Chereads / KURO / Chapter 14 - Gelembung Kapsul Air

Chapter 14 - Gelembung Kapsul Air

Melihat bangsawan Shin Duk diam terpaku dan tidak membalas perkataannya, Cempaka dengan lembut menegurnya. "Nyonya!". Namun, bangsawan Shin Duk tetap diam dan tak bergeming, lalu sekali lagi ia mencoba menegurnya dengan sedikit lebih keras. "Nyonya!".

Seolah tiba tiba terbangun dari tidurnya, bangsawan Shin Duk tersentak dan dengan gugup menjawab. "Oh, maaf". Dan dengan wajah terlihat sedikit bingung, kemudian mengarahkan pandangannya kepada semua yang hadir dalam ruangan, di mana ia mendapati semua pelayan melihat ke arahnya, tetapi tidak untuk Lin bersama San yang melihat barang barang dalam ruangan, keduanya terlihat seakan terpukau oleh kemewahan barang barang tersebut, serta Chin Chin yang kembali terlihat apatis, menaruh pikirannya entah ada di mana.

"Apa Nyonya baik baik saja?".

"Oh, aku tidak apa apa... "Jadi bagaimana?".

Cempaka tersenyum, dan dengan singkat mengulang kembali perkataannya. "Saya akan coba menñgobati penyakit Tuan Taji, mengenai hasilnya, saya tidak bisa berjanji, dan bila Nyonya tidak keberatan, saya akan segera memulai pengobatannya".

Bangsawan Shin Duk lagi lagi terdiam, ia terlihat bingung harus menjawab apa, seperti ada sesuatu yang sangat tidak diharapkan serta memberatkan dirinya untuk mengizinkan Cempaka mengobati penyakit suaminya. Lalu bangsawan Shin Duk berpaling kepada putrinya, tetapi Lin Tang juga sama seperti dirinya, Lin Tang hanya kembali memandangnya tanpa tahu harus berkata apa, yang membuat Cempaka menjadi heran dan bertanya tanya, ada apa sebenarnya. Padahal, sebelumnya mereka memohon mohon ketika ia menolak permintaan Lin Tang untuk mencoba mengobati penyakit bangsawan Taji, dan kini, setelah ia menyanggupi dan meminta ijin untuk mengobati penyakit bangsawan Taji, seperti yang mereka harapkan saat memohon mohon kepadanya, kini mereka malah terlihat bingung sendiri. "Kalau begitu, apa maksud dari semua ini?!".

Bangsawan Shin Duk berpaling dari putrinya, pandangannya tertuju pada San yang tetap melihat kagum barang barang mewah dalam ruangan, lantas kembali berpaling. Sejenak, ia kembali terdiam sebelum dengan ragu bertanya. "Jadi, apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan pengobatan? Aku akan siapkan Semua".

"Baiklah Nyonya". Cempaka kembali melanjutkan. "Saya minta, supaya Tuan Taji dipindahkan ke ruangan dengan pembaringan yang lebih kecil, kira kira pembaringan yang hanya untuk satu orang. Juga, selama saya melakukan pengobatan, saya minta semua pakaian Tuan Taji untuk di lepas, dan menutup bagian tubuh Tuan Taji yang perlu ditutupi menggunakan kain berbahan dari kapas. Untuk sementara ini, itu dulu Nyonya".

"Baik, aku akan segera lakukan". Akhirnya, dengan enggan dan terlihat sedikit terpaksa, bangsawan Shin Duk menyanggupi permintaan Cempaka. Di sisi lain, sikap yang ditunjukkan bangsawan Shin Duk, serta racun tujuh teratai api yang ditemukannya dalam tubuh bangsawan Taji, dan karena alasan etika tidak bisa diungkapkannya begitu saja, membuat Cempaka semakin heran dan bertanya tanya, ada apa dibalik semua ini. "Aku juga akan segera siapkan ruangan untuk kalian. Dan selama kalian tinggal di sini, aku akan urus semua kebutuhan kalian. Jadi, kalian tidak perlu khawatir jika cuma untuk kebutuhan sehari-hari".

Tanpa menunggu perintah ibunya, Lin Tang bangkit dari tempat duduk, menuju salah seorang wanita paruh baya pelayan kediaman, dan menyuruhnya untuk mempersiapkan semua yang dikatakan oleh Cempaka. Segera, pelayan wanita itu bergegas keluar ruangan bersama beberapa pelayan pria lain yang ada dalam ruangan.

Beberapa lama kemudian...

Di depan ruangan dimana bangsawan Taji telah dipindahkan, dan dipersiapkan seperti yang telah disampaikan oleh Cempaka sebelumnya. Cempaka menghampiri gadis pelayan kediaman yang sebelumnya telah membantunya, mengajak gadis itu untuk mengikutinya masuk ke dalam ruangan, sementara Lin menuju salah satu kursi yang telah disiapkan di depan pintu ruangan, duduk menunggu sendirian. Sedangkan beberapa pelayan kediaman lain yang ikut menunggu di luar ruangan, berdiri di samping kanan belakang deretan kursi di mana Lin duduk di salah satunya.

