Dalam salah satu paviliun yang terletak di bagian kanan depan kediaman bangsawan Taji, dimana paviliun tersebut difungsikan sebagai tempat tinggal tamu wanita yang datang berkunjung ke kediaman, di dalam salah satu ruangan paviliun yang penuh dengan perabot kayu berukir mewah dan mengkilap, bangsawan Sima tengah duduk bersimpuh beralaskan permadani yang juga nampak begitu indah serta mewah, di kiri depannya, Nyai Bulan bersimpuh menyamping berdampingan dengan Ping di sisi kirinya, yang sedang menceritakan kedatangan Cempaka bersama Lin di kediaman, dan kini tengah berada di paviliun utama untuk memeriksa bangsawan Taji. "Apa Gusti Ayu juga ingin pergi menuju paviliun utama?". Nyai Bulan bertanya kepada bangsawan Sima, sesaat setelah Ping selesai dengan semua ceritanya.
"Tidak, aku kira di sana juga sudah penuh orang, biar nanti aku tanya langsung keadaan Kangmas Taji pada anak itu".
Glodak...! Tiba Tiba! Pintu ruangan terbuka, San muncul dan berseru dengan tiba tiba. "Gusti Ayu!". Seketika menghambur ke dalam ruangan sembari membanting pintu paviliun di belakangnya.
Glodak...! Ditambah suara berisik pintu paviliun yang terbuka dan tertutup secara tiba tiba serta beruntun, kontan saja mengejutkan ketiga wanita tersebut yang tengah berbincang ringan di dalam ruangan, dan sambil memegang dada, ketiganya seketika melihat ke arah San, dengan wajah yang memperlihatkan kekagetannya masing masing.
"San...!". Keluh ketiganya secara bersamaan.
Menyadari kedatangannya telah mengagetkan seisi ruangan, San hanya menyeringai tak bersalah dan segera duduk di sisi kanan bangsawan Sima, lantas membisikkan sesuatu ke telinga sang junjungan. Mata bangsawan Sima seketika menyipit, kedua alisnya berkerut, dengan wajah yang menggambarkan perasaan campur aduk antara sedih, terkejut, dan tidak percaya, ia menoleh ke kanan lalu bertanya dengan penuh tanda tanya. "Benarkah?!". Dan San mengangguk.
"Kau yakin?".
Tanpa ragu, San kembali mengangguk tidak yakin. "Setidaknya Begitulah yang dikatakan kedua pelayan itu, Gusti Ayu".
"Ada apa? Gusti Ayu," Tanya Nyai Bulan penasaran.
Bangsawan Sima berpaling,sebuah penyesalan tampak dari matanya yang indah bertabur kemilau butiran cahaya, dan tanpa menjawab pertanyaan Nyai Bulan, ia bergumam menyesali diri sendiri. "Bagaimana bisa aku sama sekali tidak tahu hal ini?!". Seketika itu juga, ia tenggelam oleh pikirannya, bayangan Chin Chin yang begitu dingin dan apatis ketika berada bersama dalam paviliun kaputren, serta bayangan Chin Chin yang tiba tiba meninggalkan paviliun utama begitu saja, sejenak bergantian melintas di pikirannya. "Pantas saja anak itu menjadi begitu berbeda!?" Pikirnya. "Apa semua ini yang menjadi penyebabnya?!".
Sementara itu, Nyai Bulan bersama Ping yang sama sekali tidak mengerti pada apa yang sebenarnya terjadi, saling berpandangan satu sama lain, bingung. Lantas secara bersamaan memandang San, sambil kedua bibir mereka komat kamit bertanya tanpa adanya suara yang sampai ke telinga San, dengan kekhawatiran terhadap sang junjungan terlihat mulai berkembang pada wajah keduanya. "Ada apa?!". Akan tetapi, upaya itu hanya sia sia, kebingungan mereka terhadap apa sebenarnya yang terjadi tetap utuh dan tidak mendapat jawaban, karena San hanya menanggapi keduanya dengan memutar mata ke kiri, sembari sedikit menunjuk dengan wajah ke kiri ke arah bangsawan Sima yang tengah sibuk dengan pikirannya, yang diartikan oleh keduanya baik Nyai Bulan maupun Ping, sebagai isyarat untuk menunggu sang junjungan sendiri nanti yang akan menjelaskan. Dan untuk sesaat, kebisuan serta keheningan mencekam seisi ruangan, sepatah suara pun tidak ada yang keluar dari bibir mereka.
