di samping kepala ranjang. Lantas, berjongkok dan memperhatikan bagian bawah sisi samping kepala ranjang. Namun, lagi lagi tidak terlihat apapun selain permukaan datar batu sisi samping ranjang. Dengan sedikit kesal, Kuro bangkit dan menendang nendang sisi ranjang tidur batu di depannya. Tiba tiba!

Gradak gradak gradak...! Kuro tersentak, seketika menoleh ke kiri, ketika dinding kayu di samping kirinya secara tiba tiba bergeser dan terbuka dengan sendirinya.

Penasaran pada apa yang terjadi, kuro melihat ke bawah, terlihat olehnya salah satu batu persegi panjang yang tersusun menjadi lantai ruangan tertekan ke bawah, karena tidak sengaja terinjak ujung kaki kanannya. Sejenak, ia mengangkat kepala melihat dinding kayu yang terbuka di sampingnya, sebelum kembali berpaling melihat lantai batu di bawahnya. Karena masih penasaran bagaimana itu bisa terjadi, ia coba mengangkat kakinya dari atas lantai batu yang tertekan, kemudian kembali menginjaknya, dan dinding kayu di samping kirinya bergeser menutup.

Kuro menyeringai, sambil terkikik ia kembali menginjak lantai batu persegi panjang itu dengan kaki kanannya, dan tanpa menunggu lama, sambil tetap terkikik ia bergegas masuk ke dalam ruangan di balik dinding.

Di dalam ruangan di balik dinding, Kuro menemukan sebuah lorong sejajar dengan dinding yang bergeser, dengan beberapa anak tangga batu turun mengarah ke bawah lorong, ia juga melihat sebuah tuas geser menempel pada dinding di samping kirinya. Penasaran, iseng ia pun menarik tuas tersebut, dan secara tiba tiba dinding di sebelah kanannya bergeser dan tertutup.

Kuro menuruni anak tangga dan membawanya pada sebuah lorong yang berujung pada sebuah pintu kayu di ujung lorong, dengan beberapa lentera teplok minyak jarak menempel pada kanan kiri dinding lorong sebagai penerangan. Setibanya di ujung lorong, ia berhenti sejenak, memperhatikan dengan seksama sesuatu yang terdengar dari balik pintu di hadapannya. Dan ketika ia mendorong pintu kayu tersebut, ia terhenyak, seketika ia terpaku di ambang pintu, mata birunya melebar, tubuhnya gemetar, ia tak kuasa melihat apa yang ada dalam ruangan.

Di dalam ruangan bawah tanah tersebut, seorang wanita paruh baya tengah duduk di lantai sambil memakan dengan lahap makanan beralas kain di atas lantai di hadapannya, tubuhnya tak terawat, rambut panjangnya awut awutan, pakaiannya lusuh, dengan sebuah rantai besi tertancap pada dinding terikat di pergelangan kaki kanannya. Namun, seketika wanita itu mengangkat kepala menghadap pintu yang tiba tiba terbuka, seketika itu juga, wanita itu beringsut ke belakang hingga bersandar pada dinding batu di belakangnya, sorot matanya liar menyapu segala arah, dan menggumamkan gumaman aneh sembari terkikik kikik layaknya orang gila.

Perlahan, Kuro melangkah mendekati wanita tersebut dan hendak menanyakan apa yang terjadi padanya. Seketika itu juga, ia berhenti melangkah, karena tiba tiba wanita itu berteriak teriak sembari terkekeh kekeh aneh. Dengan tanpa bisa menyembunyikan rasa iba yg memenuhi mata birunya, Kuro mencoba bertanya sambil tetap berdiri di tempatnya. "Bu, apa yang terjadi, hingga Ibu dikurung di tempat seperti ini?". Namun wanita itu tetap berteriak teriak sambil terkekeh kekeh.

Bingung, kenapa wanita itu bertingkah aneh, dan sama sekali tidak tahu kenapa wanita itu bertingkah seperti itu, menurutnya wanita itu juga berbeda dengan kebanyakan orang yang pernah ditemuinya, Kuro bergeser ke dinding di samping pintu, duduk bersandar memperhatikan wanita itu penuh iba. Setelah beberapa saat, setelah wanita itu terlihat lebih tenang, Beberapa kali Kuro berpindah tempat untuk lebih mendekat sembari terus mencoba bertanya kepada wanita itu, tetapi sia sia, wanita itu hanya membalasnya dengan mengucapkan kata kata aneh dan terkekeh. Hingga, pandangannya tertuju pada makanan beralas kain yang ada di atas lantai. Tanpa lagi peduli teriakan wanita itu, kuro mengambil dan meletakkan makanan itu di depannya. "Ibu makanlah!".

Merasa semua usahanya untuk mendekati dan mencari tahu apa yang terjadi pada wanita itu sia sia, ia juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk wanita itu, dengan sangat berat hati serta menyimpan rasa ibanya dalam dalam untuk sementara, Kuro melangkah meninggalkan wanita itu menuju pintu. "Aku nanti akan kembali lagi". Ucapnya, sebelum berbalik dan menutup pintu di belakangnya, kemudian kembali menuju ke atas.

Sesampainya Kuro di ruang depan pondok dan hendak membuka pintu untuk keluar, terdengar suara langkah kaki menuju pondok lain di samping pondok di mana ia berada. Dengan hati hati dan waspada, Kuro perlahan sedikit membuka pintu untuk melihat keluar pondok. "Dia?!" Pikirnya bertanya tanya, ketika dari cela kecil pintu itu, ia melihat Chin Chin bersama seorang pelayan memasuki pondok lain di samping pondok di mana ia berada.