Waktu berlalu; Pejabat Ming Keum bersama pelayannya sudah semakin jauh berjalan meninggalkan kediaman. Sementara itu, Cempaka terus mengikuti kemanapun mereka melangkah dari jarak tak terlalu jauh di belakang. Kini, mereka ada di sebuah jalan besar dengan beberapa orang yang masih berlalu lalang di jalanan. Setelah melewati jembatan layang kayu yang membelah jalan besar tersebut, pejabat Ming Keum berbelok ke arah jalan kecil dalam pemukiman penduduk. Meskipun jalan itu berada diantara rumah rumah penduduk, karena hari sudah semakin larut, jalanan itu sangat sepi dan temaram, hanya ada satu dua cahaya pelita keluar dari jendela rumah penduduk yang masih menyala. Cempaka terus mengikuti mereka dengan mengendap endap, sembari sesekali bersembunyi dalam kegelapan. Sangat tidak mungkin bagi Cempaka untuk mengikuti mereka secara langsung seperti saat berada di jalan besar, mengingat gaun biru cerah yang di pakainya akan sangat mudah menarik perhatian dan kecurigaan pejabat Ming Keum atau pun pelayannya.
Sementara Cempaka masih mengendap dan bersembunyi dalam kegelapan sela di antara rumah penduduk, mendadak, pejabat Ming Keum menghentikan langkah. Sejenak, ia berhenti sembari sedikit menoleh ke arah kiri melewati pundaknya, ia terlihat sangat waspada dan seperti sedang memastikan sesuatu. Sesaat kemudian, dengan berjalan cepat, pejabat Ming Keum meneruskan langkah, lalu berbelok arah pada sebuah tikungan dan menghilang dari pandangan di balik rumah penduduk.
Tidak mau kehilangan jejak, Cempaka hendak cepat menyusul ke arah hilangnya pejabat Ming Keum. Namun, sebelum keluar dari tempatnya bersembunyi, tiba tiba! matanya menangkap sosok pejabat Ming Keum sedang berjalan mundur ke belakang,keluar dari arah tikungan jalan dimana sebelumnya dia menghilang. Sedangkan si pelayan berada di depan pejabat Ming Keum, berusaha melindungi tuannya dengan pedang sudah terhunus di tangan.
Perlahan, pejabat Ming Keum serta pelayannya terus melangkah mundur, menjauh dari lima orang pria bersenjata pedang di depannya, yang melangkah berjajar maju ke arah keduanya dengan masing masing pedang terhunus ke depan. Di sisi lain, Cempaka masih tetap berada di tempatnya semula, mengawasi mereka dengan penuh tanda tanya.
"Si... Siapa... kalian?". Dengan tubuh gemetar, pejabat Ming Keum bertanya kepada orang orang itu dengan sangat ketakutan, berdiri di belakang pelayannya yang juga terlihat gemetaran memegang pedang. Namun, pertanyaan pejabat Ming Keum ditanggapi dingin oleh kelima orang pria tidak dikenal di hadapannya. Dan tanpa menggubris pertanyaan pejabat Ming Keum, kelima orang pria tidak dikenal itu langsung mengangkat pedang, hendak menyerang pejabat Ming Keum beserta pelayannya.
Bersamaan dengan itu, tiba tiba! muncul delapan orang pria di atas atap rumah rumah penduduk. Tiga orang dengan cepat melompat turun ke bawah melindungi pejabat Ming Keum serta pelayannya, sisanya melempar beberapa belati sebelum menyusul melompat turun.
Wuuush! Belasan belati melesat cepat dari atas atap, mengarah pada kelima orang pria tidak dikenal di bawah.
Tang Tang... Tang... Tang...! Kelima orang pria tidak dikenal itu, menangkis belati belati yang melesat ke arah mereka menggunakan pedang masing masing, sembari membuat gerakan berkelit, menghindar, dan mundur beberapa langkah ke belakang. Seorang dari mereka tumbang, tergeletak dengan dua belati menembus dada dan perutnya. Disusul serangan cepat tanpa ampun dari kedelapan pengawal pribadi pejabat Ming Keum secara bersamaan, menyerang mereka dengan brutal menggunakan serangan serangan pedang, serta teknik teknik gerakan menendang, menyerang mereka dengan terjangan pedang pedang beruntun, bergantian bahkan bersamaan.