Lantas, dengan wajah anggunnya yang masih diselimuti perasaan yang bercampur aduk, bangsawan Sima berpaling kepada Nyai Bulan, kemudian Ping, bergantian dan berkata. "Seperti yang telah kukatakan kepada kalian. Sejak tiba disini...". Tiba tiba! Bangsawan Sima seolah teringat akan sesuatu, seketika berhenti berkata sambil sekilas melihat ke sekeliling ruangan, lalu kembali berkata dengan suara lirih dan nyaris berbisik. "Sejak kita tiba di sini, aku sama sekali tidak sekalipun melihat keberadaan Mbayu Gie Wang. Di samping itu, aku juga merasakan ada sesuatu yang tak ramah di kediaman ini, atau itu cuma perasaanku saja, aku tidak yakin. Selain itu, selama perbincangan di balai kaputren, Mbakyu Shin Duk sendiri juga sedikitpun sama sekali tidak menyinggung tentang Mbakyu Gie Wang. Jika aku bertanya secara langsung kepada mereka, entah mengapa aku mempunyai firasat yang tidak baik mengenai hal itu. Daripada pertanyaanku nantinya akan membuat masalah untuk kita semua, terutama kalian, jadi, aku berpikir untuk menyuruh San diam diam mencari tahu apa yang terjadi pada Mbakyu Gie Wang, dan San dapat kabar jika Mbakyu Gie Wang telah meninggal tiga purnama yang lalu".
Nyai Bulan dan Ping kembali saling berpandangan satu sama lain, kemudian secara bersamaan kembali memandang San penuh tanya, yang memandang keduanya serta menanggapi pandangan mereka dengan sedikit mengangkat bahu, ragu. Lantas, Nyai Bulan berpaling kepada bangsawan Sima dan berkata. "Kenapa Gusti Ayu tidak menanyakan perihal Nyonya Gie Wang, kepada Den Ayu Chin Chin, bukankah dia putri Nyonya Gie Wang?".
"Melihat Chin Chin yang seperti menjadi orang asing di rumahnya sendiri, aku merasa ada sesuatu yang terjadi antara Mbakyu Shin Duk, Lin Tang dan Chin Chin. Atau ada anggota keluarga lain yang terlibat dengan salah satu dari mereka, aku sendiri tidak tahu dan tidak yakin, banyak sekali hal yang tidak aku tahu dari keluarga ini. Berat rasanya bagiku untuk bertanya langsung kepada Chin Chin, terlebih lagi kepada Mbakyu Shin Duk. Sebenarnya, aku sendiri ingin menanyakan kabar Mbakyu Gie Wang dan banyak hal lagi yang ingin kubicarakan dengan mereka, tapi semua itu ku urungkan, ketika menyadari banyak sekali yang berubah dan berbeda di kediaman ini, semenjak Kangmas Taji jatuh sakit".
"Gusti Ayu, menurutku, mengenai kabar meninggalnya Nyonya Gie Wang, apa anda tidak merasa ada yang aneh?".
Mendengar perkataan San yang terkesan curiga, seolah ia telah mencium adanya sesuatu yang tersembunyi dibalik kabar meninggalnya Nyonya Gie Wang, bangsawan Sima lantas balik bertanya. "Bagaimana menurutmu?".
"Gusti Ayu, Anda adalah salah satu bagian dari keluarga ini, bagaimana mungkin, tidak ada satupun dari pihak keluarga yang memberitahu kabar meninggalnya Nyonya Gie Wang kepada Gusti Ayu. Bukankah itu aneh?!... Atau jangan jangan?! Gusti Ayu...?!".
