Chereads / KURO / Chapter 13 - Dujutsu Jari Dewi Hariti

Chapter 13 - Dujutsu Jari Dewi Hariti

Cempaka mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya, dilanjutkan dengan membuka jari telunjuk dan jari tengah yang disatukan dan saling menempel satu sama lain, seperti sedang menunjuk lantai batu marmer di bawahnya. "Aku harus yakin...! aku harus bisa melewati ini!" Ucapnya tanpa bersuara. Dan tiba tiba!

Bangsawan Shin Duk, Lin Tang, Chin Chin juga beberapa pelayan kediaman yang ada di ruangan itu, terperanjat secara bersamaan, melihat sebuah cahaya hijau terang sebesar buah kelengkeng tiba tiba terpancar dari kedua ujung jari telunjuk dan jari tengah Cempaka. Hingga, gadis pelayan yang sebelumnya membantu Cempaka dan berdiri di samping belakangnya, menjauhkan diri beberapa langkah ke belakang.

"Itukah pancaran Oura?!". Chin Chin bergumam kagum, binar binar kegembiraan serta kekaguman memenuhi wajah serta pandangannya yang tak lepas dari pancaran cahaya di ujung jari Cempaka, seolah baru saja melihat sesuatu yang telah lama dinanti nanti, serta mendapat sebuah kesempatan untuk melihat sesuatu yang seolah baginya sangat mustahil untuk dilihatnya.

Biarpun baru pertama kali bertemu dan sama sekali tidak saling mengenal satu sama lain, sebagai saudara, sebagai seseorang yang mendampingi murid Dewi Jampi, dengan kehebatan serta keagungan Dewi Jampi yang tanpa henti menjadi perbincangan hangat para penghuni kediaman, Chin Chin yakin, Lin pasti tau banyak hal mengenai apa yang telah menjadi rasa penasarannya selama ini. Karena rasa malu menghalanginya untuk bertanya, maksud hati gumaman pertanyaan tersebut dijawab pemuda tampan di samping kirinya, akan tetapi, sebaliknya, sepatah jawaban pun tidak terdengar dari samping kirinya, Lin tetap membisu layaknya arca es batu. Di sisi lain, Lin yang mendengar gumaman Chin Chin hanya memutar mata kekiri, memastikan dengan sudut matanya apakah gumaman itu ditujukan kepadanya, tapi ia melihat Chin Chin tidak sedikitpun menoleh kepadanya, tetap lurus menatap kagum pada cahaya hijau terang di ujung jari tengah dan telunjuk Cempaka yang saling menempel erat.

"Den Ayu, jangan keras keras!" Sahut pelayan di sisi kanan Chin Chin bergumam memperingatkan.

"Kau tenanglah!".

Penasaran pada apa yang didengarnya dari dua wanita di sampingnya, Lin kembali memutar mata kekanan, namun, yang dilihatnya adalah kekaguman di wajah Chin Chin sebelumnya, kini telah menjelma menjadi bunga bunga harapan yang bermekaran memenuhi wajah cantiknya. Dan ketika sudut mata Lin tanpa sengaja menangkap sosok dua wanita bangsawan lain yang tengah berada di meja bundar dengan taplak sutra lebar dalam ruangan. Berbanding terbalik dengan wajah Chin Chin yang bertabur bunga bunga harapan setelah melihat cahaya di ujung jari Cempaka, wajah kedua bangsawan itu terlihat sedikit pucat dan gelisah, seolah ada sebuah ketakutan tak terlihat yang secara tiba tiba datang menghantui keduanya.

Cempaka menempelkan dengan sedikit menekan ujung jari kanannya yang memancarkan bola cahaya hijau terang pada salah satu titik di tengah tengah kening bangsawan Taji, serta beberapa lagi titik titik di dada dan perut yang ditekan secara bersamaan antara ujung jari tangan kanan dan kiri, ataupun urut bergantian dengan jeda yang sangat singkat. Dan seketika itu juga, mata bangsawan Taji tiba tiba terpejam, bersamaan dengan bola cahaya di kedua ujung jari Cempaka yang menghilang.

"Mengagumkan! Jari jarinya berfungsi seperti jarum akupuntur". Chin Chin kembali bergumam kagum.