Ting Ting... Ting... Ting...! Keempat sisa orang pria tidak dikenal itu tak mau menyerah begitu saja. Mereka melawan dengan mengerahkan seluruh kekuatan serta kemampuan masing masing, untuk bertahan dan sesekali menyerang, menahan serangan dan terjangan pedang pedang lawan dengan teknik keahlian pedang mereka, berkelit, serta menerjang balik dalam pertarungan yang sama sekali tak berimbang. Tanpa butuh waktu lama, dua orang diantara mereka tumbang dengan beberapa luka goresan pedang di tubuhnya, seorang lagi terhuyung ke arah rumah penduduk, di susul terjangan dua pedang lawan menembus punggungnya dan tersungkur tak bergerak. Sisa seorang lainnya mencoba melarikan diri, namun, sebelum jauh berlari, dua buah belati melesat ke arah tubuhnya, menembus punggungnya, kemudian tersungkur dan tergeletak di tengah jalan.
Tidak berhenti cukup sampai disitu, setelah membuat lawan lawannya tak bernyawa, dua pengawal pejabat Ming Keum yang berdiri di tengah jalan, melemparkan sesuatu ke arah salah satu sela gelap diantara rumah penduduk .
Wuuush! Beberapa belati melesat cepat ke arah tempat Cempaka bersembunyi .
Menyadari ada belati melesat ke arahnya! Spontan, Cempaka melompat ke atas, memutar tubuh di udara, dan dengan cepat menutup wajah menggunakan sapu tangan bersulam bunga cempaka gading miliknya. "Apa mereka sudah mengetahui keberadaanku sebelumnya?!" Pikirnya singkat, mencoba memahami keadaan.
Tab... Tab... Tab...! Belati belati itu hanya menembus ruang hampa dan menancap pada kayu dinding rumah, tanpa sedikitpun melukai ataupun menggores tubuh si cantik Cempaka.
Sesaat, setelah menutup wajahnya dengan sapu tangan di udara. Cempaka turun ke tanah dengan perlahan, kedua tangannya direntangkan dengan kaki kiri agak ditekuk ke depan, diikuti oleh gaun serta rambut dengan pita panjangnya yang berkelebat kelebat indah seiring tubuhnya yang turun ke tanah, Bagaikan sesosok Dewi cantik yang sedang turun dari kahyangan di tengah kegelapan malam. "Bagaimana mereka bisa tiba tiba ada disini?!" Pikirnya tetap penasaran, setelah kedua kakinya menginjak tanah, sembari tatapan mata coklatnya tajam tertuju pada kedelapan pengawal pribadi pejabat Ming Keum, yang sedang berlarian menyerang ke arahnya. "Sejak kapan?".
"Haa...!" Pekik salah seorang dari mereka, menerjang Cempaka dengan sabetan pedang, disusul yang lainnya dengan ayunan dan sabetan pedang masing masing. Cempaka melompat beberapa langkah ke belakang, menghindar dari serangan dan terjangan pedang serentak kedelapan pengawal pribadi pejabat Ming Keum tersebut.
Wuuuch... Wuuuch... Wuuuch...! Ayunan, sabetan serta Hujaman pedang pedang para pengawal pribadi pejabat Ming Keum meleset dan hanya menebas angin.
Melihat musuh yang sedang dihadapi mempunyai keahlian mumpuni, para pengawal pribadi pejabat Ming Keum memburu, menyerang serta menerjang Cempaka menggunakan seluruh kemampuan yang mereka miliki untuk melumpuhkannya.