"Jangan berpikiran macam macam!". Bangsawan Sima menyela dan memotong perkataan San. Akan tetapi, bukannya takut dan menunduk lalu meminta maaf kepada sang junjungan, karena bangsawan Sima telah menebak perkataan San selanjutnya yang hendak meledek dirinya, San malah menyeringai sembari terkikik.
"Gadis nakal!". Sahut Nyai Bulan, dengan raut wajah seorang atasan yang seolah hendak memarahi San, karena telah lancang kepada sang junjungan, namun sudut bibirnya melengkung mengulum senyum, yang membuat San semakin terkikik.
"Sejak kau sering bersama Den Kuro, akhir akhir ini kau sering menyeringai, sepertinya kau sudah mulai tertular penyakit konyolnya," Ping menimpali, dan semua menjadi terkikik.
Setelah jeda sejenak karena ulah San, serta gelak tawa mereka mereda dan ruangan kembali tenang, Nyai Bulan lanjut bertanya dengan suara yang kembali lirih dan nyaris berbisik. "Apa yang akan Gusti ayu lakukan setelah ini?".
"Aku tidak akan melakukan apa apa. Posisiku di sini sekarang ini cuma tamu, aku tidak ingin tahu banyak hal yang mungkin sudah seharusnya aku tidak tahu, apalagi turut campur urusan keluarga ini. Tetapi, mengingat Chin Chin, ibunya, serta yang lain masih satu jalinan dalam keluargaku, aku tidak bisa hanya berdiam diri dan tetap bersikap seolah tidak tahu apa apa, tanpa melakukan suatu usaha apapun demi kebaikan maupun untuk kebaikan bersama. Tapi, sekali lagi, aku tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi di sini, dan aku tidak bisa melakukan sesuatu cuma karena berdasar pada firasatku saja".
"Apa Gusti Ayu ingin aku menyelidikinya?". Dengan tetap bersuara lirih dan nyaris berbisik, San tanpa basa basi langsung bertanya, diikuti Nyai Bulan dan juga Ping yang seketika memandangnya, dengan kekhawatiran yang secara tiba tiba telah hinggap di wajah wajah mereka, seolah keduanya sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Seperti tadi yang telah ku bilang, aku tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi di keluarga ini, jadi aku tidak akan melakukan apa apa, karena aku tidak tahu harus mulai dari mana?!".
"Baiklah, Gusti Ayu," Pungkas San, dan tanpa sedikitpun terpengaruh kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Nyai Bulan dan juga Ping, dengan membawa wajahnya yang selalu ceria, penuh percaya diri, serta sedikit centil, tanpa pamit ia lantas bangkit, kemudian melangkah keluar meninggalkan ruangan.
Mengetahui akan hal itu, pandangan Nyai Bulan dan Ping kontan saja mengikuti langkah San menuju pintu ruangan, kedua mata mereka sedikit melebar, alis sedikit terangkat, kebingungan pada apa yang tengah terjadi kembali menyelimuti wajah keduanya. "Kau mau kemana?" Tanya Ping heran, tanda tanya besar serta kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya. Sementara itu, berbanding terbalik dengan Nyai Bulan ataupun Ping, bangsawan Sima terlihat tetap tenang dalam keanggunan wajahnya yang begitu bersahaja, melihat San yang tiba tiba keluar ruangan begitu saja, setelah menyanggupi perkataannya yang sedikitpun sama sekali tidak terdengar sebagai sebuah perintah.
"Cari Den Kuro, akan ku ajak dia nyari kepompong!" Jawab San dari balik pintu, sedikit berteriak dan terdengar bergerak menjauhi ruangan, yang membuat Nyai Bulan serta Ping kembali saling berpandangan satu sama lain.