"Kamu bantu aku di sini!" Ucap Cempaka, setelah keduanya berada di dalam ruangan dan berdiri di samping pembaringan bangsawan Taji.

"Apa yang bisa saya lakukan?! Nona?". Gadis itu ragu, tapi sedikit pun tidak menolak permintaan Cempaka.

"Nanti aku beritahu, sekarang tolong ambilkan dulu sebuah wadah yang cukup besar dan bawa kesini!".

"Baik Nona".

Tak lama kemudian, gadis pelayan itu kembali lagi memasuki ruangan, membawa sebuah wadah besar yang terbuat dari tembaga. "Nona! Apa ini bisa?" Tanyanya, menunjukkan kepada Cempaka wadah dari tembaga yang dibawanya.

"Ya, itu saja. Kamu pegang dulu! Tapi jangan terlalu jauh!".

Memahami apa yang dimaksudkan oleh Cempaka, dengan tetap memegang wadah tembaga yang baru saja di ambilnya, gadis itu melangkah dan berdiri tak jauh di samping Cempaka, menunggu untuk menerima perintah Cempaka selanjutnya.

Sejenak, Cempaka diam mematung di samping pembaringan bangsawan Taji, menatap dalam dalam tubuh bangsawan Taji yang terbaring tak sadarkan diri di atasnya. Sesaat kemudian, jemari kanannya membuka tutup sebuah kendi kecil yang menggantung di pinggang kanannya, sementara jemari kiri lainya di kepalkan, ia menempelkan ujung jari telunjuk tangan kiri dan jari tengah pada lubang di bagian atas kendi.

"Nenek, apa kau bisa melihatku. Cempaka mau nenek selalu melihat ku. Agar Cempaka bisa berhasil melakukannya. Berikan Cempaka kekuatan nek!" Ucapnya tanpa bersuara, kemudian merentangkan tangan kiri ke samping kanan tubuhnya, lalu membuat gerakan melingkar ke atas melewati kepala, di ikuti aliran air yang tiba tiba melayang keluar memanjang dari lubang kendi, melayang mengikuti gerakan ujung jari telunjuk dan jari tengah, seperti sebuah kelebatan pita yang terikat di ujung jarinya. Dilanjutkan gerakan melingkar dari tangan kanan seirama dengan tangan kiri, terus melingkar ke arah depan, berhenti lurus sejajar di depan dada, dengan kedua telapak tangan terbuka menghadap depan. Menyusul kemudian, aliran air yang melayang memanjang berakhir menjadi satu gumpalan, membentuk sebuah bola air yang melayang di depan kedua telapak tangannya. Selanjutnya, bola air itu terus membesar, membesar dan terus membesar, membesar dan membesar. Hingga, bola air itu membentuk sebuah gelembung air yang cukup besar.

Sementara itu, tidak jauh dari samping Cempaka yang sedang mengendalikan air, gadis pelayan yang membantunya melihat tanpa berkedip, binar binar penuh ketakjuban memenuhi pandangan matanya, seolah tidak ingin melewatkan sedikitpun sebuah pertunjukan yang pertama kali dilihatnya dalam hidup. Begitu juga dengan para pelayan lain yang melihat semua itu dari depan ruangan, merasa takjub penuh kekaguman pada apa yang disaksikan.

Cempaka mengarahkan Gelembung airnya turun ke bawah, dengan menurunkan tangannya mengarah pada tubuh bangsawan Taji. Sesaat kemudian, gelembung air yang melayang di depan telapaknya mulai terus membesar, terus membesar dan terus membesar, sampai bagian depan bawah gelembung air itu menyentuh pembaringan bangsawan Taji. Meskipun menyentuh pembaringan, sama sekali tidak ada tanda tanda gelembung air itu akan pecah, gelembung air itu tetap terus membesar, membuat pembaringan bangsawan Taji sedikit demi sedikit masuk ke dalamnya. Selanjutnya, tubuh bangsawan Taji sedikit demi sedikit juga ikut masuk ke dalam gelembung air yang terus semakin membesar, dan terus membesar menjadi sebuah gelembung air berbentuk kapsul yang sangat besar. Hingga, pada akhirnya seluruh tubuh bangsawan Taji dan bagian atas pembaringan, sepenuhnya telah masuk dan berada di dalam gelembung kapsul air yang sangat besar.

Cempaka menoleh, melihat ke arah gadis pelayan yang sedang berdiri menunggu tidak jauh di sampingnya. "Kamu letakkan wadah itu dibawah pembaringan! Usahakan berada di tengah tengah bagian bawah gelembung".

"Nona...?!". Sembari berjongkok di samping pembaringan, gadis itu menatap Cempaka, ragu, ketika mengetahui jarak gelembung air sangat dekat dengan lantai.

"Jangan khawatir, gelembung airnya tidak akan pecah," Balas Cempaka, seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu. Lantas, gadis itu segera meletakkan wadah tembaganya di bawah gelembung air dalam kolong pembaringan.