Gadis cantik itu berkelit, mengelak serangan demi serangan serta terjangan pedang pedang para pengawal pejabat Ming Keum yang terus menerus menyerang. Gerakannya sangat ringan, lincah dan gesit, seringan sebuah kapas yang sedang tertiup angin, melompat, berputar, merunduk serta berkelit di antara kepungan dan serangan pedang pedang lawan. Tubuhnya meliuk liuk di antara kilatan kilatan pedang dalam keremangan malam, diiringi kelebatan gaun serta pita rambut panjangnya yang ikut menari nari indah seirama gerakan tubuhnya. Begitu sangat lihainya Cempaka mengelak dari serangan pedang pedang lawannya, hingga, sehelai rambutnya pun tak ada yang terputus oleh tajamnya pedang lawan.
Hampir bersamaan dengan para pengawal pribadi pejabat Ming Keum yang mulai menyerang. Sekilas, ekor mata Cempaka masih bisa menangkap sosok pejabat Ming Keum beserta pelayannya pergi meninggalkan tempat itu, menuju ke arah tikungan jalan yang akan mereka lewati sebelumnya. "Aku tidak punya urusan dengan orang orang ini," Pikirnya, sembari terus meliuk liuk, menghindari sabetan demi sabetan tajam pedang pedang para pengawal pejabat Ming Keum yang terus menyerang. "Aku harus cepat pergi dari tempat ini".
Dalam sekali tempo, Cempaka berlari ke arah dinding rumah penduduk Yang ada di dekatnya, berlari ke atas menginjak dinding rumah, bersalto ke belakang melewati kepala lawan lawannya yang terus memburu, dan mendarat di belakang tubuh mereka. Kemudian, melompat ke arah sela diantara rumah penduduk dan menghilang dalam kegelapan. Tidak mau melepaskan musuhnya begitu saja, para pengawal pribadi pejabat Ming Keum berlarian memburu ke arah Cempaka yang telah menghilang, ditelan kegelapan di antara rumah rumah penduduk.
Sementara para pengawal pribadi pejabat Ming Keum masih berkeliaran di sekitar tempat Cempaka menghilang; Cempaka sudah cukup jauh meninggalkan tempat itu, berlari dan berlompatan menyusuri kegelapan, melewati samping serta belakang rumah rumah penduduk yang berjajar tak beraturan. Sesekali, ia menoleh ke belakang untuk mengetahui apakah para pengawal pribadi itu mengejarnya. "Siapa sebenarnya mereka?!" Pikirnya penasaran, pada orang orang yang telah menyerang pejabat Ming Keum sebelumnya, sembari terus berlompatan di antara kegelapan malam. "Aku juga tidak tahu di mana orang itu sekarang?!... Apalagi dengan keberadaan para pengawalnya saat ini, akan sangat beresiko, jika aku terus mengikuti orang itu".
Setelah memastikan para pengawal pribadi pejabat Ming Keum sudah tidak mengejar,cempaka memutuskan berhenti beristirahat sejenak, pada sebuah taman kecil di sekitar pemukiman penduduk yang ia lewati, duduk bersandar pada sebuah bangku kayu di sisi taman. "Semoga saja orang orang itu tak mengenali wajahku," Gumamnya khawatir, melepas sapu tangan yang menyembunyikan wajah cantiknya. "Dasar paman Mori, sekarang aku harus berurusan dengan seorang pejabat".
Cempaka bersandar menatap bintang bintang nan jauh di angkasa, ada sedikit kekhawatiran tergambar di wajah cantiknya, memikirkan semua kejadian kejadian yang baru saja terjadi, mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini, setelah para pengawal pribadi pejabat Ming Keum mengetahui apa yang telah ia lakukan kepada tuannya. Cukup lama, gadis cantik enam belas tahun itu termenung sendirian menatap langit, dalam sebuah taman sunyi di tengah gelapnya malam. "Ini adalah salah satu resiko jalan hidup yang kupilih, akan kuhadapi apapun resikonya, aku tidak boleh ragu cuma karena hal ini!" Gumamnya meyakinkan diri. "Sekarang sebaiknya aku cari kakak lebih dulu".