Kali ini, Lin keluar dari mode arca es batunya, dalam waktu singkat beribu pertimbangan telah dipikirkannya secara matang matang, dan dengan nada datar, tanpa ragu menjawab gumaman Chin Chin. "Itu Dujutsu Jari Dewi Hariti, Jinjutsu khusus yang dimiliki Hasibu Pengobatan. Cara kerjanya hampir sama seperti teknik akupuntur, yang biasa digunakan ahli pengobatan terkenal dari keluarga Tong Seng".

Chin Chin tersipu, tak menyangka pemuda tampan karismatik di sampingnya itu membuka mulut menjawab gumamannya, yang sekaligus mengobati rasa penasaran dalam dirinya.

Bersamaan dengan itu, seorang wanita mengenakan gaun kuning pastel oriental memasuki ruangan bersama seorang wanita paruh baya pelayan kediaman, dan sesaat setelah berada di dalam ruangan, sementara wanita dengan gaun kuning pastel oriental itu berhenti dan membungkuk memberi hormat, kepada bangsawan Sin Duk serta Lin Tang yang memperhatikan Cempaka dari meja bundar dengan taplak sutra lebar dalam ruangan, pelayan kediaman itu terus melangkah menuju meja di mana kedua bangsawan tersebut berada, lantas membisikkan sesuatu ke telinga bangsawan Shin Duk. Wajah bangsawan Shin Duk seketika berubah, kegelisahan dalam wajahnya yang terlihat sedikit pucat telah terbang ke negeri Jawa nan jauh entah ada di mana, ia tidak bisa lagi menyembunyikan kegembiraan dari wajah cantiknya yang bertabur polesan serta kemilau kemewahan.

Ketika wanita dengan gaun kuning pastel oriental itu memutar badan dan melangkah menuju ke arahnya, Lin tersentak, dahinya berkerut bertanya tanya , melihat serta mengenali siapa wanita itu. "Kau?!". Namun, tanpa memperdulikan keterkejutan Lin kepada dirinya, dengan centil dan penuh percaya diri, setelah membungkuk hormat kepada Chin Chin, San lantas melangkah maju merangsek di antara Lin dan Chin Chin, dan karena ulah San tersebut, dengan terpaksa Lin harus sedikit bergeser ke kiri untuk memberi ruang kepada San.

Melihat hal itu, Chin Chin menoleh ke kiri , menatap San dengan penuh keheranan. Akan tetapi, San menanggapinya dengan seringai jahat, lalu senyum genit mengembang di bibirnya dan berkata. "Maaf Den ayu, pemuda ini adalah pacarku". Kontan saja, ucapan tiba tiba San itu membuat Chin Chin kaget, tatapannya berubah aneh dan tentunya tak percaya.

"Cuma orang hilang ingatan yang mau pacaran sama nenek nenek!". Celetuk Lin bergumam sarkastik.

Sontak, San serta pelayan yang berdiri di sisi kanan Chin Chin terkekeh, dan seketika itu juga, keduanya menutup mulut mereka dengan kedua tangan, akan tetapi, tubuh keduanya tetap bergetar karena tawa yang tertahan, dan sejenak menarik perhatian beberapa pelayan kediaman yang ada di dekat mereka. Sedangkan, Chin Chin kembali berpaling menghadap depan dengan senyum simpul tertahan di kedua sudut bibirnya.

Setelah menunggu beberapa saat, dan setelah memastikan bangsawan Taji sudah tidak sadarkan diri. Cempaka meletakkan kedua telapak tangannya dengan sedikit memberi jarak di atas wajah bangsawan Taji, kedua telapak tangannya di sejajarkan dengan kedua ibu jari saling menempel. Disusul kemudian, sebuah cahaya memancar dari kedua telapak tangannya, terus membesar, memadat, dan membentuk sebuah bola cahaya berwarna hijau terang. Berbeda dengan sebelumnya, dengan teknik serta konsentrasi tinggi, Cempaka kini mengalirkan dan mengkonsentrasikan Oura yang mengalir dalam tubuhnya, menjadi sebuah bola energi dengan kedua telapak tangan sebagai titik pusat pancaran energinya.