Nyai Bulan lantas berpaling kepada bangsawan Sima, dan berkata dengan nada suara yang terdengar sangat mengkhawatirkan sang junjungan. "Apa yang Gusti Ayu rencanakan?". Seperti yang ia ketahui serta pengalamannya selama ini bersama bangsawan Sima, baik ketika masih di istana ataupun setelah tinggal di luar istana, ia yakin pasti ada yang direncanakan junjungannya tersebut tanpa sepengetahuannya. Meskipun San hanyalah seorang Dayang Istana berpangkat rendah, tapi ia sangat cerdik dan pintar, tak terhitung lagi berapa banyak informasi penting yang berhasil didapatnya, tanpa ada seorangpun yang menduga atau mengetahuinya, bahkan mencurigainya, yang baru terkuak dan ia ketahui ketika sebuah masalah dan intrik mendera serta melibatkan bangsawan Sima, imbas dari informasi yang didapat San secara diam diam, dan secara diam diam sebelumnya telah direncanakan oleh bangsawan Sima dan gadis nakal kesayangannya tersebut. Hingga membuat Kekhawatirannya terhadap sang junjungan tersebut juga kian terlihat jelas dari wajahnya, karena ia yakin, sebentar lagi, pasti ada masalah di mana bangsawan Sima akan terseret di dalamnya.
Bangsawan Sima tersenyum. "Kenapa kau begitu khawatir? Aku tidak menyuruhnya melakukan apa apa. Kau sudah dengar sendiri, dia mau cari kepompong".
Kedua tangan Ping dan Nyai Bulan Mendadak lemas, kepalanya menunduk. "Nyonya, sepertinya kita akan kembali berada dalam situasi seperti ketika kita masih di istana," Keluh Pimg lirih.
"Aku kira, tinggal di luar istana bisa merasakan hidup nyaman, ternyata sama saja. Dengan adanya anak konyol bersama gadis nakal itu, ini akan lebih parah daripada ketika masih tinggal di istana, pasti akan ada lebih banyak masalah yang mereka buat". Nyai Bulan lirih menimpali, dengan kepala yang tetap menunduk, lemas.
"Tapi Nyonya, apa anda lupa, di sini tidak cuma ada satu anak konyol".
Seketika, Nyai Bulan mengangkat kepala. "Apa...?!". Ia menatap Ping yang masih menunduk lemas di samping kirinya, dengan wajahnya yang terlihat sangat bingung, khawatir, dan penasaran bercampur aduk. "Maksudmu ada lagi?".
"Nyonya lupa, anak konyol satu lagi yang kini ada di paviliun utama?" Jawab Ping, yang membuat sekujur tubuh Nyai Bulan semakin lemas mendengarnya.
"Tampaknya, kedua anak itu cocok satu sama lain," Sahut bangsawan Sima semakin menggoda keduanya, dengan sesungging senyum lembut mengembang di sudut bibirnya.
"Gusti Ayu...". Rengek Nyai Bulan dan Ping bersamaan, tak terima.
Sementara itu, tanpa mereka semua sadari, di belakang paviliun tamu, seorang pelayan wanita kediaman menarik telinganya dari dinding ruangan dimana bangsawan Sima, Nyai Bulan serta Ping berada. Lalu, dengan mengendap endap sambil sesekali melihat sekeliling, bergegas beranjak pergi meninggalkan belakang paviliun, setelah diam diam menguping dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan di dalam.
Dan sesaat setelah pelayan itu pergi meninggalkan bagian belakang paviliun tamu, di dalam ruangan dalam paviliun, bangsawan Sima kembali melanjutkan perkataannya, dengan kembali menekan suara lembutnya hingga terdengar nyaris berbisik. "Di saat San terang terangan bertanya mengenai Mbakyu Gie Wang kepada kedua pelayan seperti yang telah dia katakan kepada kita tadi, dan jika firasatku mengenai hal ini benar, meskipun kita tidak akan lama tinggal di sini, mulai hari ini kita harus hati hati menjaga ucapan!. Seperti halnya di istana, dinding dinding di kediaman ini kemungkinan juga bisa mendengar apa yang kita bicarakan".