Setelah itu, Cempaka tetap dengan posisi kedua telapak tangan mengarah pada tubuh bangsawan Taji, mengkonsentrasikan gelembung kapsul airnya pada tubuh bangsawan Taji yang terbaring di dalamnya. Sesaat kemudian, perlahan, tubuh bangsawan Taji mulai mengeluarkan uap tipis dari sekujur tubuhnya,melayang ke atas, terus menembus dinding tipis gelembung air, kemudian mengendap di bagian atas sisi luar gelembung kapsul air. Semakin lama, uap yang keluar dari tubuh bangsawan Taji semakin banyak, dan endapan uap di sisi atas luar gelembung juga menjadi semakin tebal, membentuk seperti cairan berbentuk minyak berwarna pekat. Lalu, cairan seperti minyak itu mengalir turun ke bawah melewati sisi tengah luar gelembung air, segaris menuju wadah tembaga di bawa gelembung air dalam kolong pembaringan, mengalir jatuh menetes turun ke dalam wadah tembaga tanpa setetespun tercecer di atas lantai, seolah cairan berbentuk seperti minyak itu sudah mengetahui kemana harus mengalir.

Beberapa saat berlalu, waktu terus bergulir, Cempaka menggunakan gelembung airnya untuk mengeluarkan semua cairan seperti minyak dari dalam tubuh bangsawan Taji, sampai pada akhirnya, tubuh bangsawan Taji benar benar telah berhenti dan sama sekali tidak lagi mengeluarkan uap di dalam gelembung air.

Setelah semua cairan seperti minyak seluruhnya telah masuk kedalam wadah tembaga di bawah gelembung kapsul air Cempaka, gelembung air itu kemudian sedikit demi sedikit mulai mengecil, dan terus mengecil, hingga tubuh bangsawan Taji sepenuhnya berada di luar gelembung air. Cempaka lantas mengarahkan gelembung air yang telah kembali mengecil, pada wadah tembaga di bawah pembaringan dan memecahkannya dalam wadah, menjadikan airnya membentuk sebuah lapisan tipis di atas cairan seperti minyak dalam wadah tembaga tersebut.

"Ini kamu bawa keluar, terus kamu buang! Wadahnya kalau bisa jangan dipakai lagi. Atau kamu bisa suruh mereka untuk menguburnya!" Tandas Cempaka, menyerahkan wadah tembaga tersebut kepada gadis pelayan yang membantunya. "Jangan khawatir, ini tidak berbahaya," tambahnya meyakinkan.

Tanpa sedikitpun rasa ragu, Gadis pelayan itu mengambil wadah tembaga dari tangan Cempaka dan membawanya keluar ruangan, diikuti oleh Cempaka yang juga keluar ruangan melangkah di belakangnya.

Sesaat kemudian, Cempaka kembali melangkah ke dalam ruangan bersama beberapa orang pelayan kediaman, meminta kepada mereka untuk merubah posisi tubuh bangsawan Taji yang semula telentang menjadi telungkup, sebelum kembali melanjutkan langkah pengobatan menuju tahap berikutnya.

Setelah posisi tubuh bangsawan Taji menelungkup, Cempaka menempelkan kedua telapak tangannya pada punggung bangsawan Taji. "Ini akan memakan waktu cukup panjang. Aku harus bisa bertahan sampai akhir," Ucapnya tanpa bersuara, disusul kemudian, kembali munculnya sebuah pancaran bola energi hijau terang yang menyelimuti kedua telapak tangannya.

Cempaka kembali mulai mengkonsentrasikan pancaran bola energinya pada punggung bangsawan Taji, kali ini mengkonsentrasikan Ouranya menjadi bola energi yang kemudian mengalir ke dalam tubuh bangsawan Taji.

Cempaka mengkonsentrasikan dan terus menerus mengeluarkan Ouranya tanpa henti, hingga beberapa waktu tanpa terasa telah terlewati. Selama itu pula, sedikit demi sedikit Oura dalam tubuhnya terus berkurang dan berkurang, terus berkurang dan melemah. Sampai pada akhirnya, pancaran bola energi dari telapak tangan Cempaka secara tiba tiba mengecil dan melemah, hampir bersamaan dengan nafasnya yang mulai terlihat terengah.

"Aku harus bisa bertahan sebentar lagi," Ucapnya tetap tanpa bersuara. Lantas, kedua matanya terpejam. Dalam sekejap, pancaran bola energinya yang telah mengecil dan melemah, seketika menjadi kembali penuh seperti semula.

Cempaka kembali mengkonsentrasikan pancaran bola energinya pada punggung bangsawan Taji, namun berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia mengkonsentrasikan bola energinya dengan kedua mata terpejam. Hingga beberapa saat kemudian, pancaran bola energinya kembali mengecil dan melemah, bersamaan dengan napas di tubuhnya yang semakin terengah.

"Dia sudah sampai batasnya," Gumam Lin.

Bersamaan dengan pancaran bola energi di telapak tangannya yang kian mengecil, juga napasnya yang semakin terengah. "Aku sudah sampai batasku. Aku harus bijak. Aku tidak boleh memaksakan lebih dari ini. Kalau tidak, akibatnya akan sangat fatal dan aku akan gagal," Ucap Cempaka tetap tanpa bersuara.