Bola energi hijau terang itu terus membesar, menembus kulit, dan merasuk ke dalam kepala bangsawan Taji, hingga keseluruhan kepala bangsawan Taji sepenuhnya terselimuti oleh pancaran bola energi dari kedua telapak tangan Cempaka, serta samar terlihat dalam setengah lingkaran bola energi hijau terang di bagian bawah telapak tangan Cempaka. Dan untuk beberapa saat, Cempaka mengkonsentrasikan pancaran bola energinya pada kepala bangsawan Taji. Pupil mata coklatnya kembali mengecil, wajah cantiknya terlihat berpikir keras, menganalisa serta memastikan apa yang ditemukannya pada tubuh bangsawan Taji, bersamaan dengan keyakinan serta kepercayaan dirinya yang perlahan terus tumbuh dan berkembang dalam dirinya, sedikit demi sedikit dan perlahan mengikis semua keraguan yang sebelumnya sempat mengganggu pikirannya. "Tidak salah lagi, ini adalah racun tujuh teratai api," Pikirnya dengan penuh keyakinan.

Di sisi lain ruangan, sama seperti halnya semua perhatian mata dalam ruangan, yang tertuju pada bola cahaya hijau terang di kedua telapak tangan Cempaka di atas tubuh bangsawan taji, dan jika diperhatikan, San juga memperhatikan dengan pandangan lurus ke arah cempaka, dalam ketenangan berdirinya di antara Lin dan Chin Chin. Namun, dibalik itu, seperti mata capung, tanpa perlu memutar mata ke segalah arah, dengan tetap lurus menatap ke arah Cempaka, pandangan matanya menyapu seluruh ruangan secara bersamaan, memperhatikan dan mengamati satu persatu sorot mata serta wajah semua orang yang hadir dalam ruangan. Bahkan, dengan kepala menunduk dan mata menatap lantai marmer di depan kakinya, ia bisa mengetahui apa yang ada di depannya, serta secara bersamaan mengetahui mata Chin Chin yang memperhatikan Cempaka, sementara Lin sekilas memutar mata melirik dirinya. Meskipun beberapa saat lalu sempat menjadi perhatian beberapa pelayan kediaman, kali ini tidak ada hal lain terlihat dari dirinya, selain sosok seorang Dayang Istana yang memperhatikan Cempaka dengan kedua tangan menyilang dan saling menggenggam di depan tubuhnya.

"Nona San, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Lin lirih dan nyaris berbisik, tanpa sedikitpun memperlihatkan gerak bibir jika sedang berkata, juga mata hitamnya yang tetap lurus memperhatikan Cempaka.

Mendengar sekaligus menyadari maksud orang di samping kirinya, bertanya dengan mengucapkan panggilan hormat kepadanya sebagai seorang dayang muda istana, tidak membuat San menerima sanjungan itu dengan merasa bangga, wajah memerah sembari tersipu. Tidak terima ledekan itu begitu saja, dengan cara bicara yang sama, ia membalas pertanyaan Lin sambil kembali meledek. "Jangan banyak tanya, Tuan Muda! Seharusnya kau sudah bisa menebaknya. Bukankah begitu, Tuan Muda".

"Tuan Muda?!" Balas Lin, dengan nada suara seakan mau muntah, mendengar kata itu ditujukan kepadanya, neg. Dan sudut bibir kiri San seketika terangkat, membentuk seringai kemenangan.

Perlahan, Cempaka menggeser pancaran bola energinya menuju leher bangsawan Taji, terus turun ke tangan kiri lalu berpindah ke tangan kanan. Ketika berada di dada, Cempaka mengkonsentrasikan pancaran bola energinya cukup lama pada dada bagian kiri bangsawan Taji, sebelum melanjutkannya ke bagian perut. "Tidak ada luka... Hanya ada satu cara, racun ini bisa masuk ke tubuhnya," Ucapnya tanpa bersuara, sembari terus mengkonsentrasikan pancaran bola energinya menuju pada kedua paha, lutut, betis dan berakhir pada telapak kaki bangsawan Taji, sebelum pancaran bola energi hijau terang itu menghilang. "Ini pasti akan butuh waktu cukup lama".

Selesai memeriksa seluruh tubuh bangsawan Taji, Cempaka menoleh mencari gadis pelayan kediaman yang tadi membantunya, yang ternyata telah kembali berdiri bersama pelayan lainnya. Ia sedikit tersentak, ketika pandangannya menangkap sosok wanita dengan gaun kuning pastel oriental berdiri di samping Lin. "Cik San?!" Pikirnya bertanya tanya, ia tertegun sejenak, sebelum kembali mengarahkan pandangan kepada gadis pelayan kediaman yang tadi membantunya, dan seolah mengerti maksud Cempaka memandangnya, gadis pelayan kediaman itu bergegas melangkah mendekati Cempaka. "Tolong tutup kembali bajunya!" Pinta Cempaka, lantas melangkah menuju meja di mana bangsawan Shin Duk bersama Lin Tang berada. Tanpa bertanya lagi, gadis pelayan kediaman itu kemudian menutup kembali bagian depan baju bangsawan Taji yang terbuka.