Sementara itu, dari kejauhan, samar samar terlihat sebuah sosok sedang berlompatan menembus kegelapan malam melewati atap atap rumah penduduk. Mengetahui akan hal itu, Cempaka mengernyitkan mata, memperhatikan dengan seksama sosok tersebut hingga sosok itu melintas di dekatnya. Dan setelah sosok tersebut melintasi atap atap rumah penduduk di dekat taman dimana Cempaka berada, Cempaka lantas berlari cepat ke arah sebuah rumah di dekat taman, melompat tinggi ke atas atap rumah tersebut, selanjutnya, terus melompat dari atap satu ke atap lain menyusul sosok tersebut. "Kakak!" Serunya sedikit berteriak.
Lin yang sedang berlompatan melewati atap serta bangunan di depan Cempaka yang berlompatan mengejarnya, menoleh ke belakang ke Arah datangnya suara yang sudah sangat lama dikenalnya. Kemudian menghentikan lompatannya, di atas sebuah bangunan tinggi berbentuk tabung yang terletak di tepi jalan, berdiri menunggu sang empunya suara itu mendekat. "Bagaimana?" Tanya Lin, setelah Cempaka berhenti melompat dan berdiri di dekatnya.
Cempaka tertunduk lesu. "Aku kehilangan jejak orang itu,".
Lin menatap wajah Cempaka dalam dalam, ia menyadari pasti ada sesuatu yang telah terjadi selama adiknya itu mengikuti pejabat Ming Keum. Lantas, Cempaka menceritakan semua kejadian yang telah terjadi, tanpa ada satu kejadianpun yang terlewat.
Lin menghela nafas panjang, mengalihkan pandangannya ke arah bintang bintang yang menggantung jauh di angkasa. "Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang tak beresiko, semua punya resikonya sendiri sendiri, apapun itu," Ucap Lin menatap langit malam. "Dan ini baru awal dari jalan panjang yang akan kita lewati, jika berhenti disini, kita tidak akan pernah tahu ada apa di depan sana. Tidak bisa di pungkiri, akan ada sangat banyak sekali resiko dan bahaya sudah menunggu di jalan ini, juga tentunya akan selalu berhadapan serta bergesekan, dengan berbagai jenis dan bentuk manusia yang membawa jalan hidupnya masing masing. Kita harus bisa menghadapi dan melewati semua itu, tanpa rasa takut apalagi ragu. Karena ini jalan kita! Karena inilah jalan hidup yang kita pilih! Akan kita penuhi jalan ini dengan sesuatu yang kita anggap baik, sesuatu yang juga dianggap baik oleh banyak orang. Meskipun, semua itu butuh banyak pengorbanan". Kakak akan selalu melindungi dan menjagamu". Lin meyakinkan hati adiknya. Sedangkan, Cempaka tetap menunduk memperhatikan dengan serius dan sepenuh hati semua kata yang diucapkan oleh sang kakak.
Lin diam sejenak, ia kembali menghela nafasnya dalam dalam, tatapan matanya jauh menerawang ke arah depan. "Andaipun aku gagal, paling tidak, aku akan dapat semua warisan!" Imbuhnya.
Cempaka mendadak mengerutkan dahi, sorot matanya tajam ke arah depan, kedua tangannya dikepalkan dan bergetar di samping tubuhnya. Dan.
"Ugh!" Pekik Lin, ketika pukulan keras Cempaka menghantam perutnya.
Braaak! Tubuh Lin terpental, jatuh terhempas dari atas bangunan tinggi tempatnya berdiri dengan tubuh melengkung ke depan, dan dengan sangat keras menghantam tanah. Kembali terpental jempalitan beberapa kali ke belakang, sebelum berhenti dengan posisi tertelungkup di atas tanah. Kepalanya menghadap depan dengan dagu menempel tanah, serta kedua tangannya merentang ke samping.
"Adik... durhaka!" Rintih Lin. Setelah Cempaka menyusul turun ke bawah dan berdiri di depan tubuhnya.
"Mau lagi!?". Cempaka bertolak pinggang, berdiri di depan tubuh Lin yang tertelungkup di atas tanah di depan kakinya.