Sesungging senyum tersungging di wajah bangsawan Shin Duk, menyambut kedatangan Cempaka yang melangkah menuju meja, dan sambil mengulurkan tangan ke arah kursi kosong di kiri depannya, Lin Tang mempersilahkan Cempaka duduk.

"Bagaimana, apa Nona Cempaka bisa menemukan penyakit yang diderita suamiku?" Tanya bangsawan Shin Duk, tidak seperti sebelumnya, sedikitpun keraguan tidak terlihat tumbuh di wajahnya.

Cempaka tersenyum lantas mengangguk.

"Jadi, apa sebenarnya yang diderita suamiku?".

"Sama seperti yang telah dikatakan oleh beberapa ahli pengobatan kepada Nyonya, penyakit Tuan Taji memang sangat langkah, dan sampai saat ini belum mempunyai nama".

"Jadi, apakah Nona Cempaka juga tidak mempunyai cara untuk menyembuhkannya?" Kejar bangsawan Shin Duk, tanpa ragu kembali bertanya, seakan ia telah tahu jawaban Cempaka selanjutnya.

Cempaka tersenyum. "Nyonya," ucapnya, menghadap bangsawan Shin Duk yang berada di seberang meja dari tempatnya duduk. "Saya akan coba menyembuhkan penyakit tuan Taji. Mengenai hasilnya, saya tidak bisa berjanji untuk memastikan, yang bisa saya lakukan hanya berusaha. Selain itu, akan butuh waktu cukup lama untuk memulihkan kembali kondisi tuan Taji seperti sedia kala, jika semua berjalan lancar, mungkin akan memakan waktu sampai satu purnama. Bila nyonya tidak keberatan, saya akan segera mulai untuk melakukan pengobatan?".

Mendapat sebuah kenyataan berbanding terbalik dengan semua yang diperkirakan, bangsawan Shin Duk terdiam. Kesombongannya dalam meremehkan kemampuan Cempaka dengan sangat sinis, penuh keyakinan serta sangat percaya diri telah memastikan, Hime cantik keluarga Hiragana itu tidak akan mampu berbuat apa apa, bahkan telah menjadi sebuah kegembiraan tersendiri karena sangat yakin, pada akhirnya semua akan sama saja, sama seperti ahli ahli pengobatan lain yang tidak mampu menyembuhkan penyakit sang suami, dengan mengabaikan kenyataan, betapa kehebatan Dewi Jampi begitu diagung agungkan oleh keluarga besarnya, seperti yang tersirat dalam semua perkataan putri kesayangannya sendiri, Lin Tang. Kini berbalik menjadi sebuah palu godam besar dan menghantam wajah cantiknya yang dipenuhi polesan kemilau kemewahan, yang merupakan sebuah cangkang kosong untuk menutupi isi kepalanya yang juga kosong, sekaligus sebagai pengisi kekosongan kepalanya dan menjadikannya sebagai satu satunya cara dalam melihat seseorang. Meskipun samar dan seolah terlihat tidak nyata, karena keahlian bermain kesan yang telah dipupuk dan dilatihnya dengan susah payah sejak masih belia, serta menjadi satu satunya keahlian yang dimilikinya selain mengangkangkan paha lebar lebar di atas ranjang, wajah cantiknya seketika hancur tanpa bisa lagi digambarkan. Wajahnya yang tampak sedikit pucat seketika itu juga kembali terlihat di wajahnya, setelah beberapa saat melanglang jauh ke negeri jawa yang entah ada di mana, kegelisahan serta kepanikan tak mendasar satu per satu juga turut bermunculan menghiasi wajahnya, pikirannya bercampur aduk dan kini lari entah kemana, hingga membuatnya tidak lagi bisa mendengar apapun yang ada di sekitarnya. Dan semua pemandangan itu terukir jelas di mata Lin, yang sejak dari aula telah memperhatikannya dengan mata elang, begitu juga San, yang terus memperhatikannya sejak memasuki ruangan.

Tiba tiba! Sudut bibir Chin Chin melengkung, membentuk senyum sinis.